FILSAFAT ISLAM
Dosen pengampu :
Disusun oleh:
Kelompok 1
SEMESTER 1
NOVEMBER 2020
A. Sejarah Munculnya Filsafat Islam
Timbulnya filsafat dalam dunia Islam dapat dilihat dari beberapa Faktor yaitu :
1. Faktor dorongan ajaran Islam
Untuk membuktikan adanya Allah. Islam menghendaki umatnya memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi. Penciptaan tersebut tentu ada yang
menciptakan, pemikirannya demikian itu kemudian menimbulkan penyelidikan
dengan pemikiran filsafat.
Para ahli mengakui bahwa bangsa Arab pada abad 8-12 tampil ke depan (maju)
karena dua hal :
- Pertama, karena pengaruh sinar al-Qur’an yang memberi semangat terhadap
kegiatan keilmuan.
- Kedua, karena pergumulannya dengan bangsa asing (Yunani), sehingga ilmu
pengetahuan atau filsafat mereka dapat diserap, serta terjadinya akulturasi budaya
antar mereka .
Agama Islam selalu menyeru dan mendorong umatnya untuk senantiasa
mencari dan menggali ilmu. Oleh karena itu ilmuwan pun mendapatka perlakuan
yang lebih dari Islam, yang berupa kehormatan dan kemuliaan. al-Qur’an dan as-
Sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mengembangkan ilmu serta
menempatkan mereka pada posisi yang luhur. Beberapa ayat petama yang
diwahyukan Muhammad s.a.w. menandaskan pentingnya membaca, menulis dan
belajar-mengajar. Allah menyeru: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah
dan Tuhanmulah yang paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(QS. Al-Alaq: 1-5). Sebagian ahli tafsir berpendapat, Al-Razi misalnya, bahwa
yang dimaksud dengan “iqra” dalam ayat pertama itu berarti “belajar” dan “iqra”
yan kedua berarti “mengajar”. Atau yang pertama berarti “bacalah dalam
shalatmu” dan yang kedua berarti “bacalah di luar shalatmu” (Binti Syathi’,
1968:20. Bandingkan dengan Jawad Maghniyah 1968: 587, Abdul Halim
Mahmud, 1979:55-56). Zamakhsyari berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan
“qalam” adalah “tulisan”. Karena tanpa tulisan semua ilmu tidak dapat
dikodifikasikan, seandainya tidak ada tulisan maka tidaklah tegak persoalan
agama dan dunia (Mahmud, 1979:23 lihat juga Abu Hayan, tt.: 492). Dan tentang
penciptaan alam, al-Qur’an menjelaskan bahwa Malaikat pun diperintahkan untuk
sujud kepada Adam setelah Adam diajarkan nama-nama: “Dan Dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya
kepada Malikat dan berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu,
jika kamu memang orang-orang yang benar’. Mereka menjawab: ‘Maha suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami; Engkau Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Baqarah: 31-
32).
2. Faktor Perpecahan di Kalangan Umat Islam (intern)
Setelah khalifah Islam yang ketiga, Usman bin Affan terbunuh, terjadi
perpecahan dan pertentangan di kalangan umat Islam. Perpecahan dan pertentagan
tersebut pada mulanya adalah karena persoalan politik. Tetapi kemudian
merembet ke bidang agama dan bidang-bidang lain. Untuk membela dan
mempertahankan pendapat-pendapat mereka serta untuk menyerang pendapat
lawan-lawannya, mereka berusaha menggunakan logika dan khazanah ilmu
pengetahuan di masa lalu, terutama logika Yunani dan Persi, sampai akhirnya
mereka dapat berkenalan dan mendalami pemikiran-pemikiran yang berasal dari
kedua negeri tersebut. Kemudian mereka membentuk filsafat sendiri, yang
dikenal dengan nama filsafat Islam.
3. Faktor Dakwah Islam
Islam menghendaki agar umatnya menyampaikan ajaran Islam kepada sesama
manusia. Agar orang-orang yang diajak masuk Islam itu dapat menerima Islam
secara rasional, maka Islam harus disampaikan kepada mereka dengan dalil-dalil
yang rasional pula. Untuk keperluan itu diperlukan filsafat.
4. Faktor Menghadapi Tantangan Zaman (ekstern)
Zaman selalu berkembang, dan Islam adalah agama yang sesuai dengan segala
perkembangan. Tetapi hal itu bergantung kepada pemahaman umatnya. Karena itu
setiap zaman berkembang, menghendaki pula perkembangan pemikiran umat
Islam terhadap agamanya. Pengembangan pemikiran tersebut berlangsung di
dalam filsafat.
5. Faktor Pengaruh Kebudayaan Lain
Pergumulan antara bangsa satu dengan bangsa lain di dunia hampir tak bisa
dihindari sama sekali. Implikasi dari semua ini adalah, tidak adanya kemurnian
budaya satu pun di dunia ini. Dan biasanya negara besarlah yang memiliki pengaruh
dan bersifat hegemonik. Hanya, Islam memiliki originalitas dan otentisitas ajaran.
Oleh sebab itu ketika Islam bersinggungan dengan budaya Yunani, Persi, Cina atau
yang lainnya, maka tidak otomatis Islam di Yunanikan, diPersikan, diCinakan dst.
Islam datang pada permulaan abad ke-7 M, kemudian berkembang sampai ke seluruh
Timur Tengah, Afrika Utara dan Spanyol pada akhir abad tersebut. Pada wilayah ini
peradaban yang sudah ada tetap dikembangkan dan disemangati oleh karakteristik
ajaran Islam (baca: islamisasi). Karena sesuai dengan watak ajaran Islam itu sendiri,
yaitu memberikan kesempatan kepada pemeluknya untuk menyerap ide-ide dari
banyak sumber (Khuz al-hikmata walau fi ayyi wi’ain kana, Uthlub al-‘ilma walau
bis-Shin). Kontak dengan wilayah baru itu menyebabkan umat Islam menyerap ilmu
pengetahuan yang berasal dari Yunani dan juga Cina. Mereka mentransfer ilmu-ilmu
tersebut dalam paradigma baru dan kemudian berkembang sehingga menjadi bagian
dari peradaban Islam.
Wahyu pertama yang turun (Q.S. Al-’Alaq :1-5) itu --dan sejumlah hadis
Nabi-- memiliki implikasi besar terhadap perkembangan keilmuan pada masa-masa
berikutnya. Sebagaimana yang dicatat oleh Ahmad Amin (1969:141) bahwa pada
awal timbulnya Islam, barulah tujuh belas orang suku Quraisy yang pandai baca-tulis.
Nabi juga menganjurkan para pengikutnya untuk belajar membaca dan menulis.
Aisyah, isterinya pun belajar membaca. Anak angkatnya, Zaid bin Haritsah disuruh
pula belajar tulisan Ibrani dan Suryani. Para tawanan perang dibebaskan setelah
mereka dapat mengajar sepuluh orang muslim untuk membaca dan menulis (meski
Nabi sendiri ummi, tetapi ke-ummi-an beliau sangat beralasan untuk menolak
anggapan, bahwa al-Qur’an itu ciptaannya). Beberapa wahyu (nash) penting
mengenai ilmu telah menjadikan alasan bagi dukungan dan respon Islam terhadap
ilmu pengetahuan dan peradaban. Oleh sebab itu, tak heran jika tradisi keilmuan
dalam Islam lantas begitu subur dan semarak pada masa-masa berikutnya.
Demikianlah, gerakan melek huruf untuk pertama kalinya dilakukan Islam dalam
rangka pengamalan ilmu pengetahuan. Jika pada mulanya aktivitas keilmuan itu
hanya telaah agama yang lebih khusus, maka pada periode berikutnya menjadi
berkembang secara menyeluruh dan dalam skop yang lebih luas. Jika pada umumnya
kajian keislaman hanya terpusat pada al-Qur’an, al-Hadits, Kalam, Fiqh serta ilmu
gramatika bahasa (nahwu, sharaf, balaghah), maka pada periode berikutnya, setelah
kemenangan Islam ke berbagai wilayah, kajian itu berkembang dalam berbagai
disiplin ilmu: filsafat, kedokteran, astronomi, fisika dan ilmu-ilmu sosial.
1. Al-Kindi
Al Kindi lahir pada masa Abbasiyah dalam suasana intelektual dan sosio politik yang. Salah
satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam dengan cara mengetok
hati umat supaya menerima kebenaran walaupun darimana sumbernya. Menurutnya kita tidak
pada tempatnya malu mengakui kebenaran darimana saja sumbernya. Al-Kindi orang Islam
yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan
agama, atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidaklah bertentangan
karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu
adalah satu (tidak banyak). Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keesaanNya, dan keutamaan
serta ilmu-ilmu selain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang
bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat.
Beberapa konsep pemikiran filsafat al-Kindi mengenai filsafat dan agama, logika dan
episemologi, kosmologi, filsafat jiwa dan sesudah mati, akal dan akhlak.
2. Ar-Razi
Hidup sepanjang tahun 250-313 H / 864-925 Merupakan dokter terkenal pada masa keemasan
islam dengan ketekunan tuylis menulis yang luar biasa seperti tulisan Filsafat Lima Kekal,
Jiwa Dan Materi, Akal Sebagai Karunia Tuhan, Tuduhan Lawan Entang Sikapnya Terhadap
Agama. Amat disayangkan tulisannya tentang filsafat belum ditemukan setelah dihancurkan
oleh para seterunya yang menuduhnya mulhid (menyimpang dari atau mengingkari ajaran
islam)
3. Al Farabi
Lahir pada tahun 258 H/870 M, Dimana dibidang filsafat ia melahap habis karya Aristoteles
dan dijuluki Guru Kedua dan dipuji sebagai filsuf muslim terbesar dan tak tertandingi dalam
dunia sains dan filsafat dengan berbagai konsep pemikirannya seperti Ontologi, Metafisika
Teologis, Kosmologi, Psikologi dan Filsafat Politik.
Merupakan sekelompok anak manusia yang menamakan dirinya Ikhwab Ash Shafa (saudara-
saudara yang mementingkan kesucian jiwa) yang mewariskan adikarya ensoklopedis tenang
ilmu pengetahuan dan filsafat yang berisi 50 risalah mengulas pelbagai bidang keilmuan.
5. Ibnu Miskawaih
Merupakan filsuf muslim yang hidup tahun 330-421 H/ 940-1030 M dengan menulis pelbagai
prinsip dan sejarah, evolusi, jiwa manusia dan akhlak.
6. Ibnu Sina
Ibnu Sina lahir pada tahun 980 H/1037 M merupakan filsuf ternama dengan penguasaan
filsafa Aristoeles dan Neo-Platonis yang sangat mumpuni menulis berbagai karya dengan
konsep Kosmologi, Psikologi.
7. Al-Ghazali
Al-Ghazali melontarkan sanggahan luar biasa keras terhadap pemikiran para filosof. Adapun
yang dimaksudkan para filosof disini dalam berbagai literatur disebutkan ialah selain
Aristoteles dan Plato, juga Al-Farabi dan Ibnu Sina karena kedua filosof muslim ini
dipandang Al-Ghazali sangat bertanggung jawab dalam menerima dan menyebarluaskan
pemikiran filosof dari Yunani (Sokrates, Aristoteles, dan Plato) di dunia Islam. Kritik pedas
tersebut ia tuangkan dalam bukunya yang terkenal Tahafut al-Falasifat. Dalam buku ini ia
mendemonstrasikan kepalsuan para filosof beserta doktrin-doktrin mereka.
Filsafat islam modern mulai berkembang sejak abad 19, tepatnya antara 1850-1914,
ketika muncul kebangkitan (nadhab) atau renaissance islam, kebangkitan ini merupakan
upaya mengejar kertinggalan islam dari kemajuan peradaban Eropa, kesadaran ini bermulai
dari Syiria berkembang di Mesir. Kemajuan peradaban Eropa membuka mata umat Islam
untuk merevitalisasi khazanah pemikiran Islam klasik, termasuk filsafat. Para tokoh islam
seperti Jamal al-Din al-Afghani menyatakan bahwa ajaran islam bersifat rasional, sehingga
tetap relevan didunia modern dalam menghadapi problem masyarakat muslim modern.
Tren-tren modern dalam pemikiran filsafat Islam, dibedakan menjadi empat kelompok filosof
Islam dengan kecenderungan titik-tolak pemikiran dominan yang mendasarinya memiliki sisi
pertimbangan tertentu yang sifatnya relativ berkaitan dengan penilaian terhadap seorang
pemikir sebagai filosof atau bukan antara lain filosof-filosof Muslim berhaluan Islamis,
filosof-filosof Muslim Berhaluan Marxisme, filosof-filosof Muslim berhaluan materialisme,
filosof-filosof Muslim berhaluan skolastik, filosof-filosof Muslim berhaluan modern
(bersifat eklektik).
Fase pertama, dimulai sejak abad ke-19 dari gerakan modernisasi yang dilancarkan
Jamâl adDîn al-Afghânî yang menjadi momentum kesadaran umat Islam akan keteringgalan
mereka. Rasionalitas yang seiring dengan pemberantasan taqlîd dan kembali ke ajaran Islam
yang otentik menjadi jargon pertama modenisasi.
Fase kedua, dimulai kajian filsafat Islam di kalangan orientalis Yahudi sejak abad ke-
19 di tangan semisal Moritz Steinschneider dan Salomo Munk, kemudian berlanjut hingga
abad ke-20 di tangan tokoh-tokoh orientalis awal seperti seperti Harry Austryn Wolfson,
Georges Vadja, Simon van der Bergh, dan Richard Walzer. Kajian mereka sangat
dipengaruhi oleh semangat Yahudi karena memanasnya iklim politik di Palestina.
Fase ketiga, dimulai dari momen setelah Perang Dunia II, kajian filsafat Islam mulai
meretas batas-batas Timur-Barat, karena masa-masa kolonialisme menyebabkan kedua dunia
itu berinteraksi, meski tidak seimbang secara politik.
Fase keempat, dimulai dari akhir abad ke-20 hingga sekarang yang bisa kita sebut
sebagai “abad keemasan” (golden age) dengan meleburnya batas-batas Timur-Barat, di mana
intelektual Barat dan Islam sama-sama berkolaborasi dalam proyek keilmuan filsafat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.uinsu.ac.id
/2882/1/Filsafat%2520islam.pdf&ved=
https://www.researchgate.net/publication/311340379_PERKEMBANGAN_PEMIKIRA
N_FILSAFAT_ISLAM_MODERN_SEBUAH_TINJAUAN_UMUM.
https://www.uin-malang.ac.id/r/131101/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan-
filsafat-islam.html