Anda di halaman 1dari 26

FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

“KELOMPOK DENGAN IDEOLOGI PURIST ”

Oleh :

Diah Ary Puspitarini 2123011010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas kehendak Beliau maka makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Melalui kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Prof. Dr. Phil. I Gusti Putu Sudiarta, M.Si selaku dosen pengampu
mata kuliah Filsafat Pendidikan Matematika
2. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika tahun
akademik 2021, yang telah memberikan banyak informasi terkait
penulisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
3. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyusunan
makalah ini melalui ide-ide dan gagasan-gagasan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna karena
terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis mohon saran-saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan tugas ini, sehingga dalam pembuatan
makalah selanjutnya menjadi lebih sempurna.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan pembuatan makalah
ini.

Denpasar, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I .....................................................................................................................1
PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Makalah ...................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah .......................................................................................2
BAB II ....................................................................................................................3
PEMBAHASAN ....................................................................................................3
2.1 Humanis Kuno .........................................................................................3
A. Ideologi Relatif Absolut Terpisah............................................................3
B. Humanis kuno sebagai Absolut Relatif Terpisah ....................................5
C. Para Humanis Kuno Matematika .............................................................7
D. Tujuan Matematika dan Ideologi para Humanis Kuno Matematika........8
E. Kritik terhadap pandangan matematika humanis kuno..........................10
2.2 Pendidik Progresif..................................................................................11
A. Ideologi Relatif Absolut Terhubung ......................................................11
B. Tradisi Progresif sebagai Relatif Absolut Terhubung ...........................12
C. Tradisi Progresif dalam Pendidikan Matematika...................................15
D. Ideologi Pendidikan terhadap Pendidik Matematika Progresif .............17
E. Kritik terhadap tujuan Pendidik Progresif .............................................19
BAB III ................................................................................................................22
PENUTUP ...........................................................................................................22
3.1. Kesimpulan ............................................................................................22
3.2. Saran ......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelompok ideologi purist dibagi menjadi dua bagian, humanis kuno
dan pendidik progresif . Kedua kelompok ini menganut idologi relative
absolut , yang mana menganggap matematika sebagai suatu yang benar dan
pasti , tetapi kebenaran tergantung pada struktur dalam matematika yaitu
logika dan bukti. Kelompok humanis kuno ini mewakili kelas terdidik dan
berbudaya, diantaranya dari keluarga ningrat atau bangsawan. Kelompok
Humanis kuno menganut ideologi relatif absolut terpisah. Nilai moral yang
mendasari pandangan ini adalah nilai-nilai hukum yang disetujui oleh semua
individu. Nilai-nilai ini mengandung kebenaran yang ditegakkan oleh dasar
kebenaran dan kesepakatan bersama dari masyarakat. Tujuan dari
pendidikan adalah untuk menghasilkan seseorang yang berpendidikan
budaya, dengan sebuah pengapresian budayanya, dan kekuatan
diskriminatif yang menyertainya. Tujuan Pendidikan matematika menurut
kelompok ini adalah penerapan para ahli lama pada matematika , yaitu
dengan memperhatikan penyebaran ilmu matematika , budaya dan nilai .
Kelompok pendidik progresif menganut paham relatif absolut terhubung.
Nilai moral yang mendasari pandangan ini adalah nilai kemanusian, seperti
rasa peduli, tanggung jawab, dan lain-lain. Pengetahuan dipandang sebagai
bawaan anak dan pengalaman sebagai pendorong untuk perkembangan
pengetahuan bawaan tersebut. Tujuan pendidikan menurut pendidik
progresif adalah untuk memperkenalkan kesadaran diri individu dengan
mendorong pertumbuhan mereka lewat kreatifitas, ekspresi diri,
pengalaman yang luas sehingga memungkinkan mereka meraih kesuksesan.
Sedangkan tujuan matematika dari pendidik progresif adalah menyambung
perkembangan dari pertumbuhan manusia secara menyeluruh, untuk
mengembangkan kreativitas anak dan pengembangan diri dalam
pengalaman pembeljaran matematika . Berdasarkan pemaparan diatas, maka
akan ditelusuri lebih jauh mengenai Kelompok Dengan Ideologi Purist yang

1
sekaligus menjadi judul makalah ini.
1.2 Rumusan Makalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas,


maka rumusan masalah makalah ini sebagai berikut :

1) Bagaimana gambaran terkait Ideologi Kelompok Humanis Kuno?


2) Bagaimana gambaran terkait Ideologi Kelompok Pendidik Progresif ?

1.3 Tujuan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.2.1 Untuk mengetahui gambaran terkait Ideologi Kelompok Humanis Kuno
1.2.2 Untuk mengetahui gambaran gambaran terkait deologi Kelompok
Pendidik Progresif

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Humanis Kuno


Humanis matematika kuno menganggap bahwa matematika sebagai hal
yang berharga dan unsur pusat kebudayaan. Matematika merupakan sebuah
prestasi tertinggi manusia, maka sebab itu matematika sering disebut queen
of the science yaitu sebuah kesempurnaan, kemurnian dari kebenaran mutlak
dan hasil karya kejeniusan. Pembuktian logika, struktur, abstraksi,
penyederhanan dalam matematika memiliki nilai. Berdasarkan nilai ini,
tujuan pendidikan matematika adalah komunikasi dalam matematika itu
sendiri. Ideologi kelompok ini relatif absolut terpisah.
A. Ideologi Relatif Absolut Terpisah
1. Kumpulan nilai moral
Menurut Kohlberg (1981:411), keputusan moral dihasilkan dari
kebenaran, nilai-nilai hukum yang disetujui oleh semua individu mengubah
atau menciptakan sebuah masyarakat yang dirancang untuk memiliki
keadilan dan kebiasaan yang bermanfaat. Nilai-nilai ini mengandung
kebenaran yang ditegakkan oleh dasar kebenaran, nilai, dan kontrak sah
masyarakat, bahkan ketika mereka muncul konflik dengan peraturan yang
konkrit dan hukum kelompok. Pada tahap yang lebih tinggi kumpulan nilai
diasumsikan sebagai pedoman hukum etis menyeluruh yang harus diikuti
seluruh umat manusia.
Sedangkan menurut Gillian (1982) mengatakan bahwa nilai-nilai ini
merupakan bagian dari pengertian kebudayaan maskulin, yaitu memberikan
kedudukan tinggi dalam kemutlakan, standar nasional, dan alasan yang
murni, juga mendorong ke arah penolakan manusia dari unsur-unsur
peradilan yang mengurangi kejujuran dan keduniawian. Nilai terpisah dari
ideologi ini juga mendorong ke arah penolakan kebijakan dan keputusan
yang bermanfaat, sebagai lawan hukum kejujuran dan keadilan.

3
2. Epistemologi
Dasar nilai-nilai terletak pada nalar, logika, dan perasionalan
sebagaimana pengertian menetapkan, membandingkan, dan membenarkan
pengetahuan. Menilai logika, kekerasan, dan kemurnian cenderung
mengarah pada pandangan pengetahuan sebagai ketetapan, penghidupan,
struktur yang saling berhubungan, yang murni, netral, dan bebas nilai.
Pengetahuan ini terlihat objektif dan bebas dari manusia dan nilai sosial dan
perhatian.
3. Filsafat Matematika
Kemutlakan ideologi ini menyatakan bahwa matematika terlihat
sebagai sebuah bagian ilmu pengetahuan objektif yang murni, berdasarkan
penalaran dan logika, bukan karangan. Jadi cenderung memiliki pandangan
bahwa matematika sebagai hirarkis. Sebaliknya, penerapan matematika
terlihat sebagai hal yang remeh, hanya tehnik belaka, dan bayangan
keduniawian. Akar dari pandangan tersebut bermula dari Plato, yang
memandang ilmu matematika sebagai kemutlakan, istilah yang sukar
dipahami seperti kemurnian, benar dan baik (Brent, 1978)
4. Teori Masyarakat
Kedudukan matematika sangat membangun dan hirarkis pada teori
tentang masyarakat. Hal ini menilai pengetahuan dan tradisi budaya barat,
kepentingannya sendiri, dan berusaha mempertahankannya. Khususnya
bagi kaum elit pada kelas berpendidikan menengah ke atas. Kedudukan ini
bertujuan untuk mempertahankan tradisi budaya yang telah ada dan struktur
sosial yang berasosiasi. Hal ini terlihat seperti memisahkan orang
berpendidikan dan masyarakat biasa. Budaya kaum elit yang mencoba
untuk mengatur masyarakat, agar rakyat biasa tidak memiliki keadilan yang
sama. Masyarakat semata-mata adalah alat mempertahankan dan membuat
kebudayaan, yang menyediakan aturan dalam masyarakat.
5. Teori Anak
Pandangan ini melihat bahwa seseorang ditentukan oleh karakter
atau sifat menurun mereka. Anak-anak bagaikan ember kosong. Menurut
ideologi ini, susunan dapat dilemahkan melalui pembangunan karakter dan

4
pendidikan dengan menanamkan jiwa yang tepat, nilai dan rasa moral dan
estetika.
6. Tujuan Pendidikan
Pusat dari tujuan pendidikan adalah penyebaran pengetahuan murni
dan budaya tinggi serta nilai yang menyertainya. Sehingga tujuan dari
pendidikan adalah untuk menghasilkan seseorang yang berpendidikan
budaya, dengan sebuah pengapresian budayanya, dan kekuatan
diskriminatif yang menyertainya. Sasaran pendidikan yaitu kaum elit, yang
hanya dapat diterima oleh kaum minoritas.
B. Humanis kuno sebagai Absolut Relatif Terpisah
Plato menganjurkan penelitian tentang kedisiplinan ilmu murni
dengan kemampuan membuka mata batin yang berasal dari objek
pemikiran, menghasilkan sejumlah ilmu tentang tujuan dan kebenaran abadi
berdasarkan kenyataan. Subjek murni termasuk matematika dianggap
sebagai bahan yang tepat untuk dipelajari.
Para ahli, sarjana seperti Erasmus (1466-1536), percaya akan
kekuatan kepandaian manusia dan pada nilai mempelajari pekerjaan
seseorang yang hebat. “Pelajaran paling berharga bagi umat manusia adalah
manusia”.(Leach, dikutip dari Hownson, 1982: 9).
Kutipan ini mengindikasikan asal-usul dari nama ‘humanis kuno’.
Kelompok ini menilai ‘pendidikan budaya’ dalam pengertiannya,
sumbangan bagi orang berbudaya atau terpelajar, dan menolak atau
menganggap remeh pengetahuan teknis atau praktis (William, 1961).
Kata terpelajar maksudnya sebagai gambaran seluruh
perkembangan moral seseorang, secara intelektual dan spiritual hanya ada
di abad ke-19. Sebelum itu, istilah terpelajar bukanlah sesuatu yang biasa
untuk menggambarkan pengertian ini. Dan di jaman sekarang konsep
seorang terpelajar sebagai sebuah idaman sudah cukup berkembang.(Hirst
dan Peters, 1970” 24).
Unsur ideologi yang menyatakan bahwa pendidikan dan
pengetahuan adalah kebaikan, hasil akhir ideologi, dan bukan berarti dasar,
tapi akhir yang bermanfaat. Sehingga menurut Cardinal Newman, seorang

5
humanis kuno terkemuka abad lalu: yang bermanfaat tak selalu baik, yang
baik selalu bermanfaat. Pengetahuan mampu menjadi hasil akhir hidup.
Seperti halnya dasar pemikiran manusia yang berupa berbagai macam
pengetahuan, jika benar demikian, maka ini merupakan hadiah.
Pengetahuan tidak hanya bermanfaat dan kebetulan belaka, tetapi milik
manusia hari ini maupun besok yang dapat dibawa ketika ada kesempatan,
digenggam di tangan lalu dibawa ke pasar. Ini adalah cahaya, kebiasaan,
sebuah barang pribadi, dan anugerah.’(Brent, 1978: 61).
Young (1971) mengidentifikasi para humanis kuno sebagai bagian
dari ideologi budaya/konservatif, yang mula-mula berasal dari kaum ningrat
yang mengelompokkan pendidikan politik yang merupakan ketakjujuran
orang terpelajar, suatu penekanan karakter’.
Raynor (1972) juga menganalisis ideologi aristokratis (bangsawan)
pendidikan yang melihat pendidikan sebagai harta untuk menyiapkan kaum
muda untuk peran sosial sebagai orang kaya atau pemimpin.
Cosin (1972) menggambarkan perspektif kaum elit/konservatif yang
diperhatikan untuk mengurus standar keunggulan budaya melalui metode
penyeleksian.
Bantock (1975) mengatakan bahwa pengertian budaya mendahului
keterampilan teknis, kejadian yang kebetulan terjadi dalam kehidupan
sehari-hari akan ditemukan oleh pikiran yang menyiapkan pertemuan
seperti kebetulan dengan mengacu pada hukum filosofi dan pengertian
kontekstual.
Cox dan Dyson (1969) menyatakan tujuan perkuliahan adalah
sebuah kepercayaan pada kebudayaan, peradaban, dan kecaman yang tidak
memihak. Fungsinya adalah untuk membudayakan, memperbaiki, dengan
kesadaran diri untuk membuat kebudayaan., cenderung menjadi tekanan
untuk melakukan, menjawab kebutuhan sosial, teknologi, industri, dan
ekonomi.
Eliot (1948) mengemukakan pengetahuan manusia diwujudkan
dalam kebudayaan tinggi tampak berharga, untuk membenarkan sistem
kasta. Kasta memiliki fungsi mempertahankan bagian keseluruhan budaya

6
masyarakat yang tergolong di dalamnya. Humanis kuno menolak bahwa
kesehatan spiritual manusia bergantung pada pendidikan yang lebih dari
sekedar pelatihan untuk pekerjaan khusus, semacam penggambaran dengan
berbagai cara sebagai kebebasan, penyayang, atau kebudayaan. Perlawanan
disebabkan oleh para humanis kuno yang melawan subjek ilmu
pengetahuan, teknologi, maupun praktek.

C. Para Humanis Kuno Matematika


Selama ribuan tahun, penelitian tentang matematika murni telah
bergabung dengan budaya tinggi dan pendidikan budaya kaum elit.
Meskipun berubah-ubah matematika murni merupakan bagian pusat
kurikulum sekolah umum selama masa Victorian, yang sebagian besar
diwakili oleh unsur-unsur Euclid. Hal ini dinilai sebagai sumbangsih pada
perkembangan pemikiran.
Matematika kurang lebih telah menciptakan sebuah gelar
kehormatan sebagai sebuah instrument kedisiplinan mental, mereka dihargai
dan dihormati diperguruan tinggi (Menteri Pendidikan, 1958).
Fakta bahwa tekanan pelatih industri dan pragmatis teknologi untuk
penerapan ilmu pengetahuan ditentang untuk beberapa waktu yang cukup
lama merupakan indikasi adanya kekuatan ruang masuk para ahli lama, ahli
matematika utamanya. Mayoritas sarjana matematika menjunjung
kemurnian matematika dan mengabaikan manfaat atau penerapan
matematika, sehingga tidak ada filosofi matematika.
Seperti para ahli matematika lainnya, keanekaragaman matematika
memegang pandangan kaum elit sebagai orang yang dapat menyumbang
kebudayaan tinggi. Sehingga menurut ahli matematika Adler : setiap
generasi memiliki banyak ahli matematika hebat, tidak pernah ada keraguan
tentang siapa yang merupakan dan siapa yang bukan merupakan seorang
ahli matematika yang kreatif, sehingga semuanya diperlukan untuk
menjejaki aktivitas orang-orang ini.
Cooper (1985) menunjukkan bahwa ahli matematika perguruan
tinggi yang berkelompok dengan guru sekolah umum kaum elit telah sukses

7
selama awal tahun 1960-an dalam pembawaan kurikulum matematika
sekolah yang menyerupai matematika perguruaan tinggi (meskipun
pragmatis teknologi juga sukses dalam pengenalan lebih banyak pada
penerapan kontennya).
Para humanis kuno matematika melihat matematika dengan variasi,
memiliki sebuah tradisi. Hal ini menunjukkan bakat matematika dengan
kecerdasan murni, dan berpusat pada struktur pengetahuan matematika, dan
pada nilai ahli matematika, jadi hal ini adalah pemusatan matematika.

D. Tujuan Matematika dan Ideologi para Humanis Kuno Matematika


1. Tujuan Pendidikan Matematika
Tujuan pendidikan matematika menurut kelompok ini adalah
penerapan para ahli lama pada matematika, yaitu dengan memperhatikan
penyebaran ilmu matematika, budaya, dan nilai. Tujuannya adalah untuk
menyebarkan matematika murni dengan memperhatikan struktur, tingkat
konseptual, dan kekakuan subjek. Tujuannya untuk mengajar matematika
pada nilai intrinsiknya, sebagai bagian pusat warisan manusia, budaya, dan
penghargaan intelektual.
Berdasarkan hirarki, matematika semakin murni, kaku, dan abstrak.
Siswa didukung untuk mencapai hirarki ini sejauh mungkin, sesuai
kemampuan matematika mereka. Selama mereka berusaha mencapainya,
mereka akan semakin dekat dengan matematika, subjek diajar dan
mempelajarinya pada tingkat perguruan tinggi.
2. Teori Pembelajaran Matematika
Jika dipelajari dengan baik, ilmu matematika memperkenankan
pelajar untuk menyelesaikan masalah dan memecahkan teka-teki
matematika. Siswa diharapkan datang dengan metode dan pendekatan yang
berbeda, dalam penerapan ilmu ini, sesuai dengan bakat dan kecerdikan
mereka.

8
3. Teori Pengajaran Matematika
Peraturan guru menurut perspektif ini, adalah sebagai pengajar dan
penjelas, menghubungkan struktur matematika dengan penuh arti. Guru
seharusnya memperkaya ilmu matematika dengan masalah tambahan dan
kegiatan tambahan. Sebaiknya, berbagai macam pendekatan, demonstrasi,
dan aktivitas dikerjakan untuk memotivasi dan memfasilitasi pembelajaran.
Sehingga menurut Hardy, pada matematika terdapat sebuah hal
utama yang penting, yaitu guru harus membuat percobaan nyata untuk
mengajar subjek yang diajarkan sebaik mungkin, dan harus menjelaskan
secara terperinci kebenaran kepada siswanya hingga batas kesabaran dan
kapasitas mereka.
4. Teori Sumber Pendidikan Matematika
Ideologi purist cenderung melarang pandangan sumber-sumber
yang tepat untuk matematika sekolah. Peraga, alat bantu, dan sumber
digunakan guru untuk memotivasi atau memfasilitasi pengertian.
Bagaimanapun, sumber penjelasan secara langsung bagi siswa merupakan
pekerjaan yang berguna, mempelajari matematika secara nyata sangat tepat
bagi tingkat dasar belajar matematika dan juga untuk metematika murni.
5. Teori Kemampuan Matematika
Bakat matematika dan kecerdasan pikiran diwariskan, dan kebiasaan
yang berhubungan dengan matematika dapat diidentifikasi dengan
kecerdasan murni. Dalam penyebaran hirarki kemampuan matematika
dijabarkan dari puncak kecerdasan matematika menuju ketidakcakapan
secara matematis. Mengajar hanya membantu siswa menyadari potensi
mereka. Hal ini adalah sebuah teori kaum elit tentang kemampuan
matematika, diliht sebagai hirarki dan percontohan, serta menilainya pada
puncak tertinggi.
6. Teori Penilaian Pendidikan Matematika
Bentuk penilaian pendidikan matematika melibatkan sebuah jarak
metode, namun penilaian sumatif membutuhkan ujian tambahan. Hal ini
harus berdasarkan pada sebuh pandangan hirarki terhadap bahan subjek
matematika, dan pada sejumlah tingkat, sesuai dengan kemampuan

9
matematika. Kompetisi dalam ujian memberikan sebuah cara untuk
mengidentifikasi ahli matematika yang terbaik.
7. Teori Perbedaan Sosial dalam Pendidikan Matematika
Matematika dipandang sebagai kemurnian dan tidak berhubungan
dengan permasalahan sosial, sehingga tidak ada ruang untuk perbedaan
sosial. Matematika bersifat objektif dan mencoba memperlakukan manusia
untuk tujuan pendidikan, meskipun bertujuan baik, menyetujui dasar dan
kemurniannya (Ernest, 1986, 1988b)
E. Kritik terhadap pandangan matematika humanis kuno
1. Kritik terhadap ideologi
Ideologi dasar dari humanis kuno terbuka untuk beberapa kritikan.
Pertama, pandangan absulut murni terhadap matematika yang menolak
hubungan antara matematika murni dengan aplikasinya. Kedua, akademisi
‘menara gading’, dan perkumpulan kaum elit dari kedudukan ini tak
sehat secara moral. Hal ini menentang bahwa matematika memiliki
banyak keterlibatan, atau tanggung jawab yang lebih luas lagi, masalah
sosial. Ketiga, terdapat asumsi yang tidak tepat mengenai pandangan
tentang kemampuan manusia, berhububungan dengan tingkatan dan
pandangan kaum elit tentang sifat dasar manusia dan masyarakat.
2. Pengaruh negatif pendidikan
Kelemahan ini mempunyai akibat buruk untuk pendidikan. Pertama,
ada permasalahan yang membendung dari pandangan ‘atas bawah’
kurikulum matematika. Kedua, matematika ditampilkan pada pelajar
sebagai sesuatu yang objektif, tambahan, dingin, keras, dan terpencil
(Ernest, 1986, 1988b). Hal ini memiliki sebuah efek negatif besar pada
sikap dan tanggapan afektif terhadap matematika (Buerk, 1982). Ketiga,
asumsi bahwa kemampuan matematika ditetapkan oleh keturunan,
merugikan mereka yang tidak dijuluki berbakat matematika

10
2.2 Pendidik Progresif
A. Ideologi Relatif Absolut Terhubung
1. Kumpulan Nilai Moral
Nilai moral dalam kedudukan ini adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan hubungan manusia dan perasaan setiap manusia dengan yang lain,
seperti rasa empati, peduli dan perasaan lain tergantung situasi. Giligan
(1982) mengungkapkan bahwa nilai moral yang terkandung dalam ideologi
ini berkaitan dengan rasa tanggung jawab berdasar asas keadilan, saling
menghargai perbedaan orang lain, dan peduli terhadap sesama.
2. Epistomologi
Secara epistemologi, kedudukan ini adalah rasionalist tetapi juga
memuat bagian dari empirisme. Pengetahuan dipandang sebagai suatu
bawaan, diciptakan kembali oleh individu sebagai bagian dari proses
perkembangan dan kedewasaan. Pemikiran yang terkandung didalamnya
merupakan benih atau bentuk dari pengetahuan yang berkembang dalam
proses kedewasaan dan respon dari pengalaman.
Pengalaman adalah pendorong (stimulus) yang penting dalam
mengembangkan pengetahuan bawaan dari anak. Pengetahuan anak
berkembang melalui interaksi dengan dunia. Epistemologi ini berdasarkan
pemkiran Plato, Descartes, Kant dan tradisi rasional.
3. Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah absolut, memandang kebenaran
matematika sebagai sesuatu yang mutlak dan pasti. Meskipun begitu,
filsafat matematika adalah absolut progresif karena nilai yang besar
dilibatkan dalam proses individu dalam mencari kebenaran tersebut. Jadi
absolut progresif adalah absolut yang diwarnai dengan kemanusiaan dan
nilai-nilai penghubung.
4. Teori Anak
Teori anak menganggap anak-anak mempunyai hak penuh sebagai
individu dan membutuhkan asuhan, perlindungan serta memperkaya
pengalaman untuk mengembangkan potensi penuh mereka. Ramsden
(1986) mengatakan bahwa anak-anak itu seperti “innocent savage” dan

11
“growing flower”. Innocent savage terlahir baik, individu yang kebutuhan
dan haknya penting sekali, individu yang belajar dan tumbuh melalui
pengalaman fisik dan sosial. Sebagai “growing flower”, anak-anak terlahir
dengan semua yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fisik dan mental, dan
dengan pengalaman dan lingkungan yang layak maka secara alami akan
mengembangkan potensi mereka.
5. Teori Masyarakat
Fokus ideologi terletak pada individu bukan pada acuan sosial,
kecuali untuk perkembangan individu. Idealnya, masyarakat dipandang
sebagai suatu lingkungan yang mendukung dan memelihara, tapi pada
kenyataan penyakit sosial membutuhkan tanggapan kepedulian pada
individu. Karena individualisme ini, fitur struktural masyarakat yang
diremehkan. Sehingga teori masyarakat bersifat maju dan bebas, terkait
dengan perbaikan kondisi, tapi tanpa berbagai pertanyaan tentang status quo
masyarakat.
6. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk memperkenalkan kesadaran diri
individu dengan mendorong pertumbuhan mereka lewat kreatifitas, ekspresi
diri, pengalaman yang luas sehingga memungkinkan mereka meraih
kesuksesan. Tujuan ini murni karena tujuan ini memperhatikan
perkembangan anak.

B. Tradisi Progresif sebagai Relatif Absolut Terhubung


1. Asal Mula Tradisi Progresif
Teori anak yang memandang anak sebagai “innocent savage” dan
“growing flower”, adalah bagian dari pemikiran tradisi progresif. Akar dari
tradisi ini terletak pada epistemologi Plato. Plato membantah bahwa semua
terlahir dengan pengetahuan terpendam. Rousseau menjadikan ini sebagai
titik awal, membantah bahwa anak mempunyai pontensi terpendam untuk
belajar dan akan berkembang sesuai dengan rencananya. Perhatian
Rousseau terletak pada potensi anak, kebutuhan anak, proses kegiatan anak,
permainan dan pengalaman dalam pendidikan. Karena perhatiannya

12
tersebut, rousseau menawarkan pusat anak berorientasi pendidikan yang
pertama kali.
Pestalozzi dan Froebel memandang anak dengan metafora “growing
flower” juga. Sebagai growing flower, anak-anak terlahir dengan semua
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mental dan fisik, dan dengan
lingkungan yang layak, taman kanak-kanak, akan menumbuhkan potensi
mereka. Lingkungan seperti itu harus mendukung dan berdasarkan
spontanitas, kesenangan, permainan, pelatihan, pembelajaran pengalaman
dan aktivitas kelompok. Pestalozzi dan froebel memberikan dasar-dasar
tradisi progresif pada pendidikan. Pestalozzi menekankan bahwa yang
terpenting adalah pengalaman nyata dalam pendidikan. Froebel membantah
bahwa “Bermain adalah pekerjaan anak-anak” diperlukan dalam
mengembangkan potensi anak.
Pendukung tradisi ini selanjutnya adalah John Dewey. Dewey
(1986) membantah metode eksperimen dalam pendidikan: Anak-anak harus
diberikan tes untuk pengetahuan yang didapatkan dan harus belajar dari
aktifitas, pemecahan masalah, dan metode kerja. Dia lebih menekankan
pada pentingnya memahami dan proses memperoleh pemahaman dalam
pendidikan.
Pendukung tradisi progresif lainnya adalah Maria Montesori. Dia
memandang bahwa sifat anak pada dasarnya baik dan pendidikan sebagai
proses dalam mengembangkan apa yang telah dimiliki anak sejak lahir,
kebebasan merupakan bahan penting dalam perkembangan ini, serta
kebutuhan akan pengalaman dalam perkembangan anak.
2. Teori Psikologi
Teori Piaget tentang perkembangan intelektual berfokus pada dua
aspek utama dari pandangan progresif masak kanak-kanak. Pertama,
berpusat pada pengalaman anak, khususnya interaksi fisik terhadap dunia.
Kedua, perkembangan logika pemikiran anak, yang berbeda dengan orang
dewasa.
Piaget percaya bahwa dalam berkreasi dan mengembangkan
pengetahuan mereka, anak-anak harus dibatasi oleh struktur konsep yang

13
mutlak, khususnya pada matematika dan logika. Dia juga menyediakan
dukungan psikologi untuk pandangan progresif dalam pikiran anak selama
proses perkembangan dan membangun pengalaman.
3. Tradisi Progresif dalam Pendidikan
Pengaruh paling kuat dari tradisi progresif ini berada pada
pendidikan utama di Inggris. Hal ini sesuai dengan dua laporan resmi
tentang pendidikan, laporan Hadow (1931) dan laporan Plowden (1967).
Laporan hadow memberikan perkataan yang sangat berpengaruh dari tradisi
progresif dalam pendidikan. Dalam laporannya mengatakan, kurikulum
diajarkan dalam bentuk aktifitas dan pengalaman dari pada pengetahuan
yang diperoleh dan fakta yang disimpan. Tujuannya harus dikembangkan
dalam anak kekuatan dasar manusia.
Laporan Plowden merepresentasikan pandangan progresif bahwa
anak memiliki sifat yang dapat berkembang dengan lingkungan yang layak,
pengarahan diri seperti hidup mandiri dan menemukan sesuatu merupakan
hal yang penting dalam perkembangan ini, pengetahuan tidak untuk dibagi-
bagikan, kurikulum harus ditingkatkan untuk mewakili ini, dan guru harus
menjadi pengarah (guide) untuk menciptakan lingkungan dari pada sebagai
instruktor, memungkinkan anak menemukan penemuan-penemuan ketika
mereka siap.
4. Perlindungan
Faktor lain dalam tradisi progresif adalah pandangan bahwa anak
membutuhkan perlindungan dari kerasnya kehidupan sehari-hari. Faktor
yang membatasi dalam melindungi anak adalah ketidakpastian, orang tak
dikenal, miteri, kekerasan, pertanggungjawaban, ketidaksenangan dan
masalah dengan teman sebaya.
5. Pernyataan eksplisit tentang Ideologi Progresif
Pernyataan eksplisit tentang ideologi progresif dalam pendidikan
adalah sekumpulan asumsi tentang anak, pembelajaran dan pengetahuan,
yang menekankan pada rasa ingin tahu, pembelajaran aktif dan
perkembangan dari pengetahuan subyektif.

14
Anak-anak secara alami merasa penasaran dan menunjukan tingkah
laku penyelidikan. Penyelidikan aktif pada lingkungan luas dan material
baru, memfasilitasi pembelajaran anak. Bermain tidak bisa dibedakan
dengan bekerja sebagai cara utama pembelajaran masa kanak-kanak. Anak-
anak akan suka belajar jika mereka diberi saran pertimbangan dalam
pemilhan materi yang ingin mereka kerjakan dan pemilihan pertanyaan
yang mereka kejar. Anak-anak melewati tahap yang sama pada
perkembangan intelektual, setiap anak berbeda dalam hal cara, kecepatan
dan waktu yang diperlukan. Pertumbuhan dan perkembangan intelektual
didapatkna melalui pengalaman nyata. Pengetahuan adalah fungsi dari
integrasi pengalaman pribadi.
Richard memberikan pernyataan eksplisit tentang ideologi pendidik
progresif, yaitu liberal romantis, dimana dimulai dan secara konstan
kembali kepada anak ketika mengembangan prinsip pendidikan.
6. Kritik Terhadap Tradisi Sekolah Dasar
Pendidik progresif sering menentang tradisi sekolah dasar pelatih
industri. Hal ini dicirikan dengan: Mengajar masa, membaca mekanik
sepanjang kelas, buku paket yang sama setiap anak dan lain-lain.
Ideologi dari pendidik progresif telah menyebar mendukung masa
ini, terutama pada pendidikan sekolah dasar. Akibatnya kebanyakan diskusi
pada sekolah dasar mengambil referensi pada ideologi ini. Meskipun begitu,
penyebaran dukungan dari ideologi pendidik progresif bukan sekedar
indikasi dari kekuasaanya. Ini lebih merepresentasikan kebutuhan
pengesahan selama masa pengritikan.
C. Tradisi Progresif dalam Pendidikan Matematika
Ideologi pendidik progesif dalam pendidikan matematika
merupakan bahasan selama ribuan tahun yang lalu. Tiga hal yang saling
berkaitan dalam tradisi matematika yaitu, ketentuan dari lingkungan
terstruktur yang tepat dan pengalaman untuk pembelajaran matematika,
pengembangan penyelidikan sendiri dan aktif dalam matematika oleh anak,
kepedulian terhadap perasaan anak, motivasi, dan sikap serta perlindungan
dari aspek negatif.

15
Pada tahun 1953 Perhimpunan Bantuan Mengajar Matematika
dibuat dengan perhatian pada pertolongan bahan-bahan dalam pembelajaran
matematika (Cooper,1985). Kemudian menjadi Perhimpunan Pengajar
Matematika, sebuah perwakilan organisasi tentang pergerakan progresif
dalam pendidikan matematika. Pada tahuan 1956 Perhimpunan matematika
memberi laporan tentang pembelajaran matematika pada sekolah dasar
mewujudkan banyak aturan dari pendidikan progresif, mencakup sebuah
baba pada penggunaan ‘bahan mengajar’ matematika.
Pada tahun 1960-an tradisi progresif dalam matematika tersebar dan
sangat berpengaruh. Selama periode ini kekolotan progresif berkembang.
Sebuah pernyataan berpengaruh dari filosofi ini adalah dari proyek
mengajar matematika Nuffield (1965), ia mempersembahkan sebuah bab
untuk penemuan pembelajaran dan menyatakan pentingnya sikap dalam
matematika. Sikap pada matematika kebanyakan terbentuk dalam sekolah
utama dan paling mungkin dalam beberapa tahun pertama.
Pengaruh utama filosofi progresif pendidikan matematika teletak
pada guru peguruan tinggi. Perhimpunan guru peguruan tinggi dan
depertemen pendidikan menyatakan bahwa pentingnya aktivitas kreatif
matematika diantara siswa dan anak-anak. Selain itu juga memperkenalkan
istilah penyelidikan matematika untuk menjelaskan masalah terbuka-
tertutup dan penjelasan dalam matematika.
Laporan Corkcroft mendukung tradisi progresif dalam pendidikan
matematika dengan menekankan pada pemecahan masalah, praktek,
penyelidikan, diskusi dan sikap belajar matematika. Kelompok bekerja
matematika dari kurikulum nasional (Depertemen Pendidikan dan
Pengetahuan, 1987) mengumumkan paradigma, pertama terhadap
perspektif progresif dan sikap pelajar terhadap matematika, yang kedua
proses matematisasi anak-anak, dan yang ketiga pentingnya matematika.
Pendukung dari tradisi progresif dalam pendidikan matematika mencakup
pendidikan matematika dan pendidikan guru sebagai guru progresif. Tradisi
tersebut telah tumbuh pesat pada abat ini, mencakup pendidikan sekolah
utama dan lanjutan di Inggris.

16
Ideologi pendidik progresif dalam peendidikan matematika dianut di
seluruh dunia. Misalnya di Amerika Serikat pada tahun 1980-an. Dewan
Nasional Pengajar Matematika merekomendasikan bahwa fokus
matematika di sekolah adalah aktifitas penyelesaian masalah. Pokok
pembahasan aktifitas penyelesaian masalah adalah pemikiran terbuka, sikap
keingintahuan dan pemaparan proses penyelesaian masalah. Dimana guru
harus mendesain lingkungan kelas agar aktifitas penyelesaian masalah dapat
berlangsung. Dimana siswa harus aktif dalam proses pembelajaran,
penyelidikan dan penjelajahan.
D. Ideologi Pendidikan terhadap Pendidik Matematika Progresif
1. Teori Pengetahuan Matematika Sekolah
Penekanan pada ideologi ini menurut Marsh yaitu “Pengalaman,
bukanlah kurikulum... Anak, bukanlah kurikulum” (Alexander, 1984:16).
Matematika adalah sarana mengembangkan anak secara keseluruhan,
sehingga penekanan matematika sebagai sebuah bahasa, dan berada pada
kekreatifan dan sisi manusiawi dari pengalaman matematika. Proses
penyelesaian dan penyelidikan masalah matematika, seperti penyamarataan,
perkiraan, peringkasan, pelambangan, penyusunan dan pembenaran
membentuk secara lebih mencolok daripada spesifikasi muatan matematika.
Matematika hanya sebuah bagian dari keseluruhan kurikulum, sehingga
anak memastikan penggunaan ”matematika dalam kurikulum” juga bernilai
sebagai bagian dari matematika sekolah.
2. Tujuan dari Pendidikan Matematika
Tujuan matematika dari pendidik progresif adalah untuk
menyambung perkembangan dari pertumbuhan manusia secara
menyeluruh, untuk mengembangkan kreativitas anak dan pengembangan
diri dalam pengalaman pembelajaran matematika. Hal ini mencakup dua
hal, yang pertama menyelidiki diri sendiri dan orang yang tahu matematika.
Kedua, mengembangkan rasa percaya diri pada anak, sikap positif dan
mengagumi diri sendiri dengan penghargaan terhadap matematika, dan
melindungi anak dari pengalaman negatif yang mungkin merusak sikap ini.

17
3. Teori Kemampuan Matematis
Teori kemampuan matematis pendidik progresif adalah
individualisme. Pusat asumsi hal ini adalah adanya pembawaan, perbedaan
penurunan kemampuan matematika cenderung ke arah perkembangan dasar
individu yang berbeda dan sedang berlangsung. Hal ini, pada gilirannya,
cenderung ke arah perbedaan level “kesiapan” untuk perkembangan
matematika yang lebih jauh. Bagaimanapun juga, setiap kemampuan
matematis individu membutuhkan sebuah rangkaian pengalaman yang tepat
untuk benar-benar terealisasi, dalam kata lain pertumbuhan anak mungkin
melemah. Dua kekuatan yang bertentangan adalah kerja, menurunkan dari
rasa rasionalitas dan epistemologi empiris. Ada pendorong kemampuan
menurun dan bawaan tingkat pemikiran, sebaik pengaruh kuat pengalaman
dan lingkungan.
4. Teori tentang Pembelajaran Matematika
Teori yang paling ditekuni oleh pendidik progresif adalah teori
pembelajaran matematika. Hal ini melibatkan tanggapan aktif siswa
terhadap lingkungan, penyelidikan diri oleh anak, mencari hubungan dan
membuat artefak pengetahuan. Pembelajaran meliputi penyelelidikan,
penemuan, permainan, diskusi, dan kerja sama. Lingkungan dimana
pembelajaran yang ada harus kaya dan menantang, tapi harus aman,
mengembangkan pengembangan aktif, dengan anak belajar melalui
permainan, aktivitass, penyelidikan, proyek, diskusi , penjelajahan, dan
penemuan.
5. Teori tentang Pengajaran Matematika
Mengajar matematika, menurut perspektif ini, mengandung
dorongan, kemudahan, dan susunan lingkungan terstruktur secara hati-hati
dan situasi dan situasi penjelajahan. Peranan gutu terlihat untuk mengatur
lingkungan pembelajaran dan sumber pembelajaran, fasilitator
pembelajaran, dengan bimbingan tak-mengganggu dan melindungi dari
konflik, ancaman, dan sumber perasaan buruk.

18
6. Teori Sumber Daya dalam Pendidikan Matematika
Teori sumber pendidikan matematika memainkan sebuah bagian
pusat, karena pembelajaran dimengerti untuk melibatkan aktivitas. Sumber
penciptaan, pernyataan dan pembuatan diperlukan, sebgaimana lingkungan
melewati batas kelas, menghubungkan matematika dan seluruh pengalaman
anak.
7. Teori Penilaian dalam Pendidikan Matematika
Teori penilaian yaitu bahwa dasar tidak resmi atau dasar kriteria
penilaian guru terhadap penghargaan positif, dengan menghindari
kegagalan dan penjulukan kreasi anak sebagai ‘salah’. Anak-anak
dilindungi dari konflik dan sakit.
8. Teori Perbedaan Sosial dalam Pendidikan Matematika
Nilai terhubung membutuhkan perbedaan budaya dan ras untuk
membawa matematika ke dalam lingkungan budaya setiap anak.
Kedudukan ini mengakui adanya perbedaan asal budaya anak-anak dan
mencoba memanfaatkan aspek-aspek segi budaya ini dalam pengajaran
matematika. Teori perbedaan sosial adalah individual, bekerja keras untuk
menampung budaya dan perbedaan linguistik serta menemui bermacam-
macam kebutuhan seseorang, seperti yang dirasakan.
E. Kritik terhadap tujuan Pendidik Progresif
Kekuatan umum dari perspektif ini dan tujuannya adalah bahwa hal
ini menyertai alam, ketertarikan dan kebutuhan pelajar (sebagaimana yang
mereka rasakan). Tujuannya adalah untuk mengangkat derajat pelajar dalam
kepercayaan diri dalam matematika. Tujuan-tujuan ini Mementingkan
kekreatifan dalam matematika, tanpa memperhatikan keperluan.
1. Teori Pengetahuan Matematika Sekolah
Ada sebuah pertentangan dalam pandangan ini, timbul antara
pandangan kemutlakan matematika dan teori pemusatan anak dalam
matematika sekolah dan pendidikan yang diterima di sekolah. Ketika
pemusatan anak ditentang oleh pemusatan matematika, hasilnya adalah
sebuah fokus terhada pengalaman anak sebagai penentangan hubungan
dengan matematika. Jika pengalaman pelajar kemungkinan tidak

19
mengembangkan perasaan matematika, dan ciri-ciri tertentu dari
pengetahuan ini dan penyelidikan metode ini.
2. Teori tentang Pengajaran Matematika
Teori pengajaran tidaklah cukup, menekankan peranan guru. Guru
memiliki kurang lebih tiga peranan penting, dimana perspektif pendidik
progresif gagal untuk mengetahui secara cukup. Pertama, guru menengahi
antara bahan ilmu matematika dan pelajar, mencakup seleksi dan
perwakilan ilmu matematika (Peters, 1969). Kedua, guru harus memantau
pembelajaran anak dan intervensi dalam pembuatan perasaan mereka,
dengan komunikasi dua arah dan mengatur perintah pada anak, menantang
anak untuk memikirkan ulang tanggapan mereka, mengatur interaksi.
Ketiga, guru menyiapkan sebuah contoh peranan untuk anak melalui
kebiasaannya dan interaksi sosial. Pada setiap cara ini guru merupakan pusat
proses pendidikan dan, pengakuan tidak cukup diberikan pada hal ini.
3. Sikap Over-protektif
Kritikan ketiga adalah bahwa perspektif pendidik progresif bersifat
terlalu melindungi, melindungi anak dari ketidaksesuaian dan masalah
diperlukan untuk memberikan pertumbuhan intelektual. Dengan demikian
perlindungan berlebih dapat mengartikan bahwa ‘kesalahan’ anak tidaklah
sepenuhnya tepat, untuk ketakutan akan tersakiti dan kerusakan emosi.
Dengan melindungi anak dari beberapa pengalaman pandangan pendidik
progresif menghalangi teori, emosim dan pertumbuhan sosial anak.
4. Teori Masyarakat
Kritikan keempat memperhatikan ketidakcakapan teori masyarakat.
Ideologinya buta politik secara naif, menolak acuan sosial, dan
ketidaksamaan yang mengitari pendidikan, dan tentunya fokus ekslusif pada
seseorang.
5. Teori-teori Masa Anak-Anak dan Pembelajaran Matematika
Kritikan kelima adalah bahwa teori tentang masa anak-anak dan
dasar pembelajaran anak merupakan romantisasi berlebihan, tidak nyata dan
berdasarkan pada asumsi tak menantang dan teori-teori. Anak-anak
bukanlah ‘innocent savage’ maupun ‘growing flower’. Pandangan progresif

20
tentang masa anak-anak ini tidaklah cukup, untuk sifat dasar anak dan
perkembangan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh kuat penyimpangan
sosial. Romantisasi berlebihan dari ideologi pendidik progresif memperluas
lebih lanjut, mendorong ke arah perbedaan anntara kepandaian berbicara
dan praktek dalam pendidikan.

21
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Berdasarkan bab pembahasan, kesimpulan dari isi makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Unsur-unsur utama mengilhami semua aspek pendidikan matematika dalam
sebuah cluster ideologis, mengilustrasikan sebuah thesis dari buku ini,
bahwa ideologi memiliki dampak yang kuat, hampir menentukan dampak
pada pedagogis matematis.
2. Kelompok Humanis kuno menganut ideologi relatif absolut terpisah. Tujuan
Pendidikan matematika menurut kelompok ini adalah penerapan para ahli
lama pada matematika , yaitu dengan memperhatikan penyebaran ilmu
matematika , budaya dan nilai
3. Kelompok pendidik progresif menganut paham relatif absolut terhubung.
Tujuan pendidikan menurut pendidik progresif adalah untuk
memperkenalkan kesadaran diri individu dengan mendorong pertumbuhan
mereka lewat kreatifitas, ekspresi diri, pengalaman yang luas sehingga
memungkinkan mereka meraih kesuksesan

3.2. Saran
Bagi pembaca diharapkan dapat mengambil nilai-nilai positif dari
adanya perbedaan ideologi terkait pendidikan matematika, karena pada
dasarnya setiap ideologi memiliki kebaikannya tersediri. Kemudian
pembaca diharapkan mampu mempelajari ideologi lainnya yang tidak
dibahas pada makalah ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ernest, Paul. 1991. The Phylosophy of Mathematics Education. British L i b r a r y


Catalouging in Publication Data .

23

Anda mungkin juga menyukai