Anda di halaman 1dari 12

DISKURSUS EPISTEMOLOGI DALAM

PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER

Zulfis
(Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol. Email: zulfis_skb@yahoo.com)

Abstract
This article discusses and explores how important epistemology in developing human thought and civilization
including in contemporary Islamic thought. After explaining the terms of epistemology and contemporary
Islamic thought, I outline some trends or models of contemporary Islamic epistemology based on Muslims
thinkers and intellectuals. Although their methodologies and approaches are different from each other, most of
the trends, models and concepts of contemporary epistemology in Islam have been concorded with the modern
and postmodern world views, the development of science, and social-cultural of mankind without ignoring
the basic principles of Islamic teachings.
Key Words: discourse, epistemology, contemporary Islamic thought, postmodernism, and trends

PENDAHULUAN ingin dijawab adalah mengapa epistemologi itu


penting dalam pemikiran Islam kontemporer?
Epistemologi merupakan salah satu persoalan
Apa dasar dan paradigma epistemologi dalam
penting dalam membentuk perkembangan
pemikiran Islam kontemporer? Bagaimana
keilmuan dan peradaban manusia. Kondisi
dinamika diskursus epistemologi dalam pemikiran
seseorang, lembaga, bangsa, dan peradaban manusia
Islam kontemporer? Apa implikasi diskursus
ditentukan salah satunya oleh epistemologi yang
epistemologi terhadap perkembangan pemikiran
dipahami dan diterapkan, termasuk epistemologi
Islam kontemporer?
berperan dalam membangun ideologi, world view,
Sistematika pembahasan artikel ini adalah
serta pandangan hidup suatu masyarakat atau
diawali dengan tentang epistemologi dan arti
bangsa.
pentingnya dalam peradaban manusia. Bagian
Pemikiran Islam mengalami berbagai
selanjutnya adalah uraian tentang makna, ranah,
dinamika yang luar biasa sejak periode Islam awal
dan peran pemikiran Islam termasuk pemikiran
dengan sampai pada abad moderen. Pemikiran
Islam kontemporer. Uraian berikutnya adalah
Islam kontemporer yang berkembang juga tidak
tentang wacana konsep atau rumusan epistemologi
terlepas dari peran pemikiran, historisias, sosial
Islam yang dikembangkan oleh beberapa pemikir
budaya termasuk epistemologi. Persentuhan dan
Muslim kontemporer seperti yang diuraikan pada
pertemuan pemikiran Islam dengan semua elemen-
paragraf sebelumnya.
elemen tersebut telah mengkonstruksi bangunan
epistemologi sendiri dalam pemikiran Islam.
EPISTEMOLOGI DAN PERADABAN MANUSIA
Artikel ini ingin menelusuri dan menganalisis
diskursus epistemologi yang berlangsung dalam Epistemologi secara etimologi berasal dari
pemikiran Islam kontemporer. Pertanyaan yang kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti teori, sehingga epistemolog memiliki
arti teori tentang pengetahuan. Secara terminologi epistemologi, bahkan pemikiran Aristoteles
dan posisi keilmuan, epistemologi adalah salah ini banyak mempengaruhi filsafat setelahnya
satu cabang filsafat. Epistemologi mempunyai termasuk filsafat Islam. Dalam konteks ini,
makna sebagai cabang filsafat yang membahas epistemologi Yunani Kuno sebagai epistemologi
tentang dasar, sumber, metode, dan validitas yang banyak mempengaruhi peradaban manusia
pengetahuan (Dancy, 1985; Sudarminta, 2002; sulit untuk dibantah.
Hadi, 1994; Lubis, 2009). Pada zaman skolastik Islam, perdebatan
Dalam sejarah filsafat, diskursus epistemologi epistemologi juga berlangsung antara empirik-
telah berlangsung sejak filsafat Yunani Kuno. rasional murni dengan empirik-rasional
Filsafat Yunani Kuno sebelum Socrates berupaya substansial/transendental dengan dasar wahyu.
untuk menemukan sebuah pertanyaan ontologis Perdebatan tersebut antara Ahmad Ibn Hambal
dari mana alam semesta ini berasal serta zat dengan para filosof paripatetik seperti Ibnu
apa yang paling utama dari segala yang ada. Sina, al-Farabi dan al-Razi (Sumarna, 2005:64).
Pertanyaan ontologis tersebut tentu saja dijawab Filsafat yang berkembang pada masa awal Islam
sesuai dengan epistemologi yang mereka pahami. disebut dengan filsafat paripatetik. Filsafat
Sebagian besar filsuf pra Socrates memberikan paripatetik salah satu cirinya dalam epistemologi
konsep bahwa asal mula semesta dan zat yang mereka banyak menggunakan rasio dan silogisme
paling utama merujuk kepada alam seperti air Aristoteles (Kertanegara, 2006). Dalam konteks
menurut Thales, api menurut Anaximandros, dan ini, filsafat pada aliran parepatetik lebih banyak
lain sebagainya. Oleh karena itu, epistemologi pra dipengaruhi epistemologi filsafat Yunani.
Socrates ini dikenal sebagai epistemologi filsafat Di samping aliran parepatetik, Mulyadhi
alam. Kertanegara (2006, 25-68) juga mengemukakan
Epistemologi pada masa Socrates kemudian aliran-aliran lain dalam filsafat Islam yang
bergeser kepada epistemologi antroposentris memiliki model epistemologi yang berbeda
setelah sebelumnya ada masa sofisme1 antara dengan aliran paripatetik. Aliran-aliran lain
filsafat pra Socrates dan Socrates. Socrates tersebut adalah iluminasionis (isyra>qi), ‘irfa>ni
kemudian merumuskan epistemologi yang (tasawuf ), dan h{ikmah muta’aliyyah. Aliran
berpusat pada manusia yang terkenal dengan iluminasionis atau isyra>qi memberikan posisi
Gnothi Seathon yaitu mengenal diri. Orientasi yang penting terhadap intuisi sebagai pendamping
epistemologis tersebut ia kembangkan dengan rasio atau malah dasar dari penalaran rasional
cara dialog. Epistemologi Socrates ini kemudian dalam epistemologinya. Tokoh yang terkenal
dikembangkan lebih jauh oleh muridnya Plato adalah Suhrawardi yang mencoba mensintesiskan
yang lebih menekankan pada idealisme. Aristoteles epistemologi ‘irfa>ni dan burha>ni. Aliran
meski berbeda dengan Socrates dan Plato, ‘irfa>ni sendiri merupakan aliran tasawuf yang
namun ia tetap berupaya membangun sebuah memiliki sistem epistemologi yang khas. Aliran
ini lebih menekankan pada pengalaman mistik
1. Sofisme adalah aliran filsafat Yunani sebelum dan masa Socrates yang dalam mendapat pengetahuan dan pendekatan
mengajarkan kebenaran dan pengetahuan tidak atas objektifitas semata.
Aliran ini dipengaruhi oleh unsur subjektifitas filsuf dan sesuai dengan diri kepada Tuhan. Para tokoh dalam aliran ini
permintaan dan keinginan si pencari kebenaran, bahkan kebenaran
terkesan diperjualbelikan. disebutkan seperti Jalaluddin Rumi dan Ibn

126 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
‘Arabi. Aliran yang terakhir adalah h{ikmah pencerahan kepada dunia Barat pada akhir abad
muta’aliyyah. Aliran ini dikembangkan oleh Shard pertengahan dan awal abad modern
al-Din al-Syirazi atau yang lebih dikenal dengan Epistemologi Modernisme Barat sangat
Mulla Shadra. Secara epistemologis, aliran ini didominasi oleh epistemologi fondasionalisme.
menggunakan tidak hanya akal diskursif tapi juga Fo n d a s i o n a l i s m e b e r a r t i b a h w a s e m u a
pengalaman mistik. pengetahuan dan keyakinan dapat diterima dan
Dalam perkembangan pemikiran di diakui kebenarannya apabila memiliki dasar
Barat, epistemologi pada masa modern juga yang jelas, tidak dapat diragukan, tidak dapat
memiliki peranan penting dalam perkembangan dibantah, dan tidak dapat dikoreksi. Epistemologi
peradaban manusia tidak hanya di Barat, tapi yang dipakai oleh fondasionalisme teutama
juga termasuk di dunia Islam. Setelah Islam adalah rasionalisme, empirisme, dan kritisisme
mengalami kemunduran, perkembangan (Sudarminta, 2002; Lubis, 2009).
filsafat dan sains bergeser ke Barat. Barat yang Secara singkat dapat dikatakan bahwa
mengalami kemunduran pada abad pertengahan model epistemologi yang berkembang sejak
(the dark of middle age) kemudian bangkit dari Yunani Kuno, Filsafat Islam, dan Filsafat Modern
keterpurukan. Pada abad tengah, agama (Kristen) paling tidak memiliki kesamaan dari dasar dan
begitu mendominasi segala aspek kehidupan metodenya meskipun masing masing mempunyai
sehingga perkembangan ilmu dan filsafat menjadi distingsinya. Dalam pemikiran Islam dikenal
terhambat. Pada masa ini, epistemologi yang dengan epistemologi baya>ni, burha>ni, dan
berkembang adalah teosentris. Memasuki ‘irfa>ni. Sedangkan di Barat dikenal dengan
abab modern, muncullah beberapa pemikir epistemologi rasionalisme, empirisme, dan
Barat yang mencoba mendobrak epistemologi kritisisme dengan segala derivasinya. Secara
teosentris. Pendobrak awal abad modern di makna dan penerapan, baik epistemologi yang
Barat adalah Francis Bacon, Giodarno Bruno, di Barat maupun Islam memiliki kesamaan dan
dan Nicollo Machiavelli. Ketiga tokoh tersebut perbedaan.
merupakan pendukung Revolusi Copernicus Epistemologi bayan>i dalam Islam
yang telah mengkritik Gereja dengan teori merupakan model epistemologi dengan melakukan
Heliosentrisnya (Matahari sebagai pusat tata pedekatan pada teks, al-Qur’an dan Sunnah.
surya), bukan Geosentris seperti yang dipahami Rasio berperan sebagai alat dan tidak memiliki
gereja sebelumnya. Bacon melakukan gebrakan kebebasan untuk menentukan makna teks.
dalam bidang filsafat ilmu, Bruno dalam filsafat Epistemologi irfa>ni adalah metode epistemologi
ketuhanan, dan Machiavelli dalam filsafat sosial dengan pendekatan pengalaman langsung
dan politik (Hardiman, 2004). Perkembangan terhadap realitas spritual keagamaan dan makna
ilmu pengetahuan dan filsafat atau secara umum esoterik teks. Rasio hanya berfungsi menjelaskan
di Barat tentu saja tidak terlepas dari peran dan pengalaman spiritual tersebut. Epistemologi
pengaruh epistemologi, ilmu, dan filsafat ataupun burhani merupakan epistemologi yang sama
peradaban Islam sebelumnya. Hal itu disebabkan dengan rasionalisme. Epistemologi ini lebih
oleh, perkembangan pemikiran Islam dan ilmu banyak menggunakan rasio dan dalil-dalil logika
di Andalusia dan Cordoba telah memberikan dalam memahami dan merumuskan kebenaran

Diskursus Epistemologi dalam Pemikiran Islam Kontemporer 127


(Sumarna, 159-160). Epistemologi Barat, diperdebatkan eksistensi dan pemikirannya
rasionalisme, empirisme, dan kritisisme dalam karena belum memiliki karangka berfikir yang
banyak hal tidak tepat digunakan sebagai dasar jelas seperti modernisme. Namun paling tidak,
dan alat dalam mengembangkan epistemologi dan posmodernisme merupakan suatu alternatif
filsafat keilmuan Islam (Abdullah, 2006:200-201). antitesis dari modernisme. Pemikiran Islam
Pada dasarnya, epistemologi bayani, irfani, dan kontemporer dalam hal tertentu dipengaruhi dan
burhani lebih tepat untuk digunakan meskipun bersentuhan baik langsung maupun tidak dengan
tentu saja memiliki beberapa kelemahan yang posmodernisme.
akan diuraikan pada sub bagian setelah ini. Posmodernisme merupakan serangan
Selain ketiga jenis epistemologi di atas, Akhyar langsung terhadap beberapa klaim modernisme
Yusuf (Lubis, 2009:79) menambahkan dua jenis terkait dengan eksistensi makna, epistemologi
epistemologi lagi berdasarkan perkembangannya dan nilai dari pencerahan abad ke-18 (Asghar,
yaitu epistemologi individual dan epistemologi 2012). Abdul Hadi menguraikan paling tidak
sosial. Permasalahan pengetahuan tentang ada empat ciri utama dari posmodernisme yaitu
pengamatan (persepsi), rasionalitas, dan justifikasi kematian subjek, penyangkalan realitas objektif,
selalu dianggap berkaitan dengan individu dan ketidakbermaknaan, dan penolakan terhadap
terlepas dari dimensi sosial. Sementara epistemologi narasi besar atau kebenaran (Hadi WM, 2014:17).
sosial selalu berkaitan dengan pengetahuan Posmodernisme paling tidak bermakna sebagai
yang berdimensi sosial. Epistemologi sosial perubahan budaya yang telah dibangun atas
berkembang terutama setelah posmodernisme, dasar epistemologi modernisme yang bersifat
poststrukturalisme, dan pospositivisme. fondasional, dualisme, dan bebas nilai menjadi
Semua jenis epistemologi tersebut di atas baik budaya dengan epistemologi yang bersifat
di Barat maupun di Islam telah berperan penting antifondasional, pluralisme dan sarat nilai (Lubis,
dalam membentuk worlview dan peradaban 2014:24-25).
masing-masing, bahkan saling mempengaruhi
satu sama lainnya. Modernisme di Barat sangat PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER
didominasi oleh epistemologi Newtonian-
Abdelillah Belkeziz memandang bahwa tidak
Cartesian yang bersifat makanistik-rasionalis
mudah untuk memahami dan mendefinisikan
(Heriyanto, 2003). Sementara epistemologi Islam
pemikiran Islam (Islamic thought) disebabkan oleh
pada dasarnya tidak terlepas dari epistemologi
dua alasan. Pertama, Islam tidak dapat dipisahkan
baya>ni-irfa>ni-burha>ni.
dengan umat Islam. Oleh karena itu, umat
Setelah modernisme menguasai peradaban Islam (manusia) tidak dapat terlepas dari aspek
dunia lebih kurang tiga abad, kemudian kesejarahan serta hubungannya dengan umat dan
muncul posmodernisme yang mengusung peradaban lain. Kedua, pemikiran Islam bukanlah
model epistemologi baru atau paling tidak dipandang sebagai wahyu suci atau teks agung
berupaya mengkritik epistemologi modern yang namun hanya merupakan seperangkat pemikiran
didominasi oleh epistemologi fondasionalisme manusia (umat Islam) dalam memahami ajaran
dan kerangka berfikir Newtonian-Cartesian Islam serta upaya untuk memecahkan persoalan
tersebut. Posmodernisme sendiri masih banyak

128 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
persoalan keagamaan terkait dengan lingkungan Perkembangan tersebut akan sangat
dan sejarah kehidupan manusia (Belkeziz, ditentukan oleh karakteristik pemikiran
2009:267-268). keagamaan yang berkembang dan dipakai oleh
Islam dan umatnya tidak terlepas dari umat Islam. Amin Abdullah paling tidak terdiri
historisitas dan interaksi dengan pemikiran dan dari tiga model. Model pemikiran keagamaan
umat lain. Oleh karena itu, pemikiran Islam sejak Islam tersebut yaitu absolutely absolute, absolutely
masa klasik sampai masa kontemporer tidak dapat relative, dan relatively absolute. Model yang
dikatakan berdiri sendiri tanpa ada pergumulan pertama, absolutely absolute, memandang ajaran
dan persentuhan dengan epistemologi dan agama bersifat tauqify dengan mengedepankan
peradaban lain. Perkembangan pemikiran Islam unsur wahyu daripada akal, ta’abuddi daripada
klasik sangat jelas sekali adanya interaksi dengan ta’aqulli, serta qat’iyat daripada zanniyat. Pola
filsafat Yunani. Hal itu dibuktikan dengan pikir keagamaan model ini sangat rigid dan
adanya penterjemahan karya-karya filsafat Yunani kaku. Pola pikir seperti ini sangat mudah pada
terutama Aristoteles dan Plato ke dalam bahasa pensakralan pemikiran keagamaan dan bersifat
Arab pada masa Bani Abbasiyah. Dalam bidang offensif terhadap pemikiran lain. Model yang
filsafat, dunia Islam memiliki beberapa filsuf dan kedua, absolutely relative, merupakan pandangan
pemikir besar Islam seperti al-Kindi, al-Farabi, keagamaan yang sangat erat kaitannya dengan
Ibnu Sina dan sebagainya. Demikian juga dalam ilmu sosial dan budaya. Agama hanya dilihat
bidang kalam muncul beberapa mutakallimin/ dari sisi eksoterik atau lahiriah semata, tidak
teolog yang merumuskan pemikiran mereka dari sisi esoterik atau batinniyah. Model yang
tentang kalam atau teologi. Beberapa aliran kalam ketiga, relatively absolute, merupakan sikap
telah mewarnai pergumulan pemikiran Islam yang terbuka dan moderat dalam pandangan
klasik seperti Mu’tazilah, Ash’ariyah, Maturidiyah, keagamaan. Pandangan ini juga memegang teguh
dan sebagainya. sikap keberagamaan yang diyakini tanpa mencela
Pemikiran Islam bukanlah wahyu suci seperti dan merendahkan pandangan keagamaan yang
Al-Qur’an. Oleh karena itu, konsep-konsep berbeda dengannya (Abdullah, 2006:80-90).
dalam pemikiran Islam tingkat kebenarannya Hampir senada dengan pandangan Amin
tidak absolute. Pemikiran Islam yang telah di atas, Sastrapratedja mengungkapkan bahwa
melahirkan beberapa pandangan dan rumusan terdapat tiga pola pikir sebagai reaksi agama
tentang berbagai hal yang terkait dengan manusia terhadap perkembangan agama yang bersentuhan
dan problematika keberagamaannya dapat dengan hal-hal yang baru atau modernitas. Ketiga
saja memiliki kelemahan bahkan kekeliruan pola reaksi tersebut yaitu deduksi, reduksi, dan
atau paling tidak masih terikat pada ruang dan induksi. Deduksi adalah upaya untuk menegaskan
waktu. Pemikiran Islam akan tetap mengalami kembali otoritas agama yang bersumber pada
berbagai dinamika dan perubahan terkait dengan wahyu seperti model teologi Karl Barth. Reduksi
perkembangan kualitas pemahaman umat Islam adalah memaknai agama secara sekular agar sesuai
terhadap dasar ajaran Islam serta perkembangan dan berguna terhadap perkembangan zaman.
dinamika kehidupan manusia. Induksi adalah upaya menyingkap pengalaman
manusiawi yang terdapat dalam ajaran agama atau

Diskursus Epistemologi dalam Pemikiran Islam Kontemporer 129


disebut transendentalisasi nilai-nilai kemanusiaan (seperti Sunni dan Syi’ah), politik (seperti Wahabi
(Sastrapratedja, 1991). dan Hizbut Tahrir), kawasan (seperti Islam Asia
Pemikiran Islam (Islamic thought) meliputi Tenggara dan Timur Tengah), identitas (seperti
beberapa bidang dalam pengkajian Islam. Dalam Islam formal), fungsi (Islam “Kiri” dan Islam
beberapa referensi kontemporer, bidang-bidang Liberal), dan nalar (seperti Islam Aqidah-Syari’ah)
yang termasuk dalam ranah pemikiran Islam (Wijaya, 2104:339-342).
adalah kalam, filsafat Islam, tasawuf, dan ushul Rumusan dan pemetaan perkembangan
fiqh. Abdullah Saeed mengemukakan beberapa pemikiran Islam dalam kaitannya dengan
aspek yang termasuk dalam pemikiran Islam epistemologi seperti yang dibuat oleh Aksin
yaitu ushul fiqh, teologi, filsafat, politik, seni, Wijaya tersebut dapat saja dijakdikan sebagai
dan tasawuf baik yang berlangsung sebelum masa klasifikasi perkembangan pemikiran Islam dalam
modern maupun pada masa modern (Saeed, hal dinamika dan dialektika epistemologi. Namun
2006:vii). Rumusan Abdullah Saeed tersebut demikian, tulisan ini hanya membatasi diskursus
pada dasarnya menunjukkan bahwa pemikiran epistemologi yang berkembang dalam pemikiran
Islam memiliki ranah kajian yang cukup luas. Islam kontemporer. Dengan kata lain, perdebatan
Referensi-referensi sebelumnya, ranah pemikiran epistemologi yang akan dibahas hanya yang
Islam hanya terbatas pada kalam, filsafat, dan berkembang pada masa paroh kedua abad ke-20
tasawuf (Nasution, 1990). sampai awal abad ke-21. Jenis epistemologi dalam
Konsep pemikiran Islam kontemporer pemikiran Islam kontemporer yang dimaksud
menggambarkan besarnya arus intelektual seperti yang akan diuraikan berikut. Istilah-istilah
yang mendominasi dunia Islam kontemporer model epistemologi yang penulis kemukakan ada
sejak akhir Perang Dunia II. Persoalan yang yang berdasarkan ungkapan para pemikir tersebut
mendominasi pada dunia Islam kontemporer dan ada juga berdasarkan analisis dan pelabelan
adalah nasionalisme, islamisme, westernisasi dan yang diberikan oleh penulis lain.
negara (Rabi, 2006:2). Epistemologi IntegraƟf
Epistemologi integratif diberikan oleh Ahmad
PERDEBATAN EPISTEMOLOGI DALAM
Baso terhadap pemikiran epistemologi Muhammad
PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER
Abid al-Jabiri (selanjutnya disebut al-Jabiri). Al-Jabiri
Pemikiran Islam seperti yang telah menawarkan sebuah epistemologi integratif sebagai
diuraikan di atas mengalami berbagai dinamika sebuah alternatif paradigma baru terhadap pemikiran
perkembangan yang beragam dan dialektis, Islam Pascatradisionalisme (Kersten, 2014). Al-
termasuk telah melahirkan beragam model atau Jabiri memandang bahwa epistemologi tidak dapat
konsep epistemologi. Aksin Wijaya merinci terbebas dari ideologi dan hegemoni (Rabi, 2003).
paling tujuh kategori perkembangan pemikiran Pemikiran Islam tradisional didominasi oleh teks
Islam sejak masa klasik sampai kontemporer yang yang menurut Al-Jabiry disebut dengan dominasi
terkait keragaman epistemologi dan dialektika epistemologi atau nalar baya>ni dalam pemikiran
Islam dengan realitas. Ketujuh kategori tersebut Islam (Abdullah, :163). Menurut Jawadi-Amuli,
adalah doktrin (seperti teologi dan fiqh), aliran seperti diungkapkan oleh Askh Dahlen epistemologi

130 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
tidak akan pernah terpisah dari ontologi keagamaan Pemikir-pemikir lain yang dapat penulis
(Rabi, 2006:436). Ontologi merupakan tiang anggap juga setuju dengan epistemologi tauhidi
penyangga bagi epistemologi dalam Islam (Asghar, ini adalah para pemikir yang secara langsung
2012). Arab kontemporer butuh mendekonstruksi mengajukan konsep Islamisasi pengetahuan
epistemologi Turath dengan cara mengadopsi yaitu Naquib al-Attas, Osman Bakar dan Ismail
empirisme dan rasionalisme (Boulatta, 2012). Upaya Raji al-Faruqi. Epistemologi tawh{i>di yang
integratif epistemologi ini juga dapat dilihat dalam memperjuangkan Islamisasi ilmu pengetahuan
pemikiran epistemologi Mehdi Ha’iri Yazdi yang menurut Kuntowijoyo terkesan reaktif. Oleh
menurut Aksin Wijaya disebut dengan epistemologi karena itu, ia tidak setuju dengan proyek Islamisasi
Ilmuminasi-Empiris. Epistemologi ini metode ilmu pengetahuan. Ia lebih cenderung untuk
filsafat Islam klasik khsusunya iluminasionisme menggunakan istilah pengilmuan Islam. Gerakan
dengan empirisme (Wijaya, 2014:157:162). keilmuan Islam harus bergerak dari teks menuju
Tugas intelellektual Muslim pada era konteks, yaitu dari teks suci al-Qur’an menuju
kontemporer tidak hanya terbatas pada bagaimana konteks sosial dan ekologis manusia. Kemudian
mengembangkan sustu sistem epistemologi gerakan selanjutnya membangun paradigma
keilmuan terkait dengan Islamisasi pengetahuan, Islam sebagai paradigma ilmu integralistik sebagai
tapi mereka mempunyai tugas yang lebih penyatuan antara ilmu dan agama (wahyu).
besar dalam menjawab berbagai dampak dari Gerakan terakhir adalah menjadikan Islam
modernisasi dan kapitalisme. Oleh karena itu, jika sebagai ilmu (Kuntowijoyo, 2007). Di Indonesia,
hal tersebut dapat dilakukan oleh pemikir Muslim pemikir yang menurut penulis cenderung sejalan
kontemporer, maka Islam dapat menjadi alternatif dengan pemikir-pemikir di atas adalah Mulyadhi
solusi persoalan modernitas dan kapitalisme yang Kartanegara dengan integrasi ilmu dan Imam
telah merubah dunia (Rabi, 2006:16). Suprayogo dengan pohon ilmunya.

Epistemologi Tawhidi Epistemologi KriƟs Baru (New CriƟcal


Epistemology)
Masudul Alam Choudhury menawarkan
sebuah proyek atau konsep epistemologi yaitu Pemikir Islam kontemporer yang termasuk
epistemologi tawhidi. Konsep epistemologi mengembangkan epistemologi kritis baru
tawhidi ini menurutnya bersifat universal dan ini adalah Mohammed Arkoun. Istilah new
holistik serta dapat menjadi alternatif epistemologi critical epistemology ia sampaikan sendiri ketika
global pada masa yang akan datang. Dengan mengkritik konsep Islamisasi pengetahuan.
ungkapan lain, epistemologi ini menjadi jawaban Menurut Arkoun, konsep Islamisasi pengetahuan
yang tepat bagi umat Islam dalam menghadapi mesti diawali dengan kritik epistemologis radikal
era posmodernisme dan globalisasi. Secara terhadap pengetahuan. Hal ini diperlukan
metododologis, epistemologi tawhidi terbebas dengan cara membedakan diskursus yang bersifat
dari taklid dan liberalisme. Baginya, epistemologi ideologis dengan diskursus ide sehingga dapat
tawhidi dapat dijadikan dasar dan pedoman mengelaborasi suatu epistemologi kritis baru (new
terhadap transformasi umat (Choudhury, 2008). critical epistemology) (Arkoun, 2003).

Diskursus Epistemologi dalam Pemikiran Islam Kontemporer 131


Penulis melihat, epistemologi kritis baru mengenal Tuhan harus terlebih dulu mengetahui
ini pada dasarnya merupakan upaya pemikir dan mengenal yang empiris sebagai manifestasi
Islam dalam menjawab dan menghadapi Tuhan. Abu Zayd ingin membangun epistemologi
berbagai pemikiran yang berkembang pada masa alternatif yang berbasis pengetahuan diri dan
modernisme dan munculnya posmodernisme. Tuhan seperti yang dilakukan oleh tasawuf.
Oleh karena itu, tokoh-tokohnya sangat Wacana epistemologi alternatif dari Abu Zayd ini
menguasai sekali pemikiran posmodernisme tidak begitu mendapat tempat dalam konstelasi
seperti dekonstruksi Derrida, hermeneutika, pemikiran Islam kontemporer (Riyadi, 2014:178-
filsafat kritis, dan sebagainya. 180). Lebih jauh, Abu Zayd menurut Komaruddin
Arkoun dalam pemikirannya tentang dialog Hidayat, berupaya menjelaskan bahwa pluralitas
antar agama menggunakan pendekatan yang dalam pemikiran Islam diikat dalam suatu pesan
iklusif, dialogis, dan humanis sebagai seorang tauhid dan tradisi teks yang tidak harus dipahami
sangat menguasai teori-teori epistemologi dan begitu saja, namun harus dipahami secara dialektis
keilmuan serta filsafat kontemporer. Arkoun selalu dan didialogkan dengan berbagai tradisi dan
menghubungkan antara teks dan koteks dalam realitas sosial budaya lain (Hidayat, 2003:4).
pemikirannya (Abdullah, 2000). Konsep kebenaran dalam Islam bersifat trans-
Ahmad Achrati menilai bahwa diskursus historis dan bertolak belakang konsep historisitas
pemikiran Islam kontemporer masih cenderung Nietzcshe (Asghar, 2012). Oleh karena itulah,
bersikap ambivalent terhadap posmodernisme. Abu Zayd juga dapat dikategorikan termasuk
Penilaiannya tersebut dengan menyebut beberapa membangun epistemologi kritis baru seperti
pendapat pemikir Islam terkait dengan pandangan halnya Arkoun.
mereka terhadap posmodernisme seperti M. Tokoh atau pemikir Indonesia yang mungkin
Arkoun, Akber S. Ahmed, dan Tariq Ramadan. lebih dekat dengan epistemologi kritis baru ini
Ahmed mengkhawatirkan dampak negatif menurut hemat penulis seperti Nurcholis Madjid
posmodernisme, Arkoun tidak setuju dengan dan Abdurrahman Wahid.
dekonstruksinya Derrida, serta Tariq Ramadan Epistemologi Proggressif-IjƟhadis
mencurigai posmodernisme sebagai legitimasi
Salah satu corak epistemologi keilmuan
konsep untuk menolak segala hal yang terkait
kalam kontemporer menurut Abdullah Saeed
dengan etika universal (Achrati, 2006).
adalah model pemikiran Proggressif-Ijtihadis.
Salah satu yang menarik dalam diskursus
Epistemologi Proggressif-Ijtihadis ini berbeda dari
epistemologi dalam pemikiran Islam kontemporer
corak epistemologi keilmuan kalam tradisional.
adalah wacana yang dikemukakan oleh Nasr
Epistemologi ini berupaya mendialogkan dan
Hamid Abu Zayd. Ia mencoba melandasi
mengintegrasikan metode dan epistemologi
pemikiran epistemologinya dengan ontologi
tradisional yang berdasarkan nash dengan metode
dari hal yang empiris. Epistemologi tidak dapat
dan epistemologi baru yang melibatkan ilmu-ilmu
berkembang jika ontologinya tidak jelas. Kerangka
sosial, kemanusiaan kontemporer, dan filsafat
epistemologi Abu Zayd berawal dari yang empiris
kritis (Abdullah, 2013).
dan bergerak ke arah yang meta-empiris. Dalam
tasawuf, manusia yang ingin mengetahui dan

132 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
Epistemologi Proggressif-Ijtihadis menurut masuk pada model semua epistemologi yang
Saeed sendiri ingin melakukan perubahan disebutkan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
pola fikir umat melalui penafsiran kembali perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam.
(reinterpretation) text dan tradisi keislaman.
Epistemologi MulƟplex
Hal itu dapat dilakukan baik oleh pemikir
Recep Senturk, seorang Professor Sosiologi
maupun aktifis. Beberapa pemikir dan aktifis
di Fatih University Istambul, menyatakan bahwa
keislaman yang telah penulis sebutkan di atas,
untuk mengembangkan sebuah konsep sains dan
adalah juga termasuk pada muslim proggresif-
masyarakat yang terbuka, perlu dibangun sebuah
ijtihadis ini menurut Saeed (2006:140-154).
konsep yang ia sebut dengan “open ontology” dan
sebelum ia menguraikan tentang proggressif-
sejalan dengan “multiplex epistemology. Pandangan
ijtihadis ini, ia juga memetakan beberapa aliran/
dunia seperti ini dapat mengakomodir beberapa
pola keberagamaan pemikiran Islam sejak klasik
jenis kebenaran yang berbeda termasuk kebenaran
sampai kontemporer. Aliran-aliran tersebut adalah
sains fisika, sains sosial, metafisika. Pandangan
legalist traditionalist seperti Yusuf Qardhawi,
yang inklusif dan terbuka ini dapat membentuk
political islamist seperti Abul ‘Ala Maududi,
sebuah ikatan budaya yang egaliter dan dialogis.
secular Muslims, theological puritans seperti Ibn
Hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan
Taimiyyah, millitant extrimists, dan proggressif-
metodologi holistik (holistical methodology)
ijtihadis (Saeed, 2006:140-154).
yang meliputi metode integratif, sistimatis dan
David Johnston melihat adanya perubahan
reflektif. Pemikiran Islam akan berkembang jika
epistemologis pada abad ke-20 dalam bidang
epistemologi multiplex ini dapat diaplikasikan.
Us{u>l al-fiqh dari epistemologi klasik Ash’ari
Walaupun demikian, ia menekankan perlu
yang didasarkan pada kitab suci dan dihadapkan
kehati-hatian dalam memahami teks suci
kasus-kasus atas dasar ijma’ dan qiyas dan ke arah
dan hubungannya dengan epistemologi dan
penggunaan rasio yang biasanya khas dengan
pandangan dunia kontemporer (Sharify-Funk,
pemikiran mu’tazilah. Perubahan tersebut diikuti
2006:74-75).
dengan upaya untuk mencari prinsip-prinsip
Epistemologi multiplex yang ditawarkannya
etika universal (kulliya>t) yang sekarang dikenal
dalam beberapa hal hampir senada dengan
dengan tujuan hukum (maqa>s{id al-shari>’a),
epistemologi kritis baru yang ditawarkan oleh
melampau perintah spesifik dari teks (juz’iyya>t)
Arkoun dan beberapa pemikir lainnya seperti yang
(Johnston, 2004).
telah disebutkan di atas.
Pemikir Indonesia kontemporer yang lebih
cenderung kepada epistemologi Proggressif-
IMPLIKASI DISKURSUS EPISTEMOLOGI
Ijtihadis ini menurut hemat penulis adalah di
antaranya Amin Abdullah konsep integratif- Terjadinya perdebatan, perbincangan, dan
interkonektifnya. Amin Abdullah tentu saja diskusi yang cukup intens tentang epistemologi
tidak dapat dikategorikan hanya cenderung pada pada pemikiran Islam kontemporer baik itu dalam
epistemologi proggressif-ijtihadis ini saja. Apabila buku buku ilmiah akademik, jurnal, dan media
ditelusuri konsep pemikirannya secara lebih dalam menunjukkan bahwa persoalan epistemologi atau
dan menyeluruh, ia atau yang lainnya dapat saja yang lebih besar lagi pandangan dunia umat Islam

Diskursus Epistemologi dalam Pemikiran Islam Kontemporer 133


dewasa ini menjadi perhatian cukup serius untuk Hal itu berarti, kembali pada abad modern
dirumuskan. Islam yang pada masa awal memiliki di Barat yang bercorak antroposentris atau
karakter epistemologi yang kuat dan terarah bahkan seperti epistemologi masa Socrates pada
telah mampu menguasai atau paling memimpin filsafat Yunani Kuno. Penulis lebih sependapat
peradaban dunia pada waktu itu. Di tengah bahwa epistemologi Islam kontemporer adalah
melemahnya berbagai hal dalam kehidupan teoantroposontris.
umat Islam, termasuk epistemologi yang mulai
kehilangan arah dalam konsep penerapannya, KESIMPULAN
Barat kemudian menguasai peradaban dunia
Epistemologi memegang peranan yang cukup
dengan berpijak pada epistemologi materialistik,
penting sebagai fondasi dalam membentuk dan
empiris, dan rasionalis.
merawarnai pemikiran dan peradaban manusia,
Epistemologi yang dikembangkan dalam
termasuk terhadap perkembangan pemikiran Islam.
pemikiran Islam kontemporer tentu saja tidak
Pemikiran Islam sejak awal tidak dapat terlepas dari
terlepas dari kelemahan dan kelebihannya. Oleh
pemahaman terhadap konsep-konsep dasar ajaran
karena itu, konsep universalisme Islam sebagai
Islam dan hubungannya dengan segala aspek dan
sebuah agama yang rahmatan lil ‘alamin mesti
problematika kehidupan manusia. Oleh karena
mampu menjawab tantangan dan perubahan
itu, pemikiran Islam dapat saja berkembang dan
zaman dengan tetap berpegang pada prinsip-
berubah sesuai dengan perkembangan zaman tanpa
prinsip dasar ajaran Islam.
menyalahi prinsip-prinsip dasar dan substansi ajaran
Bangunan epistemologi Islam yang kuat Islam.
dan terarah tentu saja akan menjadi daya tarik
Diskursus epistemologi dalam pemikiran
sendiri bagi umat dan peradaban lain, sehingga
Islam kontemporer berlangsung dengan sangat
Islam dapat memberikan peran penting dalam
beragam dan menarik. Beberapa pemikir Islam
membangun peradaban manusia. Epistemologi
kontemporer mencoba merumuskan dasar, model,
yang demikian secara langsung maupun tidak
dan orientasi epistemologinya sebagai world
langsung juga dapat meningkatkan pemahaman
view dalam memahami dan mengamalkan Islam
keagamaan umat Islam ke arah yang lebih dinamis,
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
egaliter, toleran dan aplikatif. Pada akhirnya Islam
zaman dengan tetap memagang prinsip dasar
akan mendapatkan kembali masa kejayaan seperti
dan subsanti ajaran Islam. Di antara konsep
yang telah dialami sebelumnya.
dan rumusan epistemologi Islam kontemporer
Aksin Wijaya berkesimpulan bahwa tersebut adalah epistemologi integratif, tawh{idi,
bahwa perkembangan epistemologi Islam dari neo-kritis, progressif-ijtihadis, dan multiplex.
klasik sampai kontemporer ternyata bersifat Meski beberapa tokoh dapat dikategorikan
sangat revolusioner dari teologi yang bercorak sebagai yang mengusulkan atau dimasukkan
teoritis-teosentris menjadi teoantroposentris dan pada salah satu konsep model epistemologi Islam
antroposentris (Wijaya, 2014:359). Penulis sendiri kontemporer, namun dalam beberapa atau banyak
tidak begitu sependapat dengan yang kesimpulan hal dapat saja para pemikir tersebut masuk pada
Aksin tersebut bahwa revolusi epistemologi model epistemologi kontemporer yang berbeda.
dalam Islam sampai kembali ke antroposentris.

134 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
Pada prinsipnya, diskursus epistemologi Islam Kartanegara, Mulyadhi. Gerbang Kearifan: Sebuah
kontemporer adalah upaya untuk menemukan atau Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Lentera
merumuskan konsep epistemologi Islam yang sesuai Hati, 2006.
dengan perkembangan pemikiran kontemporer dan Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi,
tetap berupaya tidak menyimpang dengan prinsip Metodologi, dan Etika. Yogyakarta: Tiara
dasar ajaran Islam. Wacana, 2007.

DAFTAR PUSTAKA Lubis, Yusuf Akhyar. Epistemologi Fundasional:


Isu-Isu Teori Pengetahuan, Filsafat Ilmu
Buku
Pengetahuan, dan Metodologi. Jakarta:
Abdullah, Amin. Islamic Studies di Perguruan
AkaDemiA, 2009.
Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. _______. Posmodernisme: Teori dan Metode.
Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Abdullah, Amin. Pengantar dalam Ruslaini.
Masyarakat Kitab dan Dialog Antaragama: Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai
Studi Atas Pemikiran Mohammed Arkoun. Aspek. Jakarta: UI Press, 1990.
Yogyakarta: Bentang, 2000. Rabi’, Ibrahim Abu (ed.). Contemporary Islamic
Belkeziz, Abdelillah. The State in Contemporary Thought. USA: Blackwell Publishing, 2006.
Islamic Thought: a Historical Survey of the Riyadi, Abdul Kadir. Antropologi Tasawuf: Wacana
Major Muslim Political Thinkers of the Modern Manusia Spiritual dan Pengetahuan. Jakarta:
Era. New York: I.B.Taurist, 2009. LP3ES, 2014.
Dancy, Jonathan. Introduction to Contemporary Saed, Abdullah. Islamic Thought: an Introduction.
Epistemology. Oxford: Basil Blackwell, 1985. London & New York: Routledge, 2006.
Hadi, Hardono. Epistemologi Filsafat Pengetahuan. Saliba, George. Islamic Science and the Making
Yogyakarta: Kanisius, 1994. of the Europen Reneissance. London &
Hadi WM, Abdul. Hermeneutika Sastra Barat dan Massachusetts: The MIT Press, 2007.
Timur. Jakarta: Shadra Press, 2014. Sastrapratedja, M. dalam pengantar buku: Berger,
Hardiman, Budi F. Filsafat Modern. Jakarta: Peter L. Kabar Angin Dari Langit: Makna
Gramedia, 2004. Teologi dalam Masyarakat Modern. Jakarta:
LP3ES, 1991.
Hatta, Mohammad. Alam Fikiran Yunani. Jakarta:
Tinta Mas, 1987. Sharify-Funk, Meena. From Dichotomies to
Dialogue. in Abdul Aziz Said, dkk (ed.).
Heriyanto, Husein. Paradigma Holistik: Dialog
Contemporary Islam: Dynamic, Not Static.
Filsafat, Sains, dan Kehidupan Menurut
New York: Routledge, 2006.
Shadra dan Whitehead. Jakarta: Teraju, 2003.
Sudarminta, J. Epistemologi Dasar Pengantar
Hidayat, Komaruddin. Wahyu di Langit dan Wahyu
Filsafat Pengetahuan. Jakarta: Kanisius, 2002.
di Bumi: Doktrin dan Peradaban Islam di
Panggung Sejarah. Jakarta: Paramadina, 2003.

Diskursus Epistemologi dalam Pemikiran Islam Kontemporer 135


Sumarna, Cecep. Rekonstruksi Ilmu: Dari Empirik- in theArab World by Mohammed Abed Al-
Rasional Ateistik Ke Empirik-Rasional Teistik. Jabri. Review of Middle East Studies, 46 (2):
Bandung: Benang Merah Press, 2005. 234-236, Winter 2012 (http://www.jstor.org/
Wijaya, Aksin. Satu Islam Ragam Epistemologi: dari stable/41940900 Accessed: September 25, 2014)
Epistemologi Teosentrisme ke Antroposentrisme. Choudhury, Masudul Alam. Islam Versus
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014. Liberalism: Contrasting Epistemological
Inquiries. International Journal of
ArƟkel Jurnal Ilmiah:
Economics, 35 (4): 239-268, 2008 (http//
Achrati, Ahmad. Deconstruction, Ethics and Islam. www.emeraldinsight.com, accessed August
Arabica, T.53 Fasc.4: 472-510, 2006 (http:// 27, 2014).
www.jstor.org/stable/1049852 accessed
Johnston, David. A Turn in the Epistemology and
August 29, 2014).
Hermeneutics of Twentieth Century Ushul
Abdullah, Amin. Epistemologi Keilmuan Kalam Fiqh. Journal of Islamic Law and Society,
dan Fikih dalam Merespon Perubahan di 11 (2):233-282, 2004 (http://www.jstor.org/
Era Negara-Bangsa dan Globalisasi. Media stable/1049852 accessed August 28, 20140
Syariah, XV (2), 2013.
Kersten, Carool. Islamic Post-Traditionalism:
Arkoun, Mohammed. Rethinking Islam Today. Postcolonial and Postmodern Religious
American Academy of Political and Social Discourse in Indonesia. Springer
Science, Vol. 588, 2003 (http://www.jstor. Science+Business Media Dordrecht, 2014
org/stable/1049852 accessed June 13, 2015). (http://www.e-resources.perpusnas.go.id/
Asghar, Jamil. The Postmodernist Relativization library.php?id=00001, accessed March, 20,
of Truth : A Critique. Journal of Islamic 2015).
Studies, 51:3 2012 (http://www.e-resources. Rabi’, Ibrahim Abu. Toward a Critical Arab Reason:
perpusnas.go.id/library.php?id=00001, The Contributions of the Moroccan Philosopher
accessed March, 20, 2015). Muhammad' Ābid al-Jābirī. Islamic Studies,
Boulatta, Issa J. The Formation of Arab Reason: Text, 42 (1): 63-95, 2003 (http://www.jstor.org/
Tradition and the Construction of Modernity stable/20837251, accessed: Dec 18, 2014).

136 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai