Zulfis
(Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol. Email: zulfis_skb@yahoo.com)
Abstract
This article discusses and explores how important epistemology in developing human thought and civilization
including in contemporary Islamic thought. After explaining the terms of epistemology and contemporary
Islamic thought, I outline some trends or models of contemporary Islamic epistemology based on Muslims
thinkers and intellectuals. Although their methodologies and approaches are different from each other, most of
the trends, models and concepts of contemporary epistemology in Islam have been concorded with the modern
and postmodern world views, the development of science, and social-cultural of mankind without ignoring
the basic principles of Islamic teachings.
Key Words: discourse, epistemology, contemporary Islamic thought, postmodernism, and trends
126 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
‘Arabi. Aliran yang terakhir adalah h{ikmah pencerahan kepada dunia Barat pada akhir abad
muta’aliyyah. Aliran ini dikembangkan oleh Shard pertengahan dan awal abad modern
al-Din al-Syirazi atau yang lebih dikenal dengan Epistemologi Modernisme Barat sangat
Mulla Shadra. Secara epistemologis, aliran ini didominasi oleh epistemologi fondasionalisme.
menggunakan tidak hanya akal diskursif tapi juga Fo n d a s i o n a l i s m e b e r a r t i b a h w a s e m u a
pengalaman mistik. pengetahuan dan keyakinan dapat diterima dan
Dalam perkembangan pemikiran di diakui kebenarannya apabila memiliki dasar
Barat, epistemologi pada masa modern juga yang jelas, tidak dapat diragukan, tidak dapat
memiliki peranan penting dalam perkembangan dibantah, dan tidak dapat dikoreksi. Epistemologi
peradaban manusia tidak hanya di Barat, tapi yang dipakai oleh fondasionalisme teutama
juga termasuk di dunia Islam. Setelah Islam adalah rasionalisme, empirisme, dan kritisisme
mengalami kemunduran, perkembangan (Sudarminta, 2002; Lubis, 2009).
filsafat dan sains bergeser ke Barat. Barat yang Secara singkat dapat dikatakan bahwa
mengalami kemunduran pada abad pertengahan model epistemologi yang berkembang sejak
(the dark of middle age) kemudian bangkit dari Yunani Kuno, Filsafat Islam, dan Filsafat Modern
keterpurukan. Pada abad tengah, agama (Kristen) paling tidak memiliki kesamaan dari dasar dan
begitu mendominasi segala aspek kehidupan metodenya meskipun masing masing mempunyai
sehingga perkembangan ilmu dan filsafat menjadi distingsinya. Dalam pemikiran Islam dikenal
terhambat. Pada masa ini, epistemologi yang dengan epistemologi baya>ni, burha>ni, dan
berkembang adalah teosentris. Memasuki ‘irfa>ni. Sedangkan di Barat dikenal dengan
abab modern, muncullah beberapa pemikir epistemologi rasionalisme, empirisme, dan
Barat yang mencoba mendobrak epistemologi kritisisme dengan segala derivasinya. Secara
teosentris. Pendobrak awal abad modern di makna dan penerapan, baik epistemologi yang
Barat adalah Francis Bacon, Giodarno Bruno, di Barat maupun Islam memiliki kesamaan dan
dan Nicollo Machiavelli. Ketiga tokoh tersebut perbedaan.
merupakan pendukung Revolusi Copernicus Epistemologi bayan>i dalam Islam
yang telah mengkritik Gereja dengan teori merupakan model epistemologi dengan melakukan
Heliosentrisnya (Matahari sebagai pusat tata pedekatan pada teks, al-Qur’an dan Sunnah.
surya), bukan Geosentris seperti yang dipahami Rasio berperan sebagai alat dan tidak memiliki
gereja sebelumnya. Bacon melakukan gebrakan kebebasan untuk menentukan makna teks.
dalam bidang filsafat ilmu, Bruno dalam filsafat Epistemologi irfa>ni adalah metode epistemologi
ketuhanan, dan Machiavelli dalam filsafat sosial dengan pendekatan pengalaman langsung
dan politik (Hardiman, 2004). Perkembangan terhadap realitas spritual keagamaan dan makna
ilmu pengetahuan dan filsafat atau secara umum esoterik teks. Rasio hanya berfungsi menjelaskan
di Barat tentu saja tidak terlepas dari peran dan pengalaman spiritual tersebut. Epistemologi
pengaruh epistemologi, ilmu, dan filsafat ataupun burhani merupakan epistemologi yang sama
peradaban Islam sebelumnya. Hal itu disebabkan dengan rasionalisme. Epistemologi ini lebih
oleh, perkembangan pemikiran Islam dan ilmu banyak menggunakan rasio dan dalil-dalil logika
di Andalusia dan Cordoba telah memberikan dalam memahami dan merumuskan kebenaran
128 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
persoalan keagamaan terkait dengan lingkungan Perkembangan tersebut akan sangat
dan sejarah kehidupan manusia (Belkeziz, ditentukan oleh karakteristik pemikiran
2009:267-268). keagamaan yang berkembang dan dipakai oleh
Islam dan umatnya tidak terlepas dari umat Islam. Amin Abdullah paling tidak terdiri
historisitas dan interaksi dengan pemikiran dan dari tiga model. Model pemikiran keagamaan
umat lain. Oleh karena itu, pemikiran Islam sejak Islam tersebut yaitu absolutely absolute, absolutely
masa klasik sampai masa kontemporer tidak dapat relative, dan relatively absolute. Model yang
dikatakan berdiri sendiri tanpa ada pergumulan pertama, absolutely absolute, memandang ajaran
dan persentuhan dengan epistemologi dan agama bersifat tauqify dengan mengedepankan
peradaban lain. Perkembangan pemikiran Islam unsur wahyu daripada akal, ta’abuddi daripada
klasik sangat jelas sekali adanya interaksi dengan ta’aqulli, serta qat’iyat daripada zanniyat. Pola
filsafat Yunani. Hal itu dibuktikan dengan pikir keagamaan model ini sangat rigid dan
adanya penterjemahan karya-karya filsafat Yunani kaku. Pola pikir seperti ini sangat mudah pada
terutama Aristoteles dan Plato ke dalam bahasa pensakralan pemikiran keagamaan dan bersifat
Arab pada masa Bani Abbasiyah. Dalam bidang offensif terhadap pemikiran lain. Model yang
filsafat, dunia Islam memiliki beberapa filsuf dan kedua, absolutely relative, merupakan pandangan
pemikir besar Islam seperti al-Kindi, al-Farabi, keagamaan yang sangat erat kaitannya dengan
Ibnu Sina dan sebagainya. Demikian juga dalam ilmu sosial dan budaya. Agama hanya dilihat
bidang kalam muncul beberapa mutakallimin/ dari sisi eksoterik atau lahiriah semata, tidak
teolog yang merumuskan pemikiran mereka dari sisi esoterik atau batinniyah. Model yang
tentang kalam atau teologi. Beberapa aliran kalam ketiga, relatively absolute, merupakan sikap
telah mewarnai pergumulan pemikiran Islam yang terbuka dan moderat dalam pandangan
klasik seperti Mu’tazilah, Ash’ariyah, Maturidiyah, keagamaan. Pandangan ini juga memegang teguh
dan sebagainya. sikap keberagamaan yang diyakini tanpa mencela
Pemikiran Islam bukanlah wahyu suci seperti dan merendahkan pandangan keagamaan yang
Al-Qur’an. Oleh karena itu, konsep-konsep berbeda dengannya (Abdullah, 2006:80-90).
dalam pemikiran Islam tingkat kebenarannya Hampir senada dengan pandangan Amin
tidak absolute. Pemikiran Islam yang telah di atas, Sastrapratedja mengungkapkan bahwa
melahirkan beberapa pandangan dan rumusan terdapat tiga pola pikir sebagai reaksi agama
tentang berbagai hal yang terkait dengan manusia terhadap perkembangan agama yang bersentuhan
dan problematika keberagamaannya dapat dengan hal-hal yang baru atau modernitas. Ketiga
saja memiliki kelemahan bahkan kekeliruan pola reaksi tersebut yaitu deduksi, reduksi, dan
atau paling tidak masih terikat pada ruang dan induksi. Deduksi adalah upaya untuk menegaskan
waktu. Pemikiran Islam akan tetap mengalami kembali otoritas agama yang bersumber pada
berbagai dinamika dan perubahan terkait dengan wahyu seperti model teologi Karl Barth. Reduksi
perkembangan kualitas pemahaman umat Islam adalah memaknai agama secara sekular agar sesuai
terhadap dasar ajaran Islam serta perkembangan dan berguna terhadap perkembangan zaman.
dinamika kehidupan manusia. Induksi adalah upaya menyingkap pengalaman
manusiawi yang terdapat dalam ajaran agama atau
130 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
tidak akan pernah terpisah dari ontologi keagamaan Pemikir-pemikir lain yang dapat penulis
(Rabi, 2006:436). Ontologi merupakan tiang anggap juga setuju dengan epistemologi tauhidi
penyangga bagi epistemologi dalam Islam (Asghar, ini adalah para pemikir yang secara langsung
2012). Arab kontemporer butuh mendekonstruksi mengajukan konsep Islamisasi pengetahuan
epistemologi Turath dengan cara mengadopsi yaitu Naquib al-Attas, Osman Bakar dan Ismail
empirisme dan rasionalisme (Boulatta, 2012). Upaya Raji al-Faruqi. Epistemologi tawh{i>di yang
integratif epistemologi ini juga dapat dilihat dalam memperjuangkan Islamisasi ilmu pengetahuan
pemikiran epistemologi Mehdi Ha’iri Yazdi yang menurut Kuntowijoyo terkesan reaktif. Oleh
menurut Aksin Wijaya disebut dengan epistemologi karena itu, ia tidak setuju dengan proyek Islamisasi
Ilmuminasi-Empiris. Epistemologi ini metode ilmu pengetahuan. Ia lebih cenderung untuk
filsafat Islam klasik khsusunya iluminasionisme menggunakan istilah pengilmuan Islam. Gerakan
dengan empirisme (Wijaya, 2014:157:162). keilmuan Islam harus bergerak dari teks menuju
Tugas intelellektual Muslim pada era konteks, yaitu dari teks suci al-Qur’an menuju
kontemporer tidak hanya terbatas pada bagaimana konteks sosial dan ekologis manusia. Kemudian
mengembangkan sustu sistem epistemologi gerakan selanjutnya membangun paradigma
keilmuan terkait dengan Islamisasi pengetahuan, Islam sebagai paradigma ilmu integralistik sebagai
tapi mereka mempunyai tugas yang lebih penyatuan antara ilmu dan agama (wahyu).
besar dalam menjawab berbagai dampak dari Gerakan terakhir adalah menjadikan Islam
modernisasi dan kapitalisme. Oleh karena itu, jika sebagai ilmu (Kuntowijoyo, 2007). Di Indonesia,
hal tersebut dapat dilakukan oleh pemikir Muslim pemikir yang menurut penulis cenderung sejalan
kontemporer, maka Islam dapat menjadi alternatif dengan pemikir-pemikir di atas adalah Mulyadhi
solusi persoalan modernitas dan kapitalisme yang Kartanegara dengan integrasi ilmu dan Imam
telah merubah dunia (Rabi, 2006:16). Suprayogo dengan pohon ilmunya.
132 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
Epistemologi Proggressif-Ijtihadis menurut masuk pada model semua epistemologi yang
Saeed sendiri ingin melakukan perubahan disebutkan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
pola fikir umat melalui penafsiran kembali perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam.
(reinterpretation) text dan tradisi keislaman.
Epistemologi MulƟplex
Hal itu dapat dilakukan baik oleh pemikir
Recep Senturk, seorang Professor Sosiologi
maupun aktifis. Beberapa pemikir dan aktifis
di Fatih University Istambul, menyatakan bahwa
keislaman yang telah penulis sebutkan di atas,
untuk mengembangkan sebuah konsep sains dan
adalah juga termasuk pada muslim proggresif-
masyarakat yang terbuka, perlu dibangun sebuah
ijtihadis ini menurut Saeed (2006:140-154).
konsep yang ia sebut dengan “open ontology” dan
sebelum ia menguraikan tentang proggressif-
sejalan dengan “multiplex epistemology. Pandangan
ijtihadis ini, ia juga memetakan beberapa aliran/
dunia seperti ini dapat mengakomodir beberapa
pola keberagamaan pemikiran Islam sejak klasik
jenis kebenaran yang berbeda termasuk kebenaran
sampai kontemporer. Aliran-aliran tersebut adalah
sains fisika, sains sosial, metafisika. Pandangan
legalist traditionalist seperti Yusuf Qardhawi,
yang inklusif dan terbuka ini dapat membentuk
political islamist seperti Abul ‘Ala Maududi,
sebuah ikatan budaya yang egaliter dan dialogis.
secular Muslims, theological puritans seperti Ibn
Hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan
Taimiyyah, millitant extrimists, dan proggressif-
metodologi holistik (holistical methodology)
ijtihadis (Saeed, 2006:140-154).
yang meliputi metode integratif, sistimatis dan
David Johnston melihat adanya perubahan
reflektif. Pemikiran Islam akan berkembang jika
epistemologis pada abad ke-20 dalam bidang
epistemologi multiplex ini dapat diaplikasikan.
Us{u>l al-fiqh dari epistemologi klasik Ash’ari
Walaupun demikian, ia menekankan perlu
yang didasarkan pada kitab suci dan dihadapkan
kehati-hatian dalam memahami teks suci
kasus-kasus atas dasar ijma’ dan qiyas dan ke arah
dan hubungannya dengan epistemologi dan
penggunaan rasio yang biasanya khas dengan
pandangan dunia kontemporer (Sharify-Funk,
pemikiran mu’tazilah. Perubahan tersebut diikuti
2006:74-75).
dengan upaya untuk mencari prinsip-prinsip
Epistemologi multiplex yang ditawarkannya
etika universal (kulliya>t) yang sekarang dikenal
dalam beberapa hal hampir senada dengan
dengan tujuan hukum (maqa>s{id al-shari>’a),
epistemologi kritis baru yang ditawarkan oleh
melampau perintah spesifik dari teks (juz’iyya>t)
Arkoun dan beberapa pemikir lainnya seperti yang
(Johnston, 2004).
telah disebutkan di atas.
Pemikir Indonesia kontemporer yang lebih
cenderung kepada epistemologi Proggressif-
IMPLIKASI DISKURSUS EPISTEMOLOGI
Ijtihadis ini menurut hemat penulis adalah di
antaranya Amin Abdullah konsep integratif- Terjadinya perdebatan, perbincangan, dan
interkonektifnya. Amin Abdullah tentu saja diskusi yang cukup intens tentang epistemologi
tidak dapat dikategorikan hanya cenderung pada pada pemikiran Islam kontemporer baik itu dalam
epistemologi proggressif-ijtihadis ini saja. Apabila buku buku ilmiah akademik, jurnal, dan media
ditelusuri konsep pemikirannya secara lebih dalam menunjukkan bahwa persoalan epistemologi atau
dan menyeluruh, ia atau yang lainnya dapat saja yang lebih besar lagi pandangan dunia umat Islam
134 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015
Pada prinsipnya, diskursus epistemologi Islam Kartanegara, Mulyadhi. Gerbang Kearifan: Sebuah
kontemporer adalah upaya untuk menemukan atau Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Lentera
merumuskan konsep epistemologi Islam yang sesuai Hati, 2006.
dengan perkembangan pemikiran kontemporer dan Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi,
tetap berupaya tidak menyimpang dengan prinsip Metodologi, dan Etika. Yogyakarta: Tiara
dasar ajaran Islam. Wacana, 2007.
136 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 2, Juli - Desember 2015