Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MENGANALISIS SEMIOTIKA

Dosen Pengampu : Ryan Adam, S.I.KOM.,M.I.KOM

Oleh :

Michael Vanety
07031382025227

Semiotika Komunikasi

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
individu pada mata kuliah Semiotika Komunikasi. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang kepribadian bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ryan Adam, selaku dosen dari
mata kuliah Semiotika Komunikasi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 20 Agustus 2022

Michael Vanety
DAFTAR ISI

HALAM JUDUL.....................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar Belakang Masalah..........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

2.1. Pengertian Semiotika...............................................................................2

2.2. Pengertian Analisis Semiotika dalam karya sastra...............................3

2.3. Konvensi untuk menelaah karya sastra ................................................4

2.4 Analisis Semiotik Puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah..............4

2.5 Analisis Semiotik Puisi “PENERIMAAN” Karya Chairul Anwar…..5

BAB III PENUTUP..............................................................................................7

3.1 Kesimpulan................................................................................................7

3.2 Saran...........................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya sastra adalah penuangan ide – ide yang diimajinasikan menjadi teks
yang memiliki nilai – nilai etika dan estetika. Sehingga, orang yang menikmati karya
sastra akan merasa berada dalam lingkup kehidupan yang diciptakan karya sastra
tersebut. Pengarang menyampaikan permasalahan dan ide – ide melalui media bahasa
dan tanda – tanda lain. Setiap pengarang memiliki konvensi – konvensi (etika) yang
berbeda dalam proses kepengarangannya. Ada pengarang yang menitikberatkan
simbolisasi pada tokoh, penokohan, atau alur cerita tersebut, dan ada juga yang
memberikan penekanan simbolisasi pada judul karya sastra tersebut.

Analisis semiotik merupakan metode menganalisis karya sastra sebagai


sebuah struktur, pengkajian melalui tanda dan simbolisasi yang terdapat dalam karya
sastra. Dalam analisis semiotik, karya sastra dipandang sebagai proses penuangan
imajinasi pengarang. Sehingga, dalam analisis semiotik karya sastra dikaitkan dengan
pengarang, realita, pembaca dan hal – hal yang memiliki keterkaitan dengan karya
sastra tersebut.
Dalam analisis, Jan Mukarovsky memberikan perumusan tentang aplikasi
model semiotik, yaitu :
1. Menjelaskan kaitan antara pengarang, realitas, karya sastra dan pembaca.
2. Menjelaskan karya sastra sebagai sebuah struktur, berdasarkan unsur – unsur atau
elemen yang membentuknya.(Sukada, 1987:44)

Dalam analisis semiotik, seseorang dapat memberikan makna yang berbeda.


Hal ini dikarenakan dengan pengalaman dan pengetahuan orang tersebut tentang
tanda dan konvensi yang berlaku. Misalnya saja kata “lari” yang ada dalam konteks
yang sama dapat diberikan makna sebagai kemajuan yang cepat atau revolusi, namun
ada juga yang memberikan makna perjuangan, tak bertanggung jawab, atau dapat pula
makna lainnya sesuai dengan konteks karya sastra tersebut.

Dalam karya tulis ini akan dipaparkan mengenai Pendekatan Semiotik sastra
dan penerapannya pada puisi “Padamu Jua” karya Amir Hamzah dan sajak
“Penerimaan” karya Chairil Anwar. Puisi ini lebih mudah dipahami karena
menggunakan konvensi yang berlaku secara umum dan dapat membantu pemahamn
mengenai semiotik sastra.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan semiotik?
2. Bagaimana analisis semiotik dalam karya sastra?
3. Bagaimanakah konvensi – konvensi untuk menelaah karya sastra dengan
pendekatan semiotik?
4. Bagaimana analisis puisi Padamu Jua karya Amir Hamzah dengan pendekatan
semiotik?
5. Bagaimana analisis puisi Penerimaan karya Chairil Anwar dengan pendekatan
semiotik?

C. Tujuan
Penulisan Dari pokok permasalahan dalam karya ini, maka tujuan penulisan
adalah:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan semiotik.
2. Memahami analisis semiotik dalam karya sastra.
3. Mengetahui konvensi – konvensi untuk menelaah karya sastra dengan pendekatan
semiotik.
4. Melakukan analisis Padamu Jua karya Amir Hamzah dengan pendekatan
semiotik.
5. Melakukan analisis Penerimaan karya Chairil Anwar dengan pendekatan semiot

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Semiotika
Dalam kata pengantar buku serba serbi semiotik, Panuti Sujiman dan Aart van
Zoes memberikan istilah semiotik yang berasal dari bahasa yunani “semion” yang
berarti “tanda”. Panuti dan Zoes berpendapat bahwa kehidupan dipenuhi dengan
tanda-tanda, seperti komunikasi, struktur bangunan, film, dan sebagainya terdapat
tanda. Ahli filsafat Amerika Charles Sanders Piece, menegaskan bahwa kita berfikir
dengan adanya tanda. (Sujiman dan Zoes,1992:viii).
Semiotik sastra adalah ilmu yang mengkaji tentang “tanda”, dan menganggap
karya sastra adalah sebagai suatu sistem yang padu (di dalam) dan memiliki konvensi
– konvensi (di luar) sebagai sistem. Pengarang melakukan komunikasi dengan
dirinya, karya sastra dan pembaca. Karya sastra secara jelas memiliki tanda yang
disampaikan membaca untuk dapat dipahami makna karya sastra tersebut. Bahasa
adalah alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi yang disertai dengan
mimik, dan ekspresi serta intonasi dapat menentukan makna komunikasi tersebut.
Jadi, analisis semiotika atau disebut semiotik saja dapat dikatakan sebagai metode
pengkajian analisis “tanda” yang terdapat dalam karya sastra.

B. Pengertian Analisis Semiotika Dalam Karya Sastra


Analisis semiotik adalah penelaah karya sastra dengan mempelajari setiap
unsur yang ada di dalamnya, suatu sistem yang terikat dengan sistem tertentu (yang
ada di luar). Konvensi-konvensi dan pandangan masyarakat tentang “tanda” yang
terdapat dalam karya sastra tersebut.

Analisis semiotik merupakan salah satu kritikan yang penting dan popular
dalam bidang bahasa dan kesusasteraan. Teori semiotik sebagaiamana yang yang
dikemukakan oleh beberapa orang tokoh seperti Fredinand de Saussure, Sander
Pierce, Micheal Riffaterre, Umbarto Eco, Jurij Lotman dan lain-lain. Analisis ini
menitikberatkan soal kebahasaan dengan penumpuan kepada mencari dan memahami
makna menerusi sistem lambang (sign) dan perlambangan dalam teks.

Asas kepada kritikan ini ialah kepercayaan bahawa makna bahasa ditandai
dengan sistem lambang dan perlambangan. Lambang dan perlambangan ini pula
mempunyai hubungan dengan psikologi manusia dalam sesebuah masyarakat. Makna
dalam teks dapat difahami dengan mentafsir lambang dan perlambangan yang hadir
dalam teks dan dihubungkan pula dengan penerimaan umum dalam sebuah
masyarakat. Semiotik mungkin bermula awal iaitu semenjak zaman Plato lagi.
Namun, untuk beberapa tempoh waktu, ianya tidak dipentingkan terutamanya dalam
era penolakan epistimologi teori ini. Walau bagaimanapun, selepas kurun ke-17,
Semiotik muncul semula dengan lebih bertenaga. Beberapa cadangan supaya kajian
secara mendalam tentang bahasa yang lebih sistematik perlu diwujudkan telah
disuarakan oleh ramai pemikir falsafah seperti Ferdinand de Saussure dan Charles
Sander Peirce.

Dikemukakan Preminger dkk bahwa penerangan semiotik itu memandang


objek-objek atau laku-laku sebagai parole (laku tuturan) dari suatu langue (bahasa:
system linguistik) yang mendasari tata bahasanya harus dianalisis.
Langkah-langkah dalam menganalisis karya sastra adalah sebagai berikut:
1. Menyendirikan satuan-satuan minimal yang digunakan sistem tersebut.
2. Menentukan kontras-kontras diantara satuan-satuan yang menghasilkan arti
(hubungan-hubungan pragmatik).
3. Aturan kombinasi yang memungkinkan satuan-satuan itu untuk dikelompokkan
bersama –sama sebagai pembentuk-pembentuk struktur makna yang lebih luas
(hubungan-hubungan sintagmatik).

C. Konvensi Untuk Menelaah Karya Sastra dengan pendekatan Semiotik


Dikatakan selanjutnya oleh preminger dalam Pradopo (2010:109) bahwa studi
semiotik sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem tanda-tanda. Oleh
karena itu peneliti harus bisa menentukan konvensi-konvensi tambahan apa yang
memungkinkan karya sastra bisa mempunyai makna yang lebih luas. Karya satra
merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Dalam genre
puisi khususnya, ,mempunyai ragam: puisi lirik, syair, pantun, sonata, balada, dan
sebagainya. Seperti contohnya , seperti genre puisi merupakan sistem tanda, yang
mempunyai satuan-satuan tanda (yang minimal) seperi kosa kata, bahasa kiasan,
diantaranya personifikasi, simile, metafora, dan metomini. Tanda-tanda itu
mempunyai makna berdasarkan konvensi-konvensi (dalam) sastra. Diantara konvensi-
konvensi kebahasaan yang meliputi : bahasa kiasan, saran retorika, dan gaya bahasa
pada umumnya. Disamping itu ada konvensi ambiguitas, Kontradiksi dan nonsense.
Adapula konvensi visual tersebut diantaranya baris sajak, enjambement, sajak (rima),
tipografi, dan homoloque. Konvensi kepuitisan visual sajak tersebut dalam linguistik
tidak mempunyai arti, tetapi dalam sastra mempunyai dan menciptakan arti.

Puisi yang baik lazimnya menawarkan serangkaian makna kepada


pembacanya. Untuk menangkap rangkaian makna itu, tentu saja pembaca perlu
masuk ke dalamnya dan mencoba memberi penafsiran terhadapnya. Langkah dasar
yang dapat dilakukan untuk pemahaman itu adalah ikhtiar untuk mencari tahu makna
teks. Sebagian sebuah teks, puisi menyodorkan makna eksplisit dapat kita tarik dari
per-wujudan teks itu sendiri; pilihan katannya, Rangkaian sintaksisnya, dan makna
semantisnya. Pilihan kata atau diksi menyodorkan kekayaan nuansa makna; rangkaian
sintaksis berhubugan dengan maksud yang hendak disampaikan, logika yang
digunakan bekaitan dengan pemikiran dan ekspresi yang ditawarkan; makna semantik
berkaitan dengan kedalaman makna setiap kata dan acuan-acuan yang disarankannya.
Adapun makna eksplisit berkaitan dengan interpretasi dan makna yang menyertai
dibelakang puisi yang bersangkutan.

Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, tanda terdiri atas tiga
jenis. Jenis-jenis tanda tersebut adalah ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda
yang memperlihatkan adanya hubungan yang bersifat alami antara penanda dengan
petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan. Indeks adalah tanda yang
menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dengan petandanya.
Simbol adalah tanda yang tidak memiliki hubungan alamiah antara penanda dengan
petandanya, melainkan hubungan yang ada bersifat arbitrer. Ketiga tanda tersebut
merupakan peralatan semiotik yang fundamental.

Dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1) bahwa puisi itu dari dahulu hingga
sekarang selalu berubah karena evolusi selera dan konsep estetik yang selalu berubah
dari periode ke periode. Ia menganggap bahwa puisi adalah sebagai salah satu wujud
aktivitas bahasa. Puisi berbicara mengenai sesuatu hal dengan maksud yang lain.
Artinya, puisi berbicara secara tidak langsung sehingga bahasa yang digunakan pun
berbeda dari bahasa sehari-hari. Jadi, ketidaklangsungan ekspresi itu merupakan
konvensi sastra pada umumnya. Karya sastra itu merupakan ekspresi yang tidak
langsung, yaitu menyatakan pikiran atau gagasan secara tidak langsung, tetapi dengan
cara lain (Pradopo, 2010:124). Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre
(1978:2) disebabkan oleh tiga hal, yaitu :

1. Penggantian Arti (displacing of meaning)


Penggantian arti ini menurut Riffaterre disebabkan oleh penggunaan metafora
dan metonimi dalam karya sastra. Metafora dan metonimi ini dalam arti
luasnya untuk menyebut bahasa kiasan pada umumnya. Jadi, tidak terbatas
pada bahasa kiasan metafora dan metonimi saja. Hal ini disebabkan oleh
metafora dan metonimi itu merupakan bahasa kiasan yang sangat penting
hingga dapat mengganti bahasa kiasan lainnya.

2. Penyimpangan Arti (distorting of meaning)


Riffaterre (1978:2) mengemukakan bahwa penyimpangan arti disebabkan oleh
tiga hal, yaitu terjadi karena adanya ambiguitas (bermakna ganda), kontradiksi
( pertentangan) dan nonsense (kata-kata yang secara linguistik tidak memiliki
arti).

3. Penciptaan Arti (creating of meaning)


Organisasi teks di luar lingistik (konvensi kepuitisan yang secara linguistic tak
memiliki arti , tetapi menimbulkan makna dalam sajak) misalnya saja bait,
rima, homologues. (Pradopo, 2005:131).

D. Analisis Semiotik Puisi “Padamu Jua” Karya Amir Hamzah


PADAMU JUA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kendil kemerlap


Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila dasar
Sayang berulang paamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai

Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu~bukan giliranku
Matahari~bukan kawanku
(Berkenalan dengan puisi, 2002:199)

Puisi Padamu Jua terdiri dari 28 baris yang terbagi dalam tujuh bait,
tiap bait terdiri dari 4 baris. Puisi Padamu Jua ditinjau dari judulnya menggambarkan
tentang kembalinya seseorang yang telah lama meninggalkannya. Ketika pembaca
membaca judulnya akan terlintas minimal tentang sesuatu yang kembali. Ketika
memasuki isi, Padamu Jua merupakan gambaran tentang pengakuan dan pengaduan
antara aku (lirik) dengan engkau (lirik). Engkau (lirik) merupakan zat yang tak terlihat
tetapi keberadaannya sangat diakui, dalam hal ini zat Ilahiah. Hal ini disimbolkan
jelas pada bari ke-5 dan ke-6 : /Kaulah kendil kemerlap//Pelita jendela di malam
gelap/. 

Engkau adalah zat yang menerangi hati manusia ketika manusia


mengalami /malam gelap/ yang merupakan simbol kegelisahan, kesusahan,
kegagalan, dan permasalahan yang berat. Demikian juga Serupa dara dibalik
tirai yang merupakan penguatan dari zat yang tak terlihat namun keberadaannya
diakui. Demikian juga sifat – sifat ke-Ilahiahan tergambar dalam /melambai pulang
perlahan// Sabar, setia selalu/ yang merupakan sifat Ilahiah selalu mendengar keluh
dan kesah manusia, memberikan /melambai pulang perlahan/ petunjuk dengan
caranya, yang manusia tak menyadarinya, dan bagi orang  yang berpikir akan
mengetahui hikmah dari apa yang disajikan Tuhan.
       
     Si aku lirik mengalami kegagalan /Habis kikis//Segala cintaku hilang
terbang/ yang sangat menyakitkan dan tak tercapainya keinginan atau cita – cita si
aku lirik. Sehingga ia menemui kembali pada sang pemberi jalan, yang mengatur
nasib ini /pulang kembali aku Padamu// Seperti dahulu/ yang merupakan indeks
dalam kegagalan. Dalam konteks ini, si aku lirik pernah mengalami kerenggangan
atau lupa pada masa kejayaannya, perjuanganya, namun ketika jatuh /Mangsa aku
dalam cakarmu// Bertukar tangkap dengan lepas/ ia sadar atau insaf dan melakukan
pengakuan dan pengaduan bahwa segala sesuatu telah ada yang mengatur, segala
sesuatu akan kembali kepadaNya.

Dapat diartikan si aku lirik mengalami kegagalan dalam cinta. Namun cinta
disini tak dijelaskan kepada siapa. Apakah kepada wanita (jika si aku lirik adalah laki-
laki) atau kepada laki-laki (jika si aku lirik adalah wanita), cinta pada kerja, harta,
atau hal yang beersifat keduniaan.
            Si aku lirik mengalami kerinduan dengan si engkau lirik ketika ia mengalami
kegagalan atau apa yang telah ia usahakan semua sirna, hilang dan terbang. /Satu
kekasihku//Aku manusia//Rindu rasa//Rindu rupa//Di mana engkau//Rupa
tiada//Suara sayup//Hanya kata merngkai hati/ merupakan senyum pengakuan si aku
lirik sebagai manusia bahwa kekasih sejati adalah engkau lirik, cinta yang
sesungguhnya hanya untuk engkau lirik. Kerinduan si aku lirik akan kehadiran engkau
lirik (Tuhan) dengan ayat-ayatnya (firman-Nya).

                        Kasihmu sunyi
                        Menunggu seorang diri
                        Lalu waktu~bukan giliranku
                        Matahari~bukan kawanku

            Memberikan makna bahwa si aku lirik menyadari dan pasrah menerima apa
yang telah diberikan oleh engkau lirik. Si aku tidak menyerah terhadap kegagalan
yang telah dialaminya. Tanda (~) /Lalu waktu~bukan giliranku/ merupakan
keinsyafan si aku akan nasib, kemudian juga pada /Matahari~bukan
kawanku/. Pemisahan kata /Mata/ dengan /hari/ memperjelas makna sebagai
keberuntungan, jalan, keberhasilan, dan kekuasaan.

E. Analisis Semiotik Puisi “PENERIMAAN” Karya Chairil Anwar

PENERIMAAN
Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi


Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk ! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali


Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

(Deru campur Debu, 1958:36)

Dalam sajak “Penerimaan” karya Chairil Anwar tersebut dapat dianalisis


secara semiotik sebagai berikut :

Si aku masih memberikan harapan kepada wanita, si aku apabila suatu saat ingin
kembali, si aku akan menerimanya. Si aku akan menerima wanita itu dengan sepenuh
hati. Si aku tidak akan mencari wanita lain sebagai pendamping hidupnya karena
masih menunggu wanitanya untuk kembali.

Si aku masih sendiri dan akan setia menunggu meskipun Si aku mengetahui jika
wanita yang dicinta dan ditunggunya itu sudah terjamah oleh pria lain atau dapat
dikatakan sudah tidak perawan. Hal ini digambarkan dengan kalimat “kutahu kau
bukan yang dulu lagi bak kembang sari sudah terbagi”. Kalimat ini menggunakan
majas metafora dengan menggambarkan wanita yang sudah tidak perawan dengan
kembang sari yang sudah terbagi.

Si aku masih memberi harapan kepada wanita si aku bila ingin kembali tidak usah
merasa malu untuk menemui aku. Tidak usah ada rasa takut untuk menemui si aku. Si
aku akan menerima wanita si aku dengan apa adanya. Jangan pernah mendua lagi,
wanita si aku hanya untuk si aku seorang. Bahkan dengan cermin pun si aku enggan
berbagi. Digambarkan dalam bait ke-5 yang berbunyi “sedangkan dengan cermin aku
enggan berbagi”. Dalam kalimat ini penyair menggunakan citraan penglihatan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis semiotik puisi Padamu Jua karya Amir Hamzah memiliki
tanda yang disampaikan untuk pembaca agar dapat dipahami maknanya. Puisi
tersebut sesungguhnya menyampaikan bahwa seseorang seharusnya senantiasa selalu
mengingat Tuhan dalam keadaan apapun dan bersyukur dengan apa yang telah
diberikan. Bukan hanya pada saat kita jatuh saja dan mensyukuri saat kita mengalami
keberuntungan. Karena sesungguhnya segala sesuatu telah ada yang mengaturnya dan
semua akan kembali kepada-Nya. Amir Hamzah memberikan pesan (ketidak
langsungan ekspresi) melalui media puisi dan kiasan kata yang memberikan
konkretisasi, kesatuan yang utuh dari tiap baris dan bait yang memberikan makna.
Dengan mengandaikan sebuah kehidupan si aku yang hancur dan kemudian insyaf.
Sesungguhnya semua itu mengharapkan manusia agar tidak lupa diri dan sombong
pada saat mengalami kejayaan, karena kehidupan itu akan terus berputar dan suatu
saat kejayaan itu akan mengalami kejatuhan, kenaasan.

B. SARAN
Analisis puisi secara semiotik adalah memburu tanda-tanda pada sebuah puisi
yang memungkinkan puisi mempunyai arti. Dengan demikian, untuk mengkaji puisi
secara semiotik disarankan untuk lebih teliti dalam membaca tanda-tanda pada sebuah
puisi.

DAFTAR PUSTAKA

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University


Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik , dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Preminger, Alese (ed.) dkk. 1974. Princeton Encyclopedia of Poetry and Poetics. New
Jersey: Pringceton University Press.

Anda mungkin juga menyukai