PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia mempunyai dua potensi yang saling berkaitan,
yaitu jasmaniah dan ruhaniah. Dalam pengertiannya jasmaniah merupakan
badan kasar, sedangkan ruhaniah merupakan badan halus. Kalau jasmani yang
menggerakan adalah fikiran, perasaan dan kemauan yang memunculkan
kekuatan lahir. sedangkan ruhaniah digerakan oleh cipta, rasa dan karsa yang
memunculkan kekuatan batin.
Dari segi ruhaniah manusia berbeda dengan hewan. Manusia dikaruniai
akal sedangkan hewan tidak. Tidak hanya itu, manusia juga memiliki hati
(qalb) sedangkan hewan tidak mempunyainya. Dari segi inilah manusia
dibedakan derajatnya dengan hewan. Konsekuesinya manusia dimintai
pertanggung jawaban oleh Allah atas semua perbuatanya, sedangkan hewan
tidak dimintai pertanggung jawaban. Itulah sebabnya ketinggian derajat
manusia terletak pada ruhaniyahnya dan bukan pada
jasmaniyahnya.Memahami dan mengembangkan potensi ruhaniyah dalam diri
manusia itu sendiri mencangkup nafs, qalb, akal dan ruh. Pembahasan lebih
lanjut mengenai nafs, qalb, akal dan ruh akan dibahas pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud potensi ruhaniah manusia?
b. Apakah pengertian dari nafsu?
c. Apakah pengertian dari al-qalb?
d. Apakah pengertian dari akal?
e. Apakah pengertian dari al-ruh?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui maksud potensi ruhaniah manusia
b. Untuk mengetahui pengertian dari nafsu
c. Untuk mengetahui pengertian dari al-qalb
d. Untuk mengetahui pengertian dari akal
e. Untuk mengetahui pengertian dari al-ruh
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
dalam menghadapi syahwat dengan tenang maka dijuluki al-nafs al-
muthmainnah. Jika al- nafs dalam menghadapi syahwat dengan tidak tenang
tetapi lebih cenderung mengikutinya tanpa kendali, maka diberi julukan al-nafs
al-ammarah. Al-nafs al-ammarah bisa menjadi al-nafs al-muthmainnah
manakala seseorang terbebas dari akhlak yang tercela. Jika al-nafs dalam
menghadapi syahwat dengan setengah-setengah antara menolak dan menerima
tapi lebih cenderung mencela diri sendiri ketika melakukan syahwat maka
diberi julukan al-nafs al-awwamah.
Sebagaimana ulama mengatakan bahwa al-nafs al-awwamah termasuk
akhlak yang baik karena ia senantiasa mencela diri sendiri meskipun sudah
bersungguh-sungguh untuk melaksanakan ketaatan.
Kedua, al-nafs (sering dibaca nafsu dalam bahasa Indonesia) menurut
pandangan para sufi adalah tempat munculnya akhlak tercela. Mereka
cenderung mengartikan al-nafs dengan konotasi negatif. Itulah sebabnya nafsu
wajib diperangi (mujahadah al-nafs). Sedangkan menurut Al-Ghazali nafsu
diartikan “perpaduan kekuatan marah (gadlab) dan syahwat dalam diri
manusia”. Kekuatan gadlab pada awalnya tentu untuk sesuatu yang positif
seperti untuk mempertahankan diri, mempertahankan agama dan sebagainya.
Dengan adanya gadlab itulah jihad diperintahkan dan kehormatan diri terjaga.
Dengan kekuatan marah seorang wanita menolak untuk dinodahi agama dan
kehormatannya. Dengan kekuatan marah seseorang dapat menumpas
kedzaliman dan kemungkaran. Namun ketika gadlab tidak terkendali maka
yang terjadi adalah kehancuran dan akhlak tercela.3
3
Memahami Potensi Ruhaniyah Manusia, http://hida5.blogspot.com/2015/05/memahami-
potensi-ruhanyiah-manusia.html?m, diakses pada tanggal 22 Oktober 2017 pukul 18:19
3
itu bersih dari kendala-kendala yang menutupinya, ia akan dapat menangkap
hakikat-hakikat yang ada.
Penjelasan yang sedikit berbeda mengenai hati dikatakan oleh al-Tirmidzi.
Menurutnya, hati manusia adalah pusat perasaan, pengenalan, dan emosi dalam
tubuh. Segala perasaan, pengenalan dan emosi manusia, akan kembali ke hati,
dan darinya akan dikirim kembali keseluruh tubuh. Tidak mungkin dari
perasaan atau pengenalan dapat memerintah tubuh tanpa melalui hati.4
4
E. Pengertian dari Al-Ruh
Ruh adalah pusat yang di dalamnya manusia tertarik dan kembali pada
sumbernya. 7 Para ulama’ berbeda dalam mengartikan kata ruh. Menurut al-
Qusyairi, ruh adalah jisim yang halus bentuknya (sebagaimana malaikat, setan)
yang merupakan tempat akhlak terpuji. Dengan demikian ruh berbeda dengan
nafs dari sisi potensi positif dan negatif. Nafsu sebagai pusat akhlak tercela
sementara ruh sebagai pusat akhlak terpuji. Ruh juga merupakan tempat
mahabbah pada Allah. Dengan ruh itulah, Allah menciptakan manusia menjadi
hidup dan kehidupan manusia tumbuh berkembang karena adanya cahaya ilahi
yang memudahkan kita.
Pembicaraan tentang ruh memang sesuatu yang tidak mungkin ditangkap
dengan jelas, karena ia berada di luar jangkauan daya penangkapan manusia.
Itulah rambu-rambu yang diberikan Tuhan, ketika manusai sibuk mencari
hakikat ruh. Bagaimanapun yang diungkapkan orang melalui kata-kata tentang
ruh adalah bersifat sementara dan berdasar pada spekulasi. Ia hanyalah
petunjuk yang tidak mungkin dinyatakan sebagai pengertian yang sharih
tentang sesuatu yang tidak terdefinisi.
Bagi sufi, ruh dibicarakan dalam keterkaitannya dengan realitas-realitas
lain. Seperti Jalaluddin Rumi, ia membicarakan ruh dalam hubungannya
dengan jasad. Ia tidak menyinggung hakikat dari keduanya. Dia hanya
mengatakan bahwa segala sesuatu menjadi terang karena ada pertentangan atau
lawannya. Seperti halnya dengan hikayat makna, ia menjadi jelas karena
diperlawankan dengan bentuk, dan ruhpun menjadi terpahami karena ada
pertentangannya dengan jasat.
Ruh merupakan makna atau hakikat sesungguhnya dari manusia.
Sementara jasad atau bentuk jasmaniyah adalah belenggu yang dapat
menghalangi aktualisasi dari fitrah kemanusiaannya. Namun demikian, orang
jangan sampai terjerumus dalam kesalahan dengan hanya melihat pada
perbedaan antara keduanya karena, baik jasad maupun ruh sama-sama penting
dan saling membutuhkan sebagai sarana aktualisasi diri.8
7
Amatullah Amstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, Bandung, 1998, hlm. 244
8
Akhmad Kholil, M. Fili, Merengkuh Bahagia, Malang, 2012, hlm. 163-164
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Potensi ruhaniah manusia adalah potensi dasar sebagai anugerah dan nikmat
dari Allah bagi hambaNya berupa nafsu, ruh, akal dan qalbu.
- Nafsu adalah keinginan, kecenderungan, dorongan jiwa yang kuat untuk
melakukan suatu perbuatan entah itu perbuatan yang baik maupun perbuatan
yang buruk.
- Al-Qalb adalah sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap
sebagai tempat segal perasaan batin dan berfungsi mengenal hakikat segala
sesuatu serta memiliki kemampuan untuk merefleksikannya.
- Akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu dan mempunyai fungsi
sebagai sarana memperolah pengetahuan yang benar, mengarahkan latihan-
latihan batin (riyadlah), dan sebagai sarana berfikir benar dan lurus untuk
memperoleh pengalaman dan pengetahuan sufistik.
- Al-Ruh adalah pusat yang di dalamnya manusia tertarik dan kembali pada
sumbernya.
B. Saran
Pada makalah ini penulis membahas tentang potensi-potensi ruhaniah yang
terdapat dalam diri setiap manusia, dapat diketahui bahwa potensi tersebut
antara lain yaitu nafsu, akal, qalbu dan ruh. Dari semua itu tentunya memiliki
nilai positif dan negatif, tergantung setiap individu dalam menyikapinya.
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar pembaca dapat
memahami pengertian dari potensi ruhaniah manusia dan dapat memetik
pelajaran setelahnya. Makalah ini belum dikatakan sempurna, maka penulis
berharap kepada para pembaca supaya memberi kritik dan saran yang
membangun, guna terwujudnya makalah yang lebih baik lagi.
6
DAFTAR PUSTAKA