Anda di halaman 1dari 13

KEDUDUKAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT MATEMATIKA

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Filsafat dan Sejarah
Matematika

Dosen Pengampu :

Drs. Wati Susilawati, M.Pd

T. Tutut Widiawati A., M.Pd

Disusun oleh :

Hera Susilawati 1182050042

Muhammad Fikri Humani 1182050060

Muhammad Hanif AL-Ghifary 1182050062

Semester/Kelas : VI/B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, mari panjatkan
puji serta syukur kepada-Nya yang mana telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Shallawat serta salam kami ucapakan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, sehingga kami
dapat meneyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam
proses pembuatan makalah ini, terutama kepada Ibu Drs. Wati Susilawati, M.Pd dan Ibu T. Tutut
Widiawati A., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang studi saya terkini.

Mohon maaf apabila dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan.
Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua, dapat dipahami, dan dapat diterima
oleh pembaca. Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan yang dilakukan oleh semua pihak
yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan makalah ini. Jazaakumullah Khairon Katsiira.
Aamiin.

Bandung, Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................................4

C. Tujuan ...................................................................................................................................................4

BAB II ............................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN............................................................................................................................................... 5
A. Kedudukan Filsafat Matematika ........................................................................................................5

B. Ruang Lingkup Filsafat Matematika .................................................................................................8

BAB III ........................................................................................................................................................... 12


PENUTUP ...................................................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ........................................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu pengetahuan yang berkembang dewasa ini semakin dirasakan manfaatnya oleh
kemaslahatan umat manusia. Berbagai kemudahan telah hadir ditengah-tengah masyarakat
penghuni bumi yang kian menua ini. Berbagai bidang ilmu baru mulai bermunculan dan kian
bercabang. Namun kehadiran ilmu pengetahuan dengan berbagai rupa tersebut harus dapat
disadari oleh kita semua para pengkaji ilmu bahwa sumber dari ilmu itu sendiri yang bernama
filsafat adalah muara dari berbagai ilmu yang ada.

Filsafat matematika merupakan salah satu ilmu yang merupakan dasar dari berbagai bidang
ilmu lainnya. Kehadiran filsafat matematika dapat menjawab berbagai teka-teki yang sebelumnya
menjadi misteri di jagad raya ini. Filsafat matematika dengan ciri khasnya dapat menguak
berbagai keajaiban-keajaiban yang ada di semesta.

Filsafat dan matematika bukan berbicara tentang siapa yang dahulu dan siapa yang kemudian,
namun keduanya telah dibuktikan seperti dua orang teman yang seiring sejalan, saling melengkapi
dan membutuhkan satu dengan yang lainnya, filsafat dan matematika ibarat saudari kembar yang
sama rupa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan filsafat matematika?
2. Bagaimana ruang lingkup filsafat matematika?
3. Apa saja ruang lingkup filsafat matematika?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan mampu menjelaskan kedudukan filsafat matematika.
2. Mengetahui dan mampu menjelaskan ruang lingkup filsafat matematika.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kedudukan Filsafat Matematika


Filsafat Matematika merupakan bentuk spesifik dari epistemologi (yang secara umum
membahas asal pengetahuan dan bagaimana pengetahuan manusia dibentuk), dimana filsafat
matematika membahas asal matematika dan bagaimana suatu sistem ilmu matematika
dibentuk. Filsafat matematika memiliki fungsi teramat penting, yakni memberi fondasi yang
kuat dan sistematis pada pengetahuan dan kebenaran metematika.(Suyitno & Rochmad, 2015,
p. 200). Paradigma berpikir yang tertawan oleh situasi saat ini (spasio temporal) justru
bertentangan dengan keunggulan manusia sebagai mahkluk transendental, yakni kemampuan
kreatif nalar insani untuk mampu melampaui batasan-batasan spasio temporal.(Heriyanto,
2016, p. 84)
Keterlatihan berpikir filosofis yang rasional, kritis, refleksif, radikal (mendasar,
mendalam), sistematis, dan menyeluruh secara epistemologis akan mengonstruksi pemikiran
dan mental kita untuk lebih rendah hati, bijak, rasional, transparan, dan membuka ruang dalam
diri untuk siap dikritik dan berdiskusi secara argumentatif. Dalam hal ini dikatakan filsafat
dapat berperan mengasah dan mempertajam penalaran kita, dan juga membongkar kejumudan
pola pikir yang kita warisi begitu saja yang seakan turun dari langit (taken for granted).
Filsafat ibarat obat mujarab bagi krisis persepsi yang berhubungan erat dengan masalah-
masalah konkret. Filsafat bagaikan mata kunci yang membuka hijab-hijab formalisme dan
irasionalisme untuk menembus dan menangkap substansi persoalan.(Heriyanto, 2016, p. 85)
Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan
metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan
manusia. Sifat logis dan terstruktur dari matematika itu sendiri membuat pengkajian ini
meluas dan unik di antara mitra-mitra bahasan filsafat lainnya. Peran filsafat matematika
adalah untuk memberikan landasan yang sistematis dan absolut untuk pengetahuan
matematika, yaitu dalam nilai kebenaran matematika. Asumsi ini adalah dasar dari doktrin
bahwa fungsi filsafat matematika adalah untuk memberikan dasar-dasar tertentu untuk
pengetahuan matematika. Dalam memecahkan permasalahan menterjemahkan persoalan
konkret yang disajikan dalam bahasa sehari hari kedalam bahasa matematika sehingga
diperoleh model matematika berkaitan erat sekali dengan logika.(Suyitno, 2008, p. 65)
Filsafat matematika mempunyai tujuan untuk menjelaskan dan menjawab tentang
kedudukan dan dasar dari obyek dan metode matematika yaitu menjelaskan apakah secara

5
ontologism obyek matematika itu ada, dan menjelaskan secara epistemologis apakah semua
pernyataan matematika mempunyai tujuan dan menentukan suatu kebenaran. Mengingat
bahwa hukum-hukum alam dan hukum-hukum matematika mempunyai kesamaan status,
maka obyek-obyek pada dunia nyata mungkin dapat menjadi pondasi matematika. Tetapi ini
masih menjadi pertanyaan besar untuk dijawab. Walaupun beberapa pemikir pada filsafat
modern dari matematika menolak bagi keberadaan pondasi di dalam matematika, namun
bebarapa filsuf masih tetap menaruh perhatian kepada kegiatan kognisi manusia sebagai basis
bagi diletakkannya fondamen matematika. Mereka mencoba meletakkan dasar matematika
pada kegiatan kognisi manusia, seperti yang dilakukan Immanuel Kant, bukan pada obyek di
luar matematika.(Marsigit, 2012)
Sementara kaum empiris dan kaum rasionalis berusaha meletakkan dasar matematika
sebagai putusan epistemologis yang sah dan benar; Immanuel Kant berusaha mengembangkan
bentuk dan kategori untuk menciptakan kondisi bagi dimungkinkanya kegiatan kognisi secara
obyektif dari matematika. Perkembangan refleksi pengetahuan dan kognisi matematika
menunjukkan bahwa setiap jaman memberikan landasan bagi matematika. Namun diantara
landasan-landasan tersebut tidak luput dari kritik atas kelemahan-kelemahannya. Pondasi
ideal matematika dimana pendekatan deduksi maupun induksi tidak dapat dimasukkan, telah
ditinggalkan dan terdapat juga resistensi terhadap pondasi matematika atas dasar pandangan-
pandangan rasionalisme Rene Descartes.(Isno, 2017, p. 27)
Kant menyarankan bahwa, sebagai ganti menganggap bahwa pikiran kita
menyesuaikan dengan obyek-obyek di luar diri kita, kita dapat berasumsi bahwa obyek-obyek
di luar diri kita itulah yang disesuaikan dengan pikiran kita. Kant menyatakan bahwa obyek
dari pengalaman manusia, yaitu phenomena, mungkin dapat kita ketahui melalui
penampakannya. Tetapi kita tidak dapat mengetahui esensi dibalik phenomena yang disebut
sebagai noumena atau yang ada di dalam dirinya. Phenomena dapat di persepsi melalui bentuk
sensibilitas murni yaitu ruang dan waktu. Agar dapat dipahami maka phenomena harus
mempunyai karakteristik seperti apa yang terdapat di dalam kategori pemahaman manusia.
Kategori-kategori itu yang meliputi aspek substansi dan hukum sebab akibat merupakan
sumber dari struktur pemahaman phenomena.
Kant berpendapat bahwa tiga disiplin matematika yaitu logika, aritmetika, dan
geometri sebagai cabang ilmu matematika yang saling bebas dan masing-masing bersifat
sintetik. (Machmud, 2011, p. 121)
Di dalam The Critique of Pure Reason dan The Prolegomena to Any Future
Metaphysics, Kant menyatakan bahwa kebenaran geometri bersifat sintetik a priori dan
bukannya analitik seperti yang sekarang diyakini oleh banyak orang. Sedangkan kebenaran
6
logika dan kebenaran yang diperoleh hanya melalui penyebutan definisi merupakan
kebenaran analitik sebab mereka tergantung kepada kegiatan analitis dan kegiatan memecah
keseluruhan menjadi bagian-bagian tanpa memerlukan informasi tambahan dari luar. Oleh
karena itu kebenaran analitik bersifat a priori.(Machmud, 2011, p. 121) Sebaliknya, kebenaran
sintetik memerlukan kegiatan mensintesis atau mengkombinasikan dengan informasi yang
lain untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Filsafat modern setelah masa Immanuel Kant memberikan kriteria penting bagi
pondasi matematika. Beberapa kriteria tersebut misalnya pondasi matematika harus bersifat
logis, pondasi matematika harus berdasarkan kepada filsafat matematika, pondasi matematika
harus berdasar kepada filsafat bahasa atau pondasi matematika merupakan epistemologi
matematika.(Suyitno, 2008, p. 36) Peranan Teori Pengetahuan dari Immanuel Kant dapat
disoroti dari penerapan doktrin Immanuel Kant bagi aljabar dan geometri dan kesimpulannya
aljabar adalah ilmu tentang waktu dan geometri adalah ilmu tentang ruang. Karena waktu dan
ruang berbentuk intuisi formal maka semua pengetahuan matematika lainnya harus dipelajari
dalam ruang dan waktu.(Ii, 2006)
Kedudukan filsafat dalam Ilmu Pengetahuan diantaranya yaitu:
1) Peran filsafat sangat penting artinya bagi perkembangan dan penyempurnaan ilmu
pengetahuan. Meletakkan kerangka dasar orientasi dan visi penyelidikan ilmiah, dan
menyediakan landasan-landasan ontologisme, epistemologis, dan aksiologis ilmu pada
umumnya. Filsafat ilmu melakukan kritik terhadap asumsi dan postulat ilmiah serta
analisis-kritis tentang istilah-istilah teknis yang berlaku dalam dunia keilmuan. Filsafat
ilmu juga menjadi pengkritik yang sangat konstruktif terhadap sistem kerja dan susunan
ilmu.(Kajian et al., 2013)
2) Pada dasarnya filsafat bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami
berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk
membangun teori ilmiah. Secara substantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh
pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif.
Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu
dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu
masing-masing.
3) Pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa
filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup
pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon menyebut filsafat sebagai
ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).

7
B. Ruang Lingkup Filsafat Matematika
Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu? Di manakah ilmu berhenti
dan meyerahkan pengkajian selanjutnya kepada pengetahuan lain? Apakah yang menjadi
karakteristik obyek ontologi ilmu yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan
lainnya? Jawab dari semua pertanyaan itu adalah sangat sederhana: ilmu memulai
penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti pada batas pengalaman manusia. Jadi
ilmu tidak mempelajari masalah surga dan neraka dan juga tidak mempelajari sebab musabab
kejadian terjadinya manusia, sebab kejadian itu berada di luar jangkauan pengalaman
manusia.
Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam pengalaman
kita? Jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia; yakni sebagai
alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah yang dihadapi sehari-hari. Ilmu
membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode
yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Sekiranya
ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, bagaimanakah kita
melakukan suatu kontradiksi yang menghilangkan kesahihan metode ilmiah?
Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajah ilmu, kata seorang, Cuma sepotong dari
sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab filsuf ilmu,bahkan dalam batas
pengalaman manusiapun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan benar atau salahnya
suatu pernyataan, karena masalah konseptual tidak selalu terjadi dalam kehidupan sehari-
hari.(Siregar, 2016, p. 19) Tentang baik dan buruk, semua berpaling kepada sumber-sumber
moral; tentang indah dan jelek semua berpaling kepada pengkajian estetik.
Bila dipandang dari progresivisme lebih menekankan pada pandangan pragmatisme
yang bersifat empirik. Menurut pragmatisme, proses mengetahui adalah fakta yang ditangkap
oleh pengalaman yaitu panca indera. Teori Ki Hadjar Dewantara adalah tentang bagaimana
anak didik memperoleh pengetahuan. Tahapannya dimulai menandai, mempelajari,
mencermati apa yang ditangkap panca indera kemudian menirukan, pada tingkat selanjutnya
yaitu mengerti (cognitive) dengan akal, merespon, menghargai, menjunjung nilai-nilai dan
bertindak secara terpimpin.(Henricus Suparlan, 2015, p. 62)
Pandangan empiris dapat menjelaskan bahwa idea-idea matematis didapatkan dari
sifat-sifat yang objeknya tampak, dan para matematikawan mengkaji relasi-relasi antara idea-
idea ini. Ini berarti para empiris memandang bahwa matematikawan secara tidak langsung
mempelajari relasi-relasi fisik tertentu antara objek-objek fisik yang tampak. Penjelasan ini
tidak dapat diberikan oleh kaum rasionalis, karena masalahnya mereka harus menunjukkan
bagaimana entitas-entitas matematis yang abadi dan dipahami secara fitrah berhubungan
8
dengan objek-objek yang kita lihat di dunia sekitar dan di dalam studi sains. Jadi seorang
empiris mengikuti Aristotles, dengan suatu penjelasan langsung tentang kecocokan antara
objek-objek fisik yang tampak dan pasangan-pasangan matematisnya, sedangkan seorang
rasionalis mengikuti Plato, dengan suatu penjelasan langsung tentang ketidak-cocokan antara
objek-objek inderawi dan pasangan-pasangan matematisnya, seperti lingkaran dan segitiga
sempurna dan mungkin juga bilangan-bilangan yang sangat besar.(Machmud, 2011, p. 120)
Naluri matematikawan adalah menstrukturkan proses pemahaman tersebut dengan mencari
kesamaan pola di antara berbagai fenomena(Prabowo, 2009, p. 27)
Dalam filsafat pendidikan matematika, yaitu pemikiran reflektif tentang pendidikan
matematika, perlu menyadari komponen-komponen yang ada dalam pendidikan matematika.
Komponen-komponen itu adalah (1) materi matematika, (2) anak yang belajar, (3) sekolah &
guru yang “mengajar” dan (4) realitas lingkungan yang ada. Komponen-komponen itu perlu
saling terkait atau dikaitkan secara bermanfaat. Khusus tentang materi matematika, orang
selama ini, sadar atau tidak memandangnya sebagai “alat”, jadi dikatakan “mathematics as a
tool”. Pandangan atau anggapan semacam itu sama sekali tidaklah salah dan sama sekali juga
tidak harus dibuang.(Wahyu & Mahfudy, 2016)
Kalau dalam pembelajaran seorang guru cenderung menganggap matematika sebagai
alat, tidaklah mustahil anak akan lebih mengutamakan “pokok bisa pakai” atau “pokok bisa
selesaikan soal” cukup menghafal. PMR tidak memandang matematika sedemikian itu, tetapi
memandang matematika sebagai kegiatan manusia atau “mathematics as human
activity”.(Sembiring, 2010) Ini lebih sesuai dengan tumbuhnya atau munculnya matematika
di berbagai bagian dunia. Sejarah matematika akan memperjelas hal itu. Karena adanya
tantangan hiduplah manusia berupaya untuk mengatasinya.(Prabowo & Sidi, 2010)
Pandangan itulah yang kemudian dinilai lebih tepat untuk melaksanakan pendidikan
matematika, lebih-lebih diawal pendidikan matematika, yang objeknya abstrak itu. Sesuai
dengan pandangan itu atau filsafat itu, maka dalam PMR diupayakan semaksimal mungkin
anak aktif dan membangun sendiri pengetahuannya. Dengan demikian dasar filosofis PMRI
adalah bahwa Matematika adalah kegiatan manusia dan sekaligus sebagai alat. Ini berarti
bahwa perlu menempatkan kedua pandangan itu pada tempat yang cocok/sesuai dengan
perkembangan jiwa peserta didik.(Soedjadi, 2014, p. 2)
Ruang lingkup filsafat matematik meliputi: Epistemologi Matematik, Ontologi
Matematik, Metodologi Matematik, Struktur Logis dari matematik, Implikasi etis dari
matematik, Aspek estetis dari matematik, Peranan matematika dalam sejarah peradaban.
Berikut adalah penjelasan secara sederhana dari ruang lingkup tersebut.

9
1. Epistemologi Matematik
Epistemoologi matematik merupakan teori pengetahuan yang sasaran penelaahnya
ialah pengetahuan matematik. Epistemology meruupakan pemikiran reflektif terhadap
pelbagai segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas-
batas, asumsi dan landasan, validitas, dan reliabilitas hingga kebenaran pengetahuan.
Epistemology menjawab berbagai pertanyaan antara lain:
- Termasuk jenis penngetahuan apa (empiric ataukah pra-pengalaman)?
- Bagaimana cirri-cirinya (deduktif, abstrak, hipotesis, eksak, simbolik,
universal, rasional,dll)?
- Bagaimana pembagian pengetahuan matematik(murni atau terapan)?
- Bagaimanakah kebenaran matematik(sifat alaminnya)?
2. Ontologi Matematik
Ontology merupakan sebuah teori yang dipandang mengenai apa adanya. Dalam
ontology matematik dipersoalkan mengenai cakupan dari pernyataan matematik
(cakupannnya suatu dunia yang nyata atau bukan).
Misalnya Dalam geometri diantara 2 titik terdapat 1 garis lurus, tetapi dalam
kehidupan manusia, tidak pernah dapat dijumpai titik dan garis dalam arti secara
harafiah.Filsuf Platonisme menjawab bahwa titik dan garis yang sesungguhnya ada
dalam jiwa manusia di dunia ini.
3. Metodologi Matematik
Metodologi matematik adalah penelaah terhadap metode yang khusus
dipergunakan dalam matematik. Hal ini menyangkut problem-problem seperti
pemilihan, kebebasan, dan penyederhanaan dari istilah-istilah pangkal dan aksioma-
aksioma, formalisasi dari batasan-batasan dan pembuktian-pembuktian.
4. Struktur Logis dari matematik
Struktur logis dari matematika merupakan bagian dari filsafat matematika yang
membahas sasarannya sebagai sebuah struktur yang sepenuhnya bercorak logis. Dan
mencapai kesimpulan-kesimpulan logis. Struktur ini tunduk pada kaidah-kaidah logis,
mencapai kesimpulan-kesimpulan logis.
Perkembangan matematik perduaan (Binary arithmetic) yang dipadu dengan
tekhnologi elektronik telah melahirkan ilmu computer, dengan berbagai tugas
menyimpan data, mengatur persediaan barang, menyiapkan surat menyurat, penjualan
karcis, hingga teori antrian.

10
5. Implikasi etis dari matematik
Kajian ini merupakan puncak dari sebuah kajian ilmu matematika, yaitu apa itu
sesungguhnya ilmu matematik. Implikasi etis dari pelajaran matematika dapat
terhubung pada segala aspek kegiatan sehari-hari manusia.
Sadar atau tidak, mempelajari matematika membangun etika pembelajarnya
menjadi lebih baik. Proses memahami sebuah soal dapat membentuk sikap sabar,
proses menyelesaikan permasalahan aljabar dapat membentuk pemikiran kritis. Ada
banyak sekali impilikasi etis dari matematik yang akhirnya menjadi salah satu kajian
dalam filsafat matematika.
6. Aspek estetis dari matematik
Matematika dipandang sebagai suatu seni (art). Hal ini mengandung arti bbahwa
matematika mempunyai unsure keindahan. Seorang filsuf Morris Kline menyatakan
bahwa Matematika yang baik harus memenuhi salah satu dari 3 ukuran yaitu
keguanaan langsung, dalam ilmu, keguanaan potensial, atau keindahan.
Keindahan dapat dicapai karena adanya ide-ide orisinil, kesedehanaan, dalil,
kecermelangan jalan pikiran, atau sesuatu cirri lainnya dalam matematik. Inilah aspek
estetis dari matematik. Salah satu contoh dari keindahan matematika adalah pada teori
phytagoras.
7. Peranan matematika dalam sejarah peradaban
Sudah menjadi sebuah fakta bahwa matematika sudah menjadi pemeran utama
dalam terciptanya banyak sekali karya yang berpengerahu dalam perbadaban manusia.
Salah satunya adalah alat untuk saya menulis tulisan ini, sebuah alat yang penuh
dengan bahasa-bahasa komputer yang logis, bahasa yang dibangun dengan konsep
matematika, alat tersebut adalah komputer.
Ilmu matematika diharapkan dapat memiliki peranan dalam berbagai bidang
kehidupan baik itu aspek analisa, deskriptif, evaluasi, maupun interpretasi hingga
akhir zaman kelak.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat Matematika merupakan bentuk spesifik dari epistemologi yang secara umum
membahas asal Filsafat Matematika merupakan bentuk spesifik dari epistemologi, dimana
filsafat matematika membahas asal matematika dan bagaimana suatu sistem ilmu matematika
dibentuk. Paradigma berpikir yang tertawan oleh situasi saat ini justru bertentangan dengan
keunggulan manusia sebagai mahkluk transendental, yakni kemampuan kreatif nalar insani
untuk mampu melampaui batasan-batasan spasio temporal, dimana filsafat matematika
membahas asal matematika dan bagaimana suatu sistem ilmu matematika dibentuk.
Dalam filsafat pendidikan matematika, yaitu pemikiran reflektif tentang pendidikan
matematika, perlu menyadari komponen-komponen yang ada dalam pendidikan
matematika. Komponen-komponen itu adalah materi matematika, anak yang belajar, sekolah
& guru yang «mengajar» dan realitas lingkungan yang ada. Pandangan itulah yang kemudian
dinilai lebih tepat untuk melaksanakan pendidikan matematika, lebih-lebih diawal pendidikan
matematika, yang objeknya abstrak itu. Ini berarti bahwa perlu menempatkan kedua
pandangan itu pada tempat yang cocok/sesuai dengan perkembangan jiwa peserta didik.
Kedudukan filsafat dalam Ilmu Pengetahuan diantaranya yaitu 1) peran filsafat sangat
penting artinya bagi perkembangan dan penyempurnaan ilmu pengetahuan, 2) pada dasarnya
filsafat bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami berbagai konsep dan
teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah,
3) pendapat Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu
menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab
itu Francis Bacon menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the
sciences).
Ruang lingkup filsafat matematik meliputi : Epistemologi Matematik, Ontologi
Matematik, Metodologi Matematik, Struktur Logis dari matematik, Implikasi etis dari
matematik, Aspek estetis dari matematik, Peranan matematika dalam sejarah peradaban.

12
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, N., & Burhanuddin, N. (2015). Pemikiran Epistemologi Barat: dari Plato Sampai
Gonseth. Intizar, 21(1), 133–146. https://doi.org/10.19109/intizar.v21i1.302
Dardiri, A. (n.d.). Kata Kunci: Pragmatisme, epistemologi, dan filsafat pendidikan 1. 1–23.
Djamaluddin, A. (2014). Filsafat Pendidikan. Istiqra’: Jurnal Pendidikan Dan Pemikiran Islam,
1(2), 129–135.
Henricus Suparlan. (2015). Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan sumbangannya bagi
pendidikan Indonesia. Jurnal Filsafat, 25(1), 57–74.
Heriyanto, H. (2016). Peran Filsafat Islam Dalam Membangun Tradisi Keilmuan. Jurnal Ilmiah
Ilmu Ushuluddin, 13(2), 81. https://doi.org/10.18592/jiu.v13i2.724
Ii, B. A. B. (2006). Filsafat Pendidikan Islam. Filsafat Pendidikan Islam, 1, 1–40.
Isno, M. (2017). Kedudukan dan Sistematika Filsafat Ilmu dalam Rasionalisasi Ilmu Pengetahuan.
Ta’dibia: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 6(2), 25.
https://doi.org/10.32616/tdb.v6i2.15
Kajian, S., Dan, F., & Alimah, A. (2013). Pendidikan Matematika Kritis. Beta, 6(2), 151–171.
Machmud, T. (2011). Rasionalisme dan Empirisme Kontribusi dan dampaknya pada perkembangan
filsafat matematika. Jurnal Inovasi, 8(01), 113–124.
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JIN/article/view/752/695
Marsigit. (2012). Peran Intuisi Dalam Matematika menurut Immanuel Kant. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Matematika.
Prabowo, A. (2009). Aliran aliran filsafat dalam matematika. JMP, 1, 25–45.
Prabowo, A., & Sidi, P. (2010). Memahat karakter melalui pembelajaran matematika. Proceeding of
the 4th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI,
November, 165–177.
Sembiring, R. K. (2010). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI): Perkembangan dan
tantangannya. Journal on Mathematics Education, 1(1), 11–16.
https://doi.org/10.22342/jme.1.1.791.11-16
Soedjadi, R. (2014). Inti Dasar – Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Jurnal
Pendidikan Matematika, 1(2), 1–10. https://doi.org/10.22342/jpm.1.2.807.
Soeprapto, S. (2013). Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Dalam Perspektif
Filsafat Pendidikan. 2, 266–276. https://doi.org/10.21831/cp.v0i2.1485
Suyitno, H. (2008). Hubungan Antara Bahasa Dengan Logika Dan Matematika Menurut Pemikiran
Wittgenstein. Humaniora, 20(1), 26–37. https://doi.org/10.22146/jh.v20i1.917
Suyitno, H., & Rochmad, R. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Filsafat Matematika
melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Strategi Berbasis Kompetensi dan
Konservasi. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 6(2), 199.
https://doi.org/10.15294/kreano.v6i2.4981
Syah Aji, R. H. (2014). Khazanah Sains Dan Matematika Dalam Islam. SALAM: Jurnal Sosial Dan
Budaya Syar-I, 1(1). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v1i1.1534
Theory, Z., How, Business, Meet, J., Challenge, W. G., & Ouchi. (1981). Tinjauan Mata Kuliah.
Oleh Edgar H. Schein, 9(1), 1–54.
Wahyu, K., & Mahfudy, S. (2016). Sejarah Matematika: Alternatif Strategi Pembelajaran
Matematika. Beta Jurnal Tadris Matematika, 9(1), 89. https://doi.org/10.20414/betajtm.v9i1.6

13

Anda mungkin juga menyukai