Anda di halaman 1dari 22

FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Dosen Pengampu : Indra Budiman, S.Pd.,M.Pd.

Oleh

Fitri Alfionita (1610631050060)


Kelas 2B

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena alhamdulillah
dengan limpahan karunia dan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman
Muhammad SAW, kepada para Sahabatnya, keluarga, serta sampai kepada kita
selaku umatnya. Amin.
Makalah berjudul “Filsafat Pendidikan Matematika” ini kami buat untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan dosen mata kuliah Sejarah Matematika.
Semoga selain untuk memenuhi tugas tersebut, makalah ini dapat bermanfaat bagi
khalayak pembaca pada umumnya dan kami khususnya.
Mengingat kemampuan penulis yang sangat terbatas maka penulis
menyadari dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun guna
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang dan bermanfaat buat kita
semua.

Karawang, 24 Februari 2017

Fitri Alfionita

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3

A. Filsafat Matematika ................................................................................. 3


B. Filsafat Pendidikan Matematika .............................................................. 5
C. Pendidikan Matematika ......................................................................... 13
D. Hubungan Antara Filsafat dengan Matematika..................................... 16
E. Hubungan Antara Filsafat Matematika dengan Pendidikan Matematika
............................................................................................................... 16

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 18

Kesimpulan ...................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara harafiah filsafat yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta)
atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara
etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut
Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang
merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga
diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan
segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan
menyeluruh dengan segala hubungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan
hukumnya.
Matematika adalah sebuah cabang dari ilmu pengetahuan yang sudah muncul
dari berabad abad tahun yang lalu, permasalahan matematika muncul berbeda
beda pada tiap tiap jaman tertentu baik pada jaman Negara Mesopotamia,
Babilonia, Mesir, dan Yunani. Dari negara negara itulah mereka berusaha untuk
mempelajarai dan mengkaji lebih lanjut mengenai permasalahan matematika.
Mereka melakukannya dengan cara abstraksi dan cara idealis. Mereka berusaha
untuk mencari fakta bahwa ilmu itu bersifat tetap atau berubah ubah, seperti tokoh
yang menganut bahwa ilmu itu tetap adalah Permenides dan tokokh yang
menganut bahwa ilmu itu bersifat berubah ubah adalah Heraclitos.
Dari hal tersebut munculah berbagai intuisi-intuisi sehingga muncul filsafat
pendidikan matematika, hal ini juga didasari bahwa menemukan filsafat
matematika itu dengan berpikir secara ekstensi yaitu berpikir secara seluas
luasnya dan berpikir secara intensi yaitu berpikir secara sedalam dalamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat matematika?
2. Apa filsafat pendidikan matematika?
3. Apa hubungan filsafat dengan matematika?
4. Bagaimana kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia?

1
2

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi filsafat matematika.
2. Untuk mengetahui definisi filsafat pendidikan matematika.
3. Untuk mengetahui hubungan filsafat dengan matematika.
4. Untuk mengetahui kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan
manusia.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Matematika
Matematika berasal dari bahasa Yunani: mathematikos yaitu ilmu pasti, dari
kata mathema atau mathesis yang berarti ajaran, pengetahuan, atau ilmu
pengetahuan. Istilah Matematika menurut bahasa Latin
(manthanein atau mathema) yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, yang
kesemuanya berkaitan dengan penalaran.
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-
anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari
filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi
matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan
manusia. Bidang pengetahuan yang disebut filsafat matematika adalah hasil
pemikiran filsafati yang sasarannya ialah matematika itu sendiri. Filsafat dan
matematika sudah tidak diragukan lagi bahwa sejak dulu sampai sekarang kedua
bidang pengetahuan ini sangat erat hubungannya.
Pendapat para ahli matematika dan para filsuf mengenai apa itu filsafat
matematika. Dapat diambil contoh dalam perumusan dari 2 buku matematika dan
2 kamus filsafat yaitu sebagai berikut:
1. Filsafat matematika dapat dilukiskan sebagai suatu sudut pandang dimana
bagian dan kepingan matematika dapat disusun dan dipersatukan
berdasarkan asas.
2. Suatu filsafat matematika itu sama dengan penyusunan kumpulan
pengetahuan matematika yang kacau balau yang terhimpun selama berabad-
abad yang diberi suatu makna tertentu.
3. Penelaahan konsep-konsep pembenaran terhadap asas-asas yang digunakan
dalam matematika.
4. Penelaahan tentang konsep-konsep dan sistem-sistem yang terdapat dalam
matematika, dan mengenai pembenaran terhadap pernyataan matematika.

Dewasa ini filsafat matematika merupakan bidang pengetahuan yang sangat


luas. Perincian problem-problem dan ruang lingkup filsafat ilmu dalam
penerapannya terhadap filsafat matematika dapat dan perlu diterbitkan sehingga
tercipta skema yang lebih sistematis dan memungkinkan pembahasan selanjutnya
yang lebih jelas. Perincian bidang filsafat matematika yang dapat dikemukakan
dan diharapkan lebih sistematis mencakupbeberapa bagian sebagai berikut :
4

1. Epistemologi matematika
Epistemologi matematika adalah teori pengatahuan yang sasaran
penelaahannya ialah pengetahuan matematika. Epistemologi sebagai salah satu
bagian dari filsafat merupakan pemikiran reflektif terhadap berbagai segi dari
pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat alami, batas-batas, asumsi
dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai kebenaran pengetahuan. Dengan
demikian landasan matematik merupakan pokok soal utama dari epistemologi
matematik.
2. Ontologi matematik
Ontologi pada akhir-akhir ini dipandang sebagai teori mengenai apa yang
ada. Hubungan antara pandangan ontologis (atau metafisis) dengan matematik
cukup banyak menimbulkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh sebagian
filsuf matematik. Dalam ontologi matematik dipersoalkan cakupan dari
pernyataan matematik (cakupannya suatu dunia yang nyata atau bukan).
Pandangan realisme empirik menjawab bahwa cakupan termaksud merupakan
suatu realitas. Eksistensi dari entitas-entitas matematik juga menjadi bahan
pemikiran filsafati. Terhadap problim filsafati ini pandangan Platonisme
menjawab bahwa titik dan garis yang sesungguhnya terdapat dalam dunia
transenden yang kini hanya diingat oleh jiwa manusia di dunia ini, sedang
konsepsi Aristotelianisme mengemukakan bahwa entitas-entitas itu sungguh
ada dalam dunia empirik tetapi harus disuling dengan abstraksi. Suatu hal lagi
yang merupakan problim yang bertalian ialah apakah matematik ditemukan
oleh manusia atau diciptakan oleh budinya. Pendapat yang menganggap
matematik sebagai suatu penemuan mengandung arti bahwa aksioma-aksioma
matematik merupakan kebenaran mesti (necessary truth) yang sudah lebih dulu
di luar pengaruh manusia.
3. Aksiologi matematik
Aksiologi matematika terdiri dari etika yang membahas aspek kebenaran,
tanggungjawab dan peran matematika dalam kehidupan, dan estetika yang
membahas mengenai keindahan matematika dan implikasinya pada kehidupan
yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya dalam
kehidupan. Aksiologi matematika sangat banyak memberikan kontribusi
perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala
sesuatu ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika. Dari segi
tehnis, matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam kemajuan
teknologi. Dengan matematika, peradaban manusia berkembang dari peradaban
yang sederhana dan bersahaja menjadi peradaban modern yang bercorak ilmiah
dan tehnologis.
5

B. Filsafat Pendidikan Matematika


Filsafat Ilmu Pendidikan Matematika adalah filsafat yang menelusuri dan
menyelidiki (hakekat pelaksanaan pendidikan matematika yang bersangkut paut
dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya. Serta hakekat ilmu pendidikan
matematika yang berkaitan dengan analisis kritis terhadap struktur dan
kegunaannya.) sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu
Pendidikan Matematika, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya.
Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada
di awang-awang saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan
kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit, karena menggunakan metode
berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.

Filsafat ilmu pendidikan matematika dapat dibedakan dalam tiga macam


yaitu :
1. Ontologi Ilmu Pendidikan Matematika
Ontologi adalah teori mengenai apa yang ada, dan membahas tentang yang
ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Eksistensi dari entitas-
entitas matematika juga menjadi bahan pemikiran filsafat. Adapun metode-
metode yang digunakan antara lain adalah:abstraksi fisik yang dimana berpusat
pada suatu obyek, Abstrksi bentuk adalah sekumpulan obyek yang sejenis,
Abstraksi metafisik adalah sifat obyek yang general. Jadi, matematika ditinjau
dari aspek ontologi, dimana aspek ontologi telah berpandangan untuk mengkaji
bagaimana mencari inti yang yang cermat dari setiap kenyataan yang ditemukan,
membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, menyelidiki
sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental.

2. Epistemologi Matematika
Epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat dimana pemikiran
reflektif terhadap segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat
alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai
kebenaran pengetahuan.
Jadi, matematika jika ditinjau dari aspek epistemologi, matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan
pengukuran secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep yang kongkrit, kontektual,
dan terukur matematika dapat memberikan jawaban secara akurat. Perkembangan
struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh siswa
melalui proses asimilasi dan akomodasi.

3. Aksiologi Matematika
Aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan
dalam seseorang mengembangkan ilmu. Aksiologi : Filsafat nilai, menguak baik
buruk, benar-salah dalam perspektif nilai Aksiologi matematika sendiri terdiri dari
etika yang membahas aspek kebenaran, tanggungjawab dan peran matematika
dalam kehidupan, dan estetika yang membahas mengenai keindahan matematika
dan implikasinya pada kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain
terutama seni dan budaya dalam kehidupan. Jadi, jika ditinjau dari aspek
6

aksiologi, matematika seperti ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak


memberikan kontribusi perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan
fana ini. Segala sesuatu ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh
matematika.
Filsafat pendidikan matematika menurut Ernest dalam Martin (2009: 81)
mencakup tiga hal, yaitu:
1. Tujuan dan nilai pendidikan matematika
2. Teori belajar
3. Teori mengajar
Ketiga hal tersebut dijelaskan dalam keterangan di bawah ini.

1. Tujuan dan Nilai Pendidikan Matematika


Tujuan pendidikan matematika hendaknya mencakup keadilan sosial
melalui pengembangan demokrasi pemikiran kritis dalam matematika. Siswa
seharusnya mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk menganalisis
masalah matematika. Pendidikan matematika hendaknya dapat menguatkan siswa,
hal ini berarti siswa berfikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mampu
menggunakannya sebagai praktik penerapan matematika. Menguatkan siswa
dalam matematika memiliki tiga dimensi, yaitu:
1. Siswa memiliki kemampuan matematika,
2. Siswa memiliki kemampuan untuk menggunakan matematika dalam kehidupan
sehari-hari, dan
3. Siswa percaya akan kemampuan mereka.
Kemampuan siswa yang ditumbuhkan dalam mempelajari matematika
terutama matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih
guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi
serta berpandu kepada perkembangan IPTEK (Soemoenar, dkk., 2007: 1.1).
Bagian-bagian tersebut terdiri dari objek-objek pembelajaran matematika sekolah
baik berupa objek langsung maupun objek tak langsung. Adapun objek langsung
pembelajaran matematika sekolah terdiri atas empat hal, yaitu fakta, konsep,
prinsip, dan keterampilan. Dan objek tak langsungnya antara lain adalah disiplin
diri, kemahiran matematika, apresiasi terhadap matematika, dan berpikir secara
matematika, yaitu logis, rasional, dan eksak.
Kajian fakta memberikan kemampuan membedakan antara kebenaran sebagai
semufakatan dan kebenaran yang didapat secara konsistensi. Karena fakta
merupakan suatu semufakatan maka nilai kebenaran yang terkandung tidak perlu
diperdebatkan. Menurut Ebbutt dan Straker (1995) dalam Marsigit fakta meliputi
informasi, nama, istilah, dan konvensi. Kajian konsep mencakup hal-hal yang
berkaitan dengan membangun struktur pengertian, peranan struktur pengertian,
konservasi, himpunan, hubungan pola, urutan, model, operasi, dan algoritma
(Ebbutt dan Straker, 1995, dalam Marsigit).

Konsep matematika menurut Shumway (1980: 245) terdiri dari empat level
pemahaman siswa, yaitu:
1. level 1, kongkret (concrete) yaitu mengenal contoh dari pengalaman
sebelumnya;
7

2. level 2, identifikasi (identify) yaitu sebagai tambahan dari level 1 mengenal


contoh yang sebelumnya dihadapi meski contoh tersebut diperoleh dari perspektif
yang berbeda;
3. level 3, mengelompokkan (classificatory) yaitu sebagai tambahan dari level 1
dan level 2 siswa dapat membedakan antara contoh dan bukan contoh;
4. level 4, formal, yaitu sebagai tambahan dari level 1, 2, dan 3 siswa dapat
membangun sebuah definisi dari konsep.
Kajian prinsip berkaitan dengan pernyataan yang dikenal sebagai aksioma
atau dalil. Prinsip merupakan sebuah hubungan yang melibatkan dua atau lebih
konsep-konsep (Shumway, 1980: 246). Kajian mengenai keterampilan yang
dimaksud adalah keterampilan matematika, yaitu keterampilan menuliskan
lambang matematika, mengaplikasikan fakta, konsep, dan prinsip matematika
yang benar.

Menurut Gibb dalam Shumway (1980: 208) keterampilan matematika


meliputi empat hal yaitu:
1. Pemahaman konsep matematika dan teknik perhitungan;
2. Keterampilan menggunakan pemahaman ini dalam perhitungan;
3. Keterampilan dalam pemecahan masalah, serta
4. Keterampilan dalam berpikir kreatif.

Menurut Ebbutt dan Straker (1995) dalam Marsigit keterampilan


matematika terdiri dari empat hal yaitu:
1. Keterampilan penalaran, meliputi: memahami pengertian, berfikir logis,
memahami contoh negatif, berpikir deduksi, berpikir sistematis, berpikir
konsisten, menarik kesimpulan, menentukan metode, membuat alasan, dan
menentukan strategi.
2. Keterampilan algoritmik, meliputi: mengikuti langkah yang dibuat orang lain,
membuat langkah secara informal, menentukan langkah, menggunakan
langkah, menjelaskan langkah, mendefinisikan langkah sehingga dapat
dipahami orang lain, membandingkan berbagai langkah, dan menyesuaikan
langkah.
3. Keterampilan menyelesaikan masalah matematika (problem-solving) meliputi:
memahami pokok persoalan, mendiskusikan alternatif pemecahannya,
memecah persoalan utama menjadi bagian-bagian kecil, menyederhanakan
persoalan, menggunakan pengalaman masa lampau dan menggunakan intuisi,
untuk menemukan alternatif pemecahannya, mencoba berbagai cara, bekerja
secara sistematis, mencatat apa yang terjadi, mengecek hasilnya dengan
mengulang kembali langkah-langkahnya, dan mencoba memahami persoalan
yang lain.
4. Keterampilan melakukan penyelidikan (investigation), meliputi: mengajukan
pertanyaan dan menentukan bagaimana memperolehnya, membuat dan
menguji hipotesis, menentukan informasi yang cocok dan memberi penjelasan
mengapa suatu informasi diperlukan dan bagaimana mendapatkannya,
mengumpulkan dan menyusun serta mengolah informasi secara sistematis,
mengelompokkan criteria, mengurutkan dan membandingkan; mencoba
8

metode alternatif, mengenali pola dan hubungan; dan menyimpulkan.

Salah satu objek tidak langsung dari pembelajaran matematika sekolah


adalah kemampuan kemahiran matematika yang meliputi penalaran, komunikasi,
dan pemecahan masalah. Penalaran adalah proses berpikir di dalam penarikan
kesimpulan. Metode penalaran yang digunakan antara lain, pertama, penalaran
dengan metode deduksi yang biasa disebut penalaran deduksi yaitu penalaran
menarik kesimpulan dari pernyataan yang berlaku umum diberlakukan kepada
keadaan khusus. Kedua, penalaran dengan metode induksi, yaitu penalaran
menarik kesimpulan dari pernyataan khusus yang didapat dari beberapa kali
pengamatan diberlakukan secara umum. Ketiga, penalaran dengan metode ilmiah,
yaitu penalaran yang merupakan rangkaian berulang kali dari penalaran deduksi
dan penalaran induksi.
Langkah-langkah dalam penalaran ilmiah adalah melakukan pengamatan
gejala yang terjadi, melakukan studi pustaka atau teori-teori yang sudah ada dan
membuat dugaan sementara atau hipotesis, uji coba lapangan, menguji hipotesis
dan membuat kesimpulan. Komunikasi berkaitan dengan kemampuan yang
diharapkan dari siswa untuk menyampaikan pendapat atau pengertian yang
mereka miliki kepada orang lain, dengan benar dan jelas sehingga dapat diterima
oleh orang lain dengan baik. Bagian kemahiran matematika yang lain adalah
pemecahan masalah, pemecahan masalah adalah suatu situasi dimana seorang
individu atau kelompok dihadapkan pada masalah yang tidak biasa dan
algoritmanya juga belum ditetapkan secara pasti.

2. Teori Belajar
Teori belajar yang dimaksud disini menggambarkan bahwa siswa perlu
secara aktif menggunakan matematika dengan tujuan untuk mempelajarinya.
Konsep matematika saling berhubungan, dalam hal ini siswa perlu memahami
sebuah konsep awal sebelum mempelajari topik selanjutnya. Oleh karenanya,
dalam mempelajari matematika siswa harus memiliki pengalaman membangun
dan menyerap konsep matematika dengan menemukan hubungan atau menguji ide
dalam kontek yang baru. Dalam proses ini hal yang terpenting adalah komunikasi.
Bahasa merupakan alat dalam berpikir, sehingga dialog diperlukan untuk
membangun pengetahuan matematika yang subjektif. Komunikasi dan interaksi
juga membawa siswa untuk membandingkan ide dan menguji validitasnya.
Karena matematika adalah pengetahuan yang dibangun, maka akan timbul
perbedaan bangunan matematika antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Belajar juga dipengaruhi oleh lingkungan ruang kelas. Konteks ruang kelas
ditentukan oleh beberapa komponen, termasuk maksud dan tujuan kelas,
keterlibatan siswa dan hubungan mereka, percakapan dalam kelas, dan
ketersediaan sumber materi. Maksud dan tujuan kelas mencakup hal yang
berkaitan dengan guru, orang tua, TU, dewan pengurus sekolah dan lain
sebagainya. Tujuan guru dan tekanan untuk memenuhi yang ada padanya
mempengaruhi cara pandang guru terhadap tanggung jawab, bagaimana guru
merencanakan kegiatan kelas dan aspek lain dalam kontek sosial.
9

Kontek sosial yang penting dalam percakapan di kelas dibentuk oleh


interaksi personal dalam kelas tersebut, yang ditentukan oleh gaya guru dalam
memanajemen kelas, gaya komunikasi antara guru dan siswa, konten matematika,
dan tugas-tugas tertulis (Martin, 2009: 84). Teori belajar secara umum dibedakan
atas dua aliran yaitu aliran psikologi tingkah laku dan aliran psikologi kognitif.
Berikut ini merupakan beberapa teori belajar utama dalam pembelajaran
matematika (Suhendra, dkk, 2007: 86).
1. Aliran Psikologi Tingkah Laku
a. Teori belajar Thorndike
Teori ini juga disebut Teori Belajar “Stimulus-Respon” yang dikemukakan
oleh Edward L. Thorndike. Teori ini menyatakan bahwa belajar akan lebih
berhasil jika respon anak terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa
senang atau puas.
b. Teori belajar Skinner
B. F. Skinner berpendapat bahwa pemberian ganjaran atau penguatan
mempunyai peranan penting dalam proses belajar. Penguatan ini dapat berupa
penguatan positif yaitu stimulus yang menjadikan sebuah tindakan yang telah
dilakukan kembali diulangi sehingga memperkuat tindakan tersebut, misalnya
pujian atau imbalan. Demikian sebaliknya, penguatan negatif adalah stimulus
yang menjadikan sebuah tindakan tidak dilakukan kembali, misalnya peringatan
atau sanksi.
c. Teori belajar Ausubel
Ausubel melalui Theory of Meaningful Verbal Learning menyatakan
bahwa materi ajar yang telah diperoleh seseorang seyogyanya dikembangkan
dalam keadaan atau bentuk lain sehingga aktivitas belajarnya akan lebih
dimengerti atau bermakna.
d. Teori belajar Gagne
Robert M. Gagne menyatakan bahwa hasil belajar lebih penting daripada
proses belajar. Menurut Gagne dalam belajar matematika terdapat dua objek yaitu
objek langsung dan objek tak langsung. Gagne mengelompokkan tipe belajar
menjadi delapan jenis, yaitu belajar isyarat (tipe belajar yang paling rendah
tingkatannya karena bersifat spontan), stimulus respons, rangkaian gerak,
rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan
pemecahan masalah (tipe belajar yang paling tinggi tingkatannya karena bersifat
kompleks).
e. Teori belajar Pavlov
Pavlov menyimpulkan bahwa conditioning (pengkondisian atau
pembiasaan) pada kegiatan belajar memberikan dampak pada hasil belajar.
f. Teori belajar Baruda

Menurut Baruda, anak belajar sesungguhnya melalui proses meniru hal-hal


yang dilakukan oleh orang lain.
1. Aliran Psikologi Kognitif
a. Teori belajar Piaget
Jean Piaget melalui Theory of Intellectual Development menyatakan
bahwa struktur kognitif bersifat sebagai skemata atau kumpulan skema-skema.
10

Skemata berkembang terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungan. Proses


terjadinya adaptasi dari skemata yang telah dibentuk sebelumnya dengan stimulus
baru dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam
struktur mental. Proses merespons lingkungan sesuai dengan struktur kognitif
dinamakan asimilasi, yaitu jenis pencocokan atau penyesuaian antara struktur
kognitif dengan lingkungan fisik. Aspek kedua yang menghasilkan mekanisme
untuk perkembangan intelektual adalah akomodasi, yaitu proses memodifikasi
struktur kognitif. Setiap pengalaman seseorang melibatkan asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi dan akomodasi disebut sebagai invarians fungsional karena
mereka terjadi di semua level perkembangan intelektual. Pengalaman sebelumnya
cenderung melibatkan lebih banyak akomodasi ketimbang pengalaman yang
kemudian karena semakin banyak hal-hal yang dialami akan berhubungan dengan
struktur kognitif yang ada (Hergenhahn, 2008).
b. Teori belajar Guilford
J. P. Guilford dan beberapa kolega mengembangkan sebuah model tiga
dimensi yang memuat 120 tipe berbeda berkaitan dengan abilitas atau kemampuan
intelektual, model ini biasa disebut The Structure of Intellect Model. Model ini
dikembangkan dengan menggunakan prosedur statistik, yang dinamakan analisis
faktor, untuk mengidentifikasi keragaman abilitas atau kemampuan mental
manusia. Struktur model intelektual tiga dimensi ini mencakup dimensi operasi,
dimensi produk, dan dimensi isi yang masing-masing berfungsi dalam setiap
perbuatan intelektual manusia (Suhendra, dkk., 2007: 8.11).
Dimensi operasi adalah tipe perbuatan intelektual yang mungkin terjadi
selama berpikir. Tipe ini terdiri atas pengamatan, ingatan, produk konvergen,
produk divergen, dan evaluasi. Dimensi isi terdiri dari isi gambaran, isi simbol, isi
semantik, dan isis perbuatan. Setiap kali perbuatan yang termasuk dimensi operasi
terjadi maka perbuatan tersebut dapat mengenai salah satu dimensi isi.
Dimensi produk adalah hasil belajar dari operasi mental yang berkaitan dengan
dimensi isi. Setiap kali suatu operasi mental mengenai dimensi isi maka akan
dihasilkan dimensi produk. Dimensi produk terdiri atas unit, kelas, relasi, sistem,
transformasi, dan implikasi.
c. Teori belajar Bruner
Jerome S. Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih
berhasil jika proses pembelajarannya diarahkan ada konsep dan struktur yang
berada paad topik yang diajarkan. Ia meyakini bahwa metode dalam proses belajar
adalah faktor penting yang menentukan dalam kegiatan pembelajaran bila
dibandingkan dengan perolehan kemampuan sebagai hasil belajar. Metode belajar
yang penting menurut Bruner adalah metode penemuan (discovery method).
d. Teori belajar Gestalt
Menurut John Dewey, pelaksanaan belajar mengajar harus memperhatikan
hal-hal berikut:
- Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
- Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siswa
- Pengaturan suasana kelas memungkinkan siswa siap untuk belajar
e. Teori belajar Brownell
11

William Brownell dengan teorinya Meaning Theory menyatakan bahwa


anak-anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari, jika belajarnya
secara permanen atau terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. f. Teori
belajar Dienes Zoltan P. Dienes menyatakan bahwa dengan menggunakan
berbagai sajian atau representasi tentang suatu konsep matematika, anak-anak
akan lebih memahami konsep sebandingkan jika penyajian materi tersebut hanya
menggunakan satu macam cara saja. Representasi yang dimaksud adalah berbagai
pola, ukuran, jenis, dan lain sebagainya yang dapat memberikan pengertian lebih.
f. Teori belajar van Hiele
Teori belajar ini hanya khusus untuk cabang geometri, yaitu terdapat tiga
unsur utama dalam pembelajaran geometri, yaitu waktu, materi ajar dan metode
pembelajara, yang semuanya dijabarkan dalam lima tahapan, yaitu tahap
pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan taha akurasi.
g. Teori belajar Skemp
Richard Skemp seorang ahli matematika dan psikologi mengatakan bahwa
belajar matematika melalui manipulasi benda-benda akan menjadikan dasar untuk
belajar lebih lanjut dan menghayati ide-ide atau gagasan-gagasan yang dipelajari
berikutnya atau tahap abstrak.

3. Teori Mengajar
Guru matematika seharusnya bekerja untuk mencapai dua tujuan yaitu
mengajar matematika dan memajukan keadilan sosial. Guru seharusnya
merencanakan kegiatan yang membangun konstruksi pengetahuan subjektif
melalui percakapan serta menyediakan kelas yang demokratis dan menguatkan
cara berpikir kritis serta keterlibatan sosial. Pada intinya guru matematika
seharusnya menyajikan pengetahuan matematika kepada siswa baik secara
langsung atau tidak langsung dan juga menyelenggarakan penilaian (Martin,
2009: 89).
Dalam mengajar matematika guru dapat menggunakan pendekatan
problem solvingi (pemecahan masalah), inkuiri, problem possing, open ended, di
dalam kurikulum mengajarnya dan menggambarkan masalah atau topik dari
kontek sosial yang relevan. Siswa dalam bekerja dapat dilakukan secara mandiri
sekaligus secara berkelompok, artinya dengan bekerja mandiri siswa lebih
menguatkan krativitas dan self-direction, dan yang berkelompok siswa dapat
membangun kepercayaan diri serta terlibat dalam komunikasi dengan yang lain.
Grouws dan Cooney (1988) dalam Marsigit (2009) menyebutkan bahwa
mengajar matematika adalah berkaitan dengan memfasilitasi proses belajar siswa
oleh karenanya, guru yang baik mensyaratkan sebuah kombinasi dari kompetensi
mata pelajaran matematika, gaya dan strategi mengajar yang flesibel, dan
memperhatikan emosional dan sosial yang sesuai dengan kebutuhan kognitif
siswa. Lebih lanjut dia menyarankan bahwa hal ini juga mensyaratkan
penggunaan gaya mengajar dan fokus pada konsepsi siswa dan cara bekerja
sebagaimana yang sesuai dengan konten matematika.
Gaya dan strategi mengajar yang digunakan guru akan sangat bergantung
pada kondisi guru, siswa, dan lingkungan belajar, serta pengalaman mereka,
sehingga ada kemungkinan jika dalam kondisi atau suasana yang lain maka
12

diperlukan gaya dan strategi mengajar yang lain pula. Pada intinya bahwa gaya
dan strategi mengajar akan berbeda-beda bergantung pada kondisi guru,
sekelompok siswa dan juga pengalaman-pengalaman belajar mereka.
Dalam penelitian yang lebih mendalam, filsafat pendidikan matematika
mungkin menyimpulkan bahwa posisi filsafat yang berbeda akan berbeda secara
signifikan terhadap implikasi pendidikan. Konsep mengajar dan belajar
matematika -khususnya: maksud dan tujuan, silabus, buku teks, kurikulum,
metode mengajar, prinsip mendidik, teori belajar, penelitian pendidikan
matematika, konsepsi guru terhadap matematika, dan pengajaran matematika yang
memahami persepsi siswa- akan terbawa dengan sendirinya dari pandangan
filosofis dan epistemologis terhadap matematika.
Pandangan yang lebih umum mengenai filsafat pendidikan matematika
memiliki tujuan untuk memperjelas dan menjawab pertanyaan tentang status dan
pondasi (foundation) dari objek dan metode pendidikan matematika. Secara
ontologi menjelaskan mengenai sifat dasar dari masing-masing komponen
pendidikan matematika, secara epistimologi menjelaskan apakah semua penyataan
yang berarti dalam pendidikan matematika mempunyai tujuan dan menentukan
kebenaran (Marsigit, 2009).
Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada
umumnya, Ebbutt dan Straker (1995: 10-63) dalam Marsigit, mendefinisikan
matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai matematika, sebagai
berikut:
1. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan Guru dalam
pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
• Memberi kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan
penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan,
• Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan
berbagai cara,
• Mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan,
perbandingan, pengelompokan, dsb,
• Mendorong siswa menarik kesimpulan umum,
• Membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian
satu dengan yang lainnya.
2. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan
penemuan Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
• Mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda,
• Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah
dan kemampuan memperkirakan,
• Menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada
menganggapnya sebagai kesalahan,
• Mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika,
• Mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya,
• Mendorong siswa berfikir refleksif, dan
• Tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.
3. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving) Guru
dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
13

• Menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya


persoalan matematika,
• Membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya
sendiri,
• Membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan
persoalan matematika,
• Mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan
mengembangkan sistem dokumentasi/catatan,
• Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan persoalan,
• Membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai
alat peraga/media pendidikan matematika seperti : jangka, kalkulator, dsb.
4. Matematika sebagai alat berkomunikasi Guru dalam pembelajaran di kelas
diharapkan mampu:
• Mendorong siswa mengenal sifat matematika,
• Mendorong siswa membuat contoh sifat matematika,
• Mendorong siswa menjelaskan sifat matematika,
• Mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika,
• Mendorong siswa membicarakan persoalan matematika,
• Mendorong siswa membaca dan menulis matematika,
• Menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.

C. Pendidikan Matematika
Pendidikan matematika, yang dalam konteks ini disebut dengan matematika
sekolah adalah matematika yang umumnya diajarkan di jenjang pendidikan
formal dari SD sampai dengan tingkat SMA. Tidak termasuk tingkat perguruan
tinggi karena di perguruan tinggi matematika didefinisikan dalam konteks
matematika sebagai ilmu (matematika murni).
Tujuan pendidikan matematika hendaknya mencakup keadilan sosial
melalui pengembangan demokrasi pemikiran kritis dalam matematika. Siswa
seharusnya mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk menganalisis
masalah matematika. Pendidikan matematika hendaknya dapat menguatkan siswa,
hal ini berarti siswa berfikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mampu
menggunakannya sebagai praktik penerapan matematika.
Kemampuan siswa yang ditumbuhkan dalam mempelajari matematika
terutama matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih
guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi
serta berpandu kepada perkembangan IPTEK. Bagian-bagian tersebut terdiri dari
objek-objek pembelajaran matematika sekolah baik berupa objek langsung
maupun objek tak langsung. Adapun objek langsung pembelajaran matematika
sekolah terdiri atas empat hal, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Dan
objek tak langsungnya antara lain adalah disiplin diri, kemahiran matematika,
14

apresiasi terhadap matematika, dan berpikir secara matematika, yaitu logis,


rasional, dan eksak.
Pendidikan matematika mempersoalkan permasalahan permasalahan sebagai
berikut:
1. Sifat-sifat dasar matematika
2. Sejarah matematika
3. Psikologi belajar matematika
4. Teori mengajar matematika
5. Psikologis anak dalam kaitannya dengan pertumbuhan konsep matematis
6. Pengembangan kurikulum matematika sekolah
7. Penerapan kurikulum matematika di sekolah
Berikut ini akan dipetakan satu-satu letak perbedaan karakteristik antara
matematika dan pendidikan matematika, sebagai berikut:

Karakteristik Matematika Karakteristik Pendidikan Matematika


Memilki objek kajian yang Memilki objek kajian yang konkret dan
abstrak abstrak
Pola pikirnya deduktif Pola pikirnya deduktif dan induktif
Kebenaran konsistensi Kebenarn konsistensi dan korelasional
Bertumpu pada kesepakatan Bertumpu pada kesepakatan
Memiliki simbol kosong dari Memiliki simbol kosong dari arti dan juga
arti (sebelum masuk semesta berarti (berarti sudah termasuk dalam semesta
tertentu) tertentu)
Taat kepada semestanya Taat kepada semestanya dan bahkan
digunakan untuk membedakan tingkat atau
jenjang sekolah

1. Objek kajian matematika sebagai ilmu seluruhnya abstrak. Sementara dalam


pendidikan matematika, seorang guru harus berusaha untuk “mengurangi”
sifat keabstrakan matematika sehingga memudahkan siswa dalam memahami
kajian matematika tersebut (materi pelajaran matematika di sekolah). Dalam
pendidikan matematika, semakin tinggi jenjang sekolahnya, akan semakin
tinggi tingkat keabstrakan.
2. Pembuktian matematika harus berdasarkan penalaran deduktif karena jika
berlaku untuk n = 1 dan dianggap benar untuk n = k (k bilangan asli), maka
akan terbukti untuk n = k+1. Matematika sebagai ilmu tidak menolak
generalisasi secara induktif, intuisi, atau bahkan trial and error asalkan pada
kesimpulan akhirnya dapat diorganisasikan dengan pembuktian secara
15

deduktif. Sementara itu, pada pendidikan matematika masih harus


menyesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa. Artinya di pendidikan
matematika masih memerlukan pola pikir induktif sebagai penunjang yang
secara bertahap pada akhirnya akan mengarah ke pola pikir deduktif.
3. Dalam pembelajaran matematika konsistensi sangat diperlukan. Konsistensi
juga diperlukan dalam hal istilah atau nama objek dalam matematika yang
digunakan. Tidak dibenarkan adanya kontradiksi baik dalam sifat, konsep,
dan teorema tertentu yang digunakan.
4. Seperti halnya dalam matematika sebagai ilmu, dalam pembelajaran
matematika kesepakatan harus dipatuhi. Kesepakatan juga berlaku dalam hal
istilah atau nama objek matematika yang digunakan.
5. Simbol matematika tidak memperhatikan tingkatan tetapi pada pendidikan
matematika mengenalkan simbol matematika dari tingkat dasar sampai
tingkat atas, penggunaan dari simbol itu disesuaikan dengan tingkat kognitif
siswa (menyesuaikan semesta pembicaraan simbol tersebut).
6. Penyederhanaan konsep matematika yang kompleks sangat memperhatikan
semesta pembicaraannya. Memperluas dan meningkatkan semesta
pembicaraan matematika dalam pendidikan matematika sekaligus
membedakan tingkat atau jenjang sekolah. Artinya pembatasan ruang lingkup
kajian matematika dalam pendidikan matematika di mulai dati TK yang
sering disebut “matematika permulaan”, meningkat dan sedikit meluas ke
tingkat SD kelas 1, kelas 2, dan seterusnya sampai SMA sehingga semesta
matematika memang dibatasi untuk pendidikan matematika sekaligus
membedakan jenjang sekolah.

Filsafat sebagai ilmu dari segala ilmu, maka penerapan filsafat dalam
pembelajaran di sekolah menjadi salah satu hal yang menarik perhatian. Karena
biasanya filsafat hanya ada di perguruan tinggi, namun pada zaman sekarang
filsafat juga ada di sekolah. Walaupun hanya sebagai pelengkap dalam
pembelajaran, namun filsafat memberikan pengaruh yang besar dalam
pembelajaran di sekolah. Filsafat adalah kegiatan berpikir, sehingga dalam setiap
pembelajaran siswa melakukan kegiatan filsafat.
Dengan penerapan filsafat dalam pembelajaran di sekolah, maka proses
belajar mengajar akan berjalan dengan efektif dan efisien. Filsafat memberikan
keuntungan bagi guru dan juga siswa. Bagi guru, dengan adanya pelajaran filsafat,
maka guru akan lebih memahami karakter dari siswa-siswanya. Belajar filsafat
adalah berpikir, sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana pola pikir siswa-
siswanya dalam memahami matematika. Pada pelajaran filsafat, pendidikan
16

karakter juga tercakup di dalamnya. Pendidikan karakter meliputi material,


formal, normatif dan spiritual. Dan dalam pembelajaran di sekolah, keempat
faktor tersebut merupakan salah satu peran filsafat dalam pembelajaran di sekolah.

D. Hubungan Antara Filsafat dengan Matematika


Pendapat bahwa filsafat merupakan ayah ibu dari matematika adalah keliru.
Matematika tidak pernah lahir dari filsafat, melainkan keduanya berkembang
bersama-sama dengan saling memberikan persoalan-persoalan sebagai bahan
masuk dan umpan balik. Dalam lintasan sejarah kedua saudari kembar filsafat
dan matematika itu selanjutnya tumbuh bersama-sama dibawah asuhan filsuf yang
juga ahli matematika pythagoras (572-497 S.M.).
Filsafat dan matematika memiliki hubungan yang erat, antara lain:
a. Filsafat dan geometri (suatu cabang matematika) lahir pada masa yang
sama, di tempat yang sama, dan dari ayah yang tunggal, yakni sekitar 640-546
sebelum Masehi, di Miletus (terletak di pantai barat negara Turki sekarang) dan
dari pikiran seorang bernama Thales.
b. Matematika tidak pernah lahir dari filsafat, melainkan keduanya berkembang
bersama-sama dengan saling memberikan persoalan-persoalan sebagai bahan
masuk dan umpan balik.
c. Adanya hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan
matematikadipacu pula oleh filsuf Zeno dari Elea. Zeno memperbincangkan
paradoks-paradoks yang bertalian dengan pengertian-pengertian gerak, waktu,
dan ruang yang kemudian selama berabad-abad membingungkan para filsuf
dan ahli matematik.
Demikianlah sejak permulaan sampai sekarang filsafat dan matematika terus
menerus saling mempengaruhi. Filsafat mendorong perkembangan matematika
dan sebaliknya matematika juga memacu pertumbuhan filsafat.

E. Hubungan Antara Filsafat Matematika dengan Pendidikan Matematika


Filsafat matematika mencakup ontologi dan epistemologi. Ontologi
menyangkut hakekat matematika, apakah hakekat yang ada dibalik matematika.
Sedangkan secara epistemologi adalah berkaitan dengan bagaimana cara
menjawab pertanyaan mengenai matematika, cara memperoleh dan menangkap
permasalahan dalam matematika.
Pendidikan matematika mengacu pada masalah belajar dan
mengajar. Terhadap pembelajaran dalam pendidikan matematika, pemikiran
filsafat memiliki peran yang sangat penting. Filsafat turut berperan dalam
17

menciptakan suatu pembelajaran matematika yang memungkinkan para siswa


untuk membangun logika pikirnya serta membangun pengetahuan matematikanya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa filsafat
matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan
filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Yang bertujuan untuk
memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami
kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia.
Sedangkan filsafat pendidikan matematika adalah filsafat yang membicarakan
proses pendidikan matematika. Pendidikan matematika mengacu pada masalah
belajar dan mengajar. Filsafat matematika membentuk filsafat pendidikan
matematika, artinya bahwa filsafat pendidikan matematika didukung oleh filsafat
matematika.
Terhadap pembelajaran dalam pendidikan matematika, pemikiran filsafat
memiliki peran yang sangat penting. Filsafat turut berperan dalam menciptakan
suatu pembelajaran matematika yang memungkinkan para siswa untuk
membangun logika pikirnya serta membangun pengetahuan matematikanya.
Jadi, filsafat matematika membentuk pendidikan matematika, artinya bahwa
pendidikan matematika didukung oleh filsafat matematika.

18
DAFTAR PUSTAKA

The liang Gei.1985.Filasafat Matematika.Yogyakarta:Supertoteles.


http://anshar-mtk.blogspot.co.id/2013/02/filsafat-pendidikan-matematika.html

19

Anda mungkin juga menyukai