Anda di halaman 1dari 5

Ringkasan BAB II buku The Philosophy of Mathematics Education oleh Paul Ernest

Rekonseptualisasi Filsafat Matematika

1. Wilayah Filsafat Matematika


Ada tiga hal yang dianggap penting tentang filsafat dan pendidikan. Pertama, ada
perbedaan antara pengetahuan sebagai produk akhir yang sebagian besar diwujudkan
dalam bentuk dalil-dalil dengan kegiatan memahami atau kegiatan mencari pengetahuan.
Kedua, ada perbedaan antara matematika sebagai pengetahuan yang berdiri sendiri dan
bebas nilai dengan matematika sebagai sesuatu yang berhubungan dan menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari jaringan ilmu pengetahuan manusia. Ketiga, perbedaan
ini memisahkan pandangan matematika sebagai ilmu yang objektif dan bebas nilai
karena hanya terfokus pada logika internalnya sendiri, dengan memandang matematika
sebagai bagian yang menyatu dengan budaya manusia dan oleh karena itu dipengaruhi
oleh nilai-nilai manusia seperti halnya wilayah dan pengetahuan lainnya.

Kriteria Filsafat Matematika


Kriteria filsafat matematika seharusnya menguraikan:
Pengetahuan matematika: hakikat, nilai kebenaran dan asal usul.
Objek matematika: hakikat dan keaslian.
Penerapan matematika: keefektifannya terhadap sains, teknologi dan wilayah lain.
Praktek matematika: aktifitas ahli matematika baik di waktu sekarang atau di waktu
lampau.
Kriteria ini seharusnya digunakan untuk filsafat matematika manapun.

2. Pengujian Lebih jauh Tentang Aliran-aliran Filsafat


a) Aliran Absolutis
Pengikut aliran logis, formalis dan intusionis adalah pengikut aliran absolutis. Pada
Bab sebelumnya telah diberikan contoh kegagalan pemikiran aliran ini dan juga
telah dibuktikan ketaktepatan aliran absolutis untuk filsafat matematika.
b) Aliran Absolutis Progresif
Absolutis progresif yang lebih memandang (dari sudut padang aliran absolutis)
matematika sebagai akibat dari upaya manusia untuk mencari kebenaran dari pada
hasilnya. Filsafat absolut progresif:
1) Menerima penciptaan dan perubahan teori-teori aksiomatis (yang kebenarannya
hampir dianggap mutlak).
2) Mengakui bahwa keberadaan matematika formal karena intuisi matematika
diperlukan sebagai dasar dari penciptaan teori.
3) Mengakui aktifitas manusia dan akibatnya dalam penciptaan pengetahuan dan
teori-teori baru.
Filsafat absolutis progresif secara umum memenuhi kriteria dibandingkan
dengan filsafat absolut formal, meskipun secara keseluruhan tetap memberikan
penentangan karena aliran ini memberikan ruang, meskipun terbatas, untuk para ahli
matematika yang beraktivitas.
c) Platonisme
Platonisme adalah pandangan bahwa objek matematika memiliki eksistensi
objektif yang nyata dalam beberapa wilayah ideal. Pandangan ini berasal dari Plato
dan dapat dilihat dalam tulisan penganut aliran Logis seperti Frege dan Rusell, dan
juga Cantor, Bernays (1934), Hardy (1967) dan Godel (1964).
Platonisme memiliki dua kelemahan penting. Pertama, aliran ini tidak mampu
menawarkan penjelasan yang tepat terkait dengan bagaimana ahli matematika
memperoleh akses kedalam pengetahuan yang ada dalam wilayah platonic. Kedua,
aliran ini tidak mampu memberikan deskripsi yang tepat untuk matematika baik
secara internal atau eksternal. Karena aliran ini tidak dapat memenuhi persyaratan
diatas, platonisme ditolak sebagai filsafat matematika.
d) Konvensionalisme
Pandangan pengikut aliran konvensionalis menyebutkan bahwa pengetahuan
matematika dan kebenaran didasarkan pada konvensi (kesepakatan) linguistik. Atau
lebih jauh kebenaran logika dan matematika memiliki sifat analitis, benar karena ada
hubungan nilai dari makna istilah yang digunakan.
Filasafat matematika konvensionalis telah dikritik oleh penulis sebelumnya
dengan dua alasan. Pertama, dikatakan disini bahwa aliran ini tidak banyak
memberikan informasi. Kedua, penolakan dari Quine, dia mengatakan bahwa kita
tidak akan menemukan semua kebenaran matematika dan logika yang dikemukakan
secara literal seperti aturan dan konvensi linguistik
e) Empirisme
Pandangan empiris tentang pengetahuan matematika (empirisme naif untuk
membedakannya dengan empirisme kuasinya Lakatos) menyebutkan bahwa
kebenaran matematika adalah generalisasi empirik (pengamatan). Kami
membedakan dua tesis empiris: (i) konsep matematika memiliki asal usul empirik
dan (ii) kebenaran matematika memiliki dasar kebenaran empirik maka diambil dari
dunia nyata. Tesis pertama tidak dapat disangkal dan telah diterima oleh sebagian
besar filsuf matematika. Tesis yang kedua ditolak oleh semua pihak kecuali
penganut aliran empiris karena arahnya yang mengarah ke ketidakjelasan. Penolakan
pertama beralasan bahwa sebagian besar ilmu matematika diterima dengan dasar
alasan teoritis dan bukan empiris.
Empirisme terbuka untuk sejumlah kritik. Pertama, ketika pengalaman kita
berlawanan dengan kebenaran matematika dasar, kita tidak akan menyangkalnya
(Davis dan Hersh, 1980). Kita justru akan berasumsi bahwa mungkin ada kesalahan
dalam penalaran kita karena ada kesepakatan bersama tentang matematika sehingga
kita tidak dapat menolak kebenaran matematika (Wittgenstein, 1978). Kedua,
matematika sangat abstrak dan begitu banyak konsepnya tidak memiliki keaslian
dalam pengamatan di dunia nyata. Ketiga, empirisme bisa dikritik karena terfokus
secara eksklusif (khusus) pada masalah-masalah pondasionis dan gagal menguraikan
kecukupan tentang pengetahuan matematika. Dengan dasar kritik ini kami menolak
pandangan empirik sebagai filsafat matematika yang tepat.

Empirisme Kuasi
Empirisme kuasi adalah nama yang diberikan kepada filsafat matematika yang
dikembangkan oleh Imre Lakatos (1976, 1978). Aliran ini memandang matematika
sebagai apa yang ahli matematika lakukan dan dengan semua kekurangan yang
melekat pada aktifitas atau ciptaan manusia.
Berikut ini adalah sketsa awal dari pemikiran empirisme kuasi. Matematika
adalah sebuah dialog diantara orang-orang yang mencoba menyelesaikan persoalan
matematika. Ahli matematika tidak bisa lepas dari kesalahan dan produk mereka
termasuk konsep dan pembuktian tidak dapat dianggap produk akhir atau sempurna
tetapi masih membutuhkan negosiasi kembali sebagai standar perubahan yang harus
dilakukan dengan teliti atau sebagai tantangan baru atau makna yang muncul.
Sebagai aktifitas manusia, matematika tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang
terpisah dari sejarah dan aplikasinya kedalam sains dan ilmu lainnya. Empirisme
kuasi menampilkan kembangkitan kembali empirisme dalam filsafat matematika
terkini (Lakatos, 1967).
Lima tesis dari empirisme kuasi dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pengetahuan matematika dapat keliru
2. Matematika Bersifat Hipotetis-deduktif
3. Sejarah adalah pusat
4. Penegasan Pentingnya Matematika Informal
5. Dimasukkannya Teori Penciptaan Pengetahuan
Ada pola sederhana untuk penemuan matematika atau pertumbuhan teori
matematika informal. Pola tersebut terdiri dari tahap-tahap berikut:
1. Dugaaan awal.
2. Pembuktian (eksperimen atau argument, perubahan dari dugaan awal menjadi
sub-dugaan atau lemma).
3. Kontra contoh global (kontra contoh untuk dugaan sederhana).
4. Bukti pengujian kembali: lemma yang salah untuk kontra contoh global
adalah kontra contoh local.
Empat tahap ini adalah inti dari analisa bukti. Tetapi ada beberapa tahap standar
berikutnya yang sering muncul:
5. Bukti pengujian teori lainnya
6. Pengecekkan hasil yang diterima saat itu dari dugaan aslinya dan yang sekarang
dibuktikan kesalahannya.
7. Kontra Contoh menjadi contoh baru wilayah baru dari penemuan terbuka.
Dapat dilihat disini bahwa inti filsafat matematika Lakatos adalah sebuah teori
asal usul pengetahuan matematika. yaitu teori praktek matematika dan teori sejarah
matematika. Lakatos tidak menawarkan teori psikologi penciptaan atau penemuan
matematika karena dia tidak menyentuh asal-usul aksioma, definisi dan dugaan
dalam pikiran orang perorang. Fokus dia adalah pada proses yang merubah
penciptaan individu menjadi pengetahuan matematikan public yang diterima luas,
terkait hal tersebut,
Kriteria Cukup dan Empirisme Kuasi
Empirisme kuasi menawarkan penjelasan sebagian tentang pengetahuan
matematika serta asal usul dan dasar kebenarannya. Dalam hal ini Lakatos
menawarkan penjelasan yang lebih luas dibandingkan dengan filsafat matematika
lainnya yang telah kita bahas, jauh melebihi wilayah mereka. Lakatos menjelaskan
pengetahuan matematika sebagai hipotetisdeduktif dan empirik-kuasi dan memiliki
kesamaan dengan filsafat sainsnya Popper (1979). Dia menjelaskan kesalahan dalam
pengetahuan matematika dan memberikan teori tentang asal-usul pengetahuan
matematika. Penjelasan ini mencakup praktek matematika dan sejarahnya juga.
Karena teori Lakatos untuk asal usul matematika memiliki banyak kesamaan
dengan sains, keberhasilan penerapan matematika dapat disamakan dengan sains dan
teknologi. Memberikan penjelasan tentang matematika terapan akan menjadi
kekuatan terutama untuk menghadapi pengabaian yang ditunjukan oleh filsafat
matematika lainnya (Korbner 1960). Yang terakhir, kekuatan penting dari filsafat
matematika Lakatos adalah bahwa filsafat ini tidak preskriptif (menekankan
penerapan metode atau aturan) tetapi deskriptif (memberikan penjelasan) dan
cenderung memberikan gambaran tentang matematika seperti apa adanya dan bukan
seperti apa yang harus dipraktekan dengan menggunakan matematika.
Terkait dengan kriteria sebelumnya, empirisme kuasi memenuhi kriteria
pengetahuan matematika (i), aplikasi (iii) dan praktek (iv). Empirisme kuasi dapat
dikritik berdasarkan pada beberapa alasan.
1. Tidak ada penjelasan tentang kepastian kebenaran matematika.
2. Lakatos tidak menguraikan hakikat dari objek-objek matematika atau asal-usul
objek-objek tersebut.
3. Lakatos tidak memberikan penjelasan tentang hakikat atau keberhasilan aplikasi
matematika atau keefektifannya dalam sains, teknologi dan di wilayah lain.
4. Lakatos tidak begitu mengembangkan untuk membawa sejarah matematika
kedalam inti dari filsafat matematikanya.
5. Lakatos tidak dapat memberikan dasar kebenaran untuk memasukan tesis
sejarah empiris kedalam pendekatan filsafat analitis dengan menggunakan
pijakan yang sama dengan metodologi logis.
6. Filsafat matematika empiris-kuasi Lakatos memberikan alasan yang diperlukan
tetapi tidak cukup banyak untuk mengembangkan pengetahuan matematis.
7. Tidak ada eksposisi sistematis dari empirisme kuasi yang dijelaskan secara
detail ntuk membantah penolakan terhadap dia. Publikasi Lakatos tentang
filsafat matematika berisi studi kasus historis dan tulisan polemik.
Secara keseluruhan dapat dilihat disini bahwa kelemahan utama dari empirisme
kuasi adalah penghilangan. Kritik diatas yang diambil dari sudut pandang yang
bersimpati tidak menyingkap kelemahan mendasarnya. Kritik diatas hanya
menunjukan perlunya program penelitian katakanlah untuk mengembangkan
empirisme kuasi secara sistematis dan mengisi celahnya.

Anda mungkin juga menyukai