OLEH:
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
Philosophy of Science
A contemporary introduction
Second Edition
BAB 2
Intusionisme adalah pondasionis dan absolutis yang berusaha mencari pondasi (dasar)
yang kuat untuk pengetahuan matematika melalui pembuktian-pembuktian intusionistik dan
“ur- intuition” (Kalmar, 1967).
Intusionisme dan filsafat absolutis progresif secara umum memenuhi kriteria
dibandingkan dengan filsafat absolut formal, meskipun secara keseluruhan tetap memberikan
penentangan karena aliran ini memberikan ruang, meskipun terbatas, untuk para ahli
matematika yang beraktivitas (Kriteria 4).
3. Platonisme
Platonisme adalah pandangan bahwa objek matematika memiliki eksistensi
objektif yang nyata dalam beberapa wilayah ideal. Penganut aliran Platonis
berpendapat bahwa objek dan struktur matematika memiliki eksistensi nyata yang
terpisah dari kemanusiaan dan oleh karena itu matematika adalah proses untuk
menemukan hubungan yang ada dibaliknya.
Platonisme dengan jelas memberikan pemecahan terhadap persoalan
objektifitas matematika. Platonisme mencakup baik kebenarannya dan eksistensi
objeknya sebagaimana juga kemandirian matematika yang memiliki hukum dan
logika sendiri. Yang lebih menarik disini adalah adanya fakta bahwa filsafat yang
tampaknya tidak masuk akal ini berhasil menciptakan ahli matematika seperti Cantor
dan Godel.
Disamping hal yang menarik seperti itu, platonisme memiliki dua kelemahan
penting. Pertama, aliran ini tidak mampu menawarkan penjelasan yang tepat terkait
dengan bagaimana ahli matematika memperoleh akses kedalam pengetahuan yang ada
dalam wilayah platonic. Kedua, aliran ini tidak mampu memberikan deskripsi yang
tepat untuk matematika baik secara internal atau eksternal. Karena aliran ini tidak
dapat memenuhi persyaratan diatas, platonisme ditolak sebagai filsafat matematika.
4. Konvensionalisme
Pandangan pengikut aliran konvensionalis menyebutkan bahwa pengetahuan
matematika dan kebenaran didasarkan pada konvensi (kesepakatan) linguistik. Atau
lebih jauh kebenaran logika dan matematika memiliki sifat analitis, benar karena ada
hubungan nilai dari makna istilah yang digunakan. Bentuk konvensionalisme ini
sedikit banyak sama dengan “ifthenisme” yang dijelaskan di Bab 1 sebagai posisi
mempertahankan diri aliran pondasionis yang sudah kalah. Pandangan ini tetap saja
absolutis dan tetap dapat dikenakan penolakan yang sama.
Filasafat matematika konvensionalis telah dikritik oleh penulis sebelumnya dengan
dua alasan. Pertama, dikatakan disini bahwa aliran ini tidak banyak memberikan
informasi. Terlepas dari penjelasan tentang sifat social matematika, konvensionalisme
hanya memberikan sedikit informasi. Kedua, penolakan dari Quine. Penolakan Quine
tidak memiliki alasan kuat karena penolakan itu tidak dapat dikenakan pada bahasa
asli dan dikenakan pada peran pembatas pada konvensi umum. Sebaliknya dia benar
dengan mengatakan bahwa kita tidak akan menemukan semua kebenaran matematika
dan logika yang dikemukakan secara literal seperti aturan dan konvensi linguistik.
Meskipun Quine mengkritik konvensionalisme terkait dengan logika, dia memandang
aliran ini memiliki potensi menjadi filsafat matematika yang sedikit berbeda.
5. Empirisme
Pandangan empiris tentang pengetahuan matematika (“empirisme naif” untuk
membedakannya dengan “empirisme kuasi”nya Lakatos) menyebutkan bahwa
kebenaran matematika adalah generalisasi empirik (pengamatan). Kami membedakan
dua tesis empiris: (i) konsep matematika memiliki asal usul empirik dan (ii)
kebenaran matematika memiliki dasar kebenaran empirik maka diambil dari dunia
nyata. Tesis pertama tidak dapat disangkal dan telah diterima oleh sebagian besar
filsuf matematika (sehingga banyak konsep tidak terbentuk secara langsung dari
pengamatan tetapi terdefinisi karena adanya konsep lain yang menyebabkan
terbentuknya konsep dari pengamatan melalui serangkaian definisi). Tesis yang kedua
ditolak oleh semua pihak kecuali penganut aliran empiris karena arahnya yang
mengarah ke ketidakjelasan. Penolakan pertama beralasan bahwa sebagian besar ilmu
matematika diterima dengan dasar alasan teoritis dan bukan empiris. Oleh karena itu
saya tahu bahwa 999.999 + 1 = 1.000.000 tidak melalui pengamatan kebenarannya di
dunia tetapi melalui pengetahuan teoritis saya tentang angka dan penjumlahan.
Empirisme terbuka untuk sejumlah kritik. Pertama, ketika pengalaman kita
berlawanan dengan kebenaran matematika dasar, kita tidak akan menyangkalnya
(Davis dan Hersh, 1980). Kita justru akan berasumsi bahwa mungkin ada kesalahan
dalam penalaran kita karena ada kesepakatan bersama tentang matematika sehingga
kita tidak dapat menolak kebenaran matematika (Wittgenstein, 1978). Oleh karena itu,
“1 + 1 = 3” sangat jelas salah, bukan karena jika seekor kelinci ditambahkan ke
kelinci lainnya tidak dapat berjumlah tiga kelinci tetapi dengan definisi “1 + 1”
artinya “pengganti dari 1” dan “2” adalah pengganti dari “1”.Kedua, matematika
sangat abstrak dan begitu banyak konsepnya tidak memiliki keaslian dalam
pengamatan di dunia nyata. Justru konsep tersebut didasarkan pada konsep yang
sudah terbentuk sebelumnya. Kebenaran- kebenaran tentang konsep seperti itu yang
membentuk bangunan matematika tidak dapat dikatakan berasal dari kesimpulan dari
observasi dunia luar. Ketiga, empirisme bisa dikritik karena terfokus secara eksklusif
(khusus) pada masalah-masalah pondasionis dan gagal menguraikan kecukupan
tentang pengetahuan matematika. Dengan dasar kritik ini kami menolak pandangan
empirik sebagai filsafat matematika yang tepat.
Empirisme Kuasi
Empirisme kuasi adalah nama yang diberikan kepada filsafat matematika yang dikembangkan
oleh Imre Lakatos (1976, 1978). Aliran ini memandang matematika sebagai apa yang ahli
matematika lakukan dan dengan semua kekurangan yang melekat pada aktifitas atau ciptaan
manusia. Empirisme kuasi menampilkan “arah baru dalam filsafat matematika”.
Berikut ini adalah sketsa awal dari pemikiran empirisme kuasi. Matematika adalah
sebuah dialog diantara orang-orang yang mencoba menyelesaikan persoalan matematika.
Ahli matematika tidak bisa lepas dari kesalahan dan produk mereka termasuk konsep dan
pembuktian tidak dapat dianggap produk akhir atau sempurna tetapi masih membutuhkan
negosiasi kembali sebagai standar perubahan yang harus dilakukan dengan teliti atau sebagai
tantangan baru atau makna yang muncul. Sebagai aktifitas manusia, matematika tidak dapat
dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari sejarah dan aplikasinya kedalam sains dan ilmu
lainnya. Empirisme kuasi menampilkan “kembangkitan kembali empirisme dalam filsafat
matematika terkini” (Lakatos, 1967).
Lima tesis dari empirisme kuasi dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Pengetahuan matematika dapat keliru Matematika Bersifat Hipotetis-deduktif Sejarah
adalah pusat Penegasan Pentingnya Matematika Informal Dimasukkannya Teori Penciptaan
Pengetahuan. Ada pola sederhana untuk penemuan matematika atau pertumbuhan teori
matematika informal. Pola tersebut terdiri dari tahap-tahap berikut:
1. Dugaaan awal.
2. Pembuktian (eksperimen atau argument, perubahan dari dugaan awal menjadi sub-
dugaan atau lemma).
3. Kontra contoh “global” (kontra contoh untuk dugaan sederhana)
4. Bukti pengujian kembali: “lemma yang salah” untuk kontra contoh global adalah
kontra contoh “local”.
Empat tahap ini adalah inti dari analisa bukti. Tetapi ada beberapa tahap standar
berikutnya yang sering muncul:
5. Bukti pengujian teori lainnya
6. Pengecekkan hasil yang diterima saat itu dari dugaan aslinya dan yang sekarang
dibuktikan kesalahannya.
7. Kontra Contoh menjadi contoh baru – wilayah baru dari penemuan terbuka.
Dapat dilihat disini bahwa inti filsafat matematika Lakatos adalah sebuah teori asal
usul pengetahuan matematika. yaitu teori praktek matematika dan teori sejarah matematika.
Lakatos tidak menawarkan teori psikologi penciptaan atau penemuan matematika karena dia
tidak menyentuh asal-usul aksioma, definisi dan dugaan dalam pikiran orang perorang. Fokus
dia adalah pada proses yang merubah penciptaan individu menjadi pengetahuan matematikan
public yang diterima luas, terkait hal tersebut, filsafatnya sama dengan filsafat sains
falsifikasionis-nya Karl Popper, pandangan yang Lakatos sudah ketahui. Oleh karena itu
kami akan memberikan perhatian pada evaluasi filsafat empiris-kuasi-nya Lakatos.