Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL BOOK REPORT

A. Identitas Buku

Judul Buku : The Philosophy of Mathematics Education.

Pengarang : Paul Ernest

Tahun terbit : 1991

Penerbit : London: Routledge Falmer

Tebal : xiv + 329 halaman

B. Ringkasan Isi Buku

BAB VIII
KELOMPOK IDEOLOGI PURIST

A. Humanis Kuno
Humanis matematika kuno menganggap bahwa matematika sebagai hal yang
berharga dan unsur pusat kebudayaan. Matematika merupakan sebuah prestasi
tertinggi manusia, maka sebab itu matematika sering disebut queen of the science
yaitu sebuah kesempurnaan, kemurnian dari kebenaran mutlak dan hasil karya
kejeniusan. Pembuktian logika, struktur, abstraksi, penyederhanan dalam
matematika memiliki nilai. Berdasarkan nilai ini, tujuan pendidikan matematika
adalah komunikasi dalam matematika itu sendiri. Ideologi kelompok ini relatif
absolut terpisah.
1. Ideologi Relatif Absolut Terpisah
a. Kumpulan nilai moral
Menurut Kohlberg (1981:411), keputusan moral dihasilkan dari
kebenaran, nilai-nilai hukum yang disetujui oleh semua individu
mengubah atau menciptakan sebuah masyarakat yang dirancang untuk
memiliki keadilan dan kebiasaan yang bermanfaat. Nilai-nilai ini
mengandung kebenaran yang ditegakkan oleh dasar kebenaran, nilai,
dan kontrak sah masyarakat, bahkan ketika mereka muncul konflik
dengan peraturan yang konkrit dan hukum kelompok. Pada tahap yang
lebih tinggi kumpulan nilai diasumsikan sebagai pedoman hukum etis
menyeluruh yang harus diikuti seluruh umat manusia.
b. Epistemologi
Dasar nilai-nilai terletak pada nalar, logika, dan perasionalan
sebagaimana pengertian menetapkan, membandingkan, dan
membenarkan pengetahuan. Menilai logika, kekerasan, dan kemurnian
cenderung mengarah pada pandangan pengetahuan sebagai ketetapan,
penghidupan, struktur yang saling berhubungan, yang murni, netral, dan
bebas nilai. Pengetahuan ini terlihat objektif dan bebas dari manusia
dan nilai sosial dan perhatian.
c. Filsafat Matematika
Kemutlakan ideologi ini menyatakan bahwa matematika terlihat
sebagai sebuah bagian ilmu pengetahuan objektif yang murni,
berdasarkan penalaran dan logika, bukan karangan.
d. Teori Masyarakat
Kedudukan matematika sangat membangun dan hirarkis pada teori
tentang masyarakat. Hal ini menilai pengetahuan dan tradisi budaya
barat, kepentingannya sendiri, dan berusaha mempertahankannya.
Khususnya bagi kaum elit pada kelas berpendidikan menengah ke atas.
Kedudukan ini bertujuan untuk mempertahankan tradisi budaya yang
telah ada dan struktur sosial yang berasosiasi. Hal ini terlihat seperti
memisahkan orang berpendidikan dan masyarakat biasa. Budaya kaum
elit yang mencoba untuk mengatur masyarakat, agar rakyat biasa tidak
memiliki keadilan yang sama. Masyarakat semata-mata adalah alat
mempertahankan dan membuat kebudayaan, yang menyediakan aturan
dalam masyarakat.
e. Teori Anak
Pandangan ini melihat bahwa seseorang ditentukan oleh karakter
atau sifat menurun mereka. Anak-anak bagaikan ember kosong.
Menurut ideologi ini, susunan dapat dilemahkan melalui pembangunan
karakter dan pendidikan dengan menanamkan jiwa yang tepat, nilai dan
rasa moral dan estetika.
f. Tujuan Pendidikan
Pusat dari tujuan pendidikan adalah penyebaran pengetahuan murni
dan budaya tinggi serta nilai yang menyertainya. Sehingga tujuan dari
pendidikan adalah untuk menghasilkan seseorang yang berpendidikan
budaya, dengan sebuah pengapresian budayanya, dan kekuatan
diskriminatif yang menyertainya. Sasaran pendidikan yaitu kaum elit,
yang hanya dapat diterima oleh kaum minoritas.
2. Humanis kuno sebagai Absolut Relatif Terpisah
Plato menganjurkan penelitian tentang kedisiplinan ilmu murni dengan
kemampuan membuka mata batin yang berasal dari objek pemikiran,
menghasilkan sejumlah ilmu tentang tujuan dan kebenaran abadi
berdasarkan kenyataan. Subjek murni termasuk matematika dianggap
sebagai bahan yang tepat untuk dipelajari. Para ahli, sarjana seperti
Erasmus (1466-1536), percaya akan kekuatan kepandaian manusia dan
pada nilai mempelajari pekerjaan seseorang yang hebat. “Pelajaran paling
berharga bagi umat manusia adalah manusia”.(Leach, dikutip dari
Hownson, 1982: 9).
Kutipan ini mengindikasikan asal-usul dari nama ‘humanis kuno’.
Kelompok ini menilai ‘pendidikan budaya’ dalam pengertiannya,
sumbangan bagi orang berbudaya atau terpelajar, dan menolak atau
menganggap remeh pengetahuan teknis atau praktis (William, 1961).
Kata terpelajar maksudnya sebagai gambaran seluruh perkembangan
moral seseorang, secara intelektual dan spiritual hanya ada di abad ke-19.
Sebelum itu, istilah terpelajar bukanlah sesuatu yang biasa untuk
menggambarkan pengertian ini. Dan di jaman sekarang konsep seorang
terpelajar sebagai sebuah idaman sudah cukup berkembang.(Hirst dan
Peters, 1970” 24).
Unsur ideologi yang menyatakan bahwa pendidikan dan pengetahuan
adalah kebaikan, hasil akhir ideologi, dan bukan berarti dasar, tapi akhir
yang bermanfaat. Sehingga menurut Cardinal Newman, seorang humanis
kuno terkemuka abad lalu: yang bermanfaat tak selalu baik, yang baik
selalu bermanfaat. Pengetahuan mampu menjadi hasil akhir hidup. Seperti
halnya dasar pemikiran manusia yang berupa berbagai macam
pengetahuan, jika benar demikian, maka ini merupakan hadiah.
Pengetahuan tidak hanya bermanfaat dan kebetulan belaka, tetapi milik
manusia hari ini maupun besok yang dapat dibawa ketika ada kesempatan,
digenggam di tangan lalu dibawa ke pasar. Ini adalah cahaya, kebiasaan,
sebuah barang pribadi, dan anugerah.’(Brent, 1978: 61).
Young (1971) mengidentifikasi para humanis kuno sebagai bagian
dari ideologi budaya/konservatif, yang mula-mula berasal dari kaum
ningrat yang mengelompokkan pendidikan politik yang merupakan
ketakjujuran orang terpelajar, suatu penekanan karakter’.
Raynor (1972) juga menganalisis ideologi aristokratis (bangsawan)
pendidikan yang melihat pendidikan sebagai harta untuk menyiapkan
kaum muda untuk peran sosial sebagai orang kaya atau pemimpin.
Cosin (1972) menggambarkan perspektif kaum elit/konservatif yang
diperhatikan untuk mengurus standar keunggulan budaya melalui metode
penyeleksian.
Bantock (1975) mengatakan bahwa pengertian budaya mendahului
keterampilan teknis, kejadian yang kebetulan terjadi dalam kehidupan
sehari-hari akan ditemukan oleh pikiran yang menyiapkan pertemuan
seperti kebetulan dengan mengacu pada hukum filosofi dan pengertian
kontekstual.
Cox dan Dyson (1969) menyatakan tujuan perkuliahan adalah sebuah
kepercayaan pada kebudayaan, peradaban, dan kecaman yang tidak
memihak. Fungsinya adalah untuk membudayakan, memperbaiki, dengan
kesadaran diri untuk membuat kebudayaan., cenderung menjadi tekanan
untuk melakukan, menjawab kebutuhan sosial, teknologi, industri, dan
ekonomi.
Eliot (1948) mengemukakan pengetahuan manusia diwujudkan dalam
kebudayaan tinggi tampak berharga, untuk membenarkan sistem kasta.
Kasta memiliki fungsi mempertahankan bagian keseluruhan budaya
masyarakat yang tergolong di dalamnya. Humanis kuno menolak bahwa
kesehatan spiritual manusia bergantung pada pendidikan yang lebih dari
sekedar pelatihan untuk pekerjaan khusus, semacam penggambaran
dengan berbagai cara sebagai kebebasan, penyayang, atau kebudayaan.

3. Tujuan Matematika dan Ideologi para Humanis Kuno Matematika


a. Tujuan Pendidikan Matematika
Tujuan pendidikan matematika menurut kelompok ini adalah
penerapan para ahli lama pada matematika, yaitu dengan
memperhatikan penyebaran ilmu matematika, budaya, dan nilai.
Tujuannya adalah untuk menyebarkan matematika murni dengan
memperhatikan struktur, tingkat konseptual, dan kekakuan subjek.
Tujuannya untuk mengajar matematika pada nilai intrinsiknya, sebagai
bagian pusat warisan manusia, budaya, dan penghargaan intelektual.
Berdasarkan hirarki, matematika semakin murni, kaku, dan abstrak.
Siswa didukung untuk mencapai hirarki ini sejauh mungkin, sesuai
kemampuan matematika mereka. Selama mereka berusaha
mencapainya, mereka akan semakin dekat dengan matematika, subjek
diajar dan mempelajarinya pada tingkat perguruan tinggi.
b. Teori Pembelajaran Matematika
Jika dipelajari dengan baik, ilmu matematika memperkenankan
pelajar untuk menyelesaikan masalah dan memecahkan teka-teki
matematika. Siswa diharapkan datang dengan metode dan pendekatan
yang berbeda, dalam penerapan ilmu ini, sesuai dengan bakat dan
kecerdikan mereka.
c. Teori Pengajaran Matematika
Peraturan guru menurut perspektif ini, adalah sebagai pengajar dan
penjelas, menghubungkan struktur matematika dengan penuh arti. Guru
seharusnya memperkaya ilmu matematika dengan masalah tambahan
dan kegiatan tambahan. Sebaiknya, berbagai macam pendekatan,
demonstrasi, dan aktivitas dikerjakan untuk memotivasi dan
memfasilitasi pembelajaran.
Sehingga menurut Hardy, pada matematika terdapat sebuah hal
utama yang penting, yaitu guru harus membuat percobaan nyata untuk
mengajar subjek yang diajarkan sebaik mungkin, dan harus
menjelaskan secara terperinci kebenaran kepada siswanya hingga batas
kesabaran dan kapasitas mereka.
d. Teori Sumber Pendidikan Matematika
Ideologi purist cenderung melarang pandangan sumber-sumber yang
tepat untuk matematika sekolah. Peraga, alat bantu, dan sumber
digunakan guru untuk memotivasi atau memfasilitasi pengertian.
Bagaimanapun, sumber penjelasan secara langsung bagi siswa
merupakan pekerjaan yang berguna, mempelajari matematika secara
nyata sangat tepat bagi tingkat dasar belajar matematika dan juga untuk
metematika murni.
e. Teori Kemampuan Matematika
Bakat matematika dan kecerdasan pikiran diwariskan, dan kebiasaan
yang berhubungan dengan matematika dapat diidentifikasi dengan
kecerdasan murni. Dalam penyebaran hirarki kemampuan matematika
dijabarkan dari puncak kecerdasan matematika menuju ketidakcakapan
secara matematis. Mengajar hanya membantu siswa menyadari potensi
mereka. Hal ini adalah sebuah teori kaum elit tentang kemampuan
matematika, diliht sebagai hirarki dan percontohan, serta menilainya
pada puncak tertinggi.
f. Teori Penilaian Pendidikan Matematika
Bentuk penilaian pendidikan matematika melibatkan sebuah jarak
metode, namun penilaian sumatif membutuhkan ujian tambahan. Hal ini
harus berdasarkan pada sebuh pandangan hirarki terhadap bahan subjek
matematika, dan pada sejumlah tingkat, sesuai dengan kemampuan
matematika. Kompetisi dalam ujian memberikan sebuah cara untuk
mengidentifikasi ahli matematika yang terbaik.
g. Teori Perbedaan Sosial dalam Pendidikan Matematika
Matematika dipandang sebagai kemurnian dan tidak berhubungan
dengan permasalahan sosial, sehingga tidak ada ruang untuk perbedaan
sosial. Matematika bersifat objektif dan mencoba memperlakukan
manusia untuk tujuan pendidikan, meskipun bertujuan baik, menyetujui
dasar dan kemurniannya

B. Pendidik Progresif
1. Ideologi Relatif Absolut Terhubung
a. Kumpulan Nilai Moral
Nilai moral dalam kedudukan ini adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan hubungan manusia dan perasaan setiap manusia dengan yang lain,
seperti rasa empati, peduli dan perasaan lain tergantung situasi. Giligan
(1982) mengungkapkan bahwa nilai moral yang terkandung dalam
ideologi ini berkaitan dengan rasa tanggung jawab berdasar asas keadilan,
saling menghargai perbedaan orang lain, dan peduli terhadap sesama.
b. Epistomologi
Secara epistemologi, kedudukan ini adalah rasionalist tetapi juga
memuat bagian dari empirisme. Pengetahuan dipandang sebagai suatu
bawaan, diciptakan kembali oleh individu sebagai bagian dari proses
perkembangan dan kedewasaan. Pemikiran yang terkandung didalamnya
merupakan benih atau bentuk dari pengetahuan yang berkembang dalam
proses kedewasaan dan respon dari pengalaman. Pengalaman adalah
pendorong (stimulus) yang penting dalam mengembangkan pengetahuan
bawaan dari anak. Pengetahuan anak berkembang melalui interaksi dengan
dunia. Epistemologi ini berdasarkan pemkiran Plato, Descartes, Kant dan
tradisi rasional.
c. Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah absolut, memandang kebenaran matematika
sebagai sesuatu yang mutlak dan pasti. Meskipun begitu, filsafat
matematika adalah absolut progresif karena nilai yang besar dilibatkan
dalam proses individu dalam mencari kebenaran tersebut. Jadi absolut
progresif adalah absolut yang diwarnai dengan kemanusiaan dan nilai-nilai
penghubung.
d. Teori Anak
Teori anak menganggap anak-anak mempunyai hak penuh sebagai
individu dan membutuhkan asuhan, perlindungan serta memperkaya
pengalaman untuk mengembangkan potensi penuh mereka. Ramsden
(1986) mengatakan bahwa anak-anak itu seperti “innocent savage” dan
“growing flower”. Innocent savage terlahir baik, individu yang kebutuhan
dan haknya penting sekali, individu yang belajar dan tumbuh melalui
pengalaman fisik dan sosial. Sebagai “growing flower”, anak-anak terlahir
dengan semua yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fisik dan mental, dan
dengan pengalaman dan lingkungan yang layak maka secara alami akan
mengembangkan potensi mereka.
e. Teori Masyarakat
Fokus ideologi terletak pada individu bukan pada acuan sosial, kecuali
untuk perkembangan individu. Idealnya, masyarakat dipandang sebagai
suatu lingkungan yang mendukung dan memelihara, tapi pada kenyataan
penyakit sosial membutuhkan tanggapan kepedulian pada individu..
f. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk memperkenalkan kesadaran diri
individu dengan mendorong pertumbuhan mereka lewat kreatifitas,
ekspresi diri, pengalaman yang luas sehingga memungkinkan mereka
meraih kesuksesan. Tujuan ini murni karena tujuan ini memperhatikan
perkembangan anak.

2. Tradisi Progresif sebagai Relatif Absolut Terhubung


1. Asal Mula Tradisi Progresif
Teori anak yang memandang anak sebagai “innocent savage” dan
“growing flower”, adalah bagian dari pemikiran tradisi progresif. Akar dari
tradisi ini terletak pada epistemologi Plato. Plato membantah bahwa semua
terlahir dengan pengetahuan terpendam. Rousseau menjadikan ini sebagai
titik awal, membantah bahwa anak mempunyai pontensi terpendam untuk
belajar dan akan berkembang sesuai dengan rencananya. Perhatian
Rousseau terletak pada potensi anak, kebutuhan anak, proses kegiatan
anak, permainan dan pengalaman dalam pendidikan. Karena perhatiannya
tersebut, rousseau menawarkan pusat anak berorientasi pendidikan yang
pertama kali.
Pestalozzi dan Froebel memandang anak dengan metafora “growing
flower” juga. Sebagai growing flower, anak-anak terlahir dengan semua
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mental dan fisik, dan dengan
lingkungan yang layak, taman kanak-kanak, akan menumbuhkan potensi
mereka. Lingkungan seperti itu harus mendukung dan berdasarkan
spontanitas, kesenangan, permainan, pelatihan, pembelajaran pengalaman
dan aktivitas kelompok. Pestalozzi dan froebel memberikan dasar-dasar
tradisi progresif pada pendidikan. Pestalozzi menekankan bahwa yang
terpenting adalah pengalaman nyata dalam pendidikan. Froebel
membantah bahwa “Bermain adalah pekerjaan anak-anak” diperlukan
dalam mengembangkan potensi anak.
Pendukung tradisi ini selanjutnya adalah John Dewey. Dewey (1986)
membantah metode eksperimen dalam pendidikan: Anak-anak harus
diberikan tes untuk pengetahuan yang didapatkan dan harus belajar dari
aktifitas, pemecahan masalah, dan metode kerja. Dia lebih menekankan
pada pentingnya memahami dan proses memperoleh pemahaman dalam
pendidikan.
Pendukung tradisi progresif lainnya adalah Maria Montesori. Dia
memandang bahwa sifat anak pada dasarnya baik dan pendidikan sebagai
proses dalam mengembangkan apa yang telah dimiliki anak sejak lahir,
kebebasan merupakan bahan penting dalam perkembangan ini, serta
kebutuhan akan pengalaman dalam perkembangan anak.
2. Teori Psikologi
Teori Piaget tentang perkembangan intelektual berfokus pada dua aspek
utama dari pandangan progresif masak kanak-kanak. Pertama, berpusat
pada pengalaman anak, khususnya interaksi fisik terhadap dunia. Kedua,
perkembangan logika pemikiran anak, yang berbeda dengan orang dewasa.
Piaget percaya bahwa dalam berkreasi dan mengembangkan pengetahuan
mereka, anak-anak harus dibatasi oleh struktur konsep yang mutlak,
khususnya pada matematika dan logika. Dia juga menyediakan dukungan
psikologi untuk pandangan progresif dalam pikiran anak selama proses
perkembangan dan membangun pengalaman.
3. Tradisi Progresif dalam Pendidikan
Pengaruh paling kuat dari tradisi progresif ini berada pada pendidikan
utama di Inggris. Hal ini sesuai dengan dua laporan resmi tentang
pendidikan, laporan Hadow (1931) dan laporan Plowden (1967). Laporan
hadow memberikan perkataan yang sangat berpengaruh dari tradisi
progresif dalam pendidikan. Dalam laporannya mengatakan, kurikulum
diajarkan dalam bentuk aktifitas dan pengalaman dari pada pengetahuan
yang diperoleh dan fakta yang disimpan. Tujuannya harus dikembangkan
dalam anak kekuatan dasar manusia.
Laporan Plowden merepresentasikan pandangan progresif bahwa anak
memiliki sifat yang dapat berkembang dengan lingkungan yang layak,
pengarahan diri seperti hidup mandiri dan menemukan sesuatu merupakan
hal yang penting dalam perkembangan ini, pengetahuan tidak untuk
dibagi-bagikan, kurikulum harus ditingkatkan untuk mewakili ini, dan
guru harus menjadi pengarah (guide) untuk menciptakan lingkungan dari
pada sebagai instruktor, memungkinkan anak menemukan penemuan-
penemuan ketika mereka siap.
4. Perlindungan
Faktor lain dalam tradisi progresif adalah pandangan bahwa anak
membutuhkan perlindungan dari kerasnya kehidupan sehari-hari. Faktor
yang membatasi dalam melindungi anak adalah ketidakpastian, orang tak
dikenal, miteri, kekerasan, pertanggungjawaban, ketidaksenangan dan
masalah dengan teman sebaya.
5. Pernyataan eksplisit tentang Ideologi Progresif
Pernyataan eksplisit tentang ideologi progresif dalam pendidikan adalah
sekumpulan asumsi tentang anak, pembelajaran dan pengetahuan, yang
menekankan pada rasa ingin tahu, pembelajaran aktif dan perkembangan
dari pengetahuan subyektif. Anak-anak secara alami merasa penasaran
dan menunjukan tingkah laku penyelidikan. Penyelidikan aktif pada
lingkungan luas dan material baru, memfasilitasi pembelajaran anak.
Bermain tidak bisa dibedakan dengan bekerja sebagai cara utama
pembelajaran masa kanak-kanak. Anak-anak akan suka belajar jika mereka
diberi saran pertimbangan dalam pemilhan materi yang ingin mereka
kerjakan dan pemilihan pertanyaan yang mereka kejar. Anak-anak
melewati tahap yang sama pada perkembangan intelektual, setiap anak
berbeda dalam hal cara, kecepatan dan waktu yang diperlukan.
Pertumbuhan dan perkembangan intelektual didapatkna melalui
pengalaman nyata. Pengetahuan adalah fungsi dari integrasi pengalaman
pribadi. Richard memberikan pernyataan eksplisit tentang ideologi
pendidik progresif, yaitu liberal romantis, dimana dimulai dan secara
konstan kembali kepada anak ketika mengembangan prinsip pendidikan.

3. Ideologi Pendidikan terhadap Pendidik Matematika Progresif


a. Teori Pengetahuan Matematika Sekolah
Penekanan pada ideologi ini menurut Marsh yaitu “Pengalaman,
bukanlah kurikulum... Anak, bukanlah kurikulum” (Alexander, 1984:16).
Matematika adalah sarana mengembangkan anak secara keseluruhan,
sehingga penekanan matematika sebagai sebuah bahasa, dan berada pada
kekreatifan dan sisi manusiawi dari pengalaman matematika. Proses
penyelesaian dan penyelidikan masalah matematika, seperti
penyamarataan, perkiraan, peringkasan, pelambangan, penyusunan dan
pembenaran membentuk secara lebih mencolok daripada spesifikasi
muatan matematika. Matematika hanya sebuah bagian dari keseluruhan
kurikulum, sehingga anak memastikan penggunaan ”matematika dalam
kurikulum” juga bernilai sebagai bagian dari matematika sekolah.
b. Tujuan dari Pendidikan Matematika
Tujuan matematika dari pendidik progresif adalah untuk menyambung
perkembangan dari pertumbuhan manusia secara menyeluruh, untuk
mengembangkan kreativitas anak dan pengembangan diri dalam
pengalaman pembelajaran matematika. Hal ini mencakup dua hal, yang
pertama menyelidiki diri sendiri dan orang yang tahu matematika. Kedua,
mengembangkan rasa percaya diri pada anak, sikap positif dan mengagumi
diri sendiri dengan penghargaan terhadap matematika, dan melindungi
anak dari pengalaman negatif yang mungkin merusak sikap ini.
c. Teori Kemampuan Matematis
Teori kemampuan matematis pendidik progresif adalah individualisme.
Pusat asumsi hal ini adalah adanya pembawaan, perbedaan penurunan
kemampuan matematika cenderung ke arah perkembangan dasar individu
yang berbeda dan sedang berlangsung. Hal ini, pada gilirannya, cenderung
ke arah perbedaan level “kesiapan” untuk perkembangan matematika yang
lebih jauh. Bagaimanapun juga, setiap kemampuan matematis individu
membutuhkan sebuah rangkaian pengalaman yang tepat untuk benar-benar
terealisasi, dalam kata lain pertumbuhan anak mungkin melemah. Dua
kekuatan yang bertentangan adalah kerja, menurunkan dari rasa
rasionalitas dan epistemologi empiris. Ada pendorong kemampuan
menurun dan bawaan tingkat pemikiran, sebaik pengaruh kuat pengalaman
dan lingkungan.
d. Teori tentang Pembelajaran Matematika
Teori yang paling ditekuni oleh pendidik progresif adalah teori
pembelajaran matematika. Hal ini melibatkan tanggapan aktif siswa
terhadap lingkungan, penyelidikan diri oleh anak, mencari hubungan dan
membuat artefak pengetahuan. Pembelajaran meliputi penyelelidikan,
penemuan, permainan, diskusi, dan kerja sama. Lingkungan dimana
pembelajaran yang ada harus kaya dan menantang, tapi harus aman,
mengembangkan pengembangan aktif, dengan anak belajar melalui
permainan, aktivitass, penyelidikan, proyek, diskusi , penjelajahan, dan
penemuan.
e. Teori tentang Pengajaran Matematika
Mengajar matematika, menurut perspektif ini, mengandung dorongan,
kemudahan, dan susunan lingkungan terstruktur secara hati-hati dan situasi
dan situasi penjelajahan. Peranan gutu terlihat untuk mengatur lingkungan
pembelajaran dan sumber pembelajaran, fasilitator pembelajaran, dengan
bimbingan tak-mengganggu dan melindungi dari konflik, ancaman, dan
sumber perasaan buruk.
f. Teori Sumber Daya dalam Pendidikan Matematika
Teori sumber pendidikan matematika memainkan sebuah bagian pusat,
karena pembelajaran dimengerti untuk melibatkan aktivitas. Sumber
penciptaan, pernyataan dan pembuatan diperlukan, sebgaimana lingkungan
melewati batas kelas, menghubungkan matematika dan seluruh
pengalaman anak.
g. Teori Penilaian dalam Pendidikan Matematika
Teori penilaian yaitu bahwa dasar tidak resmi atau dasar kriteria
penilaian guru terhadap penghargaan positif, dengan menghindari
kegagalan dan penjulukan kreasi anak sebagai ‘salah’. Anak-anak
dilindungi dari konflik dan sakit.
h. Teori Perbedaan Sosial dalam Pendidikan Matematika
Nilai terhubung membutuhkan perbedaan budaya dan ras untuk
membawa matematika ke dalam lingkungan budaya setiap anak.
Kedudukan ini mengakui adanya perbedaan asal budaya anak-anak dan
mencoba memanfaatkan aspek-aspek segi budaya ini dalam pengajaran
matematika. Teori perbedaan sosial adalah individual, bekerja keras untuk
menampung budaya dan perbedaan linguistik serta menemui bermacam-
macam kebutuhan seseorang, seperti yang dirasakan.

Anda mungkin juga menyukai