Anda di halaman 1dari 5

BAB II

HAKEKAT FILSAFAT MATEMATIKA

A. Hakekat Filsafat Matematika


1. Hakekat Filsafat Matematika.

Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua


kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang
kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the
only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan menurut
fallibilis mathematicak truth is corrigible, and can never regarded as being above
revision and correction‟ (Ernest, 1991).
Menurut Woozley (dalam Ernest, 1991), pengetahuan terbagi dalam dua kategori,
yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan a priori
memuat proposisi yang didasarkan atas , tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia.
Penalaran di sini memuat penggunaan logika deduktif dan makna dari istilah-istilah,
secara tipikal dapat ditemukan dalam definisi. Secara kontras pengetahuan a posteriori
memuat proposi yang didasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas dua jenis asumsi;


matematika ini berkaitan dengan asumsi dari aksioma dan definisi, dan logika yang
berkaitan dengan asumsi aksioma, aturan menarik kesimpulan dan bahasa formal serta
sintak. Ada lokal (micro) dan ada global (macro) asumsi, seperti deduksi logika cukup
untuk menetapkan kebenaran matematika.

Menurut Wilder (dalam Ernest, 1991), pandangan absolutis menemui masalah pada
permulaan permulaan abad 20, ketika sejumlah antinomis dan kontradiksi yang
diturunkan dalam matematika. Russel telah menunjukkan bahwa sistem yang
dipublikasikan Gottlob Frege tahun 1879 dan 1893 tidak konsisten. Kontradiksi lainnya
muncul dalah teori himpunan dan teori fungsi. Penemuan ini berakibat terkuburnya
pandangan absolutis tentang matematika.

Tesis dari fallibilis memiliki dua bentuk yang ekivalen, satu positif dan satu negatif.
Bentuk negatif berkaitan dengan penolakan terhadap absolutis; pengetahuan matematika
bukan kebenaran yang mutlak dan tidak memiliki validitas yang absolut. Bentuk
positifnya adalah pengetahuan matematika dapat dikoreksi dan terbuka untuk direvisi
terus menerus.

(Oleh : Rahmadina Anggraini)

2. Karaktersitik Filsafat Matematika.


Filsafat adalah studi tentang kebenaran alam semesta dan isinya. (Beck, 1979 dalam
Mudyahardjo, 2008), dimana karakteristik telaah filsafat yaitu:
1. Kritis, yaitu berpikir mengungkapkan dan memecahkan masalah secara menyeluruh
(komprehensif) dan mendalam.
2. Spekulatif (kontemplatif), yaitu berpikir menerobos melampaui fakta atau data-data
yang tersedia dalam rangka menemukan hal yang hakiki.
3. Fenomologis, yaitu berpikir berawal dari gejala (fenomena) dan kemudian mencoba
terus mengkaji, mengurangi atau mereduksi hal-hal yang tidak penting, untuk sampai
pada hal yang menjadi hakekat (eidos) dari gejala.
4. Normatif, yaitu berpikir yang tertuju untuk mencari hal-hal yang seharusnya.

Sedangkan karakteristik dari matematika sendiri antara lain:


1. Memilliki Objek Kajian yang Abstrak.
Mungkin ada perbedaan pendapat mengenai mengenai konsep matematika abstrak
ini. Ada empat kajian matematika, yaitu: fakta, operasi/ relasi, konsep, dan prinsip.
2. Bertumpu pada kesepakatan.
Simbol-simbol adalah istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau
konvensi penting. Dengan simbol atau istilah yang disepakati dalam matematika, maka
pembahasan selanjtunya akan lebih mudah dilakukan dan dikumunikasikan.
3. Berpola Pikir Deduktif.
Dalam matematika hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif.Pola pikir
deduktif ini secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangakal dari hal yang
bersifat umum diterapkan atau diarahakan kepada hal yang bersifat khusus.
4. Konsisten dalam sistemnya.
Di dalam masing-masing sistem, berlaku ketaatasasan atau konsistensi. Artinya
dalam setiap sistem tidak boleh adanya kontradiksi
Karakteristik filsafat adalah berfikir kritis dan berfikir sampai keakar-akarnya
(radiks).Karakteristik ini menyebabkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
matematika pada khususnya berkembang dengan pesat.

B. Relasi Filsafat dan Matematika

Filsafat dan matematika memiliki hubungan yang erat, antara lain:


A. Filsafat dan geometri (suatu cabang matematika) lahir pada masa yang sama, di
tempat yang sama, dan dari ayah yang tunggal, yakni sekitar 640-546 sebelum masehi, di
miletus (terletak di pantai barat negara turki sekarang) dan dari pikiran seorang bernama
thales.
B. Matematika tidak pernah lahir dari filsafat, melainkan keduanya berkembang
bersama-sama dengan saling memberikan persoalan-persoalan sebagai bahan masuk dan
umpan balik.
C. Adanya hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan
matematika dipacu pula oleh filsuf zeno dari elea. Zeno memperbincangkan paradoks-
paradoks yang bertalian dengan pengertian-pengertian gerak, waktu, dan ruang yang
kemudian selama berabad-abad membingungkan para filsuf dan ahli matematik.
Demikianlah sejak permulaan sampai sekarang filsafat dan matematika terus
menerus saling mempengaruhi. Filsafat mendorong perkembangan matematika dan
sebaliknya matematika juga memacu pertumbuhan filsafat.

C. Aliran-Aliran Filsafat Matematika


1. Formalisme

Formalisme berpegang pada prinsip bahwa pernyataan matematik bisa diartikan


sebagai pernyataan tentang konsekuensi dari aturan rangkaian manipulasi tertentu.
Sebagai contoh, dalam "permainan" dari geometri Euclid (yang kelihatannya terdiri dari
beberapa rangkaian yang disebut "aksioma-aksioma", dan beberapa "aturan inferensi"
untuk membangun rangkaian baru dari rangkaian-rangkaian yang diketahui), salah
satunya dapat dibuktikan memenuhi teorema Phytagoras (yaitu, dapat membangun string
yang berkaitan dengan teorema Phytagoras). Menurut Formalisme, kebenaran matematik
adalah bukan tentang bilangan dan himpunan dan segitiga dan semacamnya seperti
kenyataannya.
2. Intuisionisme

Intuisionisme adalah aliran filsafat dalam tradisi Kant bahwa semua pengetahuan
manusia diawali oleh intuisi, menghasilkan konsep-konsep, dan diakhiri dengan ide-
ide.Setidaknya untuk semua tujuan praktis, segala sesuatu, termasuk matematika, hanya
ada dalam pikiran. Aliran Intuisionisme mulai dikembangkan sekitar 1908 oleh
matematikawan Belanda L.J.W. Brouwer (1882-1966), meskipun beberapa ide awal
intuisionisme diketahui telah ada, seperti yang dirumuskan Kronecker (1890-an) dan
Poincare antara 1902-1906. L.E.J. Brouwer menyatakan bahwa matematika adalah kreasi
pikiran manusia. Bilangan ibarat karakter dalam cerita dongeng, hanyalah entitas mental,
yang tidak akan pernah ada, kecuali dalam pikiran manusia yang memikirkannya. Jadi,
intuisionisme menolak keberadaan obyek-obyek dalam matematika.
3. Logisisme

Perkembangan logika, sebagai ilmu pengetahuan yang memuat prinsip-prinsip dan


ide-ide yang mendasari semua ilmu pengetahuan lain, setidaknya dimulai oleh Leibniz
tahun 1666.Reduksi konsep-konsep matematika ke dalam konsep logika telah dimulai
pada era Dedekind tahun 1888) dan Gottlob Frege antara 1884– 1903). Sementara itu,
Peano mengerjakan proyek ”melogikakan matematika” dengan menuliskan teorema-
teorema matematika ke dalam lambing logika antara tahun 1889-1908. Dedekind, Frege,
dan Peano kemudian mendirikan aliran Logisisme yang puncak perkembangannya
dicapai oleh Bertrand Arthur William Russel (1872-1970) dan Alfred North Whitehead
(1861-1947) melalui karya monumental Russel-Whitehead, Principia Mathematica,
sebuah karya dari keindahan logika, yang berusaha mereduksi seluruh matematika ke
dalam logika.
Tesis Logisisme adalah matematika sebagai cabang dari logika.Menurut aliran ini,
seluruh matematika dari sejak jaman kuno perlu dikonstruksi kembali ke dalam term-
term logika dan tentu saja programnya adalah mengubah seluruh matematika ke dalam
logika.Semua konsep matematika haruslah dirumuskan dalam term-term logika dan
semua teorema matematika harus dikembangkan sebagai teorema logika.Tesis ini
muncul sebagai upaya untuk meletakkan pondasi matematika ke tempat yang paling
dasar dan paling dalam.Pondasi matematika yang saat ini digunakan dibangun dengan
sistem bilangan real, didorong ke system bilangan asli, dan akhirnya didorong lagi ke
teori himpunan.
Bertrand Russel berhasil memperlihatkan bahwa dua buah klaim aliran logisisme
berikut dapat diselesikan dengan logika (Sukardjono, 2000) yaitu (1) seluruh konsep
matematika secara mutlak dapat direduksi ke dalam konsep logika, tercakup dalam
konsep teori himpunan atau beberapa sistem yang kekuatannya sama, seperti Teori Type
dan (2) seluruh kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan-aturan
inferensi dalam logika.
Tujuan kedua klaim ini adalah jika seluruh matematika dapat diekspresikan ke
dalam term-term logika secara murni dan dapat dibuktikan menggunakan prinsip-prinsip
logika, maka kepastian pengetahuan matematika dapat direduksi ke dalam logika.Jadi,
tugas logisisme adalah menyediakan dasar logika untuk pengetahuan matematika secara
pasti dan meyakinkan serta mengukuhkan kembali kemutlakan kepastian dalam
matematika.
Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
1. Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya,
dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi
tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak
semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi.

2. Teorema Ketidaksempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak


cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika.Oleh karena itu reduksi
yang sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup untuik
menurunkan semua kebenaran matematika.

3. Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak


teruji dan tidak dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan
matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari logisisme.Logika tidak menyediakan
suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.

Anda mungkin juga menyukai