Anda di halaman 1dari 6

FILSAFAT ILMU

(THE PHILOSOPHY OF MATHEMATICS EDUCATION)

SUMMARY
(BAB I-III)

Oleh:

KELOMPOK 1

ABDURRAHMAN HABIB AMRI (210007301001)

IGNASIUS GERALDI SUDIN (210007301010)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
SUATU KRITIK TERHADAP KEMUTLAKAN FILSAFAT MATEMATIKA
A. Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang ilmu filsafat yang bertujuan untuk merefleksikan dan
menjelaskan sifat matematika. Pendekatan yang diadopsi dari epistemologi yang
mengasumsikan bahwa pengetahuan dalam bidang apapun diwakili oleh serangkaian dalil,
dengan serangkaian prosedur pembuktiannya.
Terdapat dua pengetahuan berdasarkan alasan pernyataan yaitu pengetahuan priori dan
pengetahuan empiris atau posterior. Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai
pengetahuan priori, karena terdiri dari preposisi yang dinyatakan atas dasar alasan sendiri yaitu
logika deduktif dan definisi, serta aksioma dan postulat. Contohnya adalah pembuktian
pernyataan ‘1 + 1 =2’ dalam system aksioma Aritmatika Peano. Ada dua asumsi yaitu asumsi
matematika yaitu defenisi dan aksioma dan asumsi logis yaitu aturan penarikan kesimpulan
yang merupakan bagian yang mendasari bukti dari teori.
Pandangan absolutist menyatakan bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran mutlak
yang tidak dapat di tentang. Pandangan absolutis berlandaskan pada dua asumsi, yaitu (1)
matematika, mengenai asumsi aksioma dan definisi, dan (2) logika, mengenai asumsi aksioma,
aturan inferensi dan bahasa formal serta sintaksnya. Namun, kedua asumsi tersebut justru
memperlemah klaim tentang kepastian matematika. Akibatnya sejumlah aliran dalam filsafat
matematika muncul untuk melindungi sifat pengetahuan matematika untuk tetap
mempertahankan kepastiannya. Ada 3 aliran utama yang dikenal yaitu Logisisme, Formalisme
dan Konstruktivisme.
Aliran Logisisme memandang bahwa matematika murni sebagai bagian dari logika. Aliran
Formalisme merupakan aliran yang bertujuan untuk menerjemahkan matematika ke sistem
formal yang tidak terinterpretasikan. Sedangkan aliran konstruktivisme merupakan kelompok
yang memiliki program diantaranya merekonstruksi pengetahuan matematika dan melindungi
dari kehilangan makna, dan dari kontradiksi.
Ketiga aliran filsafat matematika berupaya memberikan suatu landasan yang kokoh bagi
kebenaran matematika, dengan menurunkan landasan tersebut melalui pembuktian matematika
dengan syarat tertentu yang tetap menjaga kebenarannya. Namun, aksioma-aksioma atau
prinsip prinsip dalam matematika diasumsikan tanpa pembuktian. Sehingga, semua aksioma
atau prinsip itu, masih terbuka untuk ditolak atau diragukan.
Beberapa kritik fallibilist untuk absolutisme diantaranya (1) masalah kebenaran asumsi dari
aksioma. (2) Logika menyediakan norma untuk membenarkan informasi sehingga teorema
matematika diperoleh tetapi logika sendiri lemah pondasi, ia begitu bersandar pada asumsi
yang tidak dapat dihilangkan. (3) Pendapat absolutis adalah bahwa pondasi matematika bebas
dari kesalahan sementara dalam hal ketidak konsistenan, absolutisme jelas tidak cocok. Selain
kritik ini, ada masalah lain menyertai (4) kegunaan bukti sebagai dasar kepastian matematika.
Tidak ada yang dapat menjamin kepastian matematika kecuali bukti deduktif formal penuh.
Tetapi bukti seperti itu jarang ada. Demikian absolutisme perlu menyusun ulang matematika
informal ke sistem deduktif formal, yang memperkenalkan asumsi lebih jauh. Ada beberapa
asumsi yang merupakan syarat perlu bagi kepastian matematika
Dalam pandangan Fallibilist, kebenaran matematika dapat keliru dan dapat
diperbaiki/dibenarkan dan tidak dapat lepas dari revisi dan koreksi. Dalil fallibilist mempunyai
dua bentuk yaitu bentuk positif dan bentuk negatif. Bentuk negatif menyangkut penolakan
paham absolutisme: pengetahuan matematika bukan kebenaran mutlak, dan tidak memiliki
validitas mutlak. Bentuk positif adalah bahwa pengetahuan matematika dapat diperbaiki dan
selalu terbuka untuk revisi (perbaikan).
MEREKONSEPTUALISASI FILSAFAT MATEMATIKA
A. Ruang Lingkup Filsafat Matematika
Filsafat matematika dengan hipotesisnya yang menyatakan bahwa fungsi filsafat
matematika adalah mempertahankan kepastian pengetahuan matematika, akhirnya tidak bisa
diterima karena hipotesis tersebut tidak dapat mempertahankan kebenaran dan kepastian
matematika hanya dengan logika deduktif. Sehingga, para matematikawan terpaksa
mempertimbangkan kembali sifat alami filsafat matematika dengan melakukan
rekonseptualisasi filsafat matematika. Suatu filsafat matematika mestinya mencakup kriteria
berikut: (a) Pengetahuan matematika: sifat, justifikasi dan genesisnya, (b) Obyek-obyek
matematika: sifat dan asal-usulnya, (c) Aplikasi matematika: keefektifannya dalam sains,
teknologi dan bidang bidang lainnya dan (d) Pelaksanaan (praktik) matematika: berbagai
aktivitas para matematikawan, baik di masa sekarang maupun di masa lampau.
B. Pengujian Lebih Jauh Tentang Aliran Filsafat
Dalam rekonseptualisasi filsafat matematika, dilakukan pengujian terhadap sejumlah
filsafat berdasarkan 4 (empat) kriteria di atas, untuk bisa mengetahui layak tidaknya suatu
filsafat dianggap sebagai filsafat matematika. Termasuk yang diuji adalah ketiga aliran
absolutis yang dinyatakan telah gagal mempertahankan kepastian matematika, yaitu logisisme,
formalism dan konstruktivisme (intuisionisme). Aliran lainnya yang diuji adalah platonisme,
konvensionalisme, dan Empirisisme.
C. Quasi-Empirisme
Dalam rekonseptualisasi filsafat matematika, dilakukan pengujian terhadap aliran
absolutist, platonisme, konvensionalisme, dan Empirisisme berdasarkan 4 (empat) kriteria.
Setelah pengujian kepada beberapa aliran berdasarkan 4 (empat) kriteria ketercukupan, quasi-
empirisisme memenuhi tiga dari empat kriteria, yaitu: pengetahuan matematika (i), aplikasi
matematika, (iii) dan praktik matematika (iv). Quasi-empirisisme Lakatos jauh melebihi aliran
yang lain, termasuk jika ditinjau dari segi ruanglingkupnya. Lakatos mengungkap kesalahan
pengetahuan matematika, kemudian menjelaskan teori genesis pengetahuan matematika.
Dengan demikian, dia bisa memasukkan banyak praktik matematika beserta sejarahnya.
Meskipun Quasi-empirisisme, Lakatos membuat cakupan yang lebih luas daripada filsafat-
filafat lainnya. Dalam skala luas, Quasi-empirisisme bergantung pada rekonseptualisasi dan
redefinisi Lakatos tentang filsafat matematika. Lakatos tidak menggunakan ortodoksi
fondasionisme dan absolutisme filsafat matematika. Dengan demikian, Lakatos membebaskan
filsafat matematika dari peninjauan kembali terhadap fungsinya. Sampai saat ini, Lakatos
masih mempertanyakan status kebenaran matematika yang tidak boleh ditentang.
KONSTRUKTIVISME SOSIAL SEBAGAI FILSAFAT MATEMATIKA
A. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial adalah suatu deskriptif sebagai lawan suatu filsafat preskriptif
matematika yang menentukan, mengarahkan pada sifat alami matematika dengan luas seperti
ukuran-ukuran ketercukupan. Latar belakang yang menggambarkan pengetahuan matematika
sebagai konstruksi sosial antara lain: (a) Dasar pengetahuan matematika adalah pengetahuan
linguistik, kesepakatan dan aturan; sedangkan bahasa adalah konstruksi sosial, (b) Proses sosial
interpersonal diperlukan untuk mengubah pengetahuan matematika subjektif individu, setelah
publikasi, dalam menerima pengetahuan matematika secara objektif, dan (c) Objektivitas itu
sendiri akan dipahami sebagai sosial.
Fokus utama kontruksi social adalah asal-usul pengetahuan matematika, dibandingkan
pembenarannya. Pengetahuan matematika baru yang dihasilkan dapat berupa pengetahuan
subjektif ataupun objektif, dan memberi ciri khusus pada kontruktivisme sosial dengan
mengganggap keduanya merupakan bentuk pengetahuan, dan menghubungkan keduanya
dalam siklus kreatif.
Asumsi yang mendukung catatan konstruktivis sosial untuk penciptaan pengetahuan
sebagai berikut: (a) Seorang individu memiliki pengetahuan subjektif tentang matematika, (b)
Publikasi adalah perlu (tetapi tidak cukup) agar pengetahuan subjektif menjadi pengetahuan
objektif matematika, (c) Melalui penerbitan heuristik Lakatos pengetahuan menjadi
pengetahuan objektif matematika, (d) Heuristik ini tergantung pada kriteria objektif, (e)
Kriteria objektif untuk mengritik pengetahuan matematika yang terpublikasi didasarkan pada
pengetahuan objektif bahasa, seperti matematika, (f) Pengetahuan subjektif matematika yang
diinternalisasikan secara luas, akan merekonstruksi pengetahuan objektif, (g) Kontribusi
individu juga dapat menambah, restrukturisasi atau memperbanyak pengetahuan matematika.
Ada dua permasalahan yang segera muncul dari penjelasan singkat ini, yaitu: (a)Identifikasi
objektivitas sosial atau diterima secara social dan (b) Masalah kedekatan konstruktivisme
sosial pada sosiologis atau empiris lain dalam menguraikan matematika.
B. Pengetahuan Objektif dan Subjektif
Pegetahuan subjektif adalah pengalaman sadar seorang individu terhadap dunia, berpikir
secara matematis dari seseorang. Pengetahuan objektif adalah produk-produk dari hasil
pemikiran manusia seperti teori-teori yang diterbitkan/dipublikasikan, dimana aturan dan
kesepakatan dan aturan bersama dalam pemakaian bahasa.
Setelah menjelaskan arti objektivitas, perlu sedikit mengulangi penjelasan konstruktivis
sosial tentang pengetahuan matematika objektif. Menurut konstruktivisme sosial, matematika
yang terpublikasi, yaitu matematika yang dinyatakan secara simbolis dalam wilayah publik,
memiliki potensi menjadi pengetahuan objektif. Sementara itu menurut penjelasan
konstruktivis sosial, pengetahuan subjektif adalah apa yang melanjutkan dan memperbaharui
pengetahuan, apakah itu matematika, logika atau bahasa.
C. Konstruktivime Sosial: Pengetahuan Objektif
Pengetahuan matematika dan objek matematika adalah suatu corak matematika yang
diterima. Yang menjadi dasar untuk objektifitas didalam matematika adalah bahasa. Dasar
linguistik dari objektifitas dalam pengetahuan matematika didasarkan pada pengetahuan
bersama dari bahasa alami. Dasar linguistik dari logika yaitu penggunaan istilah-istilah logika
kunci seperti ‘tidak’, ‘dan’, ‘atau’, ‘berimplikasi’, ‘jika dan hanya jika’, ‘memuat’, ‘terdapat’,
‘untuk semua’, ‘adalah’, dan seterusnya, secara ketat mengikuti aturan-aturan linguistik.
Dasar linguistik mengakomodasi perubahan konseptual dimana pengetahuan matematika
sehari-hari adalah pengetahuan ilmu bahasa yang memperoleh keamanan dan keperluan nyata
dari keteraturan dan menyetujui penggunaan bahasa. Jaminan konvensionalis dimana
pengetahuan matematika yang valid adalah pengetahuan yang diterima berdasarkan pada basis
dimana menjadi pengetahuan dijustifikasi publik (pembuktian dipublikasikan) yang telah lolos
(atau telah dirumuskan dalam kebenaran) dari kecermatan dan kritik publik.
Tujuan definisi matematika dan kebenaran menentukan aturan-aturan dan menentukan
properti objek matematika. Ini menganugerahkan mereka sebanyak objektif bahwa keberadaan
sebagai konsep sosial apapun. Objek matematika mewarisi kepastian (yaitu kestabilan definisi)
dari objektivitas pengetahuan matematika, dan pada gilirannya memerlukan hal yang permanen
bagi mereka sendiri dan beserta tujuan keberadaan.
Asal usul pengetahuan matematika diterima sebagai suatu yang membangun sosial yang
menyiratkan pengetahuan matematika objektif sebagai produk manusia, sehingga kita perlu
menghasilkan pengetahuan matematika baru yang dapat diterima. Penerapan pengetahuan
matematika ditopang oleh hubungan erat antara matematika dan ilmu pengetahuan baik sebagai
badan pengetahuan dan sebagai bidang penyelidikan, metode berbagi dan masalah.
D. Pengujian Kritis Terhadap Proposal
Matematika adalah sebarang dan relative, dimana kesebarangan matematika, dalam
uraian yang diberikan, berdasarkan kenyataan bahwa pengetahuan matematika didasarkan pada
kesepakatan dan aturan linguistik. Relatif, dengan mengadopsi secara objektif definisi
konstruktivisme sosial maka akan membuka tuduhan relativisme. Artinya, hanya pengetahuan
dari suatu kelompok tertentu berlaku pada waktu tertentu.
Kegagalan Konstrukfisme untuk Menentukan Sembarang Kelompok Sosial, dimana
pernyataan konstruktivisme sosial yang diberikan mengacu pada ‘penerimaan sosial’,
‘konstruksi sosial’ dan objektivitas sebagai sosial. Namun hal itu gagal untuk menentukan
dengan cara apa pun kelompok- kelompok sosial yang terlibat, dan untuk istilah sosial memiliki
makna, itu harus mengacu pada kelompok tertentu.
Konstruktivisme Sosial Mengasumsikan Bahasa Alami yang Unik, Pertama, jika
matematika didasarkan pada bahasa-bahasa dengan logika berbeda secara signifikan dan fitur
struktural, maka alternatif (yaitu berbeda) matematika dapat terjadi. Ini bukan masalah bagi
konstruktivisme sosial. Kedua, penutur bahasa asli yang bahasanya berbeda jauh dari Inggris,
Perancis, dll, dalam logika dan fitur struktural baik harus memperoleh bahasa kedua, atau
merestrukturisasi pemahaman mereka sendiri, dalam rangka untuk belajar matematika Barat
akademik.
Keberatan-Keberatan yang Muncul Sebelumnya, diantaranya (1) Penerimaan Sosial
Berbeda dengan Objektivitas, (2) Konstruktivisme sosial tidak cukup untuk menjamin
pengetahuan matematis dan (3) Konstruktivisme sosial mencampur-adukkan konteks
penemuan dan pembenaran dan melakukan kesalahan psychologism.

Anda mungkin juga menyukai