Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia mempunyai dua potensi yang saling berkaitan,
yaitu jasmaniah dan ruhaniah. Dalam pengertiannya jasmaniah merupakan
badan kasar, sedangkan ruhaniah merupakan badan halus. Kalau jasmani yang
menggerakan adalah fikiran, perasaan dan kemauan yang memunculkan
kekuatan lahir. sedangkan ruhaniah digerakan oleh cipta, rasa dan karsa yang
memunculkan kekuatan batin.
Dari segi ruhaniah manusia berbeda dengan hewan. Manusia dikaruniai
akal sedangkan hewan tidak. Tidak hanya itu, manusia juga memiliki hati
(qalb) sedangkan hewan tidak mempunyainya. Dari segi inilah manusia
dibedakan derajatnya dengan hewan. Konsekuesinya manusia dimintai
pertanggung jawaban oleh Allah atas semua perbuatanya, sedangkan hewan
tidak dimintai pertanggung jawaban. Itulah sebabnya ketinggian derajat
manusia terletak pada ruhaniyahnya dan bukan pada
jasmaniyahnya.Memahami dan mengembangkan potensi ruhaniyah dalam diri
manusia itu sendiri mencangkup nafs, qalb, akal dan ruh. Pembahasan lebih
lanjut mengenai nafs, qalb, akal dan ruh akan dibahas pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud potensi ruhaniah manusia?
b. Apakah pengertian dari nafsu?
c. Apakah pengertian dari al-qalb?
d. Apakah pengertian dari akal?
e. Apakah pengertian dari al-ruh?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui maksud potensi ruhaniah manusia
b. Untuk mengetahui pengertian dari nafsu
c. Untuk mengetahui pengertian dari al-qalb
d. Untuk mengetahui pengertian dari akal
e. Untuk mengetahui pengertian dari al-ruh

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Potensi Ruhaniah Manusia


Dihadapan Tuhan manusia telah ditahbiskan sebagai makhluk yang paling
mulia. Manusia memiliki kelebihan yang luar biasa dibanding dengan makhluk
Tuhan lainnya. Hal itu terbukti dengan jatuhnya pilihan Tuhan kapada manusia
sebagai khalifah-Nya di bumi. Sebagai khalifah, manusia merupakan wakil
Tuhan dalam mengatur alam dan ekosistemnya. Dengan demikian, semenjak
awal kelahirannya, yaitu setelah anugerah dasar yang membedakan manusia
dengan makhluk lain dilengkapi yang berupa akal, manusia telah mengemban
amanat rahmatan lil alamin, menyebarkan benih keselarasan, kemanfaatan,
dan kasih sayang ke segenap penjuru alam.
Tugas kekhalifahan yang diemban manusia tersebut telah dibarengi oleh
Tuhan dengan potensi dasar sebagai anugerah dan nikmat-Nya. Oleh karena
itu, seorang hamba akan patut mendapat gelar khalifah jika ia menjaga potensi
dan anugerah tersebut. Tidak patut bagi seseorang mendapat gelar khalifah ,
jika ilmu dan semangat mencarinya tipis,spiritualnya sebagai basis
kemanusiaannya gelap dan dangkal, serta sangat tidak patut jika mental dan
tata etikanya rendah.1
Manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani atau materi dan
inmateri. Gabungan antara aspek jasmani dan ruhani disebut al-nafs (diri). Nafs
sendiri mempunyai beberapa kekuatan ruhani seperti ruh, akal dan qalb. Dilihat
dari sisi materi, manusia tidak berbeda dengan hewan. Yang membedakan
antara manusia dan hewan adalah sisi ruhaniahnya. Keduanya secara biologis
mempunyai kebutuhan yang sama seperti makan, minum, istirahat dan
sebagainya. Dan keduanya secara biologis mempunyai sifat yang sama bisa
sakit dan mati. Dari sisi rohani manusia berbeda dengan hewan. Manusia
mempunyai akal sedangkan hewan tidak memilikinya. Manusia memiliki hati
(qalb) sedangkan hewan tidak memilikinya. Konsekuensinya adalah perbuatan
manusia dimintai pertanggung jawaban oleh Allah sedang perbuatan hewan
tidak dimintai pertanggung jawaban.2

B. Pengertian dari Nafsu


Nafsu berasal dari kata al-nafs yang mempunyai dua arti. Pertama, al-nafs
berarti totalitas diri manusia. Sehingga jika disebut “nafsaka (dirimu)” maka
berarti dirimu secara keseluruhan, bukan tangan, bukan kaki, bukan pikiran
tetapi keseluruhan dirimu yang membedakan dengan orang lain. Al-nafs dalam
arti ini mendapat berbagai julukan sesuai dengan kondisinya. Jika al-nafs
1
Ahmad Kholil, M.Fil.I, Merengkuh Bahagia, Malang, 2012, hlm. 45-46
2
Potensi Ruhaniah Manusia, https://mazguru.wordpress.com/2009/02/08/potensi-ruhaniah-
manusia/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2017 pukul 12:01 WIB

2
dalam menghadapi syahwat dengan tenang maka dijuluki al-nafs al-
muthmainnah. Jika al- nafs dalam menghadapi syahwat dengan tidak tenang
tetapi lebih cenderung mengikutinya tanpa kendali, maka diberi julukan al-nafs
al-ammarah. Al-nafs al-ammarah bisa menjadi al-nafs al-muthmainnah
manakala seseorang terbebas dari akhlak yang tercela. Jika al-nafs dalam
menghadapi syahwat dengan setengah-setengah antara menolak dan menerima
tapi lebih cenderung mencela diri sendiri ketika melakukan syahwat maka
diberi julukan al-nafs al-awwamah.
Sebagaimana ulama mengatakan bahwa al-nafs al-awwamah termasuk
akhlak yang baik karena ia senantiasa mencela diri sendiri meskipun sudah
bersungguh-sungguh untuk melaksanakan ketaatan.
Kedua, al-nafs (sering dibaca nafsu dalam bahasa Indonesia) menurut
pandangan para sufi adalah tempat munculnya akhlak tercela. Mereka
cenderung mengartikan al-nafs dengan konotasi negatif. Itulah sebabnya nafsu
wajib diperangi (mujahadah al-nafs). Sedangkan menurut Al-Ghazali nafsu
diartikan “perpaduan kekuatan marah (gadlab) dan syahwat dalam diri
manusia”. Kekuatan gadlab pada awalnya tentu untuk sesuatu yang positif
seperti untuk mempertahankan diri, mempertahankan agama dan sebagainya.
Dengan adanya gadlab itulah jihad diperintahkan dan kehormatan diri terjaga.
Dengan kekuatan marah seorang wanita menolak untuk dinodahi agama dan
kehormatannya. Dengan kekuatan marah seseorang dapat menumpas
kedzaliman dan kemungkaran. Namun ketika gadlab tidak terkendali maka
yang terjadi adalah kehancuran dan akhlak tercela.3

C. Pengertian dari Al-Qalb


Menurut psikologi sufi, hati itu menyimpan kecerdasan dan kearifan
terdalam. Ia merupakan lokus ma’rifah, gnosis, atau pengetahuan spiritual.
Cita-cita para sufi adalah menumbuhkan kecerdasan hati yang lembut dan
penuh kasih sayang. Dikatakan bahwa jika mata hati terbuka, maka akan
mampu melihat segala sesuatu yang nampak melampaui penampilan luar. Jika
telinga hati terbuka, dan dapat mendengar kebenaran yang tersembunyi di balik
kata-kata yang diucapkan.
Dalam pembicaraan mengenai hati, para sufi tidak mempergunakan makna
“al-qalb” (hati) karena kata ini menurut mereka hanya mengacu pada segumpal
darah yang terdapat di dalam dada. Hati bagi mereka adalah substansi yang
halus dan berfungsi mengenal hakikat segala sesuatu serta memiliki
kemampuan untuk merefleksikannya. Namun demikian, kemampuan hati untuk
merefleksikan suatu hakikat sangat tergantung kepada sifat hati itu sendiri, di
mana ia tidak lepas dari pengaruh panca indra, syahwat dan cinta. Sejauh hati

3
Memahami Potensi Ruhaniyah Manusia, http://hida5.blogspot.com/2015/05/memahami-
potensi-ruhanyiah-manusia.html?m, diakses pada tanggal 22 Oktober 2017 pukul 18:19

3
itu bersih dari kendala-kendala yang menutupinya, ia akan dapat menangkap
hakikat-hakikat yang ada.
Penjelasan yang sedikit berbeda mengenai hati dikatakan oleh al-Tirmidzi.
Menurutnya, hati manusia adalah pusat perasaan, pengenalan, dan emosi dalam
tubuh. Segala perasaan, pengenalan dan emosi manusia, akan kembali ke hati,
dan darinya akan dikirim kembali keseluruh tubuh. Tidak mungkin dari
perasaan atau pengenalan dapat memerintah tubuh tanpa melalui hati.4

D. Pengertian dari Akal


Ada beberapa pengertian tentang aql. Pertama, aql adalah potensi yang
siap menerima pengetahuan teoritis. Kedua, aql adalah pengetahuan tentang
kemungkinan sesuatu yang mungkin dan kemuhalan sesuatu yang mustahil
yang muncul pada anak usia tamyiz, seperti satu kemustahilan seseorang dalam
waktu yang bersamaan berada di dua tempat. Ketiga, aql adalah pengetahuan
yang diperoleh melalui pengalaman empiris dalam berbagai kondisi. Keempat,
aql adalah potensi untuk mengetahui akibat sesuatu dan memukul syahwat
yang mendorong pada kelezatan sesaat. Dengan demikian orang yang berakal
adalah orang yang di dalam melakukan perbuatan didasarkan pada akibat yang
akan muncul bukan didasarkan pada syahwat yang mendatangkan kelezatan
sesaat. 5
Sementara itu, dalam dunia tasawuf, akal mempunyai fungsi sebagai
sarana memperolah pengetahuan yang benar, mengarahkan latihan-latihan
batin (riyadlah), dan sebagai sarana berfikir benar dan lurus untuk memperoleh
pengalaman dan pengetahuan sufistik. Disamping itu, akal juga berfungsi
sebagai akal evaluasi untuk melakukan pengujian dan penilaian terhadap
pengalaman-pengalaman sufistik. Para sufi, dalam kondisi fana’ sering terbawa
pada ucapan-ucapan yang subjektif, mereka hanya mengemukakan perasaan-
perasaan yang dialami sendiri, sehingga tidak jarang ucapan itu membawa pada
fitnah yang mencelakakannya. Karena itulah, akal diperlukan untuk
mengontrolnya.
Karena kemampuan akal pada setiap manusia tidak sama, maka pada hari
pengadilan kekal setiap orang akan dituntut tanggung jawabnya sesuai dengan
tingkat dan derajat akalnya. Dikatakan bahwa di hari pengadilan, Tuhan akan
memeriksa rekaman perilaku makhluk-makhluk-Nya sebanding dengan
kemampuan akalnya. Dalam hal ini, manusia dapat dibedakan tingkatannya
berdasarkan cahaya akal dalam menembus selubung nafsunya. Akal dan nafsu
selalu berinteraksi, bertarung berebut pengaruh. Bagi sebagian besar orang,
nafsulah yang menang sedangkan bagi para Nabi dan orang suci, akallah yang
menang.6
4
Akhmad Kholil, M. Fili, Merengkuh Bahagia, Malang, 2012, hlm. 168-169
5
Memahami Potensi Ruhaniyah Manusia, http://hida5.blogspot.com/2015/05/memahami-
potensi-ruhanyiah-manusia.html?m, diakses pada 23 Oktober 2017 pukul 09:39.
6
Akhmad Kholil, M. Fili, Merengkuh Bahagia, Malang, 2012, hlm. 175-177

4
E. Pengertian dari Al-Ruh
Ruh adalah pusat yang di dalamnya manusia tertarik dan kembali pada
sumbernya. 7 Para ulama’ berbeda dalam mengartikan kata ruh. Menurut al-
Qusyairi, ruh adalah jisim yang halus bentuknya (sebagaimana malaikat, setan)
yang merupakan tempat akhlak terpuji. Dengan demikian ruh berbeda dengan
nafs dari sisi potensi positif dan negatif. Nafsu sebagai pusat akhlak tercela
sementara ruh sebagai pusat akhlak terpuji. Ruh juga merupakan tempat
mahabbah pada Allah. Dengan ruh itulah, Allah menciptakan manusia menjadi
hidup dan kehidupan manusia tumbuh berkembang karena adanya cahaya ilahi
yang memudahkan kita.
Pembicaraan tentang ruh memang sesuatu yang tidak mungkin ditangkap
dengan jelas, karena ia berada di luar jangkauan daya penangkapan manusia.
Itulah rambu-rambu yang diberikan Tuhan, ketika manusai sibuk mencari
hakikat ruh. Bagaimanapun yang diungkapkan orang melalui kata-kata tentang
ruh adalah bersifat sementara dan berdasar pada spekulasi. Ia hanyalah
petunjuk yang tidak mungkin dinyatakan sebagai pengertian yang sharih
tentang sesuatu yang tidak terdefinisi.
Bagi sufi, ruh dibicarakan dalam keterkaitannya dengan realitas-realitas
lain. Seperti Jalaluddin Rumi, ia membicarakan ruh dalam hubungannya
dengan jasad. Ia tidak menyinggung hakikat dari keduanya. Dia hanya
mengatakan bahwa segala sesuatu menjadi terang karena ada pertentangan atau
lawannya. Seperti halnya dengan hikayat makna, ia menjadi jelas karena
diperlawankan dengan bentuk, dan ruhpun menjadi terpahami karena ada
pertentangannya dengan jasat.
Ruh merupakan makna atau hakikat sesungguhnya dari manusia.
Sementara jasad atau bentuk jasmaniyah adalah belenggu yang dapat
menghalangi aktualisasi dari fitrah kemanusiaannya. Namun demikian, orang
jangan sampai terjerumus dalam kesalahan dengan hanya melihat pada
perbedaan antara keduanya karena, baik jasad maupun ruh sama-sama penting
dan saling membutuhkan sebagai sarana aktualisasi diri.8

7
Amatullah Amstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, Bandung, 1998, hlm. 244
8
Akhmad Kholil, M. Fili, Merengkuh Bahagia, Malang, 2012, hlm. 163-164

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
- Potensi ruhaniah manusia adalah potensi dasar sebagai anugerah dan nikmat
dari Allah bagi hambaNya berupa nafsu, ruh, akal dan qalbu.
- Nafsu adalah keinginan, kecenderungan, dorongan jiwa yang kuat untuk
melakukan suatu perbuatan entah itu perbuatan yang baik maupun perbuatan
yang buruk.
- Al-Qalb adalah sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap
sebagai tempat segal perasaan batin dan berfungsi mengenal hakikat segala
sesuatu serta memiliki kemampuan untuk merefleksikannya.
- Akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu dan mempunyai fungsi
sebagai sarana memperolah pengetahuan yang benar, mengarahkan latihan-
latihan batin (riyadlah), dan sebagai sarana berfikir benar dan lurus untuk
memperoleh pengalaman dan pengetahuan sufistik.
- Al-Ruh adalah pusat yang di dalamnya manusia tertarik dan kembali pada
sumbernya.

B. Saran
Pada makalah ini penulis membahas tentang potensi-potensi ruhaniah yang
terdapat dalam diri setiap manusia, dapat diketahui bahwa potensi tersebut
antara lain yaitu nafsu, akal, qalbu dan ruh. Dari semua itu tentunya memiliki
nilai positif dan negatif, tergantung setiap individu dalam menyikapinya.
Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar pembaca dapat
memahami pengertian dari potensi ruhaniah manusia dan dapat memetik
pelajaran setelahnya. Makalah ini belum dikatakan sempurna, maka penulis
berharap kepada para pembaca supaya memberi kritik dan saran yang
membangun, guna terwujudnya makalah yang lebih baik lagi.

6
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Amatullah.1998. Kunci Memasuki Dunia Tasawuf. Bandung: Mizan.


Kholili, Ahmad, M.Filli.2012.Merengkuh Bahagia.Malang:UIN-Maliki
Press.
Memahami Potensi Ruhaniyah
Manusia,http://hida5.blogspot.com/2015/05/memahami-potensi-ruhanyiah-
manusia.html?m, diakses pada 23 Oktober 2017 pukul 09:39.

Anda mungkin juga menyukai