Disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh :
b. Absolutisme
Pandangan absolutis terhadap pengetahuan matematika adalah bahwa ia terdiri dari
kebenaran-kebenaran tertentu yang tidak dapat disangkal. Menurut pandangan ini,
pengetahuan matematika adalah kebenaran mutlak. Banyak filsuf mempunyai pandangan
absolutis terhadap pengetahuan matematika.
Misalnya, Hempel menjelaskan bahwa validitas matematika bergantung pada
keputusan yang menentukan makna konsep matematika, dan kalimat matematika pada
dasarnya benar menurut definisinya (FeigI dan Sellars, 1949, p.225).
Pendukung kepastian matematika lainnya adalah Jayet, yang mengatakan:
“Kebenaran logis dan matematis adalah proposisi analitis atau tautologi
(pernyataan/berlebihan).” Kepastian suatu pernyataan apriori bergantung pada apakah
pernyataan tersebut merupakan tautologi. Jika sebuah kalimat bersifat analitis, maka itu
adalah tautologi. Suatu proposisi bersifat analitik jika kebenarannya mengutamakan
pentingnya konsistensi dan oleh karena itu tidak dapat dikonfirmasi atau ditolak oleh fakta-
fakta pengalaman (Ayer, 1946, hlm. 72, 77, dan 16).
Pandangan absolutis terhadap pengetahuan matematika didasarkan pada dua jenis
asumsi: asumsi ahli matematika mengenai asumsi aksioma dan definisi, dan asumsi ahli
logika mengenai asumsi aksioma, aturan inferensi, bahasa formal, dan sintaksis. Namun
semua itu masih merupakan opini lokal atau masih mengandung asumsi mikro yang
memerlukan asumsi makro untuk mendasari seluruh kebenaran matematis.
Pandangan absolutis tentang pengetahuan matematika menghadapi masalah di awal
abad ke-20 ketika banyak kontradiksi (pernyataan kontroversial) dan inkonsistensi
(kontroversi) ditemukan dalam matematika (Kline, 1980; Kneebone, 1963; Wilder, 1965).
Dalam serangkaian publikasinya, Gottiob Frege (1879, 1893) menetapkan rumusan logika
matematika yang sangat ketat, yang kemudian dianggap sebagai dasar pengetahuan
matematika.
Frege menyatakan dalam tulisannya bahwa himpunan harus dibentuk oleh perluasan
semua konsep, dan konsep/properti harus diterapkan pada himpunan. Di manakah
konsep/properti (elemen/elemen itu sendiri)? Frege memungkinkan Anda menganggap
ekstensi properti ini sebagai satu set. Namun himpunan ini sendiri merupakan sebuah elemen
jika dan hanya jika konsisten. (Furth, 1964) Namun, Russell (1902) mampu menunjukkan
bahwa sistem Frege tidak konsisten. Karena hal tersebut dapat menimbulkan paradoks yang
sangat terkenal: Dalam teori himpunan dan teori himpunan fungsi.
Temuan seperti itu jelas mempunyai implikasi negatif terhadap pandangan absolutis
terhadap pengetahuan matematika. Karena jika matematika itu pasti dan setiap teorema
menghasilkan sesuatu yang tertentu, bagaimana mungkin terdapat kontradiksi (yaitu,
kepalsuan) di antara teorema-teorema tersebut? Karena tidak ada yang salah dengan
munculnya kontradiksi seperti itu, pasti ada masalah pada akar matematikanya.
Akibat krisis ini, banyak berkembang aliran filsafat matematika yang bertujuan untuk
menjelaskan hakikat pengetahuan matematika dan mengembalikan kepastiannya. Pada masa
itu, filsafat matematika terbagi menjadi tiga aliran: logikaisme, formalisme, dan
konstruktivisme (perpaduan antara intuisionisme)
c. Logisisme
Logisisme memandang bahwa matematika bersifat analitik. Beberapa tokoh
menyakini sekurang – kurangnya bagian dalam matematika dapat direduksi dengan logika.
Gagasannya yaitu bahwa konsep- konsep, objek- objek dalam matematika dapat diperoleh
dari prinsip logika. Sehingga pandangan ini disebut logisime. Tokoh yang menganut paham
logisisme contohnya adalah, Gottlob Frege.
a. Gottlob Frege.
Suatu pernyataan bersifat analitik jika ia suatu hukum logika umum atau definisi,
atau jika ia mempunyai bukti yang bersandar pada hukum hukum logika dan definisi definisi
demikian. Frege menganut pandangan bahwa untuk setiap pernyataan tentang bilangan –
bilangan asli atau bilangan –bilangan real ,pernyataan itu atau negasinya bersifat dapat
diketahuai. Dia juga memandang bahwa pernyataan – pernyataan dalam matematika memiliki
nilai- nilai kebenaran yang objektif. Prinsip huge dalam frege berbunyi : untuk sebaran
konsep- konsep hanya jika F,G bilangan dari F adalah identik dengan bilangan dari G jika
dan hanya jika F dan G adalah sama banyak. Frege menunjukan bangaimana pronsip Huge
disimpulkan dari definisi – definisi dan beberapa ciri umum ekstensi- ekstensi. Dalam
teorema Frege ini melengkapi penurunan aritmatika, dan pengkuhan logisisme untuk
bilangan- bilangan asli dengan syarat bahwa defini tersebut adalah benar. Berdasarkan asumsi
ini frege berhasil menunjukan bahwa aritmatika bersifat analitik. Logisisme bersifat non-
starter , bagi Frege bilangan- bilangan asli ada sebagai objek- objek yang independen.
Frege tidak memperluas logisisme dalam geometri. Prinsip – prinsip geometri
Euclid bersifat sintetik apriori. Frege meyakini bahwa geometri memiliki suatu bidangan
kajian non universal yang khusus ruang.
b. Bertrand Russell
Rusell memandang bahwa penjelasan Frege tentang bilangan- bilangan asli pada
substansinya sudah benar.Untuk melihat paradoks Russsell diperoleh kita harus terlebih
dahulu melihat bahwa beberapa konsep berlaku pada himpunan – himpunan ,dan ekstensi-
ekstensi dari konsep- konsep itu adalah himpunan – himpunan yang memuat himpunan –
himpunan sebagai elemen-elemennya. Paradoks russell dapat di anggapkan timbul ari asumsi
bahwa jika kita mungkin mengumpulkan beberapa objek-objek itu sudah ada.
Bertrand Russel berhasil memperlihatkan bahwa dua buah klaim aliran logisisme
berikut dapat diselesikan dengan logika (Sukardjono, 2000) yaitu (1) seluruh konsep
matematika secara mutlak dapat direduksi ke dalam konsep logika, tercakup dalam konsep
teori himpunan atau beberapa sistem yang kekuatannya sama, seperti Teori Type dan (2)
seluruh kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan-aturan inferensi
dalam logika.
c. Carnap dan Positivisme Logis
Aliran positivisme logis bertolak pada kesuksesan spektakuler sain-sain alam dan
perkembangan logika matematis. Mill memandang bahwa kebenaran-kebenaran matematika
diketahui secara empirik dengan generalisasi pada pengalaman. Oleh karena itu matematika
bersifat sintetik dan aposteriori, Disisi lain positiv logis tertarik dengan tesis dari logisisme
bahwa kebenaran-kebenaran ari matematika bersifat analitik dan dengan demikian apriori.
Pengathuan apriori adalh pengtahuan tentang bahsa. Michael Dummet menyebut pendekatan
ini dengan istilah ‘peralihan linguistik’ dalam filsafat. Frege meyakini bahwa bilangan-
bilangan itu ada, secara mesti, lepas dari matematikawan sedangkan Russel memandang
bahwa bilangan- bilangan tidak ada
d. Neo-Logisisme
Variasi- variasi pendekatan Frege untuk matematika diupayakan dengan penuh
semangat. Pada masa sekarang ini dalam garapan Crispin Wright, diawali dengan Frege’s
Conception of numbers as objects (1983) dan tokoh- tokoh lain seperti Bob Hale (1987) dan
Neil Tennant (1997), definisakan neo logisis sebagai orag mempertahankan dua tesis berikut
ini : (1) suatu inti yang signifikan dari kebenaran-kebenaran matematis dapat dikethui
apriori ,dengan turunan dari aturan- aturan yang bersifat analitikatau konstitutif-makna dan
(2) matematika ini berkaitan dengan suatu real objek- objek ideal, yang dalam suatu segi
bersifat objektif atau tidak terikat oleh pikiran . Neo logisi menarik mereka yang bersimpati
pada pandangan tradisional matematika sebagai kumpulan kebenaran- kebenaran objektif
yang apriori tetapi khawatir tentang permasalahan epistemologi baru yang dihadapi realisme
dalam ontologi
d. Intuisionisme
Secara bahasa, intuisionisme berasal dari bahasa Latin yaitu intuitio yang berarti
pemandangan. Sedangkan ahli yang lain mengatakan bahwa intuisionisme, berasal dari
perkataan Inggris yaitu intuition yang bermakna gerak hati atau disebut hati nurani.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, intuisi diartikan dengan bisikan hati, gerak
hati atau daya batin untuk mengerti atau mengetahui sesuatu tidak dengan berpikir atau
belajar.Perbedaannya dengan firasat atau feeling, kata intuisi lebih banyak digunakan untuk
hal-hal yang bersifat metafisika atau di luar jangkauan rasio, biasanya dipakai untuk
menyebut indera keenam.
Dalam bahasa Inggris Intuisionisme berasal kata Intuiton yang berarti manusia
memliki gerak hati atau disebut hati nurani. Gerak hati mampu membuat manusia melihat
suatu perkara benar atau salah, jahat atau baik. Intuisionisme juga merupakan
suatu prosesmelihat dan memahami secara spontan dan intelek. Organ fiskal yang berkaitan
dengan gerak hati atau intuisi tidak diketahui secara jelas. Namun, setengah ahli filsafat
menyebutkan jantung dan otak kanan sebagai organ fiskal yang menggerakan intuisi.
Gerak hati yang tidak mampu dijangkau oleh akal yaitu
pengalaman emosional dan spiritual. Menurut Immanuel Kant, akal tidak pernah mampu
mencapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara. Akal hanya mampu berpikir
perkara yang dilihat terus (fenomena) tetapi hati mampu menafsir suatu perkara dengan tidak
terhalang oleh perkara apapun tanpa ada jarak antara subjek dan objek.
Menurut aliran ini, pada dasar yang paling dalam terletak intuisi primitif, bersekutu
dan bekerja sama dengan akal duniawi manusia, yang memungkinkan manusia
mengangankan suatu obyek tunggal, kemudian satu lagi, satu lagi dan seterusnya tak
berakhir. Dengan cara ini diperoleh barisan tak berakhir, yang dikenal dengan barisan
bilangan alam. Dengan menggunakan dasar intuitif bilangan asli ini, sebarang obyek
matematika harus dibangun dengan cara konstruktif murni, dengan menggunakan operasi dan
langkah-langkah yang banyaknya berhingga.
Bagi kaum Intuisionis, suatu himpunan tak boleh dipikirkan sebagai koleksi yang
telah siap jadi, akan tetapi harus dipandang sebagai hukum yang elemen-elemennya dapat
atau harus dikonstruksi selangkah demi selangkah. Konsep himpunan seperti ini dapat
membebaskan matematika dari kemungkinan terjadinya kontradiksi, seperti munculnya
kontradiksi pada pernyataan ”himpunan semua himpunan”. Kaum Intuisionis juga menolak
pendapat aliran formalisme bahwa hukum excluded midle dan hukum kontradiksi adalah
ekuivalen.
a. Merevisi Logika Klasik
Filsafat-filsafat intuisionisme menuntutkan revisi-revisi bagi matematika yang ada
ketika itu, dan juga matematika masa kini. Objek utama dari revisi-revisi tersebut adalah law
of excluded middle (LEM), yang kadang-kadang juga disebut law of excluded third dan
tertium non Fatur (TND). Misalkanøsuatu pernyataan. Maka contoh excluded middle yang
berkorespondensi dengan pernyataan itu adalah pernyataan bahwa ø atau tidak -ø , atau
dalam simbol-simbol øv-ø. Di dalam semanti, prinsip bivalensi, yang terkait erat dengan
hukum tersebut, menyebutkan bahwa setiap pernyataan adalah benar atau salah, dan dengan
begitu hanya terdapat dua kemungkinan untuk nilai kebenaran.
b. Tokoh-tokoh Intuisionisme
1) Luitzen Egbartus Jan Brouwer (1881-1966)
Menurut Brouwer, dasar dari Intuisionisme adalah pikiran. Namun, pemikiran-
pemikiran yang dicetuskannya banyak dipengaruhi oleh pandangan Immanuel
Kant.Matematikaa didefinisaikan oleh Brouwer sebagai aktivitas berfikir secara bebas,
namun matematikaadalah suatu aktivitas yang ditemukan dari intusi pada saat
tertentu. Pandangan intuisionisme adalah tidak ada realisme terhadap objek dan tidak ada
bahasa yang menghubungi sehingga boleh dikatakan tidak ada penentu kebenaran
matematika di luar aktivitas berpikir. Proposisi hanya berlaku ketika subjek dapat dibuktikan
kebenarannya.
2) Arend Heyting (1898-1980)
Heyting menemukan bukti dalam pandangan Brouwer tentang kelaziman alat mental
serta pemacu bahasa dan logika. Dalam bukunya berjudul Intuitionism tahun 1956, Heyting
mengungkankan bahwa pendapat Bouwer yaitu bahasa adalah media tidak sempurna untuk
membincangkan matematika. Sistem utamanya adalah dirinya sendiri sebagai peraturan
pemacu matematika, tetapi tidak diyakini sistem utama pemacu matematika menggambarkan
secara kuat penguasaan pemikiran matematika. Heyting menegaskan logika bergantung
pada matematika bukan yang lain.
3) Sir Michael Anthony Eardley Dummet (1925-2011)
Brouwer dan Heyting mengatakan bahwa bahasa merupakan media tidak sempurna
untuk membicarakan pembinaan mental matematika, dan logika berkaitan bentuk yang
berlaku dalam penyebaran media ini dan menjadi tumpuan langsung pada bahasa dan
logika. Sebaliknya, pendekatan utama Dummet adalah bahwa matematika dan logika adalah
bahasa dari awal.
Filsafat Dummett lebih mementingkan pada logika intuisionik daripada matematika
itu sendiri. Pendapatnya sama dengan Brouwer tetapi tidak sama seperti Heyting. Dummett
tidak memiliki orientasi memilih. Dummett mengeksplorasi matematika klasik dengan
menggunakan pemikiran yang tidak memperakui pada satu jalan peraturan penguraian
pernyataan alternatifnya. Ia mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika adalah
benar yang pada akhirnya harus tergantung pada arti pertanyaan. Ia juga mengambil
pandangan yang diperoleh secara luas, yang kemudian disebut sebagai terminologi logika.
e. Formalisme
Formalisme dalam filsafat matematika adalah pandangan bahwa matematika
seharusnya dianggap sebagai sistem formal yang terdiri dari simbol-simbol dan aturan
manipulasi simbol-simbol tersebut, tanpa perlu merujuk pada makna atau interpretasi dari
simbol-simbol tersebut di dunia nyata. Berbagai filsafat yang berangkat dengan nama
‘formalisme’ mengklaim bahwa esensi dari matematika adalah manipulasi karakter-karakter.
Suatu daftar karakter-karakter dan aturan-aturan yang dibolehkan memeras apa yang
dihendaknya dikatakan tentang suatu cabang matematika tertentu. Berdasarkan pandangan
para formalis, maka, matematika bukanlah, atau tidak seharusnya menjadi, tentang sesuatu,
atau sesuatu diluar karakter-karakter tipografis dan aturan-aturan untuk memanipulasi
karakter-karakter tipografis itu.
Formalisme memiliki silsilah lebih baik diantara para matematikawan daripada
diantara para filsuf matematika. Disepanjang sejarah, para matematikawan telah
memperkenalkan simbol-simbol yang , pada masanya,tampak tidak memiliki interpretasi
yang jelas. Nama-nama seperti ‘bilangan negatif’, ‘bilangan irrasional’, ‘bilangan
transendental’, ‘bilangan imajiner’,dan ’ titik ideal pada intinitas’ menunjukkan suatu
ambivalensi. Seorang matematikawan menyatakan bahwa simbol-simbol untuk bilangan-
bilangan kompleks, misalnya, hendaknya dimanipulasi berdasarkan (sebagian besar) aturan-
aturan yang sama seperti untuk bilangan-bilangan real, dan itulah saja yang tersedia baginya.
Namun demikian, para matematikawan sendiri tidak selalu membangun
posisi-posisi filosofis mereka secara dalam. Salah satu penjelasan paling terperinci tentang
versi-versi pokok dari formalisme terdapat dalam kritik teliti yang diajukan oleh Gottlob
Frege (1893: 86-137). Berikut ini pembahasa ringkasnya.
g. Rasionalisme
Dalam sejarah pemikiran filsafat, datangnya abad 17 ditengarai sebagai datangnya
abad ‘kelahiran kembali nalar (ratio, reason) manusia’, yang dalam istilah asingnya dikenal
dengan istilah the age of renaissance. Dikatakan demikian karena pada dan sejak masa itulah
muncul paham filsafat yang disebut ‘rasionalisme’. Rasionalisme – yang tak bisa dilepaskan
dari asosiasinya dengan paradigma Galillean – adalah suatu paham yang menyatakan dengan
penuh keyakinan bahwa alam gagasan dan kemampuan manusia mengembangkan potensi
pikirannya dan bukan tradisi dan kepercayaan yang diikuti secara membuta – itulah yang
harus dipercaya sebagai sumber pengetahuan manusia tentang dunia berikut isinya.
Walaupun paham ini sebenarnya sudah pernah juga diutarakan oleh beberapa ahli
filsafat pada jaman Yunani kuno, seperti Pythagoras misalnya, namun rasionalisme yang
lebih mutakhir umumnya diasosiasikan dengan nama-nama ahli pikir yang hidup pada abad
17. Mereka ini antara lain (dalam, Bagus: 2000: 929) René Descartes (1596-1650) dari
Perancis, Baruch
Spinoza (1632- 1677) dari Belanda, dan Gottfried Wilhelm Leibniz (16461716) dari
Jerman. Ketiganya sama-sama berparadigma bahwa pengetahuan yang sejati tentang alam
semesta ini hanya dapat diperoleh (pertama-tama!) lewat penalaran yang dituntun oleh logika.
Dengan paham rasionalismenya itu, ketiganya sama-sama pula bereaksi terhadap tradisi
pemikiran para penguasa yang selalu mendasarkan kebenaran pengetahuan pada otoritas para
pemuka berikut tradisi-tradisi ajaran gereja yang selama ini mereka anut tanpa reserve macam
apapun. Sedangkan pada abad ke-18 nama-nama seperti Voltaire, Diderot dan D’Alembert
adalah para pengusungnya.
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini
berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey menambahkan bahwa
berdasarkan akar katanya rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa
akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara
terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal
harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai
sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari
pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi
syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas
pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat
menurunkan kebenaran dari dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang pasti
(Bagus (2000:929), Edwards (1967:69), Hadiwijoyono (1980:18), Lacey (2000:286))
Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman hanya
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa
kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika
kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada
kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh
dengan akal saja.
Kaum rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar
yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut
anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia
mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak
menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah
ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia. Dalam pengertian ini
pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip,
maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata. Jika prinsip itu tidak ada,
orang tidak mungkin akan dapat menggambarkannya. Prinsip dianggap sebagai sesuatu yang
apriori, dan karenanya prinsip tidak dikembangkan dari pengalaman, bahkan sebaliknya
pengalaman hanya dapat dimengerti bila ditinjau dari prinsip tersebut (Suriasumantri;
1998:99)
Salah satu tokoh rasionalisme adalah René Descartes. René Descartes mengajukan
argumentasi yang kukuh untuk pendekatan rasional terhadap pengetahuan. Kristalisasi dari
kepastian Descartes diekspresikan dengan diktumnya yang cukup terkenal, “cogito, ergo
sum”, aku berpikir maka aku ada, (Descartes; 1953:26). Beberapa catatan ditambahkan oleh
Gallagher dan Hadi (1994:33-34) tentang maksud dari cogito, ergo sum ini. Pertama, isi dari
cogito yakni apa yang dinyatakan kepadanya adalah melulu dirinya yang berpikir. Yang
termaktub di dalamnya adalah cogito, ergo sum cogitans. Saya berpikir, maka saya adalah
pengada yang berpikir, yaitu eksistensi dari akal, sebuah substansi dasar. Kedua, cogito
bukanlah sesuatu yang dicapai melalui proses penyimpulan, dan ergo bukanlah ergo
silogisme. Yang dimaksud Descartes adalah bahwa eksistensi personal saya yang penuh
diberikan kepada saya di dalam kegiatan meragukan. Lebih jauh, menurut Descartes, apa
yang jernih dan terpilah-pilah itu tidak mungkin berasal dari luar diri kita.
Descartes memberi contoh lilin yang apabila dipanaskan mencair dan berubah
bentuknya. Apa yang membuat pemahaman kita bahwa apa yang nampak sebelum dan
sesudah mencair adalah lilin yang sama? Mengapa setelah penampakan berubah kita tetap
mengatakan bahwa itu lilin? Jawaban Descartes adalah karena akal kita yang mampu
menangkap ide secara jernih dan gamblang tanpa terpengaruh oleh gejala-gejala yang
ditampilkan lilin. Oleh karena penampakan dari luar tidak dapat dipercaya maka seseorang
mesti mencari kebenaran-kebenaran dalam dirinya sendiri yang bersifat pasti. Ide-ide yang
bersifat pasti dipertentangkan dengan ide-ide yang berasal dari luar yang bersifat
menyesatkan.
h. Nominalisme
Nominalisme dalam filsafat matematika adalah pandangan yang menolak eksistensi
objek matematika sebagai entitas independen yang memiliki realitas ontologis. Sebaliknya,
nominalisme berpendapat bahwa konsep-konsep matematika seperti angka, himpunan, dan
struktur matematika lainnya hanyalah konstruksi atau simbol-simbol mental yang digunakan
manusia untuk menggambarkan dan memodelkan fenomena yang ada di dunia nyata.
Paham ini menyangkal bahwa entitas matematika seperti angka atau himpunan
memiliki keberadaan nyata sama sekali di luar pemikiran manusia. Mereka hanya dianggap
sebagai simbol-simbol yang praktis untuk keperluan komunikasi dan penalaran. Dalam
pandangan ini, terdapat pengakuan terhadap kegunaan konsep-konsep matematika dalam
pemikiran dan aplikasi praktis, namun tidak dianggap sebagai entitas yang eksis secara
independen. Konsep-konsep ini lebih dilihat sebagai alat bantu mental untuk memahami
dunia. Perspektif ini mengarah pada gagasan bahwa objek matematika hanya ada sebagai
hasil konstruksi dari aktivitas berpikir manusia. Ini sering terkait dengan pemikiran bahwa
matematika lebih merupakan permainan bahasa dan simbol-simbol daripada representasi
realitas yang independen.
i. Konstruitivisme
Konstruktivisme dalam konteks filsafat matematika mengacu pada pendekatan
epistemologis di mana kebenaran matematika dipandang sebagai hasil dari konstruksi mental
manusia, bukan sebagai entitas yang ada di luar pemikiran manusia secara independen.
Berikut adalah beberapa poin penjelasan mengenai aliran filsafat matematika
konstruktivisme:
Menurut konstruktivisme, kebenaran matematika tidak hanya ditemukan, tetapi lebih
sebagai hasil dari proses konstruksi berpikir manusia. Ini berarti bahwa matematika tidak
sepenuhnya objektif atau eksis di alam semesta secara independen.
Konstruktivisme menekankan peran subjektifitas dalam proses matematika. Artinya,
pemahaman matematika seseorang bergantung pada konstruksi mentalnya sendiri,
pengalaman, dan pemikirannya. Aliran ini cenderung menolak ide kebenaran matematika
yang bersifat absolut dan tidak berubah sepanjang waktu. Mereka lebih menganggap
kebenaran matematika sebagai sesuatu yang terus berkembang seiring dengan konstruksi dan
pemikiran manusia. Dalam konstruktivisme, prosedur atau metode konstruktif menjadi fokus
utama. Cara kita membangun bukti matematika, algoritma, dan konsep-konsep lainnya
menjadi lebih penting daripada hanya mendefinisikan sesuatu sebagai benar atau salah.
Konstruktivisme sering kali mengkritik pandangan realisme matematika tradisional yang
menyatakan bahwa kebenaran matematika adalah sesuatu yang ada secara independen di
alam semesta dan dapat ditemukan tanpa melibatkan proses konstruksi manusia.
Absolutisme
Aljabar Abstrak: Cabang ini mempelajari struktur aljabar secara abstrak, seperti grup,
cincin, dan medan. Absolutisme matematika mendukung pandangan bahwa entitas
matematika ini memiliki eksistensi yang konkret dan independen di luar pemikiran manusia.
Analisis Matematika: Dalam analisis matematika, terdapat penelitian mendalam
terhadap fungsi, turunan, integral, dan konsep-konsep matematika lainnya yang berkaitan
dengan perhitungan dan perubahan. Absolutisme matematika mendukung kepercayaan pada
eksistensi objektif dari konsep-konsep ini.
Geometri
Teori Himpunan
Logika Matematika
Logisisme
Teori bilangan: Dalam logisisme, teori bilangan dan struktur-struktur matematika
lainnya dijabarkan secara formal dengan menggunakan prinsip-prinsip logika.
Teori model: Ini adalah bidang yang mempelajari struktur-struktur matematika yang
memenuhi suatu teori atau aksioma tertentu. Logisisme membantu dalam analisis formal
terhadap teori model untuk memahami sifat-sifat matematika yang terkandung di dalamnya.
Teori bahasa matematika: Logisisme juga mencakup studi tentang bahasa formal yang
digunakan dalam matematika dan bagaimana bahasa tersebut dapat diekspresikan dengan
cara yang logis dan konsisten.
Teori Himpunan
Logika Matematika
Intuisionisme
Teori Bilangan Intuisionis: Intuisionisme memiliki pandangan yang khas terhadap
konsep bilangan dan teori bilangan. Menurut intuisionisme, bilangan-bilangan matematika
bukanlah entitas yang ada secara independen, melainkan konstruksi mental yang muncul dari
pengalaman intuisi subjektif. Oleh karena itu, intuisionisme memperkenalkan pendekatan
yang berbeda dalam hal pembuktian keberadaan bilangan matematika tertentu.
Teori Himpunan Intuisionis: Intuisionisme juga memiliki pandangan yang khas
terhadap teori himpunan. Menurut intuisionisme, himpunan-himpunan matematika hanya
dapat dibangun melalui proses konstruksi yang dapat diamati secara langsung atau melalui
intuisi. Hal ini berbeda dengan pendekatan dalam teori himpunan pada matematika klasik
yang memperbolehkan konsep himpunan yang mungkin tidak dapat diperoleh secara
langsung melalui proses konstruksi.
Pembuktian Intuisionis: Intuisionisme menekankan pentingnya konstruksi konstruktif
dalam pembuktian matematika. Ini berarti bahwa sebuah teorema hanya dianggap benar jika
ada konstruksi yang efektif yang menghasilkan objek matematika yang dinyatakan dalam
teorema tersebut. Pendekatan ini bertentangan dengan logika klasik yang mengizinkan
pembuktian dengan cara reductio ad absurdum atau hukum eksklusi ketiga.
Formalisme
Teori Himpunan, Teori Graf, Teori Model, Teori Bilangan, Teori Bahasa Matematika.
Empirisme
Statistika dan Probabilitas: Cabang ini mempelajari pengumpulan, analisis,
interpretasi, dan presentasi data empiris. Teori probabilitas digunakan untuk mengukur dan
menggambarkan ketidakpastian dalam fenomena alam atau kejadian acak berdasarkan data
empiris yang dikumpulkan.
Metode Numerik: Ilmu ini berkaitan dengan pengembangan dan penerapan algoritma
numerik untuk menyelesaikan masalah matematika yang melibatkan perhitungan dan
representasi data numerik. Metode numerik didasarkan pada pengamatan dan eksperimen
numerik untuk mendapatkan solusi yang mendekati nilai sebenarnya.
Analisis Data: Cabang ini melibatkan teknik-teknik untuk mengolah, menganalisis,
dan menafsirkan data empiris. Analisis data dapat meliputi penggunaan statistika deskriptif,
inferensial, regresi, dan teknik-teknik lainnya untuk memahami pola-pola dan hubungan
dalam data empiris.
Ilmu Komputer: Dalam konteks empirisme, ilmu komputer digunakan untuk
mendukung pengolahan dan analisis data empiris yang besar dan kompleks. Pengembangan
algoritma, analisis data besar (big data), kecerdasan buatan (AI), dan pemodelan
komputasional merupakan bidang-bidang yang terkait dengan ilmu komputer dalam aliran
empirisme matematika.
Rasionalisme
Matematika Rasionalis: Matematika Rasionalis adalah cabang matematika yang
berfokus pada pemahaman dan penggunaan akal budi, pemikiran rasional, dan deduksi logis
untuk memahami struktur dan hubungan matematika. Dalam aliran filsafat matematika
rasionalisme, matematika dipandang sebagai bagian dari pengetahuan yang didasarkan pada
pemikiran rasional dan bukan sekadar pengalaman empiris atau pengamatan dunia fisik.
Nominalisme
Teori Kategori: Teori kategori adalah cabang matematika yang menyelidiki hubungan
antara struktur matematika berbeda melalui pemetaan dan komposisi. Dalam nominalisme,
teori kategori dapat dipelajari sebagai kerangka kerja formal untuk memahami struktur dan
relasi matematika tanpa harus menganggapnya sebagai entitas yang ada secara independen.
Logika: Dalam nominalisme, logika sering dilihat sebagai alat yang sangat penting
dalam memahami dan merumuskan konsep-konsep matematika sebagai simbol-simbol atau
aturan-aturan formal. Logika juga digunakan untuk mendiskusikan konsistensi dan validitas
dari pemikiran-pemikiran matematika.
Kontstruktivisme
Geometri Konstruktif: Dalam geometri, konstruktivisme dapat mengarah pada
pendekatan yang lebih vokal terhadap konstruksi objek geometris dengan alat-alat yang
diperbolehkan secara konkret, seperti penggaris dan jangka sorong. Ini berbeda dengan
pendekatan aksiomatik yang mungkin lebih abstrak dalam penjelasan tentang hubungan dan
properti geometris.
Teori Bilangan Konstruktif: Dalam konteks teori bilangan, konstruktivisme dapat
menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana kita memahami konsep bilangan, operasi
aritmetika, dan struktur bilangan lainnya dari sudut pandang yang lebih konkrit dan
prosedural.
Teori Himpunan Konstruktif: Dalam konstruktivisme, pendekatan terhadap teori
himpunan bisa berbeda dari pendekatan klasik. Misalnya, teorema keberadaan himpunan
tertentu mungkin memerlukan pembuktian konstruktif yang menunjukkan langkah-langkah
konkret untuk membangun himpunan tersebut, bukan hanya eksistensinya secara abstrak.
Analisis Konstruktif: Dalam analisis matematika, konstruktivisme dapat
mempengaruhi cara kita memahami konsep-konsep seperti bilangan riil, fungsi kontinu, dan
limit. Pendekatan konstruktif mungkin menekankan pembuktian yang konkrit dan
membangun objek matematika secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA