Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA

HAKIKAT DAN KARAKTERISTIK FILSAFAT, FILSAFAT ILMU DAN


FILSAFAT MATEMATIKA

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Dr. Nahor Murani Hutapea, M. Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Desi Fitriyani (1805124373)
2. Dwi orista (1805113168)
3. Lola Amelia Maharani (1805113040)
4. Nur’ Aisyah (1805110972)
5. Sri Aisyah Fariyani (1805124655)
6. Tri Avianti (1805112723)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan
kemampuan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hakikat dan Karakteristik Filsafat, Filsafat Ilmu, dan Filsafat
Matematika ”. Penulis menyadari bahwa penyelesaian makalah ini tidak terlepas
dari motivasi dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu, terima kasih penulis ucapkan
kepada:
1. Dr. Nahor Murani Hutapea, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah
kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika.
2. Kepada teman-teman seangkatan yang bersedia membantu dan memberikan
masukan yang bersifat membangun demi penyelesaian dan kesempurnaan
makalah ini.
Semoga kebaikan yang telah mereka berikan dibalas oleh Allah Swt. Penulis
telah berusaha menyelesaikan makalah ini sesuai dengan ilmu dan pengetahuan
yang penulis peroleh. Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua terutama dalam kemajuan dunia pendidikan,.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari segi sistematika penulisan maupun dari segi penyajian. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca. Atas
perhatian, saran, dan kritikan dari pembaca penulis ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 02 September 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya
ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan
untuk menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan
radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan dirinya
dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses atau
interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh
karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang
pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah
pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas
alam secara dangkal.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya
pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu
ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan
manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang
tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai
pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor pendorong terbentuknya filsafat dan filsafat ilmu?
2. Bagaimana hakikat dan karakteristik filsafat?
3. Bagaimana hakikat dan karakteristik filsafat ilmu?
4. Bagaimana relasi filsafat dan filsafat ilmu?
5. Bagaimana relasi filsafat dan ilmu?
6. Apa saja faktor-faktor pendorong filsafat dan filsafat matematika?
7. Bagaimana hakikat dan karakteristik filsafat matematika?
C. Tujuan
1. Melengkapi tugas matakuliah yang diberikan oleh dosen pengampu
2. Mengatahui faktor-faktor pendorong terbentuknya filsafat dan filsafat lmu
3. Mengetahui hakikat dan karakteristik filsafat
4. Mengetahui hakikat dan karakteristik filsafat ilmu
5. Mengetahui relasi filsafat dan filsafat ilmu
6. Mengetahui relasi filsafat dan ilmu
7. Mengetahui faktor-faktor pendorong terbentuknya filsafat dan filsafat
matematika
8. Mengetahui hakikat dan karakteristik filsafat matematika

D. Manfaat
Menambah wawasan tentang hakikat dan karakteristik filsafat dan filsafat
ilmu serta relasi filsafat dan filsafat ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Pendorong Terbentuknya Filsafat Dan Filsafat Ilmu


Suatu peristiwa atau kejadian pada dasarnya tidak pernah lepas dari
peristiwa lain yang mendahuluinya. Demikian juga dengan timbul dan
berkembangnya filsafat dan ilmu. Menurut Rinjin (1997 : 9-10), filsafat dan ilmu
timbul dan berkembang karena akal budi, thauma, dan aporia.
1. Manusia merupakan makhluk berakal budi.
Dengan akal budinya, kemampuan manusia dalam bersuara bisa berkembang
menjadi kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, sehingga manusia disebut
sebagai homo loquens dan animal symbolicum.
Dengan akal budinya, manusia dapat berpikir abstrak dan konseptual sehingga
dirinya disebut sebagai homo sapiens (makhluk pemikir) atau kalau menurut
Aristoteles manusia dipandang sebagai animal that reasons yang ditandai dengan
sifat selalu ingin tahu (all men by nature desire to know).
Pada diri manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiosity), yang
menjelma dalam wujud aneka ragam pertanyaan. Bertanya adalah berpikir dan
berpikir dimanifestasikan dalam bentuk pertanyaan.
2. Manusia memiliki rasa kagum (thauma) pada alam semesta dan isinya
Manusia merupakan makhluk yang memiliki rasa kagum pada apa yang
diciptakan oleh Sang Pencipta, misalnya saja kekaguman pada matahari, bumi,
dirinya sendiri dan seterusnya. Kekaguman tersebut kemudian mendorong
manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta itu sebenarnya apa, bagaimana
asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha mengetahui dirinya sendiri,
mengenai eksistensi, hakikat, dan tujuan hidupnya.
3. Manusia senantiasa menghadapi masalah
Faktor lain yang juga mendorong timbulnya filsafat dan ilmu adalah adalah
masalah yang dihadapi manusia (aporia). Kehidupan manusia selalu diwarnai
dengan masalah, baik masalah yang bersifat teoritis maupun praktis. Masalah
mendorong manusia untuk berbuat dan mencari jalan keluar yang tidak jarang
menghasilkan temuan yang sangat berharga (necessity is the mother of science).
B. Hakikat dan Karakteristik Filsafat
1. Hakikat Filsafat
Istilah filsafat merupakan terjemahan dari philolophy (bahasa Inggris)
berasal dari bahasa Yunani philo (love of ) dan sophia (wisdom). Jadi secara
etimologis filsafat artinya cinta atau gemar akan kebajikan (love of wisdom).
Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-
sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang
sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan
kebenaran sejati. Demikian arti filsafat pada mulanya.
Berdasarkan arti secara etimologis sebagaimana dijelaskan di atas kemudian
para ahli berusaha merumuskan definisi filsafat. Ada yang menyatakan bahwa
filsafat sebagai suatu usaha untuk berpikir secara radikal dan menyeluruh, suatu
cara berpikir dengan mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Aktivitas tersebut
diharapkan dapat menhghasilkan suatu kesimpulan universal dari kenyataan
partikular atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang terkompleks.
2. Karakteristik Filsafat
Kattsoff, sebagaimana dikutip oleh Associate Webmaster Professional
(2001), menyatakan karakteristik filsafat sebagai berikut :
1). Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2). Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
3). Filsafat mengahasilkan sesuatu yang runtut.
4). Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5). Filsafat bersifat komprehensif.
3. Ciri-Ciri Filsafat
Sejalan dengan definisi filsafat di atas, dapat diketahui bahwa filsafat
mengandung beberapa ciri atau unsur yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai
berikut.
1. Filsafat sebagai ilmu, yaitu bahwa filsafat berusaha untuk mencari tentang
hakikat atau inti dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam dan hanya
dapat dimengerti oleh akal. Untuk mencari pengetahuan hakikat, haruslah
dilakukan dengan abstraksi, yaitu suatu perbuatan akal untuk menghilangkan
keadaan, sifat-sifat yang secara kebetulan, sehingga akhirnya muncul
substansi (sifat mutlak).
2. Filsafat sebagai cara berpikir, yaitu cara berpikir yang sangat mendalam
(radikal) sehingga akan sampai pada hakikat sesuatu. Pemikiran yang
dilakukan dengan melihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau dari
sudut pandang ilmu pengetahuan.
3. Filsafat sebagai pandangan hidup, yaitu bahwa filsafat pada hakikatnya
bersumber pada hakikat kodrat diri manusia, yang berperan sebagai makhluk
individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Filsafat sebagai pandangan
hidup dapat dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapi dalam hidupnya. Sikap dan cara hidup tersebut akan muncul apabila
manusia mampu memikirkan dirinya sendiri secara total (menyeluruh).
Pengkajian tentang manusia secara total dan menyeluruh ini telah melahirkan
bermacam-macam filsafat yang dapat dijadikan pegangan atau pandangan
hidup manusia itu sendiri. Macam-macam filsafat tersebut, antara lain sebagai
berikut.
a. Filsafat sosial, yang mengkaji manusia dengan kedudukannya sebagai
makhluk sosial.
b. Filsafat biologi, yang meneliti manusia dengan unsur raganya.
c. Filsafat antropologi, meneliti manusia dengan unsur kesatuan jiwa dan
raganya.
d. Filsafat etika, meneliti manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat
baik dan buruk.
e. Filsafat estetika, yang mengkaji manusia dengan unsur rasanya.
f. Filsafat agama, mengkaji manusia dengan unsur kepercayaannya terhadap
supranatural, dan lain-lain.
Menurut Wirodiningrat (1981: 113), filsafat mempunyai karakteristik
sendiri, yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Menyeluruh artinya bahwa
filsafat mencakup tentang pemikiran dan pengkajian yang luas, sebagaimana
objek filsafat yang dikemukakan di atas, tidak membatasi diri dan bukan hanya
ditinjau dari sudut pandang tertentu. Kajian filsafat dapat dipakai untuk
mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain, hubungan
ilmu dengan moral, seni, dan tujuan hidup. Sedangkan mendasar artinya bahwa
filsafat adalah suatu kajian yang mendalam, kajian yang mendetail, yang sampai
kepada hasil yang fundamental atau esensial, sehingga dapat dijadikan dasar
berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Adapun filsafat memiliki ciri spekulatif,
karena hasil pemikiran filsafat yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran
selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu ditujukan sebagai dasar untuk
menghasilkan pengetahuan yang baru.
4. Manfaat Mempelajari Filsafat
Dengan memerhatikan definisi filsafat itu sendiri, sesungguhnya sudah dapat
tergambar dan dipahami mengenai manfaat atau kegunaan mempelajari ilmu
filsafat tersebut. Dengan mempelajari filsafat, paling tidak ada tiga hal yang dapat
diambil pelajaran. Pertama, filsafat telah mengajarkan kita untuk lebih mengenal
diri sendiri secara totalitas, sehingga dengan pemahaman tersebut dapat dicapai
hakikat manusia itu sendiri dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya. Filsafat
mengajarkan kita agar terlatih untuk berpikir serius, berpikir radikal, mengkaji
sesuatu sampai ke akar-akarnya.
Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu
dengan menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius
diperlukan oleh orang biasa, terlebih lagi bagi orang-orang yang memegang posisi
penting dalam membangun dunia, memimpin masyarakat, menjadi penguasa
dalam pemerintahan. Kemampuan berpikir serius itu, mendalam adalah salah satu
cirinya, ini tidak akan dimiliki tanpa melalui latihan. Belajar filsafat merupakan
salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan berpikir serius.
Kemampuan ini akan memberikan bekal yang berharga dalam upaya memecahkan
masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam, dan menemukan
sebab terakhir suatu penampakan.
Kedua, filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Pada dasarnya
berpikir filsafat ialah berusaha untuk menyusun suatu system pengetahuan yang
rasional dalam rangka memahami segala sesuatu, termasuk diri manusia itu
sendiri.
Setiap orang tidak perlu mengetahui isi filsafat. Akan tetapi, orang-orang
yang ingin berpartisipasi dalam membangun dunia perlu mengetahui ajaran-ajaran
filsafat. Mengapa? Hal itu dikarenakan dunia dibentuk oleh dua kekuatan; agama
dan atau filsafat. Barang siapa yang ingin memahami dunia maka ia harus
memahami dunia atau filsafat yang mewarnai dunia tersebut. Dengan memiliki
kemampuan berpikir serius, seseorang mungkin saja akan mampu menemukan
rumusan baru dalam menyelesaikan masalah-masalah dunia dan alam sekitarnya.
Mungkin itu berupa kritik, mungkin juga berupa usul. Apabila augmentasinya
kuat, maka kritik dan usul tersebut bisa menjadi suatu system pemikiran.
Ketiga, filsafat mengajarkan hakikat tentang Tuhan. Studi tentang filsafat
seyogyianya dapat membantu manusia untuk membangun keyakinan keagamaan
atas dasar yang matang secara intelektual. Dengan pemahaman yang mendalam
dan dengan daya nalar yang tajam, maka akan sampailah kepada kekuasaan yang
mutlak, yaitu Tuhan. Maka dengan filsafat, nash atau ajaran-ajaran agama dapat
dijadikan sebagai bukti untuk membenarkan akal. Atau sebaliknya, dengan filsafat
dapat dijadikan alat untuk membenarkan akal. Atau sebaliknya, dengan filsafat
dapat dijadikan alat untuk membenarkan nash atau ketentuan agama. Objek
filsafat membahas segala yang ada, baik yang fisik maupun yang metafisik seperti
manusia, alam semesta, dan Tuhan. Sementara dalam agama, objeknya adalah
Tuhan dan sifat-sifatnya serta hubugan Tuhan dengan alam dan manusia yang
hidup di bumi sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan dalam kkitab suci.
Menurut Asmoro Achmadi (2005: 15) mempelajari filsafat adalah sangat
penting, di mana dengan ilmu tersebut manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan
yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat
manusia.
Bagi para pemula, dengan belajar filsafat diharapkan akan dapat menambah
ilmu pengetahuan, karena dengan bertambahnya ilmu pengetahuan akan
bertambah cakrawala pemikiran, cakrawala pandang yang semakin luas. Hal ini
mengandung implikasi, bahwa dengan memahami filsafat ini dapat membantu
penyelesaian masalah yang selalu kita hadapi dengan cara yang lebih bijaksana.
Selain itu, dengan mempelajari filsafat, kita akan dihadapkan kepada
pemikiran para tokoh atau filosof yang mengkaji tentang segala hal, yang fisik
dan metafisik. Dari para tokoh atau filosof inilah kita akan memperoleh ide-ide
yang fundamental. Dengan ide-ide itulah akan membawa manusia ke arah suatu
tindakannya, sehingga manusia akan lebih hidup, lebih lebih tanggap terhadap diri
dan lingkungannnya, lebih sadar terhadap hak dan kewajibannya, lebih bijaksana
dalam segala tindakannya.
Manfaat mengkaji filsafat menurut Franz Magnis Suseno (1991) adalah
bahwa filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kembali kekayaan
kebudayaan, tradisi, dan filsafat Indonesia serta untuk mengaktualisasikannya.
Filsafatlah yang paling sanggup untuk mendekati warisan rohani, tidak hanya
secara verbalistik, melainkan juga secara evaluatif, kritis, dan reflektif, sehingga
kekayaan rohani bangsa dapat menjadi modal dalam pembentukan identitas
modern bangsa Indonesia secara terus-menerus.
C. Hakikat Dan Karakteristik Filsafat Ilmu
1. Hakikat Filsafat Ilmu
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat
tidak di dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-
percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi
untuk itu, memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Ilmu adalah pengetahuan sistematis alamiah. Menurut para ahli ilmu adalah
sebagai berikut:
M. Izuddin Tufiq Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui
pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat,
landasan dasar ataupun asal usulnya.
Thomas Khaun Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak
penemuan, baik dalam bentuk penolakan maupun pengembangannya.
Dr. Maurice Bucaille Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal,
baik dalam jangka waktu yang lama maupun sebentar.
Filsafat ilmu merupakan penerusan perkembangan filsafat pengetahuan.
objek dari filsafat ilmu yaitu pengetahuan, oleh karena itu setiap saat ilmu
berubah mngikuti perkembangan zaman dan keadaan. Pengetahuan lama menjadi
pijakan untuk mecari pengetahuan yang baru. Sebagai manusia kita hendaknya
sadar atas kemampuan otak kita dalam memperdalam ilmu pengetahuan. dan
manusia tidak akan pernah menguasai pengetahuan di alam ini. Maka untuk
mempermudah manusia dalam mengkaji ilmu, ruang-ruang penjelajahan,
keilmuan dibagi menjadi semakin sempit sesuai dengan perkembangan disiplin
dari suatu ilmu, namun kajiannya akan semakin dalam.
Berbicara tentang kebenran ilmiah, tidak bisa dilepaskan dari makna dan
fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh
mnusia. Disamping itu, proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-
tahap metode ilmiah, secara umum seseorang merasa bahwa tujuan pengetahuan
yaitu untuk mencapai kebenaran.
Kebenaran merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan untuk
membuktikan suatu kebenaran dari teori ataupun pengetahuan yang kita dapatkan.
Namun kebenaran itu sendiri merupakan suatu bentuk dari rasa ingin tahu setiap
individu. Rasa ingin tahu itu sendiri merupakan terbentuk dari adanya akal yang
dimiliki manusia yang selalu ingin tahu, ingin selalu mencari, memahami, serta
memanfaatkan kebenaran yang telah ia dapatkan dalam hidupnaya.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Dan
sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan
konflik kebenaran mansusia akan mengalami pertentangan batin, konflik
fsikologis. Karena didalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus
diiringi dengan kebenaran jalan hidup yang dijalaninya, dan manusia tidak akan
bosan untuk mencari kenyataan dalam hidunya dimana selalu ditunjukan oleh
kebenaran itu. Misalnaya pada tingkat kebenaran indar, potensi subjek yang
menangkap yaitu pancaindra. Kebearan itu merupakan fungsi kejiwaan rohaniah
dan manusia selau mencari kebenaran tersebut. Jadi hakikat filsafat ilmu adalah
analisis mengenai ilmu pengetahuan, bagaimana cara ilmu pengetahuan diperoleh.
Jadi fisafat ilmu adalah fenomena kehidupan pemikiran manusia yang secara kritis
dan logis.
2. Karakteristik Filsafat Ilmu
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi karakteristik filsafat ilmu,
yaitu:
a. Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat.
b. Filsafat ilmu berusaha menelaah ilmu secara filosofis dari sudut pandang
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
3. Objek Filsafat Ilmu
Menurut Jujun S. Suriasumantri (1986:2) tiap-tiap pengetahuan memiliki
tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang
disusunnya. Komponen tersebut adalah ontology, epistemology, dan aksiologi.
Ontology menjelaskan atau untuk menjawab mengenai pertanyaan apa,
epistemology menjelaskan atau menjawab mengenai pertanyaan bagaimana, dan
aksiologi menjelaskan atau menjawab mengenai pertanyaan untuk apa.
4. Pendekatan dalam Filsafat Ilmu
Pendekatan yang dipakai dalam menelaah suatu masalah juga dapat dilakukan
dengan menggunakan sudut pandang atau tinjauan dari berbagai cabang ilmu.

Beberapa penulis yang mengomentari tentang pendekatan filsafat ilmu ini


seperti yang dikemukakan oleh Muhadjir dan Person.
Muhadjir dalam Ismaun (2004) menjelaskan tentang pendekatan ilmu
sebagai berikut “Pendekatan sistematis agar mencakup materi yang sahih/valid
sebagai filsafat ilmu, pendekatan mutakhir dan fungsional dalam pengembangan
teori. Mutakhir dalam arti identic dengan kontemporer dan identic dengan hasil
pengujian lebih akhir dan valid bagi suatu aliran atau pendekatan, dan pendekatan
komparatif bahwa suatupenelaahan suatu aliran atau pendekatan ataupun model
disajikan sedemikian rupa agar kita dapat membuat komparasi untuk akhirnya
mau memilih”
Sedangkan Parsons (Ismaun:2004) dalam studinya melakukan lima pendekatan
sebagai berikut:
1) Pendekatan received view yang secara klasik bertumpu pada aliran
positivisme yang berdasar kepada fakta-fakta.
2) Pendekatan menampilkan diri dari sosok rasionality yang membuat kombinasi
antara berpikir empiris dengan berpikir structural dalam matematika.
3) Pendekatan fenomenologik yang tidak hanya sekedar pengalaman langsung,
melainkan pengalaman yang mengimplikasikan penafsiran dan klasifikasi.
4) Pendekatan metafisik, yang bersifat intransenden. Moral berupa sesuatu yang
objektif universal.
5) Pragmatism, walaupun memang bukan pendekatan tetapi menarik disajikan,
karena dapat menyatukan antara teori dan praktik
Jenis pendekatan lain yang juga penting di telaah sebagai perbandingannya
adalah pendekatan deduksi dan pendekatan induksi. Pola pendekatan ini
menggambarkan bahwa untuk melakukan studi ilmiah yang pertama harus
dilakukan adalah menetapkan rumusan masalah dan mengidentifikasikannya,
kemudian di tunjang oleh konsep dan teori atas temuan yang relative.
Secara ekstrim aliran pragmatism menyatakan bahwa metode ilmiah adalah
sintesis antara berpikir rasional dan empiris. Metode yang dikembangkan oleh
John Dewey, sebagaimana dikutip oleh Anna Poedjiadi (1987:18) memberikan
langkah-langkah sebagai berikut:
a) Identifikasi masalah
b) Formulasi hipotesis
c) Mengumpulkan, mengorganisasikan, menganalisis data
d) Formulasi kesimpulan
e) Verifikasi apakah hipotesis ditolak, di terima atau di modifikasi.
5. Fungsi dan Arah Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sangat berperan dalam memahami konsep atau teori untuk
membangun teori ilmiah melalui landasan filosofis melalui kajian filsafat.
Menurut Franz Magnis Suseno (1999:21) fungsi filsafat ilmu sangat luas dan
mendalam, yaitu sebagai berikut:
1) Untuk membantu mendalami pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu atau asasi
manusia tentang makna realitas dan lingkup tanggung jawabnya, secara
sistematis dan historis. Secara sistematis, filsafat menawarkan metode-metode
mutakhir untuk mendalami masalah-masalah ilmu, manusia, tentang hakikat
kebenaran, secara mendalam dan ilmiah. Secara historis, untuk mendalami dan
menanggapi serta belajar dari jawaban-jawaban filosof terkemuka.
2) Sebagai kritik ideology, artinya kemampuan menganalisis secara terbuka dan
kritis argumentasi-argumentasi agama, ideology dan pandangan dunia atau
dengan kata lain mampu mendeteksi berbagai masalah kehidupan.
3) Sebagai dasar metodis dan wawasan lebih mendalam dan kritis dalam
mempelajari studi-studi ilmu khusus
4) Meruapakan dasar paling luas untuk berpartisipasi secara kritis dalam
kehidupan intelektual pada umumnya dan khususnya di lingkungan akademis.
5) Memberikan wawasan luas dan kemampuan analitisdan kritis tajam untuk
bergulat dengan masalah-masalah intelektual, spiritual, ideologis.
Secara singkat, Burhanuddin Sakam (2000:12) mengemukakan bahwa
filsafat berfungsi sebagai mater scientarium (induk ilmu pengetahuan).
Sedangkan arah filsafat ilmu dapat dipahami dari beberapa pendapat, antara lain
1) Bahwa filsafat ilmu diarahkan pada pembekalan pemahaman terhadap
wawasan baik (Ismaun, 2004:2)
2) Sebagaimana dikemukakan oleh Burhanuddin Salam (2000:11-12), filsafat
ilmu diarahkan untuk lebih memanusiakan diri atau lebih mendidik atau
membangun diri sendiri, agar dapat mempertahankan sikap yang objektif dan
mendasarkan pendapat atas pengetahuan yang objektif tidak hanya
berdasarkan pertimbangan simpati dan antipasti saja, agar mementingkan
egoisme dan agar dapat berpikir kritis, mandiri dan tidak tergantung pada
orang lain.
D. Relasi Filsafat Dan Filsafat Ilmu
Berdasarkan objek kajian, filsafat dapat dibagi dalam dua cabang, yaitu :
Filsafat Umum atau Filsafat Murni, dan Filsafat Khusus atau Filsafat Terapan.
Filsafat umum terdiri atas:
1. Metafisika, membahas akikat kenyataan atau realitas yang meliputi metafisika
umum atau ontologi dan metafisika khusus yang meliputi kosmologi (hakikat
alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat
manusia).
2. Epistemologi dan logika, membahas hakikat pengetahuan (sumber
pengetahuan, metode mencari pengetahun, kesahihan pengetahuan, dan batas-
batas pengetahuan); dan hakikat penalaran (induktif dan deduktif).
3. Aksiologi, membhas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakikat
kebaikan), dan estetika (hakikat keindahan) (Tim Pengembang MKDP, 2011: 17-
18).
Sedangkan filsafat khusus atau filsafat terapan, pembagiannya didasarkan
pada kekhususan objeknya antara lain: filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat
ilmu, filsafat religi, filsafat moral, filsafat ilmu, dan filsafat pendidikan (Tim
Pengembang MKDP, 2011: 18).
Kattsoff menjelaskan dalam Sofyan (2010: 16-17) bahwa filsafat terdiri dari
12 cabang yaitu logika, metodologi, metafisika, ontologi dan kosmologi,
epistimologi, biologi kefilsafatan, psikologi kefilsafatan, antropologi kefilsafatan,
sosiologi kefilsafatan, etika, estetika dan filsafat agama.
Perkembangan filsafat sebagai ilmu yang berdiri sendiri menyebabkan
banyak cabang filsafat baru yang bermunculan. Pada zaman Aristoteles dan Plato
filsafat hanya memiliki empat cabang saja. Sedangkan beberapa abad terakhir ini
ilmu filsafat mengalami perkembangan hingga dikelompokkan kepada 12 cabang
seperti yang dikemukakan Kattsoff.
Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu
hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup
yang empiris dan yang non empiris. Secara historis ilmu berasal dari kajian
filsafat karena awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala
yang ada ini secara sistematis, rasional, dan logis, termasuk hal yang empiris.
Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris
semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan
menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara
berkesinambungan (Bakhtiar, 2011: 2).
Will Durant dalam Jujun (2009: 22) mengibaratkan filsafat sebagai pasukan
marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan
infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu.
Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah
itu ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan
kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan
dilakukan maka filsafat pun pergi. Dia kembali menjelajah laut lepas, berspekulasi
dan meneratas. Filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada
ilmu pengetahuan-pengetahuan lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam
maupun ilmu-ilmu sosial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai
filsafat.
Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal
ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton (1642-1627)
menulis hukum-hukum fisikanya sebagai Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi menulis
buku The wealth of Nations (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral
Philosophy di Universitas Glasgow. Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu
maka terdapat tarap peralilhan.
Dalam taraf peralihan ini maka bidang penjelajahan filsafat menjadi lebih
sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Di sini orang tidak lagi
mempermasalahkan moral secara keseluruhan melainkan dikaitkan dengan
kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian
berkembang menjadi ilmu ekonomi. Walaupun demikian dalam taraf ini secara
konseptual ilmu masih mendasarkan kepada norma-norma filsafat. Umpamanya
ekonomi masih merupakan penerapan etika (appled ethics) dalam kegiatan
manusia memenuhi kebutuhan hidupnya (Suriasumantri, 2010: 24).
Filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu
tentang objek apa yang ditelaah ilmu, metode mendapatkan ilmu, dan menfaat
dari ilmu tersebut dalam kehidupan (Bakhtiar, 2011: 17).
Persamaan filsafat dan ilmu dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek
selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2. Keduanya memberikan penertian mengenai hubungan atau koheren yang ada
antaar kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-
sebabnya.
3. Keduanya hendak memberikan sintersis, yaitu suatu pandangan yang
bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan sistem.
5. Keduannya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya
timbul dari hasrat manusia (objektivitas, akan pengetahuan yang lebih
mendasar (Bakhtiar, 2011: 18).
Adapun perbedaan antara filsafat ilmu dan filsafat yaitu filsafat bersifat
universal dalam objek kajiannya berupan segala sesuatu yang ada; filsafat mencari
pengertia secara luas, mendala, dan mendasar; filsafat menonjolkan daya
spekulasi, kritis, dan pengawasa; filsafat membuat pernyataan yang lebih jauh dan
mendalam berdasarkan realita sehari-hari; filsafat memjelaskan secarar mendalam
dan mutlak. Sedangkan filsafat ilmu bersifat khusus empiris yang fokus kepada
disiplin ilmu masing-masing; filsafat ilmu dalam objek formal bersifat
fragmentari, spesifik dan intensif; fisafat ilmu harus berdasarkan riset lewat
pendekatan tria and error; ilmu menguraikan secara logis dan ilmu menunjukkan
sebab-sebab yang tidak mendalam yang lebih dekat (Bakhtiar, 2011: 19).
E. Relasi Filsafat Dan Ilmu
Semua Ilmu pengetahuan positif bersumber pada filsafat. Dalam
perkembangannya, ilmu– ilmu itu memisahkan diri dari filsafat. Emansipasi ilmu-
ilmu dan filsafat dalam beberapa abad terakhir terjadi karena kecenderungan
spesialisasi ilmu- ilmu ( Soemargono: 12 ).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan metodis,
sistematis, dan koheren tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan. Sedangkan
filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh
keyataan ( Hamersma: 10 ).
Ilmu dan filsafat memiliki kesamaan dalam hal obyek material. Apa yang
dipelajari ilmu psikologi, ilmu ekonomi, atau sosiologi juga dipelajari filsafat.
Tetapi ilmu berbeda dengan filsafat dalam hal obyek formal. Obyek formal adalah
sudut pandang dalam menyelidiki sesuatu. Seperti di uraikan di atas, ilmu- ilmu
positif membatasi diri pada penelitian empiris, sedangkan filsafat berusaha untuk
memperoleh penjelasan yang paling dalam tentang segala sesuatu yang ada dan
yang mungkin ada.
Ilmu dan Filsafat juga mempunyai hubungan atau relasi. Ilmu
membutuhkan filsafat, dan sebaliknya filsafat membutuhkan ilmu. Bagi ilmu,
filsafat dibutuhkan dalam penyelidikan tentag azas- azas ilmu itu sendiri,
selanjutnya filsafat harus melakukan pengkajian terhadap azas- azas tersebut
berdasarkan fakta- fakta dan temuan terbaru. Untuk mencapai pemahaman tentang
manusia misalnya, filsafat membutuhkan psikologi yang menyajikan data tentang
perilaku manusia. Tanpa psikologi, kesimpulan filsafat tentang kemanusiaan akan
pincang, baahkan tidak benar.
Bertrand Russell mengatakan: “Seseorang tidak musti menjadi seorang
filsuf yang lebih baik dengan jalan mengetahui fakta- fakta ilmiah yang lebih
banyak: azas- azas serta metode- metode dan pengertian- pengertian yang
umumlah yang harus ia pelajari dari ilmu, jika ia tertarik kepada filsafat.”
Karena filsafat berusaha menyusun suatu pandangan dunia yang sistematis,
maka apa yang dihasilkannya tidak boleh bertentangan dengan hasil- hasil ilmu
yang telah dikenal. Kesesuaian dengan bidang lain penyelidikan manusia
merupakan ukuran untuk menguji hasil- hasi yang dicapai. Tulisan- tulisan awal
filsuf Hegel yang mencoba membuktikan bahwa alam semesta ini tersusun hanya
dari tujuh planit terbantah setelah ditemukan planit kedelapan. Demikian pula,
eksperimen yang dilakukan Galileo di Pisa meruntuhkan anggapan yang sudah
diterima sebelumnya. Jadi, ilmu dan filsafat saling mendukung (Kattshoff: 87-88).
A. Faktor-faktor Pendorong Filsafat dan Filsafat Matematika
Faktor-faktor pendorong filsafat dan filsafat matematika ada 3, yaitu :
1. Kontradiksi
Pengetahuan matematika diturunkan dengan deduksi logis, sehingga
matematika diklaim sebagai ilmu yang sempurna dan suci tak ternoda kesalahan.
Namun, sesaat setelah itu bermunculan kontradiksi dalam matematika,
sekumpulan obyek matematika yang aneh dan liar, antara lain: tidak mungkin
dapat selalu menyatakan panjang diagonal sebuah persegi panjang dalam bentuk
bilangan kuadrat, adanya bilangan irasional seperti 2, adanya bilangan transfinit
dan bilangan transendental (pi) yang misterius, dan bilangan imajiner (i= 1 − ).
Dalam matematika hari ini banyak ditemukan sekawanan obyek-obyek
matematika yang aneh dan liar –yang belum dapat dijinakkan— meskipun
berbagai upaya domestifikasi telah dilakukan. Contoh terbaru adalah penemuan
bilangan Q oleh Paul Dirac dalam mekanika kuantum yang melanggar aturan
matematika a bba × =× (Woods, 2006). Kawanan tersebut adalah sejenis
kontradiksi dalam matematika, yang jika ditolak akan menyebabkan matematika
menjadi mandul. Penerimaan setengah hati yang disertai dengan upaya
domestifikasi terhadap sekawanan yang aneh dan liar tersebut justru terbukti
memberikan manfaat yang sangat besar bagi matematika.
2. Paradok
Matematikawan adalah mahluk yang cerdik dan tidak bersedia menerima
jika (re)konstruksinya gagal. Memilih menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi
tersebut dengan sebuah penghalusan atau eufemisne, bahwa yang terjadi bukanlah
kontradiksi tetapi paradok, merupakan pilihan cerdas yang dapat dilakukan.
Semacam anomali. Dengan kecerdikan yang demikian matematika tetap berjaya,
terbebas dari segala kesalahan dan tentunya terbebas dari kontradiksi. Paradok
antara lain muncul dari dialog Socrates dengan Plato berikut ini (Sembiring,
2010). Socrates: ”Apa yang berikut ini akan dikatakan oleh Plato adalah salah.”
Plato mengatakan: ”Yang barusan dikatakan Socrates benar.” Contoh yang cukup
populer adalah paradok Zeno (±450 SM) yang menemukan adanya kesulitan
mengenai ide kuantitas kecil tak berhingga sebagai penyusun besaran kontinu.
Zeno mencoba membuktikan bahwa pergerakan ke arah kecil tak berhingga
adalah khayalan. Paradok Zeno mengenai ’Achiles si Gesit’ begitu terkenal dan
memukau ke arah penelusuran konsep ketakberhinggan. Kata Zeno, yang lebih
lambat tidak dapat disalip oleh yang lebih cepat, sehingga Achiles si Gesit tidak
akan mampu menyalip atau mendahului kuya. Paradok ini tidaklah menyatakan
bahwa dalam praktek lomba lari yang sebenarnya Achiles tidak dapat menyalip
kura-kura, tetapi memberi gambaran bagaimana terbatasnya pemikiran dalam
logika formal matematika.
Upaya menyelesaikan berbagai paradok menyebabkan terpecahnya
matematikawan ke dalam beberapa arus pikiran atau filsafat. Lahirlah faksi-faksi
dan aliran-aliran dalam filsafat matematika, yang saling berbeda dan saling tidak
mau menerima satu sama lain. Menyembunyikan kontradiksi dalam paradok
tidak selalu membuat pekerja matematika dapat tidur dengan nyenyak.
Matematikawan juga adalah mahluk yang tidak dapat menipu dirinya sendiri.
Kontradiksi tetaplah kontradiksi, bersifat mengurangi nilai keindahan matematika,
meskipun diperhalus terusmenerus. Secara eksternal matematikawan menyatakan
matematika bebas dari kontradiksi, tetapi diam-diam mereka melanjutkan
pekerjaan menyelesaikan berbagai kontradiksi tersebut, dan memastikan bahwa
penyelesaian yang dilakukannya tidak akan menimbulkan kontradiksi baru,
sehingga konsistensi matematika tetap tegak berdiri, bendera matematika berkibar
di tiang tertinggi dengan lantang dan gagah berani menatap langit biru, tidak akan
pernah berkibar setengah tiang dan malu-malu. Para matematikawan mencoba
menyelesaikan masalah-masalah tersebut, membuang kontradiksi dan
mengembangkan sistem matematika baru yang kebal salah. Mereka membuat
rekonstruksi baru atas struktur logika matematika, dan mulai meninggalkan
kepercayaan pada disain alam semesta yang matematis. Meskipun merupakan
suatu kebenaran bahwa matematika telah tersedia di alam semesta dan orang
tinggal menemukannya, keyakinan tersebut harus ditinggalkan dan beralih pada
matematika yang merupakan hasil konstruksi pikiran bebas manusia yang
kebenarannya tidak perlu harus sesuai dengan apa yang terjadi di alam semesta,
cukup kebenaran karena kesepakatan. Tetapi, lagi-lagi muncul kontradiksi yang
mencemari logika matematika dalam rekonstruksi baru tersebut, misalnya paradok
Russel dan paradok Burali-Forti.
3. Krisis Matematika
Munculnya filsafat matematika disebabkan oleh adanya kontradiksi,
paradok dan terjadinya krisis dalam matematika. Setidaknya, pernah tercatat tiga
kali krisis dalam metamatika: (1) Abad ke-5 SM, tidak semua besaran geometri
yang sejenis, tidak memiliki satuan ukuran yang sama (Sukardjono, 2000). Krisis
ini menyebabkan teori proporsi Pythagoras harus dicoret dari matematika. Krisis
yang disadari sangat terlambat, lima abad kemudian baru dapat diatasi oleh
Eudoxus dengan karyanya yang membahas bilangan irasional, (2) Abad ke-17,
Newton dan Leibniz menemukan kalkulus yang didasarkan pada konsep
infinitesimal, tetapi tidak dapat dijelaskan dengan baik. Namun, hasil-hasil
penerapan kalkulus justru digunakan untuk menjelaskan konsep infinitesimal,
suatu penjelasan yang tidak seharusnya dilakukan. Baru awal abad ke-19, Cauchy
memperbaiki konsep infinitesimal sebagai landasan kalkulus dengan konsep limit.
Weierstrass membuat konsep limit menjadi lebih kokoh, (3) Georg Cantor
menemukan teori himpunan yang digunakan secara luas pada cabang-cabang
matematika dan menjadi landasan matematika. Namun demikian, penemuan ini
juga menghasilkan paradok misalnya paradok Burali-Forti dan paradok Russel.
B. Hakikat dan Karakteristik Filsafat Matematika
Hakikat dan karakteristik filsafat matematika terbagi atas dua definisi,
yaitu:
a. Hakikat Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-
anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari
filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi
matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan
manusia. Bidang pengetahuan yang disebut filsafat matematika adalah hasil
pemikiran filsafati yang sasarannya ialah matematika itu sendiri. Filsafat dan
matematika sudah tidak diragukan lagi bahwa sejak dulu sampai sekarang kedua
bidang pengetahuan ini sangat erat hubungannya
Filsafat matematika pada dasarnya adalah pemikiran reflektif terhadap
matematika. Matematika menjadi ilmu pokok soal yang dipertimbangkan secara
cermat dan penuh perhatian. Pemikiran filsafati juga bersifat reflektif dalam arti
melihat sendiri untuk memahami bekerjannya budi itu sendiri. Ciri relektif yang
demikian itu ditekankan oleh para filsuf Inggris R.G. Collingwood yang
menyatakan “Philosophy is reflective”. The philosophizing mind never simply
thinks about an object; it always, while thinking about any object, think also about
its own thought about than object.” (Filsafat bersifat reflektif. Budi yang
berfilsafat tidaklah semata-mata berpikir tentang suatu obyek, budi itu senantiasa
berpikir juga berpikir tentang pemikirannya sendiri tentang obyek itu). Jadi budi
manusia yang diarahkan untuk menelaah obyek-obyek tertentu sehingga
melahirkan matematika kemudian juga memantul berpikir tentang matematika
sehingga membutuhkan filsafat matematika agar memperoleh pemahaman apa
dan bagaimana sesungguhnya matematika itu.
Di antara ahli-ahli matematika dan para filsuf tidak tampak kesatuan
pendapat mengenai apa filsafat matematika itu. Sebagai sekedar contoh dapatlah
dikutipkan dari perumusan-perumusan dari 2 buku matematika dan 2 buku
filsafat, yaitu:
1) Suatu filsafat matematika dapatlah dilukiskan sebagai suatu sudut pandangan
yang dari satu bagian dan kepingan matematika dapat disusun dan
dipersatukan berdasarkan beberapa asas dasar.
2) Secara khusus suatu filsafat matematika pada dasarnya sama dengan suatu
percobaan penyusunan kembali yang dengannya kumpulan pengetahuan
matematika yang kacau balau yang terhimpun selama berabad-abad diberi
suatu makna atau ketertiban tertentu.
3) Penelaah tentang konsep-konsep dari pembenaran terhadap asas-asas yang
dipergunakan dalam matematika
4) Penelaah tentang konsep-konsep dan sistem-sistem yang terdapat dalam
matematika, dan mengenai pembenaran terhadap pernyataan-pernyataan
berikut.
Dua pendapat yang pertama dari ahli – ahli matematika menitik beratkan
filsafat matematika, sebagai usaha menyusun dan menertibkan bagian – bagian
dari pengetahuan matematika yang selama ini terus berkembang biak. Sedang 2
definisi berikutnya dari ahli filsafat merumuskan filsafat matematika sebagai studi
tentang konsep-konsep dalam matematika dan pembenaran terhadap asas atau
pembenaran matematika.
Menurut pendapat filsuf Belanda Evert Beth di sampingnya matematika
sendiri dan filsafat umum harus pula dibedakan adanya 2 bidang pemikiran lainya,
yakni filsafat matematika dalam arti yang lebih luas (philosophy of mathematics
in a broader sense) dan penelitian mengenai landasan matematika (foundation
mathematics). Landasan matematika kadang-kadang disamakan pengertiannya
dengan filsafat matematika. Tetapi sesungguhnya landasan matematika
merupakan bidang pengetahuan yang paling sempit dari bidang filsafat
matematika. Foundation of mathematics khususnya bersangkut paut dengan
konsep-konsep asas foundamental (fundamental concepts and principles) yang
mempergunakan dalam matematika. Dengan demikian kedua definisi philosophy
of mathematics dari kamus-kamus filsafat tersebut diatas lebih merupakan batasan
pengertian matematika. Charles Parsons dalam The Encyclopedia of Philosophy
menegaskan: Penelitian landasan senantiasa bersangkutan dengan masalah tentang
pembenaran terhadap pernyataan-pernyataan dan asas-asas matematika, dengan
pemahaman mengapa proporsisi-proporsisi tertentu yang jelas sendirinya adalah
demikian, dengan pemberian pembenaran terhadap asas-asas yang telah diterima
tampaknya tidak sendirinya begitu jelas, dan dengan penemuan dan penanggalan
asas-asas yang tak terbebankan.)
Peran filsafat matematika adalah untuk menunjukkan dasar yang sistematis
dan benar-benar aman untuk pengetahuan matematika, diperuntukkan untuk
kebenaran matematika. Asumsi ini adalah dasar dari foundationism, doktrin
bahwa fungsi dari filsafat matematika adalah untuk menunjukkan dasar
pengetahuan matematika. Foundationism terikat dengan pandangan absolutis
pengetahuan matematika, karena menganggap tugas pembenaran pandangan ini
menjadi tujuan utama filsafat matematika.
b. Karakteristik Filsafat Matematika
Dewasa ini filsafat matematika merupakan bidang pengetahuan yang sangat
luas. Perincian problem-problem dan ruang lingkup filsafat ilmu dalam
penerapannya terhadap filsafat matematika dapat dan perlu diterbitkan sehingga
tercipta skema yang lebih sistematis dan memungkinkan pembahasan selanjutnya
yang lebih jelas. Perincian bidang filsafat matematika yang dapat dikemukakan
dan diharapkan lebih sistematis mencakup beberapa bagian sebagai berikut :
1. Epistemologi matematik
Epistemologi matematik adalah teori pengetahuan yang sasaran
penelaahannya ialah pengetahuan matematik. Epistomologi sebagai salah satu
bagian dari filsafat merupakan pemikiran reflektif terhadap berbagai segi dari
pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan
landasan, validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan. Dengan
demikian landasan matematik merupakan pokok soal utama dari epistemologi
matematik.
2. Ontologi matematik
Ontologi pada akhir-akhir ini dipandang sebagai teori mengenai apa yang
ada. Hubungan antara pandangan ontologis (atau metafisis) dengan matematik
cukup banyak menimbulkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh sebagian
filsuf matematik. Dalam ontologi matematik dipersoalkan cakupan dari
pernyataan matematik (cakupannya suatu dunia yang nyata atau bukan).
Pandangan realisme empirik menjawab bahwa cakupan termaksud merupakan
suatu realitas. Eksistensi dari entitas-entitas matematik juga menjadi bahan
pemikiran filsafati. Terhadap problim filsafati ini pandangan Platonisme
menjawab bahwa titik dan garis yang sesungguhnya terdapat dalam dunia
transenden yang kini hanya diingat oleh jiwa manusia di dunia ini, sedang
konsepsi Aristotelianisme mengemukakan bahwa entitas-entitas itu sungguh ada
dalam dunia empirik tetapi harus disuling dengan abstraksi. Suatu hal lagi yang
merupakan problim yang bertalian ialah apakah matematik ditemukan oleh
manusia atau diciptakan oleh budinya. Pendapat yang menganggap matematik
sebagai suatu penemuan mengandung arti bahwa aksioma-aksioma matematik
merupakan kebenaran mesti (necessary truth) yang sudah lebih dulu di luar
pengaruh manusia.
3. Aksiologi matematik
Aksiologi matematika terdiri dari etika yang membahas aspek kebenaran,
tanggung jawab dan peran matematika dalam kehidupan, dan estetika yang
membahas mengenai keindahan matematika dan implikasinya pada kehidupan
yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya dalam
kehidupan. Aksiologi matematika sangat banyak memberikan kontribusi
perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala sesuatu
ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika. Dari segi tehnis,
matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam kemajuan teknologi.
Dengan matematika, peradaban manusia berkembang dari peradaban yang
sederhana dan bersahaja menjadi peradaban modern yang bercorak ilmiah dan
tehnologis.

BAB III
PENUTUPAN

A.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

A, Susanto. 2011. Filsafat Ilmu : Suatu kajian dalam dimensi ontologis,


epistemologis, dan aksiologis. PT Bumi Aksara : Jakarta
Wiramihardja, S. A. (2007). Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.

Susanto. (2013). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara.


Ahmad Syadali & Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia
M. Solihin. 2007. Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga modern.
Bandung: Pustaka Setia.
PERTANYAAN
1. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya filsafat dan filsafat
ilmu !
2. Jelaskan tentang hakikat filsafat !
3. Bagaimanakah karakteristik filsafat ilmu ?
4. Jelaskan perbedaan filsafat dengan filsafat ilmu !
5. Bagaimanakah relasi filsafat dan ilmu ?
6.

Anda mungkin juga menyukai