Anda di halaman 1dari 14

KRITIK BUKU PAUL ERNEST

THE PHILOSOPHY OF MATHEMATICS EDUCATION

BAB 1 & 2

NAMA : SUPARLI SUARDI

NIM : 1309819001

PROGRAM STUDI PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019

1
BAB I
Sebuah Kritik Filsafat Matematika Absolut
1. Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang filsafat yang bertujuan untuk
menggambarkan dan menjelaskan sifat dasar matematika. Hal ini menimbulkan
pertanyaan seperti : Apa dasar dari pengetahuan matematika? Apa yang mendasari
kebenaran matematika? Apa yang menjadi ciri khas dari kebenaran matematika?
Apa yang menjadi pertimbangan dari pernyataan matematika? Mengapa
kebenaran matematika dianggap sebagai kebenaran yang mendasar?
Kritik : Pada paragraf di atas ada beberapa petanyaan yang muncul,
namun tidak ada penjelasan tentang jawaban dari pertanyaan tersebut. Menurut
saya alangkah baik nya diberikan sedikit paparan jawaban, agar pembaca
mendapat pandangan bagaimana sifat dasar matemematika itu.
Pendekatan yang diambil dalam epistemologi adalah mengasumsikan
pengetahuan yang mewakili dari serangkaian dalil, bersama dengan serangkaian
prosedur untuk membuktikannya atau memberikan bukti untuk pernyataan
mereka. Berdasarkan hal tersebut, pengetahuan matematika terdiri dari
serangkaian teorema beserta pembuktiannya. Awalnya bukti-bukti matematika
hanya berdasarkan pemikiran saja, tanpa bantuan data empiris, pengetahuan
matematika dipahami sebagai pengetahuan yang paling penting dari semua
pengetahuan. Secara tradisional filsafat matematika berfungsi menyediakan dasar-
dasar dari kepastian pengetahuan matematika. Artinya, menyediakan sebuah
sistem dimana dalam pengetahuan matematika dapat ditampilkan untuk
membangun kebenaran dengan sistematis. Hal ini tergantung pada asumsi yang
diambil baik secara luas, implisit maupun eksplisit.
Peran filsafat matematika adalah untuk menyediakan sistematis dan
landasan yang benar-benar aman untuk pengetahuan matematika, yaitu untuk
kebenaran matematika.
Anggapan ini adalah pondasi dasar doktrin bahwa filsafat matematika
berfungsi untuk memberikan landasan tertentu dalam pengetahuan matematika.
Dasar pandangan absolut terikat dengan pengetahuan matematika, sehingga
filsafat matematika menjadi pusat kebenaran.

2
2. Sifat Dasar Pengetahuan Matematika
Pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan apriori dan
pengetahuan aposteriori (empirical). Pengetahuan  apriori memuat proposisi yang
didasarkan atas penalaran, tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia.
Penalaran di sini memuat penggunaan logika deduktif dan makna dari istilah-
istilah, secara tipikal dapat ditemukan dalam definisi.. Sedangkan pengetahuan
aposteriori memuat proposi yang didasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan
observasi dunia (Woozley, 1949).
Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori,
karena terdiri dari proposisi menegaskan atas dasar alasan saja. Alasan mencakup
logika deduktif dan definisi yang digunakan, dalam hubungannya dengan
seperangkat asumsi matematika aksioma atau postulat, sebagai dasar untuk
menyimpulkan pengetahuan matematika. Dengan demikian, dasar pengetahuan
matematika, yang merupakan alasan untuk menyatakan kebenaran proposisi
matematika, terdiri dari bukti deduktif. Bukti dari proposisi matematika adalah
urutan terbatas pernyataan berakhir dalam proposisi, yang memenuhi properti
berikut.
Asumsi logis, yaitu aturan inferensi (bagian dari bukti keseluruhan teori)
dan sintaks logis, diasumsikan sebagai bagian dari logika yang mendasari, dan
bagian dari mekanisme yang diperlukan untuk aplikasi alasan. Jadi logika
diasumsikan sebagai landasan bermasalah untuk pembenaran pengetahuan.
Secara umum, pengetahuan matematika terdiri dari pernyataan yang
dijaustifikasi oleh bukti-bukti, yang yang tergantung pada aksioma matematika
(dan suatu logika yang mendasar).
3. Pandangan Absolut tentang Pengetahuan Matematika
Pandangan Absolut tentang Pengetahuan Matematika adalah bahwa
pandangan tersebut terdiri dari kebenaran yang pasti dan tidak dapat ditantang.
Menurut pandangan ini, pengetahuan matematika dibentuk dari kebenaran
absolut, dan mewakili kenyataan pengetahuan khusus yang unik, terlepas dari
logika dan pernyataan, yang benar berdasarkan makna istilah, seperti 'Semua
bujangan belum menikah '.

3
Banyak filsuf, baik modern dan tradisional, memiliki pandangan absolut
dari pengetahuan matematika. Kebanaran logika dan matematika berupa proposisi
analitis atau tautologi.
Kepastian dari suatu proposisi utama tergantung pada fakta bahwa mereka
tautologi. Sebuah proposisi [merupakan] suatu tautologi jika proposisi tersebut
bersifat analisis. Suatu proposisi bersifat analitis jika proposisi itu benar dalam hal
makna dari simbol-simbol konstituent, dan tidak dapat dikonfirmasikan atau
ditolak dengan fakta apapun dari pengalaman. (Ayer, 1946 halaman 72, 77 dan 16
secara berurutan)
Pandangan absolut tentang pengetahuan matematika berdasarkan pada dua
tipe asumsi : asumsi-asumsi matematika, berkenaan dengan asumsi aksioma, dan
definisi, dan asumsi-asumsi tentang logika berkenaan dengan asumsi aksioma,
rumus-rumus pengambilan kesimpulan dan  bahasa formal serta sintaknya.
Untuk menggali sifat dasar pengetahuan matematika dan membangun
kepastiannya, tiga paham utama dikenal sebagai logikaisme, formalisme dan
konstruktivisme.
a) Logikaisme
Ada dua klaim dalam paham logikaisme :
Seluruh konsep matematika  pada akhirnya dapat dikurangi menjadi
konsep-konsep logika, dengan syarat bahwa konsep-konsep tersebut diambil
untuk untuk memasukkan konsep teori set atau beberapa sistem dengan pangkat
yang sama, seperti Rusell’s Theory of Types.
Seluruh kebenaran matematika. Dapat dibuktikan  dari aksioma-aksioma
dan hanya dari aturan-aturan penarikan kesimpulan terhadap logika.
b) Formalisme
Klaim formalisme meliputi dua hal :
Matematika murni dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak
terinterpretasikan, yang di dalamnya kebenaran matematika diwakilkan oleh
teorema formal. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemonstrasikan dalam
bentuk kebebasan mereka dari ketidakkonsistennya, dengan alat meta-matematika.

4
c) Konstruktivesme
Intuisiisme mewakili filosofi matematika konstruktif yang diformulasika
secara penuh. Dua klaim instiuisi terpisah dapat dibedakan menjadi teori positif
dan teori negatif.
Positif teori adalah efek bahwa cara mengkonstruksi matematika  dan
operasi logika merupakan suatu teori yang koheren dan logis., bahwa matematika
intuisi membentuk suatu teori yang jelas dan dapat dimengerti. Teori negatif
adalah efek bahwa cara klasik mengkonstruksi ide matematika dan operasi logis
itu tidak koheren dan tidak sah, bahwa matematik klasik,sementara mengandung,
dalam bentuk distorsi, sebagian besar valuenya, adalah seperti tesis tersebut tetap
tidak sah. (Dummett, 1977, halaman 360)
Dalam wilayah yang terbatas dimana ada baik bukti klasik maupun bukti-
bukti konstruktif, bukti konstruktif sering lebih disenangi karena lebih informatif.
Sementara bukti keberadaan klasik mungkin mmenyatakan arti pentingnya
keberadaan, bukti keberdaan konstruktif menunjukkan bagaimana untuk
mengkstruksi  objek matematika yang keberadaannya dipaksakan. Hal ini
memberikan kekuatan pada tesis positif, dari pandangan matematika. Namun
demikian , tesis negatif jauh lebih problematis, karena tesis ini tidak hanya gagal
untuk mencakup bentuk substansi dari matematika klasik non- konstruktif., tetapi
juga menolak validitasnya

4. Kekeliruan pada Absolutisme.


Kita telah melihat bahwa sejumlah filosofi matematika absolut telah gagal
untuk membangun arti pentingnya pengetahuan matematika. Masing-masing dari
ketiga faham pikiran : logisme, formalisme, dan intuisiisme (bentuk
konstruktivisme yang dikabarkan paling jelas) mencoba untuk memberikan suatu 
pondasi yang kuat untuk kebenaran matematika, dengan mengambilnya bukti
matematika dari suatu realita kebenaran walaupun terbatas. Untuk tiap-tiap kasus
ada dasar yang akan menjadi kebenaran absolut. Masing-masing paham memakai
logika deduktif untuk menyatakan kebenaran dari teorema matematika dari dasar
asumsi mereka. Konsekuensinya ketiga paham pikiran ini gagal untuk
membangun kepastian yang absolut dari kebenaran matematika. Karena logika

5
deduktif hanya meneruskan kebenaran dan kesimpulan dari suatu bukti logis
secara pasti dari pemis paling lemah.
5. Tanggapan Fallibilist tentang Absolutisme.
Falibilisme adalah doktrin filosofis yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan bisa salah. Beberapa fasibilis bahkan berkata bahwa kepastian
mutlak pengetahuan itu tidak mungkin. Doktrin ini biasanya dikaitkan
dengan Charles Sanders Peirce, John Dewey, dan pragmatis lainnya, tetapi
gagasan semacam ini sudah dapat ditemui dalam pandangan-pandangan filsuf
kuno seperti Xenophanes, Socrates, dan Plato.
Butki dan kebenaran matematika terletak pada logika dan deduksi. Tetapi
logika itu sendiri kekurangan fondasi yang pasti. Kebenaran dan bukti tersebut
terletak  pada asumsi yang tidak dapat diperkecil lagi. Dengan demikian
ketergantungan pada deduksi logis menambah seperangkat asumsi yang pada
asumsi tersebut terletak kebenaran matematika, dan ini  semua tidak dapat
dinetralkan oleh strategi the ‘if-thenist’ itu sendiri.
Kita tidak dapat mengetahui bahwa sistem matematika yang paling
sederhana itu terjamin, dan kemungkinan  kesalahan dan inkonsistensi harus
selalu ada, Kepercayaan terhadap keamanan matematika harus didasarkan pada
fondasi empiris atau pada keyakinan.

6. Pandangan Fallibilist.
Pandangan absolut tentang pengetahuan matematika telah menjadi
persoalan pokok pada suatu kritik yang tidak dapat dibantah. Penolakannya
membawa kepada penerimaan pandangan fallibilist dari pengetahuan matematika.
Hal ini merupakan pandangan bahwa kebenaran matematika dapat berbuat salah
dan dapat dibenarkan.  Dan tidak akan dapat dianggap sebagai diluar revisi dan
koreksi. Teori fallibilist mempunyai dua bentuk ekuivalent, satu bentuk positif
dan satu bentuk negatif. Bentuk negatif berhubungan dengan penolakan
absolutisme: pengetahuan matematika bukanlah kebenaran absolut, dan tidak
mempunyai validitas absolut. Bentuk positif adalah bahwa pengetahuan
matematika dapat dibenarkan dan terbuka untuk revisi. Dalam seksi ini Ernest
berharap  dapat mendemonstrasikan bahwa support bagi pandangan fallibilist,

6
dalam satu bentuk atau bentuk yang lainnya, jauh lebih luas daripada yang
mungkin telah diperkirakan.

7
BAB II
Rekonseptualisasi Filsafat Matematika
A. Wilayah Filsafat Matematika
Ada dua sudut pandang filsafat didalam melihat sudut pandang wilayah
matematika, yakni: absolutis dan fallibilis. Absolutis adalah pandangan bahwa
kebenaran nilai atau realitas secara obyektif nyata, final dan abadi falibilis adalah
doktrin filosofis yang menyatakan bahwa semua pengetahuan bisa salah.
Berdasarkan dua sudut pandang tersebut Ada tiga hal yang dianggap penting
tentang wilayah filsafat matematika dan pendidikan, yakni :
Pertama, ada perbedaan antara pengetahuan sebagai produk akhir yang
sebagian besar diwujudkan dalam bentuk dalil-dalil dengan kegiatan memahami
atau kegiatan mencari pengetahuan. Yang terakhir berhubungan dengan asal-usul
pengetahuan dan dengan keterlibatan manusia dalam penciptaannya. Pandangan
absolutis terfokus pada yang pertama yaitu produk akhir yang sudah selesai dan
dasar-dasar kebenarannya. Pandangan filsafat absolutis tidak hanya terfokus pada
pengetahuan sebagai produk objektif, mereka sering menolak keabsahan filsafats
terkait dengan asal usul pengetahuan dan lebih suka memasukan wilayah itu
kedalam wilayah ilmu psikologi dan ilmu social. Kecuali aliran konstruktifisme
yang mengakui elemen mencoba mencari tahu dalam bentuk yang telah ada.
Pandangan fallibilis terkait dengan hakikat matematika, dengan mencari tahu atau
memahami kesalahan dalam matematika, tidak dapat terlepas dari pemikiran
untuk menggantikan teori dan mengembangkan pengetahuan. Pada intinya
pandangan seperti ini sangat berhubungan dengan konteks penciptaan
pengetahuan dan asal-usul sejarah matematika, jika pandangan ini bisa dikatakan
mampu memberikan gambaran dan penjelasan yang baik tentang matematika
secara utuh.
Kedua, ada perbedaan antara matematika sebagai pengetahuan yang
berdiri sendiri dan bebas nilai dengan matematika sebagai sesuatu yang
berhubungan dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jaringan ilmu
pengetahuan manusia. Absolutis matematika menyebutnya sebagai status unik
dengan mengatakan bahwa matematika adalah satu-satunya ilmu pengetahuan
yang didasarkan pada pembuktian-pembuktian yang kuat. Kondisi ini disertai

8
dengan penolakan pandangan internalis terkait dengan relefansi sejarah atau asal-
usul atau konteks manusia, semakin menguatkan batas bahwa matematika adalah
diisplin yang terpisah dan berdiri seendiri. Fallibilis memasukan lebih banyak hal
didalam wilayah filsafat matematika. Karena matematika dipandang tidak
absolute, maka matematika tidak dapat secara sah dipisahkan dari ilmu
pengetahuan empiris (dan oleh karena itu tidak absolut) pengetahuan fisik dan
ilmu lainnya. Karena aliran fallibilism masuk kedalam wilayah asal usul
(terciptanya) pengetahuan matematika dan juga produknya, maka matematika
dipandang sebagai bagian yang menyatu dengan sejarah dan kehidupan manusia.
Ketiga, perbedaan ini memisahkan pandangan matematika sebagai ilmu
yang objektif dan bebas nilai karena hanya terfokus pada logika internalnya
sendiri, dengan memandang matematika sebagai bagian yang menyatu dengan
budaya manusia dan oleh karena itu dipengaruhi oleh nilai-nilai manusia seperti
halnya wilayah dan pengetahuan lainnya. Pandangan filsafat absolutis dengan
fokus internalnya, memandang matematika sebagai ilmu yang objektif dan
terlepas dari moral dan nilai- nilai manusia. Pandangan fallibilis sebaliknya
menghubungkan matematika dengan ilmu pengetahuan lainnya berlandaskan pada
sejarah dan asal-usul sosialnya. Oleh Karena itu falliblis memandang matematika
memiliki nilai- nilai lainnya seperti nilai moral dan social yang memiliki peran
penting dalam pengembangan dan penerapan matematika. Kriteria filsafat
matematika seharusnya menguraikan:
1. Pengetahuan matematika: hakikat, nilai kebenaran dan asal usul.
2. Objek matematika: hakikat dan keaslian.
3. Penerapan matematika: keefektifannya terhadap sains, teknologi dan wilayah
lain.
4. Praktek matematika: aktifitas ahli matematika baik di waktu sekarang atau
di waktu lampau.

B. Aliran-Aliran Filsafat
Absolutis
Dalam bab sebelumnya kami memandang pengikut aliran logis, formalis
dan intusionis adalah pengikut aliran absolutis. Kami telah memberikan contoh

9
kegagalan pemikiran aliran ini dan kami juga telah membuktikan ketaktepatan
aliran absolutis untuk filsafat matematika. Berdasarkan pada kriteria diatas, kami
dapat memberikan kritik lebih jauh terkait dengan ketidaksesuaian aliran ini
sebagai filsafat matematika.
Kritik : Pada paragraf di atas tertulis kalimat bahwa “kami dapat
memberikan kritik lebih jauh”. Kalimat itu membuat pembaca jadi bingung apa
yang menjadi kritikan, dan dimana penjelasan kritik dari aliran tersebut.
Absolutis Progresif
Meskipun berbagai macam absolutisme telah dikelompokan dan menjadi
objek kritik bersama, ada bentuk-bentuk absolutisme yang berbeda dalam
matematika. Menyamakannya dengan filsafat sains, Confrey (1981) memisahkan
absolute formal dengan absolute progresif dalam filsafat matematika. Absolutis
progresif yang lebih memandang (dari sudut padang aliran absolutis) matematika
sebagai akibat dari upaya manusia untuk mencari kebenaran dari pada hasilnya.
Filsafat absolut progresif:
1. Menerima penciptaan dan perubahan teori-teori aksiomatis (yang
kebenarannya hampir dianggap mutlak)
2. Mengakui bahwa keberadaan matematika formal karena intuisi
matematika diperlukan sebagai dasar dari penciptaan teori
3. Mengakui aktifitas manusia dan akibatnya dalam penciptaan pengetahuan
dan teori-teori baru.
Kritik : Yang menjadi pertanyaan saya adalah kenapa terdapat
kontradiksi antara penjelasan absolut progresif dan 3 point tentang filsafat
absolut progresif. Penjelasan absolut progresif adalah upaya manusia untuk
mencari kebenaran, sementara di 3 point itu sekedar menerima dan mengakui
teori-teori pengetahuan. Akibat kontradiksi ini nantinya akan menimbulkan
kebingungan para pembaca.

Intusionisme dan filsafat absolutis progresif secara umum


memenuhi kriteria dibandingkan dengan filsafat absolut formal, meskipun
secara keseluruhan tetap memberikan penentangan karena aliran ini
memberikan ruang, meskipun terbatas, untuk para ahli matematika yang

10
beraktivitas (Kriteria 4). Mereka memandang elemen manusia, meskipun
dalam bentuknya yang unik, memiliki tempat dalam matematika informal.
Harus diakui bahwa aliran ini memenuhi sebagian kriteria.
Kritik : Pembaca tidak dapat mengetahui apa isi dari kriteria 4 karena
tidak ada penjelasan yang terkait dengan itu. Sehingga pembaca akan merasa
kesulitan dalam memahami aliran ini.

Platonisme
Platonisme adalah pandangan bahwa objek matematika memiliki
eksistensi objektif yang nyata dalam beberapa wilayah ideal. Penganut aliran
Platonis berpendapat bahwa objek dan struktur matematika memiliki eksistensi
nyata yang terpisah dari kemanusiaan dan oleh karena itu matematika adalah
proses untuk menemukan hubungan yang ada dibaliknya. Menurut penganut
aliran Platonis pengetahuan matematika terdiri dari penjelasan objek-objek dan
hubungan dengan struktur yang menghubungkan mereka. Disamping hal yang
menarik seperti itu, platonisme memiliki dua kelemahan penting. Pertama, aliran
ini tidak mampu menawarkan penjelasan yang tepat terkait dengan bagaimana ahli
matematika memperoleh akses kedalam pengetahuan yang ada dalam wilayah
platonic. Kedua, aliran ini tidak mampu memberikan deskripsi yang tepat untuk
matematika baik secara internal atau eksternal. Karena aliran ini tidak dapat
memenuhi persyaratan diatas, platonisme ditolak sebagai filsafat matematika.
Kritik : Pada penjelasan aliran di atas saya sebagai pembaca belum
memahami maksud dari aliran tersebut, sehingga menimbulkan
pertanyaan:Objek dan struktur matematika yang bagaimanakah yang terpisah
dari kemanusian?apa contohnya?
Konvensionalisme
Pandangan pengikut aliran konvensionalis menyebutkan bahwa
pengetahuan matematika dan kebenaran didasarkan pada konvensi(kesepakatan)
linguistik. Atau lebih jauh kebenaran logika dan matematika memiliki sifat
analitis, benar karena ada hubungan nilai dari makna istilah yang digunakan.
Filasafat matematika konvensionalis telah dikritik oleh penulis sebelumnya
dengan dua alasan. Pertama, dikatakan disini bahwa aliran ini tidak banyak

11
memberikan informasi. Terlepas dari penjelasan tentang sifat social matematika,
konvensionalisme hanya memberikan sedikit informasi. Kedua, penolakan dari
Quine. Penolakan Quine tidak memiliki alasan kuat karena penolakan itu tidak
dapat dikenakan pada bahasa asli dan dikenakan pada peran pembatas pada
konvensi umum. Sebaliknya dia benar dengan mengatakan bahwa kita tidak akan
menemukan semua kebenaran matematika dan logika yang dikemukakan secara
literal seperti aturan dan konvensi linguistik. Meskipun Quine mengkritik
konvensionalisme terkait dengan logika, dia memandang aliran ini memiliki
potensi menjadi filsafat matematika yang sedikit berbeda.
Empirisme
Pandangan empiris tentang pengetahuan matematika (“empirisme naif”
untuk membedakannya dengan “empirisme kuasi”nya Lakatos) menyebutkan
bahwa kebenaran matematika adalah generalisasi empirik (pengamatan). Kami
membedakan dua tesis empiris: (i) konsep matematika memiliki asal usul empirik
dan (ii) kebenaran matematika memiliki dasar kebenaran empirik maka diambil
dari dunia nyata. Tesis pertama tidak dapat disangkal dan telah diterima oleh
sebagian besar filsuf matematika (sehingga banyak konsep tidak terbentuk secara
langsung dari pengamatan tetapi terdefinisi karena adanya konsep lain yang
menyebabkan terbentuknya konsep dari pengamatan melalui serangkaian
definisi). Tesis yang kedua ditolak oleh semua pihak kecuali penganut aliran
empiris karena arahnya yang mengarah ke ketidakjelasan. Penolakan pertama
beralasan bahwa sebagian besar ilmu matematika diterima dengan dasar alasan
teoritis dan bukan empiris.
Empirisme Kuasi
Aliran ini memandang matematika sebagai apa yang ahli matematika
lakukan dan dengan semua kekurangan yang melekat pada aktifitas atau ciptaan
manusia. Empirisme kuasi menampilkan “arah baru dalam filsafat matematika”
Berikut ini adalah sketsa awal dari pemikiran empirisme kuasi. Matematika
adalah sebuah dialog diantara orang-orang yang mencoba menyelesaikan
persoalan matematika. Ahli matematika tidak bisa lepas dari kesalahan dan
produk mereka termasuk konsep dan pembuktian tidak dapat dianggap produk
akhir atau sempurna tetapi masih membutuhkan negosiasi kembali sebagai standar

12
perubahan yang harus dilakukan dengan teliti atau sebagai tantangan baru atau
makna yang muncul. Sebagai aktifitas manusia, matematika tidak dapat
dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari sejarah dan aplikasinya kedalam
sains dan ilmu lainnya. Empirisme kuasi menampilkan “kembangkitan kembali
empirisme dalam filsafat matematika terkini” (Lakatos, 1967).

Kritik: Dari beberapa aliran di atas kurang melengkapi perumpamaan ke


dalam bentuk matematika sehingga belum jelas tersampaikan maksud dari aliran
tersebut.
Berdasarkan pemahaman saya terhadap aliran-aliran di atas terdapat
banyak kegagalan yang terjadi. Apakah dengan kegagalan itu menjadikan aliran-
aliran ini tidak lagi di pandang sebagai pengetahuan matematika atau
bagaimana? dan aliran apa yang menjadi pegangan dan pandangan yang bagus
digunakan bagi kami para pelaku pembelajaran?.

C. Kriteria Cukup dan Empirisme Kuasi


Empirisme kuasi menawarkan penjelasan sebagian tentang pengetahuan
matematika serta asal usul dan dasar kebenarannya. Dalam hal ini Lakatos
menawarkan penjelasan yang lebih luas dibandingkan dengan filsafat matematika
lainnya yang telah kita bahas, jauh melebihi wilayah mereka. Lakatos
menjelaskan pengetahuan matematika sebagai hipotetis- deduktif dan empirik-
kuasi dan memiliki kesamaan dengan filsafat sains- nya Popper (1979). Dia
menjelaskan kesalahan dalam pengetahuan matematika dan memberikan teori
tentang asal-usul pengetahuan matematika. Penjelasan ini mencakup praktek
matematika dan sejarahnya juga.
Karena teori Lakatos untuk asal usul matematika memiliki banyak kesamaan
dengan sains, keberhasilan penerapan matematika dapat disamakan dengan sains
dan teknologi. Memberikan penjelasan tentang matematika terapan akan menjadi
kekuatan terutama untuk menghadapi pengabaian yang ditunjukan oleh filsafat
matematika lainnya (Korbner 1960). Yang terakhir, kekuatan penting dari filsafat
matematika Lakatos adalah bahwa filsafat ini tidak preskriptif (menekankan
penerapan metode atau aturan) tetapi deskriptif (memberikan penjelasan) dan

13
cenderung memberikan gambaran tentang matematika seperti apa adanya dan
bukan seperti apa yang harus dipraktekan dengan menggunakan matematika.
Terkait dengan kriteria sebelumnya, empirisme kuasi memenuhi kriteria
pengetahuan matematika (i), aplikasi (iii) dan praktek (iv).
Empirisme kuasi dapat dikritik berdasarkan pada beberapa alasan. Pertama, tidak
ada penjelasan tentang kepastian kebenaran matematika. Kedua, Lakatos tidak
menguraikan hakikat dari objek-objek matematika atau asal-usul objek-objek
tersebut. Ketiga,Lakatos tidak memberikan penjelasan tentang hakikat atau
keberhasilan aplikasi matematika atau keefektifannya dalam sains, teknologi dan
di wilayah lain. Keempat, Lakatos tidak begitu mengembangkan untuk membawa
sejarah matematika kedalam inti dari filsafat matematikanya. Kelima, Lakatos
tidak dapat memberikan dasar kebenaran untuk memasukan tesis sejarah empiris
kedalam pendekatan filsafat analitis dengan menggunakan pijakan yang sama
dengan metodologi logis. Keenam, filsafat matematika empiris-kuasi Lakatos
memberikan alasan yang diperlukan tetapi tidak cukup banyak untuk
mengembangkan pengetahuan matematis. Ketujuh, tidak ada eksposisi sistematis
dari empirisme kuasi yang dijelaskan secara detail ntuk membantah penolakan
terhadap dia. Publikasi Lakatos tentang filsafat matematika berisi studi kasus
historis dan tulisan polemik.

Kritik umum pada bab 1 & 2 :


- Penyajian redaksi kata yang cukup rumit untuk di pahami.
- Tidak menjabarkan secara detail pada saat menghubungkan ke pendapat
para ahli.

14

Anda mungkin juga menyukai