Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS KRITIK

HIRARKI DALAM MATEMATIKA, BELAJAR, KEMAMPUAN DAN


MASYARAKAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu: Dr. Lukman El Hakim, M.Pd./ Tian Abdul Aziz, Ph.D.

Disusun Oleh:
Bambang Faedoni 1309819007

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
HIRARKI DALAM MATEMATIKA, BELAJAR, KEMAMPUAN DAN
MASYARAKAT

1. Hirarki dalam Matematika


a. Apakah Matematika memiliki strukktur Hirarki yang unik?
Kita memiliki dua sub pertanyaa. Apakah struktur hirarki keseluruhan pengetahuan
matematika itu ada? dan jika demikian, apakah ini unik dan tetap hirarki?
Hirarki dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan matematika
dengan struktur keseluruhan. Apakah itu sebuah struktur aksiomatik, berdasarkan
aksioma dan aturan inferensi. Atau struktur definisi, berdasarkan syarat mendasar dan
ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut, maka sebuah hirarki didefinisikan, sebagai
berikut. Hirarki yang mendasar (aksioma dan syarat dasar) mulai dari level terendah
(nol). lambang E lain dalam struktur, bisa ditentukan oleh n jumlah minimum aturan
yang ada. (aturan inferensi atau definisi) dari suatu ekspresi tingkat 0. n menunjukan
tingkatan E dalam hierarki. Maka setiap lambang menunjukan tingkatan khusus dalam
hirarki. Setiap cabang dalam ilmu matematika mengembangkan bentuk hirarkis yang
merupakan sistem matematis tunggal atau terstruktur, yang dapat disimpulkan atau
didefinisikan. Kesimpulan adalah yang paling tepat digunakan sebagai pertimbangan,
karena mencerminkan adanya hubungan antara posisi mathematical dan formula,
menyediakan struktur teori deduktif aksiomatik.
Menggunakan perbedaan antara tingkat wacana formal, informal dan sosial dari
matematika, kita melihat bahwa untuk sebuah teori matematika yang tepat formal,
hirarki dapat didefinisikan. Untuk penyelidikan bidang matematika informal, ini tidak
dapat dibuat. untuk secara aksiomatik mungkin tidak sepenuhnya ditentukan, dan
hubungan yang logis antara proposisi matematika informal mungkin tidak meyakinkan
bentuknya. Sehingga dalam hal berikut kita akan fokus pada teori matematika formal,
yang siap untuk formalisasi.
Sekarang siap untuk mempertimbangkan pertanyaan kedua. Pertama, apakah
struktur hirarki keseluruhan pengetahuan matematika ada? Kita telah melihat bahwa

1
untuk teori matematika formal, dengan serangkaian aksioma, terdapat struktur hirarkis.
Ketika pilihan aksioma ditetapkan, bersamaan dengan spesifikasi dari aturan inferensi
dan bahasa berdasarkan latar belakang formal, maka hal ini dapat digunakan untuk
menentukan teori matematika hirarkis. Bagaimanapun juga, matematika dibentuk oleh
beberapa teori yang berbeda, dan setiap teori memiliki aksioma yang berbeda.
Beberapa aksioma dari teori himpunan memiliki sejumlah aksioma sangat berbeda
seperti teori himpunan Zermelo-Fraenkel (kneebone 1963). Selain ini, banyak ahli
matematika lebih mengembangkan teori himpunan aksiomatik. Mereka belajar dengan
menambahkan aksioma lanjutan.
Akibatnya, tidak ada struktur keseluruhan matematika formal, karena terdiri
dari segudang teori yang berbeda dan perumusan teori, masing-masing adalah memiliki
struktur hirarki tersendiri. Selanjutnya, hampir setiap salah satu teori aksioma tidak
lengkap, menurut teorema Godel (1931). Demikian, ada kebenaran teori yang tidak
memiliki tempat dalam hirarki deduktif. Pada bab sebelumnya disebutkan bahwa
beberapa ahli besar matematika abad ini untuk mengembangkan pengetahuan pada
sistem dasar tunggal apakah masuk akal, formalis, atau memiliki intuisi, namun semua
gagal. Demikian hasil meta-matematika memaksa kita untuk mengakui matematika
yang terdiri dari aneka ragam teori yang berbeda, bahwa tidak bisa direduksi menjadi
suatu sistem tunggal, dan bahwa tidak satupun yang dapat menangkap semua
kebenaran bahkan dalam keterbatasan.
Mengikuti pertanyaan mengenai keberadaan hirarki matematika secara
keseluruhan harus dijawab dalam negatif. Ini tidak bisa ditarik kembali. Namun demi
keadilan kita juga harus mempertimbangkan pertanyaan yang lemah. Apakah struktur
informal yang besar dan komprehensif matematika ada? bahkan jika itu gagal untuk
memenuhi kriteria yang sangat dibutuhkan untuk memberikan struktur ambigu untuk
matematika? struktur seperti itu dapat ditemukan dalam elemen-elemen Bourbaki.
Bourbaki memberikan sistematika susunan angka, dimulai dengan teori himpunan, dan
mengembangkan satu demi satu teori utama murni, matematika struktural, meskipun
struktur Bourbaki belum bisa disebut lengkap, karena struktur ini menghilangkan aspek

2
hitungan itu merupakan suatu masalah informal sebagian besar ahli matematika,
apakah ini memberikan banyak jawaban penguatan atas pertanyaan yang lemah? jika
kita mengakui hal itu, maka peringatan berikut ini harus diingat:
1. Sebagian besar pengetahuan matematika dihilangkan.
2. Sistem yang tidak dapat didefinisikan secara formal dengan cukup baik
sehingga memungkinkan hierarki pasti matematika untuk mendapatkan hasil.
3. Seluruh sistem bergantung pada asumsi teori himpunan klasik sebagai dasar
matematika.
4. Seluruh sistem adalah ikatan budaya, mencerminkan strukturalisme
pertengahan abad kedua puluh.
Melanjutkan pertanyaan kedua, seluruh sistem adalah ikatan budaya,
mencerminkan strukturalisme pertengahan abad kedua puluh. Dengan asumsi bahwa
ada struktur keseluruhan untuk pengetahuan matematika itu struktur unik dan tetap
yang hirarki dapatkah dirumuskan? Pertanyaan ini juga memiliki dua bagian, yang
pertama adalah berkaitan dengan keunikan struktur matematika. Yang kedua
menyangkut pengertian dari hirarki yang tepat dalam hal struktur ini. Kita telah melihat
bahwa kedua bagian ini tidak bisa dipisahkan. bahkan jika struktur yang disediakan
oleh Bourbaki ini diakui unik, itu adalah informal dan karena itu tidak cukup untuk
definisi tepat hirarki. sehingga dalam pengertian yang benar. kita sudah bisa
menyatakan bahwa tidak ada hirarki unik untuk matematika.
Sekarang kita beralih pada keunikan matematika, keunikan ini terlihat dari
ketergantungan pada kesepakatan mengenai dasar matematika. Bourbaki mempunyai
asumsi tentang dasar-dasar dari teori himpunan dengan menghilangkan perbedaan
antara teori-teori yang tidak sama, akan dapat mengatur sebuah teori. sehingga
memberikan landasan yang unik, universal untuk matematika? Pertanyaan ini harus
dijawab dalam bahasa negatif. Kita dapat melihat tuntutan para foundationist bahwa
matematika diam di atas dasar yang unik. Sedikitnya dua alternatif mengenai landasan
teori himpunan matematika ada. Pertama-tama, teori kategori dapat memberikan
landasan alternatif matematika, menggantikan teori himpunan (Lawvere 1966). Klaim

3
ini belum sepenuhnya dibenarkan, tetapi tetap merupakan tantangan bagi keunikan
ketetapan teori dasar. Memang ada cabang dari kategori yang baik logika intuitionistic
dan klasik dapat dikurangi (Bell, 1981). Sejak teori himpunan aksiomatik adalah logika
yangg dapat dinyatakan dalam urutan pertama klasik, dapat dikurangi menjadi teori
kategori.
Yang kedua, para intuisionis mengembangkan dasar-masar untuk matematika.
Meskipun tidak semua matematika classic. yang dapat dinyatakan dalam hal dasar ini,
banyak program intuisionis telah terealisasi untuk analisis (Bishop:1967) dan yang
lainnya. Selanjutnya, logika matematika kombinatorial intuitionistic menampung,
tidak seperti dasar pembentukan teori matematika klasik. Sehingga atas dasar dua
argumen ini, klaim bahwa ada struktur yang unik untuk matematika ditolak.
Pada kenyataannya, sejarah matematika mengajarkan kita pelajaran yang
berlawanan. Seluruh perubahan matematika melalui restrukturisasi mendasar dari teori
konsep matematika, dan pengetahuan (Lakatos: 1976). Jadi meskipun struktur
memainkan pusat pengorganisasian pengetahuan matematika, mereka adalah beberapa
struktur yang membentuk, menyatu, dan mengalami perubahan selama ini. Tidak ada
alasan untuk mengasumsikan bahwa proses ini akan pernah berhenti, atau untuk
mengasumsikan bahwa teori alternatif dan reformulasi akan pernah habis. Pandangan
seperti itu merupakan inti dari pembentukan sosial, dan filsafat lainnya yang mengakui
matematika dasar sebagai historisnya.

Dengan membantah klaim bahwa matematika memiliki struktur hierarchycal unik,


perhatian telah dibatasi dengan logis, yaitu struktur deduktif teori matematika. Seperti
yang kita lihat hierarki dapat didefinisikan pada cara-cara lain, terutama, sebagai
hirarki istilah dan definisi. sementara ini tidak terlalu signifikan dalam matematika
sebagai struktur deduktif, argumen yang sama dapat dialihkan. untuk struktur deduktif
teori apapun disertai dengan hirarki definisi, dan hampir banyak struktur definisi yang
deduktif. Dengan demikian tidak ada hirarki unik dari definisi.

4
Apakah komponen pendidikan adalah diskrit?
Ada asumsi lebih lanjut tentang sifat dan struktur pengetahuan matematika yang layak
diperikasa karena pendidikan dari luar. Ini adalah asumsi bahwa matematika dapat
menjadi komponen-komponen pengetahuan Analisa diskrit. Jumlah tidak terstruktur
(atau lebih tepatnya serangkaian). Asumsi ini mensyaratkan bahwa proposisi
matematika adalah memiliki makna tersendiri dan memiliki arti nyata.
Membedakan antara wacana formal, informal dan sosial dari matematika, jelas
bahwa masalah ini adalah yang lebih baik masuk ke dalam matematika formal. Pada
dasarnya ada dua hal yang Mengandaikan makna konteks, seperti yang akan dikatakan
di bawah ini. Karena bentuk ini termasuk karakteristik pengetahuan matematika, klaim
ini juga dapat memiliki asumsi yang tidak beralasan bahwa ada struktur yang unik
untuk matematika. Hal ini mungkin diperlukan sehingga ketika "molekul" pengetahuan
disusun ulang. Kami tidak termasuk dalam asumsi kedua di atas. Namun, anggapan
awal bahwa proposisi matematika bearern independen, makna dan signifikansi juga
gagal. Pertama-tama, bentuk matematika formal sangat nyata. mereka berasal dari
teori aksiomatik atau system formal di mana mereka terjadi. Tanpa konsep ini, mereka
kehilangan beberapa signifikansi mereka, dan struktur yang diberlakukan oleh teori
akan runtuh.
Kedua, ekspresi tidak langsung matematika formal, mereka mendapatkan arti
semantik dari penafsiran yang terkait dengan teori resmi yang diberikan dan bahasa.
semantik tersebut telah menjadi bagian standar dari logika formal sejak Tarski (1936).
Gagasan ini telah diperpanjang dengan perlakuan teori-teori ilmiah formal dengan
Sneed (1971). Siapa yang menambahkan kelas interpretasi intendeen dengan struktur
formal teori .. sehingga pemisahan ekspressions matematika menjadi bagian yang
terisolasi dan terpisah. mereka menyangkal banyak arti dan semua makna semantik.
ekspresi seperti consquently memiliki hak sedikit dan dianggap sebagai komponen
yang sangat kecil dalam pengetahuan matematika.
Model semantik kedua, bahasa formal dan informal semakin menarik pada
konteks percakapan (Barwise dan Perry 1982). Apakah dinyatakan dalam bahasa

5
formal maupun informal, ekspresi matematika tidak dapat dianggap sebagai kesatuan
yang terpisah, dan memiliki makna tersendiri. Jadi matematika tidak bisa diwakilkan
hanya sebagai satu set posisi "molekuler", karena ini tidak mewakili hubungan
struktural antara kata depan, serta mereka akan kehilangan makna konsep.

b. Implikasi Pendidikan
Kenyataannya bahwa ilmu matematik tidak mempunyai keunikan struktur hirarki dan
tidak dapat dijelaskan sebagai kumpulan kecil dari preposisi yang mempunyai
pengaruh dalam pendidikan secara nyata. Namun, hubungan antara ilmu matematika
dan isi kurikulum dari matematika itu sendiri membutuhkan pertimbangan. Hubungan
antara matematika dan kurikulum, ada dua hubungan yang terjadi, 1) kurikulum
matematika harus dipilih secara representatif dari pelajaran yang ada, 2) kurikulum
matematika harus berdiri sendiri, tidak perlu menjelaskan pelajaran yang ada. Sebagian
besar ahli teori kurikulum, berlawanan dengan dua pernyataan, dengan berpendapat
bahwa kurikulum harus menerangkan tentang pengetahuan dan proses pembelajaran
dari materi yang akan disampaikan. Mempelajari perkembangan kurikulum
matematika membuat kita tahu bahwa para ahli matematika melakukan perubahan
dalam kurikulum matematika sekolah sesuai dengan perkembangan ilmu matematika
itu sendiri. Pada umumnya pendidikan matematika menerima bahwa isi kurikulum
harus menjelaskan keaslian ilmu matematika.
Dalam seminar internasional mengenai maematika pada masa yang akan datang
akan menjadi matematika nyata/matematika murni. Menjelaskan bahwa bentuk
kurikulum tidak untuk perorangan karena pada umumnya menginginkan bagaimana
belajar menggunakan matematika.
Jika kurikulum matematika digunakan untuk menerangkan ilmu matematika
secara utuh, tapi tidak harus menjelaskan keunikan dan struktur hierarki dari
matematika itu sendiri, ada beberapa bentuk yang berulang dengan menggunakan teori
yang sama dan tidak ada bentuk atau hierarki yang dapat menjelaskan bentuk mana
yang pertama. Maka kurikulum matematika harus berlainan arah dengan struktur

6
pendidikan matematika. Kurikulum matematika seharusnya tidak menggabungkan
preposisi terpisah sebagai konstitutif matematika. Untuk komponen matematika yang
bervariasi terstruktur dan saling terkait, maka harus tercermin dalam kurikulum
matematika.
Implikasi pendidikan ini memungkinkan kita untuk mengkritik kurikulum
nasional matematika. Untuk kurikulum matematika direpresentasikan sebagai susunan
yang unik. Selanjutnya, di tiap susunan topik ini diwakili oleh sejumlah proposisi atau
proses, dan penguasaan disiplin matematika, dipahami lalu membentuk hasil dari
komponen yang berbeda. Kurikulum nasional yang tidak menjelaskan matematika,
bertentangan dengan prinsip kurikulum yang sudah dipakai. Ini merupakan
perwujudan susunan yang dibenarkan dalam hal sifat matematika, serta
menggambarkan pengetahuan matematika sebagai seperangkat fakta-fakta diskrit dan
keterampilan.
Sebuah pendapat mengemukakan bahwa kurikulum matematika mungkin
gagal untuk mewakili pendidikan matematika dalam rangka memenuhi tujuan
psikologis, seperti untuk mewakili tujuan psikologis, yang mewakili hirarki psikologis
matematika

Analisis Kritik :
Kurikulum nasional yang mengatur kurikulum matematika di dalam nya
selalu ada perubahan dalam sistematika materi bab per bab nya. Ini merupakan
perwujudan susunan yang dibenarkan dalam hal sifat matematika, serta
menggambarkan pengetahuan matematika sebagai seperangkat fakta-fakta diskrit dan
AFEKTIF. Implikasi pendidikan matematika itu sediri akan berdampak ke lingkungan
masyarakat, lingkunngan keluarga, lingkungan kepemerintahaan.

7
2. Hirarki dalam Belajar Matematika
a. Pandangan Bahwa Belajar Matematika Sifatnya Hirarki
Banyak yang berpendapat, bahwa pembelajaran matematika memiliki tingkatan, yang
berarti bahwa ada item pengetahuan dan keterampilan yang merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk pembelajaran item berikutnya dari pengetahuan matematika.
pandangan tersebut diwujudkan dalam teori Piaget tentang intelektual. Piaget
intelektual mendalilkan adanya suatu urutan empat tahap (sensori-motor, pra-
operasional, konkret operasional, formal operasional) yang membentuk hirarki
pembangunan. Pelajar harus menguasai operasi pada satu tahap sebelum ia siap untuk
berpikir dan beroperasi pada tingkat berikutnya. Namun aspek tingkatan baku dari teori
Piaget telah dikritisi (Brown dan Desforges). Memang Piaget menciptakan istilah
"decalage" istilah untuk menggambarkan tingkatan kompetensi yang salah.
Ahli psikologi lain yang menjelaskan tentang tingkatan pembelajaran adalah
Gagne. Dia mengemukakan sebuah topik yang hanya dapat dipelajari ketika tingkatan
prasyarat sudah dipelajari.
Sebuah wacana pada tingkat tertentu, mungkin tidak didukung oleh satu atau
lebih topik di tingkat yang lebih rendah ... setiap individu tidak mungkin dapat
mempelajari topik tertentu jika dia telah gagal untuk mencapai salah satu topik
bawahan yang mendukungnya. (Gagne 1977).

Gagne menyatakan bahwa dalam pengujian empiris, tidak satu pun hierarki
topik nya pernah ada lebih dari 3 persen dari kasus sebaliknya. Jadi kedua psikolog ini
mewakili dari neo-behavioris , yang menyatakan belajar adalah harus memiliki
tingkatan. Selain itu, kedua psikolog ini telah membuat studi khusus matematika. Telah
dilakukan penelitian empiris matematika yang mengungkap tingkatan belajar dalam
matematika. Proyek british berpengaruh, konsep dalam matematika dan sains sekunder
mengusulkan sejumlah "bentuk pemahaman" di beberapa hal penting pada matematika
sekolah (Hart 1981) ini menawarkan studi hingga delapan tingkatan.
“matematika itu sulit untuk diajarkan dan dipelajari. Salah satu alasannya
karena matematika adalah tingkatan-tingkatan dari beberapa hal. Dan Dapat

8
menyelesaikan pekerjaan yang baru dan sering bergantung kepada pemahaman
dari pekerjaan sebelumnya”
Crockroft, 1982

Tingkatan itu memperlihatkan bahwa belajar matematika itu memiliki tujuan


akhir. Yang sama dengan kurikulum matematika di suatu negara (dapat dilihat pada
Department Pendidikan). Tingkatan ini tetap dalam kurikulum matematika pada
tingkatan kesepuluh. Hal ini merupakan dasar hukum yang diperlukan untuk studi
matematika dari semua anak dari umur 5 sampai 16 tahun.
b. Kritik Terhadap Hirarki Belajar Matematika
Pandangan hirarki pembelajaran matematika bertumpu pada dua asumsi. Pertama
bahwa selama konsep pembelajaran dan keterampilan yang "diperoleh". Jadi sebelum
beberapa pengalaman belajar tertentu pelajar akan kurang memiliki konsep yang
diberikan atau keterampilan, dan setelah pengalaman belajar yang sesuai dan sukses
pelajar akan proses, atau telah diperoleh, konsep atau keterampilan. Kedua, bahwa
penguasaan keterampilan atau konsep matematika selalu tergantung pada penguasaan
konsep dan keterampilan yang dipelajari sebelumnya. Hubungan ini ketergantungan
antara konsep dan keterampilan dari hirarki pembelajaran. Akibatnya, pengetahuan
matematika diatur unik menjadi beberapa tingkat diskrit. Masing-masing asumsi
keduanya bermasalah, dan terbuka untuk dikritik.
Hubungan ketergantungan hirarkis antara konsep
Salah satu asumsi adalah bahwa ada hubungan hirarkis tetap ketergantungan antar
konsep dan keterampilan, sehingga hirarki unik konsep dan keterampilan. Dua
kritik utama dapat menguat terhadap asumsi ini. Pertama, mengandaikan bahwa
konsep atau keterampilan adalah suatu entitas yang dimiliki atau tidak dimiliki oleh
peserta didik; ini asumsi kedua, mengkritik bawah. Tapi tanpa asumsi ini tidak dapat
menyatakan bahwa konsep tingkat n +1, tergantung pada kepemilikan konsep tingkat
n. Untuk membuat klaim ini harus mungkin untuk mengklaim bahwa peserta didik
determinately memiliki, atau belum, konsep atau tingkat n atau n +1.

9
Kritik lebih substantif adalah bahwa keunikan hierarki belajar tidak
dikonfirmasi secara teoritis maupun empiris. Resnick dan Ford (1984) menyimpulkan
mereka review penelitian tentang hirarki belajar dengan peringatan bahwa mereka
harus digunakan dengan hati-hati, dan mengutip komentar Gagne tahun 1968 sebagai
sisa valid: 'belajar hirarki ... tidak dapat mewakili rute unik atau paling efisien untuk
setiap pelajar diberikan.'(Halaman57).
Sejumlah penelitian membandingkan efek instruksi berikut yang berbeda
urutan konsep dari hierarki yang diusulkan (Phillips dan Kane, 1973) atau
pencocokan pengetahuan peserta didik individu untuk hirarki belajar dengan cara yang
berbutir halus (Denvir dan Brown, 1986) menegaskan bahwa tidak ada hierarki paling
menggambarkan urutan atau struktur akuisisi pengetahuan setiap peserta didik.
Meskipun banyak penulis melaporkan efektivitas hierarki belajar bagi instruksi
sequencing (Bell et al, 1983.; Horon dan Lynn, 1980), kenyataannya adalah bahwa
strategi alternatif sama efektifnya seperti 'Penyelenggara muka', 'pertanyaan tambahan'
dan 'akhir prinsip dalam' sengaja menggagalkan mereka asumsi memesan hirarkis
(Begle, 1979; Bell et al, 1983; Dessart,1981). Dengan demikian studi pengajaran
seperti tidak memberitahu kita bagaimana pengetahuan peserta didik 'terstruktur.
Pandangan umum para ilmuwan kognitif dan psikolog adalah bahwa
organisasi (dan alam) pengetahuan peserta didik yang istimewa, dan bahwa hal itu tidak
bias digolongkan ke hirarki tetap tunggal. Oleh karena itu konsep peserta didik atau
konseptual struktur telah disebut 'konsepsi alternatif' atau 'kerangka alternatif'
(Easley, 1984; Gilbert dan Watts, 1983; Pfundt dan Duit, 1988). Sementara seperti
perbedaan pada skala mikro, gagasan bahwa pemahaman peserta didik di seluruh
topik matematika yang berbeda dapat disamakan dalam hirarki matematika secara
keseluruhan juga menolak (Ruthven, 1986, 1987;. Noss dkk, 1989).
Konsep sebagai entitas yang diperoleh
Perhatian asumsi sisa sifat konsep matematika dan keterampilan, tetapi perawatan
konsep saja sudah cukup untuk membangun argumen. Konsep Istilah memiliki dua
makna psikologis. arti sempit adalah bahwa atribut, atau sekumpulan objek. Hal ini

10
dapat didefinisikan secara intensif, dengan cara mendefinisikan properti, atau luas,
dalam jangka waktu keanggotaan dari himpunan. Sebuah konsep dalam arti
allowdiscrimination antara objek yang ada atau tidak di bawahnya. Konsep dalam
pengertian ini adalah sederhana, objek mental kesatuan. Pengertian luas tentang
"konsep" adalah bahwa struktur konseptual, yang terdiri dari sejumlah konsep. (Bell
1983). struktur konseptual juga skema, atau "konsep dengan interioritas" (skemps
1979). Hampir semua yang disebut sebagai konsep dalam psikologi matematika,
seperti konsep nilai tempat, atau bahkan konsep sepuluh, memiliki arti yang lebih luas
struktur konseptual. Karena komponen anak dapat dibedakan dalam setiap konsep.
Mengingat perbedaan ini, tiga keberatan utama dapat diajukan terhadap asumsi
bahwa konsep-konsep yang diperoleh sekaligus, atau baik 'dimiliki' atau 'kurang' oleh
peserta didik. Pertama-tama, mengingat bahwa sebagian besar konsep sebenarnya
struktur konseptual komposit, itu adalah jelas bahwa konstruksi mereka harus menjadi
proses diperpanjang pertumbuhan, daripada semua atau tidak keadaan. Dalam
pandangan dari keterkaitan yang kompleks antara konsep, akuisisi konsep dapat
menjadi urusan hampir seumur hidup.
Kedua, kepemilikan pembelajar konsep hanya dapat diwujudkan secara tidak
langsung, melalui penggunaannya, karena struktur mental adalah entitas teoritis yang
tidak dapat langsung diamati. Tapi penggunaan pembelajar konsep yang selalu harus
berada dalam beberapa konteks, sehingga konsep ini terkait dengan konteks
penggunaan. Untuk abstrak 'esensi' dari Konsep dari konteks penggunaan, dan
mengklaim bahwa ini 'esensi' merupakan konsep adalah dugaan. Pemikiran terkini
dalam poin psikologi ke kontekstual terletak sifat kognisi (Brown et al, 1989; Lave,
1988; Solomon, 1989; Walkerdine,1988). Memang, ada tubuh besar penelitian yang
menunjukkan bahwa penggunaan pembelajar suatu konsep atau keterampilan dalam
konteks yang berbeda matematika sangat bervariasi (Carraher, 1988; Evans, 1988a).
Jadi pemahaman pelajar tentang konsep tumbuh sesuai dengan berbagai konteks
penggunaan yang dikuasai, sekali lagi meruntuhkan anggapan bahwa yang akuisisi
adalah proses semua atau tidak.

11
Ketiga, gagasan bahwa konsep adalah unik specifiable obyektif yang ada
entitas, terbuka untuk kedua kritik filosofis dan psikologis, Bab 4 dan 5 memiliki
ditampilkan. Hal ini diterima secara luas bahwa individu membangun pribadi yang
unik makna (Novak, 1987). Untuk mengklaim bahwa individu yang berbeda keduanya
memiliki sama konsep, bukan untuk mengatakan bahwa beberapa tujuan entitas
identik, meskipun abstrak, adalah 'milik' oleh mereka berdua. Hal ini akan
merealisasikan lebih entitas teoritis murni hipotetis. Demikian klaim hanyalah Facon
de parler, yang berarti bahwa kinerja dua individu 'yang sebanding. Sejak memperoleh
konsep adalah proses mempengaruhi sebuah istimewa konstruksi pribadi, tidak lagi
berlaku untuk mengklaim bahwa peserta didik determinately memiliki atau tidak
memiliki konsep tertentu. Secara keseluruhan, kita melihat bahwa klaim bahwa
pembelajaran matematika mengikuti unik hirarki belajar tidak dapat dipertahankan.
Pembangunan individu konsep dan hubungan mereka bersifat pribadi dan istimewa,
bahkan jika hasilnya dapat dibagi kompetensi. Vergnaud A dikatakan:
[T] dia hirarki kompetensi matematika tidak mengikuti total order
organisasi, sebagai teori tahap sayangnya menyarankan, melainkan
urutan parsial satu: situasi dan masalah yang mahasiswa program master
progresif, prosedur dan representasi simbolik yang mereka gunakan, dari usia
2 atau 3 sampai sampai dewasa dan profesional pelatihan, lebih baik
dijelaskan oleh seorang partialorder skema di mana kita menemukan
kompetensi yang tidak bergantung pada satu sama lain, meskipun mereka
semua mungkin memerlukan seperangkat kompetensi yang lebih primitif dan
[Mungkin] semua diperlukan untuk satu set yang lebih kompleks.
Vergnaud (1983, halaman 4)

Konsekuensi terhadap kurikulum nasional di matematematics


Diskusi ini memiliki konsekuensi untuk menyusun kerangka kurikulum berdasarkan
tingkatan, dan untuk Kurikulum Nasional pada pembelajaran matematika (Departemen
pendidikan dan ilmu pengetahuan, 1989). Yang paling penting, tidak ada pembenaran
psikologis untuk menerapkan suatu struktur, jenjang tingkatan tetap pada kurikulum
matematika untuk semua anak dari usia 5 sampai 16. Hasil empiris yang dilaporkan di
atas sebagian besar merupakan porsi kecil dari kurikulum matematika dan usia dibatasi

12
dalam rentang pencapaian. Bahkan di bawah pembatasan ini menguntungkan, dugaan
bahwa suatu tingkatan itu sendiri secara akurat mewakili psikologis matematika. Kita
telah melihat bahwa ada alasan teoritis yang kuat mengapa suatu perbedaan jenjang
tidak dapat menggambarkan siswa dalam belajar. Kita telah melihat bahwa ada alasan
epistemologis (ilmu filsafat) sebelumnya, hasilnya adalah hukum kuat dari kerangka
pada prinsipnya, tanp memeriksa isinya secara rinci.
Perlu diperhatikan bahwa hampir semua argumen yang digunakan dalam kritik
ini dapat dialihkan ke area lain dari kurikulum, karena referensi secara rinci dengan isi
dari Kurikulum Nasional belum dilakukan.
Ketika isi secara rinci dari kurikulum nasional dalam matematika dibawa ke
dalam diskusi itu, pembenaran yang mungkin dapat diantisipasi yaitu bahwa walaupun
kurikulum tidak memiliki kebutuhan epistemologis atau psikologis, namun mungkin
mencerminkan pengetahuan terbaik yang tersedia tentang prestasi secara keseluruhan
anak-anak dalam matematika.
Ada sejumlah Ilmuan yang bersedia melakukan pengujian prestasi skala besar
di Inggris dan negara-negara lain, seperti dalam penilaian kinerja Unit (1985), Hart
(1981), Tombol dan Foxman (1989), Carpenter et al. (1981), Lindquist (1989) dan
Lapointe et al. (1989), Robitaille and Garden (1989), dan traverse dan Westbury
(1989), informasi seperti ini pasti sebuah produk budaya, yang mencerminkan hasil
dari kurikulum matematika dimediasi oleh struktur kelembagaan sekolah dan sistem
penilaian. Namun demikian, menyediakan dasar, meskipun pragmatis, terhadap mana
suatu tingkatan yang diusulkan kurikulum matematika dapat divalidasi. Informasi yang
tidak perlu sepenuhnya membatasi kurikulum baru, karena mungkin ada alasan yang
jelas untuk mengubah aspek dari praktek di masa lalu. Namun, mengingat wilayah ini
akan memeriksa perjanjian dimaksud dan ketidaksepakatan dengan penelitian empiris,
dan membenarkan serta mengantisipasi setiap penyimpangan yang besar.
Kurikulum Nasional di matematika telah mengabaikan masalah tersebut, dan
tidak mencerminkan kondisi saat pengetahuan. Keohane dan Hart (1989) dan Hart
(1989) menunjukkan bahwa tingkat satu dari kurikulum yang direncanakan meliputi isi

13
yang telah ada sangat beragam fasilitas. Empat tingkatan adalah termasuk dalam
program-program studi bagi anak-anak usia 8-16. Dalam sebuah penelitian sampel
besar 11 tahun (Hart, 1981), ada fasilitas suku tersebar dari 2 persen pada item yang
sesuai dengan empat tingkat laporan pencapaian.
Tidak hanya kurikulum Nasional di matematika kekurangan dalam suatu paritas
dengan, atau referensi, hasil penelitian empiris. Matematika Kelompok Kerja
diperintahkan oleh kursi tersebut, D. Graham, tidak peduli dengan hal-hal tersebut.
Kelompok ini tidak diharapkan untuk datang dengan rekomendasi dasar
penelitian, diharapkan untuk mencerminkan praktek yang baik dengan cara
yang pragmatis.
(Nash,1988,page1)

Ini menggambarkan secara fakta bahwa tidak ada usaha untuk mengembangkan
kurikulum nasional berdasarkan penelitian, apalagi untuk mengujinya secara empiris.
Sebaliknya, itu disatukan oleh sebuah kelompok, bekerja sebagai tiga bagian
kelompok, dalam hitungan beberapa minggu. Secara keseluruhan, menunjukkan
berkurangnya setiap validitas epistemologis atau psikologis, dalam hal ini asumsi
hirarkis. Mengingat status, dan sumber daya yang tersedia, ini sangat lalai dari pencetus
nya (pemerintah).

3. Hirarki Kemampuan Matematika


a. Pandangan hirarkis Matematika Kemampuan
Intelejen umum telah dianggap oleh psikolog sebagai tetap, kekuatan mental bawaan,
seperti kutipan berikut dari Schonell menunjukkan.
Kecerdasan umum dapat didefinisikan sebagai suatu bawaan, kekuatan mental
serba yang tapi sedikit diubah dalam derajat oleh lingkungan meskipun
realisasinya dan arah ditentukan oleh pengalaman.
(Tansley and Gulliford, 1960 page 24)

Meskipun luas, pandangan ini tidak dibagi, oleh semua psikolog modern (Pigeon
1977). Namun demikian, karena "kemampuan matematika" telah diidentifikasi sebagai
faktor utama dari kecerdasan umum (Wrigley, 1958) mungkin juga telah memberi

14
kontribusi pada persepsi yang berkembang luas bahwa kemampuan matematika dari
individu adalah tetap dan abadi. Dalam analisis tajam Ruthven (1987) menunjukkan
bahwa persepsi ini tersebar luas, dan umumnya dilihat oleh guru dan lainnya sebagai
penyebab utama dari berbagai tingkat pencapaian dalam matematika. Dia
menggunakan "kemampuan istilah 'karena kecenderungan guru untuk menghibur
persepsi stabil kemampuan murid bersama dengan harapan prestasi mereka, bahkan
dalam menghadapi bukti sebaliknya
Akibatnya, murid individu tampaknya tunduk pada bentuk yang mencirikan
guru mereka dari ringkasan, penilaian global kemampuan kognitif dan
harapan sejalan lebih umum tertentu dari mereka.
(Ruthven, 1987, page 252)

Satu konsekuensi dari istilah bakat yaitu pada kasus ektrem. Perbedaan
pengamatan pada kemampuan dalam tugas tertentu yang diambil sebagai indikasi dari
“bakat matematika “, dari pembelajaran individu. Sebuah contoh adalah perbedaan
“usia tujuh tahun “dari Cockcroft (1982). Pernyataan ini disampaikan setelah
karakteristik dari pencapaian “rata – rata”. Rata – rata yang paling tinggi dan rata- rata
yang rendah diatas rata-rata siswa.
Ada sebuah “perbedaan umur tujuh tahun” pada pemahaman yang dicapai dari
tingkatan nilai dengan menulis nomor urut dari 1 sampai 6339. Dengan ini kita
mengartikan bahwa rata-rata anak dapat dicapai dengan tingkat kemampuan
pada usia 11 tetapi tidak pada usia 10. Ada beberapa usia 14 lebih tua yang tidak
dapat mengerjakannya tetapi usia 7 tahun yang dapat mengerjakan
(Cockcroft,1982 page 100)

Kutipan ini menunjukkan bahwa individu kinerja anak pada item tertentu pada
kesempatan tertentu dihubungkan dan bahkan diambil sebagai indikator dari
keseluruhan membangun dari "kemampuan matematika". Pengandaian yang
mendasarinya dan gigih global membangun individu "kemampuan matematika,
sehingga menimbulkan abadi tingkat pencapaian, yang dikonfirmasi oleh pernyataan
berikut

15
Bahkan jika tingkat pencapaian rata-rata dapat diangkat kisaran pencapaian
akan tetap sama besarnya seperti yang saat ini, atau mungkin menjadi masih
lebih besar, karena setiap tindakan yang memungkinkan semua siswa untuk
belajar matematika lebih berhasil akan menguntungkan tinggi mencapai
sebanyak sebagai, dan mungkin lebih dari mereka yang pencapaian lebih
rendah.
(Cockcroft,1982 page 101)
Dalam kasus anak-anak yang rendah pencapaian dalam matematika dikaitkan
dengan kemampuan umum rendah, kursus matematika perlu dirancang khusus
untuk membangun jaringan ide istimewa sederhana dan aplikasinya.
(Cockcroft,1982 page 98)

Secara keseluruhan, ada asumsi luas, jelas dalam Cockcroft (1982), bahwa ada
hirarki linier tetap kemampuan matematika dari paling tidak mampu yang paling
mampu (atau matematika gifted), setiap anak dapat diberi posisi dalam hirarki ini dan
sedikit menggeser posisi mereka selama tahun-tahun sekolah.
Salah satu hasil penting dari persepsi stereotip dan harapan murid merupakan
adopsi dari tujuan terbatas untuk pendidikan matematika murid mencapai lebih rendah.
Ruthven menyediakan bukti tentang hal ini, dan menyimpulkan bahwa :
Penekanan pada kegiatan berulang, pada pembelajaran instrumental, dan pada
perhitungan - mencerminkan persepsi stereotip kemampuan kognitif murid yang
sukses kurang dan tujuan kurikulum yang tepat untuk mereka, dan harapan
stereotip masa depan mereka, baik sebagai peserta didik dan sebagai anggota
masyarakat.
(Ruthven,1987, page 250)

b. Kritik Hirarkis Kemampuan Matematika


Ruthven (1987) suatu kritik kuat kemampuan, berdebat di satu sisi, bahwa konsistensi
pencapaian matematika siswa kurang dari yang seharusnya, bervariasi di kedua topik
dan waktu. Di sisi lain, guru dan menjadi harapan terpenuhi dengan sendirinya, dan
kurikulum diferensiasi dalam matematika yang membuat tuntutan kognitif tinggi dan
rendah siswa mencapai tinggi dan rendah, masing-masing, setiap memperburuk
perbedaan .Kritik keluar dapat didukung melalui dua perspektif teoritis: sosiologis dan
psikologis.

16
Argumen sosiologis untuk menolak pandangan hirarkis terhadap kemampuan
dalam matematika berasal dari label teori. Sebuah hubungan yang kuat antara latar
belakang sosial dan kinerja pendidikan dari hampir semua jenis adalah salah satu yang
terpanjang mapan dan temuan terbaik didukung dalam penelitian sosial dan pendidikan
(Departemen Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan 1988). Secara khusus, ada bukti yang
luas di Inggris pada korelasi kesempatan hidup pendidikan dan kelas sosial (Meighan
1986). Mungkin penjelasan terbaik teoritis didukung efek ini didasarkan pada teori
pelabelan, karena Becker (1963) dan lain-lain. Fitur utama dari pelabelan individu
sebagai " hasil matematika rendah", misalnya, adalah bahwa seringkali diri
memuaskan. Jadi dengan kemampuan yang tersebar luas dalam pengajaran
matematika, walaupun hanya longgar terkait dengan attaintment diukur, telah memiliki
efek pelabelan dengan kemampuan, sehingga mempengaruhi prestasi mathemaytics
im, menjadi diri fufiyling (meighan, 1986: Ruthven 1987)
Dasar teoritis kedua untuk menolak pandangan hirarkis tetap kemampuan
bersifat psikologis. Ada tradisi dalam psikologi soviet yang menolak gagasan tentang
kemampuan tetap, dan link perkembangan psikologis dengan pengalaman sosial
dimediasi. Perkembangan ini dipercepat politik oleh Soviet pada 1936 larangan
penggunaan uji mental, yang terhenti penelitian tentang perbedaan individu dalam
kemampuan (Kilpatrick dan Wirszup, 1976). Seorang kontributor mani untuk tradisi
ini adalah Vygotsky (1962), yang mengusulkan bahwa bahasa dan berpikir
mengembangkan bersama-sama dan bahwa kemampuan yang lebih ramping bisa
diperpanjang, melalui interaksi sosial, di seberang "zona perkembangan proksimal".
Interaksi pengembangan pribadi dan konteks sosial dan tujuan melalui "kegiatan" telah
menjadi dasar dari Teori Kegiatan Leont; ev (1978) dan lainnya. Dalam tradisi ini
secara keseluruhan, psikolog Krutetskii (1976) telah mengembangkan aconcept
kemampuan matematika yang lebih cair dan kurang hirarkis dari itu dibahas di atas. ia
pertama kali menawarkan kritik terhadap pandangan yang relatif tetap kemampuan
matematika yang berasal dari tradisi psikometri dalam psikologi. Dari teori ini sendiri
menawarkan kemampuan matematika proses mental yang dikembangkan oleh individu

17
yang digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika. Dia mengakui perbedaan
individu dalam pencapaian matematika, tapi diberi bobot besar pengalaman
perkembangan dan formatif lebih ramping dalam mewujudkan potensi matematikanya.
Tentu saja, "potensi" yang tidak konstan atau tidak dapat diubah. Guru tidak
boleh isi dirinya dengan gagasan bahwa anak-anak bervariasi kinerja-dalam
matematika katakan-adalah refleksi dari tingkat kemampuan mereka.
Kemampuan ini bukan sesuatu dipratahbiskan sekali dan untuk semua: mereka
dibentuk dan dikembangkan melalui instruksi, praktek dan penguasaan dari
suatu kegiatan. Oleh karena itu kita berbicara tentang perlunya membentuk,
mengembangkan, menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak-anak,
dan kami tidak dapat memprediksi secara tepat sejauh mana perkembangan ini
mungkin hilang
(Krutetskii, 1976, page 4)

Tradisi psikologis Soviet memiliki dampak peningkatan pada pendidikan matematika


(Christiansen dan Walther, 1986: Crawford, 1989: Mellin - Olsen, 1987). Hal ini
semakin diakui bahwa tingkat kognitif respon siswa dalam matematika tidak
ditentukan oleh "kemampuan" mahasiswa, tetapi keterampilan dengan yang guru
mampu terlibat siswa dalam matematika "kegiatan". Hal ini melibatkan pengembangan
pendekatan pedagogis dalam matematika yang sensitif dan berkaitan dengan tujuan
mahasiswa dan budaya. Mahasiswa diberi label sebagai "matematis kurang mampu"
dapat secara dramatis meningkatkan kadar mereka performa ketika mereka menjadi
terlibat dalam kegiatan sosial dan budaya yang terkait dalam matematika (Mellin-
Olsen, 1989).
Konfirmasi lain empiris dari fluiditas kemampuan dapat ditemukan dalam
fenomena sarjana idiot. Di sini, orang-orang yang diberi label sebagai "yangg tidak
dapat dididik" dapat melakukan pada tingkat menakjubkan tinggi dalam domain di
mana mereka telah terlibat (Howe, 1989).
Secara keseluruhan, ada teoritis yang kuat (dan empiris) dasar untuk menolak
pandangan hirarkis tetap kemampuan matematika, dan menghubungkan jauh lebih
banyak untuk pembangunan sosial, berasal dari tradisi Soviet. Ditambah dengan

18
argumen sosiologis, ini terdiri dari kasus yang kuat terhadap pandangan hirarkis
kemampuan dalam matematika

c. Pandangan hirarkis Kemampuan dalam Kurikulum Nasional.


Pandangan hirarkis kemampuan matematika jelas dalam publikasi mengenai
Kurikulum Nasional. Tugas Kelompok Pengkajian dan pengujian didirikan untuk
mengembangkan pengujian "untuk semua umur dan kemampuan" (Departemen
Pendidikan dan ilmu 1987a halaman 26) dan jangka acuannya termasuk pemberian
saran penilaian untuk "meningkatkan pembelajaran di berbagai kemampuan
"(Departemen Pendidikan dan Sains, 1988b). Sekretaris Negara untuk Pendidikan (K.
Baker) menulis ke kursi (P. Black) pada kemampuan dan diferensiasi, sebagai berikut:
Saya meminta target kerja subjek keterampilan, pengetahuan dan pemahaman
yang murid dari jangkauan kemampuan yang berbeda biasanya harus
diharapkan untuk mencapai pada empat titik usia, tetapi sejauh mungkin untuk
menghindari pengaturan kualitatif berbeda target-dalam hal pengetahuan,
keterampilan atau pemahaman-untuk anak-anak dari kemampuan yang
berbeda.
(Departemen Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, 1988b, lampiran B)

Laporan akhir dari matematika kelompok kerja (Departemen Pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan, 1988) juga menggunakan kemampuan bahasa stereotip. Surat atas
Sekretaris negara bahwa proposal terlampir adalah: "sesuai untuk anak-anak dari segala
usia dan kemampuan, termasuk anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus" (iv
halaman). Selanjutnya contoh dipilih secara acak dari laporan meliputi: "Guru anak-
anak bayi perlu ..... untuk .... lihat program B dalam rangka memperluas kerja dalam
rangka memperluas karya murid mereka yang paling mampu" (halaman 63) "Ada
waktu datang ketika bahkan anak perlu membuat upaya" (halaman 68) "beberapa
persen setidaknya mampu 10 siswa mungkin mengalami kesulitan dengan, misalnya,
tingkat 1 pada usia 7 dan tingkat 2 pada usia 11 (halaman 83).
Kutipan ini sangat menyarankan bahwa kedua officila (pemerintah) melihat dan
yang terwakili dalam publikasi Matematika Kelompok Kerja adalah suatu hierarki

19
kemampuan mathematicscal, di mana individu umumnya diberi posisi tetap dan stabil
relatvely.
Selain itu, Kurikulum Nasional dalam matematika hasil dalam pembatasan
pengalaman kurikulum untuk murid mencapai rendah dalam matematika. Sebagai
kerangka kurikulum dan penilaian untuk menunjukkan Kurikulum nasional (Gambar
11.1), hasil bersih merupakan kurikulum tunggal dalam matematika untuk semua
siswa, dengan orang-orang dari 'kemampuan rendah "terbatas pada, tingkat yang lebih
rendah sederhana.

Figure 1 1. 1: The Curriculum and Assessmen Framework of the National


Curriculum (Adapted from Department ofEducation and Science, 1988b)

Hasil dari asumsi dalam Kurikulum Nasional dalam matematika kemungkinan


besar akan memburuk dan berlebihan perbedaan individu dalam kinerja. Sebagaimana
telah kita lihat, hal ini hampir pasti akan terpenuhi dengan sendirinya, menolak
keberhasilan dalam matematika untuk jumlah yang sangat besar anak-anak sekolah.
Tentu saja kemampuan stereotip dalam matematika tidak hanya karena
perbedaan yang diamati dalam pencapaian. Ada bukti tak terbantahkan bahwa kelas
(dan juga etnis dan jender 0 faktor memainkan bagian penting dalam pelabelan tersebut
(Meighan, 1986). Kemampuan stereotip yang dibangun ke dalam Kurikulum Nasional
dalam matematika mengasumsikan bahwa setiap anak dapat diberikan posisi dalam "

20
hirarki dari "kemampuan matematika, dan melihat bahwa pergeseran posisi mereka
selama tahun-tahun sekolah Akibatnya,. kelas pekerja, anak-anak hitam dan
perempuan cenderung ditempatkan lebih rendah, bukan lebih tinggi, dalam hirarki ini,
sesuai dengan harapan stereotip. ini lain fitur anti-egaliter dari Kurikulum Nasional,
yang akan memberlakukan "urutan kekuasaan" tetap dan hirarkis dengan pencapaian
pada siswa.

4. Hirarki Sosial
a. Akar Hirarki Sosial.
Hierarki sosial memiliki sejarah panjang, kembali pada Ibrani dan Yunani kuno. Dalam
Ibrani Lama Testment hirarki implisit menempatkan Tuhan ditempati paling atas,
diikuti dengan malaikat dalam barisan mereka, kemudian datang nabi duniawi seperti
Musa, diikuti oleh kepala suku, pria dan kemudian mungkin perempuan dan anak. Di
bawah mereka adalah setan, dan pada akhirnya Lucifer atau Sattan sendiri. Seperti
hirarki linier perintah manusia, tetapi memperpanjang geometri baik di atas dan di
bawah ini untuk membatasi atau "poin ideal", analog bagi geometri proyektif. Nilai
yang sangat terkait dengan hirarki, semakin tinggi semakin baik, dengan ekstrim
diidentifikasi dengan Tuhan dan setan. Nilai-nilai ini memiliki fungsi pembenaran,
berfungsi untuk melegitimasi pelaksanaan kewenangan dan kekuasaan oleh atasan
pada bawahan dalam hirarki. Hak ketuhanan raja adalah contoh dari pembenaran
kekuasaan.
Dalam bab 7 pandangan ini ditelusuri dari sumber alternatif, pandangan
Aristoteles tentang alam, dengan mana ia tergabung dalam abad pertengahan untuk
Menjadi Rantai Besar (Lovejoy, 1936). Sumber lain yang penting dari tradisional
adalah pembagian divisi manusia dalam tiga lapis, disebut emas, perak dan perunggu
(Plato, 1941). Hal ini penting karena kaitannya dengan pendidikan, dimana kurikulum
yang berbeda yang dirasa perlu untuk tiga jenis, ditentukan oleh kebutuhan dari stasiun
yang berbeda dalam hidup mereka. Ini adalah sumber tema yang akan terlihat berjalan

21
melalui bagian ini. Kami juga telah melihat bahwa orang Yunani membedakan antara
karya tangan dan kerja otak, sehingga menimbulkan hubungan antara pengetahuan
murni dan kelas yang lebih hebat (dalam pengamatan).
Hasil gabungan modern dari tradisi ini adalah sebuah model hirarkis piramidal
diterima secara luas di masyarakat, dengan daya terkonsentrasi di bagian atas, disahkan
dan diperkuat, jika tidak direproduksi, oleh budaya dan nilai-nilai yang terkait. Model
masyarakat dipandang oleh banyak orang sebagai keadaan "alam", sebagaimana
dicontohkan oleh manusia dan kelompok hewan di alam liar. akar biologis tersebut
ditolak tegas oleh analisis feminis dalam sejarah dan antropologi, yang melihat hirarki
piramida sebagai berhubungan dengan dominasi laki-laki dalam masyarakat, dan
menolak klaim bahwa itu adalah universal (Fisher, 1979). Memang, seperti pandangan
hirarkis dipertanyakan masyarakat dapat dilihat sebagai bagian dari budaya yang
mempertahankan struktur yang ada di masyarakat, dan karenanya kelas menengah atas
laki-laki mendominasi. Identifikasi hirarki piramidal sebagai struktur "alami" dari
masyarakat adalah sebuah contoh dari "kekeliruan naturalistik", asumsi palsu bahwa
apa yang terjadi, adalah apa yang harus; kemungkinan adalah keliru untuk kebutuhan.
Ketika struktur kekuasaan masyarakat secara fisik terancam, gaya mungkin
akan dibawa ke dalam bermain untuk mempertahankannya. Namun, apa yang lebih
menarik, adalah dampak dari melihat ancaman terhadap budaya dan nilai-nilai terkait.
Menurut Dougllas (1966),, kelompok sosial memiliki "kelompok 'batas, membedakan
anggota dari luar, dan" grid "batas-batas, membedakan berbagai sektor atau strata
dalam kelompok. Di bawah ancaman, menurut Douglash, kelompok menjadi fokus
pada kemurnian dalam budayanya, dan dengan kelompok yang ketat dan batas-batas
gjaringan. Dalam pandangan ini, kemurnian yang terkait dengan budaya kelas
dominan, menjadi intensif, seperti halnya ketatnya definisi batasan, termasuk gradasi
internal dalam suatu hirarki.
b. Pendidikan dan Reproduksi sosial
Mungkin teori modern yang paling berpengaruh dalam struktur masyarakat adalah
Karl Marx (1967). Dia berpendapat bahwa kondisi-kondisi material dan hubungan

22
produksi memiliki kekuatan menentukan pusat struktur dan hubungan dalam
masyarakat. Secara khusus, masyarakat memiliki infrastruktur, atau basis ekonomi,
yang di "contoh terakhir" menentukan dua tingkat suprastruktur tersebut, hukum dan
negara, dan ideologi yang terkait. Negara, melalui "aparat negara represif" (kebijakan,
polisi, tentara, dll), mendukung dan mereproduksi industri dalam mendukung modal
dan kelas dominan.
Namun teori ini dapat ditafsirkan dalam dua cara tentang kekuatan menghambat
pada massa dan masyarakat secar umum. Ada pandangan "kuat" bahwa kondisi sosial
sangat menentukan, dan manusia yang dipenjarakan tanpa kunci dari teori Marxis yang
dapat digunakan untuk menembus kesadaran dan penindasan. Ada juga posisi
determinis yang 'lembut’, bahwa manusia mampu bereaksi, dan di mana-mana bisa
menciptakan perubahan sosial (Simon, 1976). Perbedaan sebanding ditarik oleh Giroux
(1983) antara "strukturalis" dan budayawan "tradisi-tradisi dalam teori neo-Maxist,
yang menekankan pentingnya struktur sosial dan ekonomi, atau budaya dan
hubungannya dengan manusia.
Determinisme keras
Sebuah teori modern yang berpengaruh dalam tradisi ini dengan "aparat negara yang
represif" reproduksi sosial tergantung pada sebuah "aparatus negara ideologis", yang
meliputi pendidikan, agama, menghormati hukum, politik, dan budaya, dan bahwa
kelas tidak dapat mempertahankan kekuasaan tanpa memperluas hegemoni atau
dominasi budaya atas wilayah tersebut. Pendidikan adalah "aparatur ideologis" yang
paling kuat dalam mereproduksi hubungan produktif, yaitu menanamkan penerimaan
tenaga kerja dan kondisi kehidupan massa.
Bourdieu dan Passeron (1977) mengusulkan sebuah teori pendidikan dan
reproduksi masyarakat yang cocok dalam kategori ini. Dalam budaya account
linguistik (lebih umum "modal budaya") sangat penting dalam menentukan hasil
pendidikan sosial, dalam kaitannya dengan keanggotaan kelas. Mereka menyebutnya
"kekerasan simbolik" dominasi budaya dari kelas pekerja yang menutupi reproduksi
sosial.

23
Perkembangan pengetahuan deterministik keras, yang berpengaruh memainkan
peran ideologi adalah Bowles dan Giritis.
Hubungan saat ini antara pendidikan dan ekonomi adalah memastikan tidak
melalui isi pendidikan tetapi melalui bentuk: hubungan sosial pertemuan
pendidikan. Pendidikan mempersiapkan siswa untuk menjadi pekerja
melalui penyesuaian antara hubungan sosial produksi dan hubungan-
hubungan sosial pendidikan. Seperti pembagian kerja di perusahaan
kapitalis, sistem pendidikan merupakan sebuah hirarki halus dinilai
otoritas dan kontrol di mana kompetisi daripada kerjasama mengatur
hubungan antara peserta ... Urutan hirarki dari sistem sekolah
mengagumkan diarahkan untuk mempersiapkan siswa untuk posisi masa
depan mereka dalam hirarki produksi, membatasi pengembangan kapasitas
yang melibatkan pelaksanaan demokrasi dan saling timbal balik dari
siswa pada tempat tidak yang tidak sama dalam hirarki sosial.
(Gintis dan Bowles, 1980, halaman 52-53).

Sekuat apapun argumen ini, mereka dipengaruhi dua kelemahan utama. Pertama-tama,
mereka terlalu deterministik dalam shackling pendidikan untuk kondisi-kondisi
produksi. Dalam hal ini, mereka tidak memungkinkan untuk eksploitasi kekuatan yang
bertentangan bekerja dalam sistem, atau untuk agensi manusia atau perlawanan dari
dalam (Giroux, 1983). Kedua, terutama dalam kasus Bowles sebuah Gintis (1976),
mereka mengabaikan hakikat pengetahuan, yang seperti telah kita lihat sebelumnya,
berkaitan dengan ideologi dan kelas, dan tidak dapat diabaikan.
Determinisme Lembut
Banyak wawasan dianggap diatas tetap berlaku untuk tampilan lebih lembut dan
kurang deterministik reproduksi dipertimbangkan di sini. Namun, di luar ini
determinisme struktural Gramsci (1976) berpendapat bahwa dominasi masyarakat oleh
satu kelas legitimasi, membingungkan dan memperkuat kekuasaan dan prestise.
hegemoni seperti jenuh dengan "masuk akal" dari massa, sehingga mengamankan
persetujuan tanpa disadari dan kesimpulan .
Williams (1976) dibangun di atas konsep hegemoni, tetapi berpendapat bahwa
ada bentuk-bentuk alternatif dan oposisi kehidupan sosial dan budaya di samping
budaya kelas dominan. Ini dapat hidup berdampingan dengan budaya yang dominan

24
yang mungkin termasuk bentuk-bentuk alternatif atau bahkan bertentangan. Hal ini
menggambarkan suatu hal yang penting dan yang lebih umum yang dibuat oleh
Williams, tentang banyaknya ideologi dan budaya. Itu semua terlalu mudah untuk jatuh
ke dalam perangkap bergerak dari hegemoni ke tampilan sederhana dan statis budaya.
William menekankan kompleksitas dan dinamika
Giroux (1983) mengakui sifat kompleks budaya. Ia mengusulkan bahwa di
dalam budaya sekolah ada resistensi yang lebih dari sekedar respon ke kurikulum
otoriter, dan yang mencerminkan agenda alternatif bukan implisit. Dia berpendapat
bersama Freire dan educatorthat publik lainnya melalui pendidikan kritis, siswa dapat
membebaskan dari kekuatan reproduksi di tempat kerja di sekolah.
Secara keseluruhan, menurut ini kedua pengelompokan yang kedua ini,
pasukan cenderung untuk mereproduksi struktur hirarkis masyarakat yang diakui,
seperti pentingnya budaya, ideologi dan knowkedge. Tetapi ini dipandang memiliki
peran ganda, baik sebagai sarana penting dari dominasi, dan juga sebagai cara yang
mungkin untuk emansipasi.

c. Reproduksi Hirarki Sosial terhadap Matematika


Sejumlah penulis telah mengaplikasaikan salah satu dari atau bentuk lainya dari ide –
ide di atas sebagai pendidikan matematika, seperti cooper 1989, melin olsen 1987, noss
1989-1989a. Dan noss lainnya 1990. Noss dan cooper, keduanya memasukkan bahwa
ide tersebut adalah bentuk daripada isi dari pendidikan matematika (kurikulum
tersembunyi) yang menyampaikan tujuan – tujuan sosialnya.
Cooper berpendapat bahwa keragaman dari latihan – latihan di sekolah
memiliki kekutan negative pada guru – guru di sekolah mengikat mereka kepada
pendekatan tradisional dan pendekatan yang selalu dilakukan untuk pengajaran
matematika, dan untuk membedakan kurikulum yang menyajikan pembangunan
kembali tingkatan sosial. Elemen – elemen pada bagian ini adalah benar, dan
menyediakan pengetahuan yang bernilai tentang bagaimana tekanan – tekanan budaya
mengikuti rantai dari perintah pada hirarki – hirarki sekolah. Walaupun demikian,

25
bagian ini menyederhanakan kegagalan untuk menjawab atau mengakui jarak antara
kepercayaan ideologi – ideologi guru dan tekanan – tekanan sosial kelompok.
Noss memperkenalkan sebuah kasus yang kuat untuk memutuskan kelemahan
tesis pada pendidikan matematika dan memperkenalkan kurikulum nasional
matematika yang menyajikan fungsi – fungsi yang “amat sangat besar dan secara sadar
anti pendidikan” (Noss 1989, hal 1). Dia berpendapat bahwa ada kontradiksi
kontradiksi pada sistem yang membiarkanya untuk digagalkan untuk membuat kembali
tujuan – tujuan pendidikan yang asli. Terutama sekali, prioritas dasar menurut arti –
arti isi matematika, dalam pandanganya, bahwa hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk
memberikan kewenangan, pendidikan yang demokratis. Bagaimanapun juga noss tidak
mengakui bahwa struktur hirarki dari isi kurikulum tersebut menyajikan untuk
membuat kembali sebuah masyarakat yang secara hirarki memiliki, tingkatan–
tingkatan, seperti yang akan dibahas dibawah ini. (walaupun noss 1989a, disarankan
bahwa kurikulum kemampuan dasar pada matematika menyajikan untuk para buruh
yang tidak deskill memiliki kemampuan untuk eksploitasi keuangan.).
Melin olsen 1987 mengakui keberadaan kekuatan kekuatan pada pendidikan
matematika dan masyarakat, dan mereka kepada sebuah bagian teoritis dan juga
psikologi social, antopologi dan psikologi. Dia menekankan, mengikuti Giddens 1979,
bahwa manusia menciptakan ideologi sebaik seperti dimana mereka tinggal.
Khususnya, dia mengidentifikasikan perlawanan terhadap hegemoni dengan
menghasilkan ideologi baru Dia berpendapat bahwa menguasai pendidikan matematika
harus memiliki seperti kesempatan-kesempatan: pendidikan matematika secara kritis
harus menyediakan peserta didik dengan ‘alat alat berfikir’ untuk menyatukan dalam
kegiatan kegiatan yang menantang ideologi ideologi implicit sekolah.
Bagian singkat ini tidak sesuai dengan teori dari Mellin Olsen, mendukung
pendapat dan hubungan dengan latihan. Bagaimanapun juga, hal tersebut dapat
dikatakan bahwa dengan membagi dua bagian dari kelemahan kelemahan yg terbukti
lebih dini pada bagian reproduksi sosial. Pertama, teori tersebut tidak cukup
membedakan perbedaan ideologi-ideologi dan ketertarikan kelompok social pada

26
pekerjaan dalam kurikulum matematika. Mungkin ini tidak terlihat penting bagi
pendapat pd umumnya dikemukakan oleh Mellin Olsen, tetapi ini penting sebelum
ideology implicit sekolah dapat ditantang. Kedua, teori tersebut tidak termasuk
pandangan-pandangan sifat dasar matematika, yang terpusat pada pendidikan
matematika, menurut thesis pada buku ini.
Kesemuanya, ada dukungan yang tersebar luas untuk thesis bahwa pendidikan
membantu menghasilkan kembali struktur masyarakat hirarki, menyajikan keinginan
orang-orang kaya dan kaum terhormat. Bagaimanapun juga, thesis ini harus dimengerti
dengan cara mengenalkan kerumitan hubungan antar masyarakat, dan yang merubah
penentuan karakter dari rumusan aslinya. Perubahan reproduksi thesis ini bergantung
sekali terhadap ideology, dan juga tepat jika dikembangkan hubungannya dengan
bentuk ideology-ideologi pendidikan dari buku ini.
Pelatih Industri
Pada bagian lingkungan social masyarakat, pelatih industry secara langsung
bertujuan untuk berkembang. Pelatihan social masyarakat melaui matematika adalah
bagian dari sebuah persiapan untuk kehidupan bagi para buruh yang patuh. Pelatihan,
penghafalan, pembatasan dualistic antara benar dan salah, dan penguasaan hirarki yang
sempurna bagi guru membantu menanamkan harapan-harapan yg sesuai dan bernilai
untuk para pekerja masa depan yg disiplin yang tidak diragukan lagi di masyarakat,
sementara kedepannya strata masyarakat yang lebih tinggi tidak terlalu diatur.
Humanist Lama
Humanist lama fokus pada perkembangan kemampuan serta bakat matematika dan
penanaman nilai matematika murni. Hal ini mempermudah pemeliharaan dan
reproduksi badan ahli matematika, yang menunjukkan porsi profesional, elit kelas
menengah, dengan budaya kelas menengah yang murni. Hal ini bisa dilihat dari divisi
antara kerja dengan tangan dan dengan otak, dan budaya concomittent serta
pembedaan kelas (Restivo, 1985). Kelompok ini mempunyai tradisi yang lebih kuat
atas isi kurikulum matematika, menjadikannya bergerak dari atas ke bawah (top
down) melayani kepentingan kelompok bukan “dari bawah ke atas” melayani

27
kepentingan semua.
Douglas (1966) telah berpendapat secara umum bahwa kemurnian berfungsi untuk
mempertahankan batas kelompok dalam hal ini, dengan dasar kerja antropologis yang
luas. Tujuan dan ideologi yang paling murni dari kelompok ini sesuai dengan pola ini.
Pelatih industrial yang ditujukan bagi pendidikan matematika bukanlah yang paling
murni, dan juga berfungsi untuk menjaga batas kelompok disekitar masa, dan
karenanya mereka memiliki batas kelompok sendiri.

Pragmatis Teknologi
Tujuan pragmatis teknologi tidak begitu ketat peduli untuk melestarikan batas kelas,
dan karenanya tidak begitu ketat reproduksi. Masyarakat dilihat sebagai berdasarkan
kekayaan dan kemajuan, mengikuti inovasi teknologi dan kemajuan. pendidikan
Matematika adalah bagian dari pelatihan keseluruhan penduduk untuk melayani
kebutuhan kerja, dan tujuan sosial terbuka adalah meritokrasi. mobilitas sosial
berdasarkan pencapaian prestasi atau teknologi adalah bagian dari perspektif ini,
karena industri dan sektor-sektor lainnya terus berkembang dan membutuhkan
teknologi dilatih pribadi. Namun, stratifikasi sosial yang ada oleh kelas tidak
dipertanyakan, dan akibatnya varicus faktor dan harapan sebagian besar berfungsi
untuk mereproduksi perbedaan sosial dan stratifikasi.
Pembelajaran Progresif
Tujuan progresif pendidik atas kepedulian matematika realisasi dan pemenuhan
umat manusia melalui matematika sebagai sarana ekspresi diri dan pengembangan
pribadi. Penekanan perspektif ini sangat individualistik. Meskipun diarahkan pada
kemajuan individu dalam berbagai cara, itu tidak menemukan mereka dalam matriks
sosial, juga tidak mengakui kekuatan yang bertentangan bekerja dalam masyarakat
yang mengurangi efektivitas pendidikan progresif. Jadi meskipun perspektif sosial
progresif, tidak serius melemahkan kekuatan reproduksi di tempat kerja di masyarakat
dan sekolah. Faktor-faktor seperti sumber daya yang tidak sama sekolah dan guru
mengetik stereo siswa tidak tertantang. Sosial, pendidik yang progresif bertujuan

28
kepedulian perbaikan kondisi individu, tidak perubahan sosial untuk menyediakan
kondisi emansipatoris.
Dari kedua ideologi, yaitu pendidik yang progresif adalah yang paling
berkepentingan untuk mengembangkan dan memberdayakan individu, dan hance untuk
memfasilitasi kemajuan sosial meritokrasi. Artinya, itu adalah lebih progresif dari dua
ideologi. Meskipun demikian, kedua perspektif buta dengan konteks sosial dan
dampaknya terhadap kemajuan sosial. Kedua atribut ini kepada upaya dan prestasi
individu, dengan latar belakang sebuah hirarki sosial diasumsikan dan diragukan lagi.
Baik pertanyaan perspektif fakta bahwa sektor yang berbeda disosialisasikan untuk
memiliki harapan pendidikan yang berbeda, dan menerima bentuk pendidikan yang
berbeda sesuai dengan asal-usul kelas mereka. Juga untuk mereka mengakui bahwa
oleh karena itu kurikulum tersembunyi cenderung untuk mereproduksi stratifikasi oleh
pekerjaan dan kekayaan. Sebagai Mellin-Olsen (1981) berpendapat, kelas pekerja dan
siswa kelas menengah harapkan dan dikondisikan untuk menjadi matematika diajarkan
instrumental atau relasional (masing-masing).
Hanya satu dari dua perspektif meritokrasi memiliki ideologi murni. Ini adalah
tampilan pendidik progresif, yang menekankan centredness anak-murni dan
kreativitas, bertentangan dengan utilitas. Para romantisme dan fokus pada kepentingan
murni anak, menyediakan kelompok mendefinisikan ideologi, melindungi posisi kelas
istimewa tengah pendidik profesional. Hal ini juga berfungsi untuk mengangkat
pendidik progresif ke dalam parentalcrole istimewa dalam hubungan mereka dengan
anak-anak, dan analog dalam masyarakat, sebagai profesional kelas menengah. Dengan
demikian kemurnian ideologi ini dapat dilihat, kecepatan Douglas, untuk menjaga
batas kelompok dan kepentingan.
Pendidikan Publik
Pendidik publik fokus pada penguatan pelajar, melalui matematika, menjadi otonom,
warga negara penting dalam masyarakat demokratis. Kurikulum bagi pendidik
matematika publik ditujukan untuk menjadi emancipatory melalui integrasi guru dan
diskusi publik tentang matematika dalam konteks sosial dan politiknya, melalui

29
kebebasan siswa untuk bertanya dan menantang asumsi tentang matematika,
masyarakat, dan tempat mereka, serta penguatan mereka melalui matematika pada
pemahaman dan kontrol yang lebih baik dari situasi hidup mereka. Ada perhatian
terhadap alokasi sumber daya yang tidak sama dan kesempatan kehidupan dalam
pendidikan, dan perhatian pada perlawanan rasisme, seksisme dan rintangan lain
pada kesempatan yang sama. Dari kelima ideologi, hanya ini saja yang merupakan
pandangan perubahan sosial, mengakui ketidakadilan dari masyarakat kita yang
terstratifikasi dan hirakis, dan berusaha menghancurkan siklus dengan mereproduksi
atau menciptakan ulang melalui pendidikan.

5. Hubungan antar Matematika, Kemampuan dan Hirarki Sosial


Bab ini telah dieksplorasi secara beda dalam konteks dimana hierarki muncul dalam
pendidikan matematika, bertentangan dalam setiap kasus yang pandangan tetap dan
tidak fleksibel hirarki memiliki hasil negatif untuk pendidikan. Selain ini, saya ingin
berpendapat bahwa masing-masing komponen bekerja kelompok bersama untuk
melayani tujuan sosial kelompok, dan bahwa hierarki memainkan bagian penting
dalam proses ini. Secara khusus, ada korespondensi longgar antara struktur
matematika, kemampuan dan masyarakat di masing-masing ideologi.
Ideologi Hirarki
Dua dari ideologi, pelatih industri dan humanis lama, sifatnya kuat dalam reproduksi.
Ini cocok dengen minat mereka untuk menghasilkan struktur hirarkis dalam
masyarakat. Pelatihan dasar keterampilan dimaksudkan untuk menghasilkan pekerja
yang pasif, sementara pendidikan matematika yang lebih tinggi disediakan sebagian
besar untuk kelas menengah di masa depan. Dalam setiap ideologi, teori hirarki keras
matematika diterjemahkan ke dalam kurikulum matematika hirarki yang kuat, ini tetap
terkait dengan pandangan hirarkis dari kemampuan matematika, juga dengan
pandangan hirarki ketat dalam masyarakat, kelas dan lapangan kerja. Dalam pandangan
keduanya, ada penyesuaian antar tingkat dari hirarki; tingkat pengetahuan rendah
matematika praktis dianggap sebagai kurikulum yang sesuai untuk siswa yang
memiliki kemampuan matematika dan intelijen yang lebih rendah, yang siap untuk
pekerjaan tingkat yang lebih rendah dan strata dalam sosial hirarki. Tingkat yang tinggi
teori matematika dianggap sebagai kurikulum yang sesuai bagi siswa 'yang memiliki
kemampuan matematika yang lebih tinggi' yang diharapkan untuk mendapatkan
pekerjaan dan posisi social yang lebih tinggi. Ini diilustrasikan pada Gambar 11.2, yang

30
juga menunjukkan kelas cukup kaku memisahkan dua jalur utama, memungkinkan
pergerakan sosial hanya dalam kasus-kasus luar biasa.
Tentu, model ini sangat disederhanakan. Hal ini menunjukkan hanya dua
tingkatan diskrit hirarki. Selain itu, pedagogi tidak ditampilkan. Ini terdiri sebagian
besar elemen sekunder dari ideologi, dan memainkan peran penting dalam
menghasilkan hirarki sosial. Hal ini diakomodasi dengan mengidentifikasi ideologi
pelatih industri, termasuk elemen pedagogi, lebih dengan jalur yang lebih rendah. Hal
ini membawa dalam pelatihan sosial dan aspek instrumental dari pedagogi (Mellin-
Olsen, 1981). Ideologi humanis tua mengidentifikasi lebih ke jalur yang lebih tinggi,
dengan fokus pada teori matematika murni, dan penekanan relasional dalam pedagogi.
Spesialisasi tersebut memiliki beberapa bentuk, bagi para pelatih industri senang untuk
meninggalkan pendidikan tinggi di tangan elit, dan humanis tua yang paling prihatin
dengan alur ini. Dengan demikian dua ideologi saling melengkapi satu sama lain
dengan penekanan mereka pada strata yang berbeda dari hierarki. Hasil jaringan
tersebut menunjukan bahwa mereka bekerja untuk lebih menghasilkan daripada
ideologi lain.

TEORI HIRARKI

INTELLIGENSI & PENGETAHUAN KELAS SOSIAL


KEMAMPUAN MATEMATIS & JABATAN
MATEMATIS SEKOLAH MASA DEPAN
(KURIKULUM)

Siswa dengan Status tinggi Jabatan level tinggi


kemampuan Pengetahuan Contoh. Seorang
yang tinggi matematika teoritis profesional

Batas Kelas yang Kaku

Siswa dengan Status rendah Jabatan Status rendah


31
Pengetahuan Pengetahuan
kemampuan
yang rendah matematika praktikal/ matematika praktikal/
kemampuan dasar kemampuan dasar level
rendah
Gambar 11.2: Kesesuaian antara Teori Hirarkis yang Kaku dari Kurikulum
Matematika, Kemampuan, dan Kelas/Jabatan social.
Ideologi hirarki Progresif
Dua dari perspektif, teknologi yang pragmatis dan masing- masing kemajuan pendidik,
untuk alasan yang berbeda, dikembangkan dari hirarki sosial, tetapi kurang tegas dan
kaku daripada sebelumnya. Mereka berdua melihat diri mereka sebagai meritokrasi
dengan mengizinkan atau mendorong mobilitas sosial dalam hirarki piramidal yang
diasumsikan sebagai masyarakat. Teknologi pragmatis bertujuan melayani kebutuhan
industri, pekerjaan dan masyarakat, melalui mobilitas sosial ke atas dari teknologi
terampil. Kemajuan para pendidik bertujuan untuk melayani kebutuhan individu,
dengan mendorong mereka untuk berkembang sebagai orang. Hasil dari ini adalah
potensi mobilitas sosial yang tinggi, bagi mereka yang memiliki kemajuan derajat yang
berbeda-beda, meminta peningkatan untuk masyarakat dan individu. Namun niat
sebenarnya adalah penerimaan stratifikasi sosial tidak perlu diragukan lagi. Akibatnya
dua posisi cenderung longgar menciptakan struktur hirarkis dalam masyarakat, dengan
sedikit modifikasi progresif, yaitu gerakan ke atas dari sebuah sektor kecil masyarakat.
Sekali lagi, dalam fondasi ideologi mereka, teori hirarki matematika dan
kurikulum matematika yang berhubungan dengan pemandangan hirarkis kemampuan
dalam matematika dan pandangan hirarkis dari masyarakat, kelas dan lapangan kerja.

32
Seperti di atas, ada korespondensi antara tingkat: sederhana, pengetahuan dan
keterampilan praktis matematika dianggap membentuk kurikulum yang sesuai bagi
siswa "kemampuan rendah", yang diduga sebagian besar ditakdirkan untuk pekerjaan
tingkat yang lebih rendah dan strata sosial. Lebih lagi pengetahuan matematika
kompleks dan keterampilan membuat kurikulum untuk siswa "kemampuan tinggi".
Diduga ditakdirkan untuk pekerjaan tingkat yang lebih tinggi dalam posisi sosial. Hal
ini ditunjukkan pada Gambar 11.3, yang juga menunjukkan pembagian dapat
menembus dari hirarkis menjadi strata pembagian kelas. Permeabilitas penghalang ini
adalah karena kedua ideologi melihat diri mereka sebagai progresif dan meritokrasi.
Sekali lagi, model ini sangat sederhana, hanya menampilkan dua tingkat hirarki
dan tidak menunjukkan pedagogi, yang memainkan peran sentral dalam reproduksi.
Tidak seperti kasus sebelumnya, tidak ada perbedaan begitu tajam antara pedagogi (dan
unsur-unsur ideologis sekunder) pada dua tingkat hirarki yang berbeda. Baik teknologi
maupun kemajuan pragmatis pendidik terang-terangan membedakan antara

33
pendekatan pedagogis yang dianggap sesuai untuk berbagai tingkat hierarki. Namun,
dalam praktiknya pendekatan pedagogi yang berbeda dikenakan pada siswa di tingkat
yang berbeda, sebagai konsekuensi dari teori hirarki yang mendasari. Mahasiswa
tingkat rendah cenderung untuk dilatih instrumental, dan siswa tingkat atas cenderung
diajarkan relasional, dan didorong untuk menjadi pelajar yang mandiri. Sementara ini
penjelasannya disederhanakan dari suatu fenomena yang lebih kompleks yang
bervariasi sesuai dengan ideologi, ini menunjukkan bahwa teori hirarki dari dua
ideologi berfungsi untuk menciptakan struktur hirarkis masyarakat.
Ideologi sosial perubahan
Terakhir, ada ideologi perubahan sosial dari pendidik publik. Perspektif ini mengakui
keberadaan dan ketimpangan dari hirarki piramida kelas sosial, tetapi berusaha untuk
mengubahnya untuk mencapai keadilan sosial. Ia berusaha untuk memutus siklus
reproduksi dalam pendidikan, baik yang kaku atau progresif, secara terbuka mengakui
keberadaan dan mempromosikan pendidikan emansipatoris. Sekali lagi, matematika,
kemampuan dan masyarakat yang terkait dalam ideologi ini, tapi oleh, kelenturan
fluiditas dan penolakan struktur hirarkis tetap. Teori matematika adalah teori
perubahan konseptual, konstruktivisme sosial. Hal ini diterjemahkan ke dalam teori
fleksibel pengetahuan matematika sekolah beradaptasi untuk melayani peserta didik
dan konteks sosial mereka, tetapi dikaitkan dengan pergerakan teori kemampuan
matematika, berkaitan dengan zona perkembangan proksimal bukan tingkat
'kemampuan' stereotip, juga dengan teori soaial perubahan masyarakat, kelas dan
lapangan kerja. Jadi ada hubungan antara semua teori, tapi itu adalah salah satu yang
berubah dan menolak mengakui struktur hierarkis tetap, mereka menjadi kaku atau
progresif.
Secara keseluruhan, disarankan agar masing-masing dari lima perspektif yang
memiliki banyak unsur ideologis bekerja secara harmonis bersama-sama untuk tujuan
sosial mereka. Teori-teori matematika, kurikulum, kemampuan pedagogi, dan
masyarakat semua sama, menjadi hirarki mereka mengubah orientasi. Bentuk
pendidikan matematika memainkan peran sentral dalam reproduksi (atau menantang)

34
dari hirarki sosial, tetapi sepertinya hanya salah satu unsur, yang mencakup filsafat
matematika dan teori pengetahuan matematika sekolah. Dengan demikian epistemologi
dan isi pendidikan memainkan peran penting dalam menciptakan atau mengubah
hirarki sosial. Di luar ini, telah menunjukkan bahwa model tunggal reproduksi sosial
tidak akan melayani. kelompok-kelompok ideologis yang berbeda berusaha untuk
mereproduksi hubungan sosial yang berbeda. Sebuah kebaruan dalam akun ini adalah
menghubungkan konsepsi hirarki di alam ternyata berbeda, dan menunjukkan bahwa
mereka bekerja sama untuk melayani tujuan sosial dan kepentingan.
Akhirnya, beralih ke Kurikulum Nasional dalam matematika kita dapat
mengidentifikasi di dalamnya konsep hirarki matematika sekolah dan kemampuan, dan
pandangan seperti ini menyimpulkan matematika dan masyarakat sebagai sarana posisi
reproduksi. Mengingat bahwa landasan ideologi pembangunan adalah campuran posisi
hirarkis kaku dan progresif, jelas bahwa tujuan dari kurikulum, baik implisit maupun
eksplisit, adalah reproduksi sosial. Karena ini melibatkan peluang menyangkal dan
realisasi potensi manusia, itu adalah untuk Noss parafrase, sangat anti-pendidikan.

Analsisi Kritis :
Tujuan pembelajaran matematika akan bergeser pada tingakat sosial yang
yang lebih tinggi, yang termasuk di dalamnya; pemenuhan potensi manusia, kesadaran
sosial dan kebutuhan untuk perubahan sosial, serta perlawanan terhadap
ketidakadilan, khususnya ketidakadilan dalam ras dan gender Tujuan pendidikan
semacam ini tidaklah bertentangan dengan perkembangan individual manusia dan
pengembangan kreativitas matematika. Masing-masing dari ideologi pendidikan
matematika didorong oleh filsafat matematika tertentu yang Pastinya akan berekses
pada kurikulum pembelajaran matematika. Inilah bahasan utama dari buku ini, yakni
berusaha menguji pernyataan: Suka atau tidak, semua proses pembelajaran
matematika berpijak pada filsafat matematika (Thom, 1971, p. 204) Dan juga untuk
menjawab argumen : Masalahnya, bukanlah tentang pertanyaan bagaimana cara
terbaik untuk mengajar? namun, apakah sesungguhnya matematika itu? Kontroversi
tentang mengajar tidak bisa diselesaikan tanpa berhadapan dengan masalah tentang
sifat matematika

35

Anda mungkin juga menyukai