OLEH KELOMPOK 2
A.LOGIKA
Logika berhubungan erat dengan akal dan pikiran.maksudnya adalah Kemampuan
berpikir seseorang sangat bergantung dengan bagaimana menggunakan logika dalam pola
pikirnya. Definisi paling mudah mengenai logika adalah sebuah pemikiran yang dianggap masuk
akal,atau bisa diterima dengan akal sehat. Ketika seseorang berpikir dan merasa bahwa apa yang
dipikirkannya sangat mungkin terjadi walaupun belum dibuktikan secara ilmiah, maka
bisa dikatakan bahwa orang tersebut sudah menggunakan logikanya dalam berpikir. Logika juga
berarti kemampuan untuk membayangkan atau menggambarkan sesuatu pada pikiran. Hal itu
dapat menambah keyakinan seseorang sehingga akan lebih mudah dalam mengambil keputusan
atau merencanakan sesuatu dengan tepat
B.MATEMATIKA
Sebelumnya kita telah membahas pengertian dari matematika itu dan banyak dari kita
telah mengetahui matematika itu. disini saya akan sekilas mengingat matematika, matematika
adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengukur,menghitung dan
membandingkan sesuatu. Hampir semua bidang ilmupengetahuan menggunakan matematika.
Matematika memiliki ketentuan-ketentuan atau dasar aturan yangtidak akan pernah berubah, hal
itu membuat matematika disebut sebagai ilmu pasti. Dengan aturan yang tidak berubah
tersebut,membuat matematika digunakan sebagai alat dalam membuktikan kebenaran.
Matematika sangat berperan penting dalam kehidupansehari-hari.
C.LOGIKA MATEMATIKA
Logika matematika merupakan bagian dari matematika, secara garis besar logika
matematika membuat kita harus melakukan tindakan penarikan kesimpulan yang tepat dan
masuk akal dari beberapa pernyataan yang berbeda. Penarikan kesimpulan tentunya didasari
dengan menggunakan ketentuan atau aturan yang tidak berubah sehingga membuatnya menjadi
sistematis atau terstruktur. Setelah mengetahui pengertian dari Logika, Matematika dan Logika
Matematika tentunya kita sudah dapat membayangkan bagaimana manfaatnya jika kita
mengaplikasikan atau menerapkannya dalamkehidupan sehari-hari. Secara umum dengan logika
matematika, seseorang akan lebih tepat dalam mengambil keputusan, memaksa untuk berpikir
kritis sehingga menghasilkan sebuah penilaian yang benar dan dengan begitu seseorang akan
terhindar dari banyak kesalahan.
Contoh lain: Disebuah perusahaan dimana saya bekerja ada sebuah peraturan yang
melarang karyawannya agar datang terlambat. Jika ada karyawan datang terlambat maka akan
mendapat potongan gaji. Jika karyawan mendapat potongan gaji maka karyawan tidak senang.
Untukmendapatkan kesimpulan yang benar kita harus menggunakan logikamatematika.Jika kita
uraikan dan menggunakan metode logika matematika
:P= karyawan datang terlambat
.q= karyawan mendapat potongan gaji
.r= karyawan tidak senang
.p → q
q→r
_______
∴ p → r ( hasil Penarikan Kesimpulan ) Rumus diatas merupakan rumus silogisme yang
merupakan bagian dari bagaimana menarik kesimpulan dengan logika matematika. Cirinya
adalah ada lebih dari 1 implikasi dan saling berhubungan. Implikasi sendiri adalah pernyataan
yang memiliki ciri dengan menggunakan kata “jika” -“Maka” .Jadi dengan metode tersebut pada
kasus diatas menghasilkan kesimpulan: “Jika karyawan datang terlambat maka karyawan tidak
senang.”
5/5
Dari apa yang saya dapatkan, logika matematika memberikan sebuah solusi bagi yang
sulit untuk mengambil kesimpulan. Kita hanya perlu memahaminya dengan mengenal sifat dan
ciri-ciri pernyataan yang kita terima. Menggunakan logika matematika membuat kita lebih bijak
dalam mendapatkan jawaban dan mencari kebenaran dari sesuatu yangkita anggap tidak
jelas.Namun dalam penarikan kesimpulan, untuk sebuah masalah ringan,seseorang biasanya
hanya menggunakan penalaran yang alami saja,berpikir tanpa mengingat tahapan-tahapan yang
ada pada metode logikamatematika. Penalaran alami yang kita miliki kadang sudah mampu
untukmelakukan penarikan kesimpulan, dan menghasilkan maksud dan tujuan benar dari sebuah
pernyataan. Penggunaan logika matematika sangat berguna jika digunakan untuk sebuah
permasalahan-permasalahan yang rumit.
SIFAT KEBENARAN MATEMATIKA
1. AKSIOMA DAN PROPOSISI MATEMATIKA
A. PERMASALAHAN
Prinsip dasar penelitian ilmiah adalah bahwa semu proposisi dan term, agar dapt diterima, harus
ada landasan yang cukup. Dalam sains empirik, termasuk ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan social, landasan dasar dapat diterimanya suatu teori adalah adanya kecocokan atau
konfirmasi antar prediksi yang berlandasan suatu teori dengan bukti empiris yang dapat
diperoleh baik melalui eksperimen maupun melalui observasi sistematis.
B. APAKAH KEBENARAN PROPOSISI MATEMATIKA BERSIFAT SELF-EVIDENT
(MENJELASKAN-SENDIRI)
Salah satu dari beberapa jawaban terhadap permasalahan tersebut, yang sangat bertentangan
dengan hipotesis sains empirik yakni, pada matematika tidak memerlukan buku factual atau
eksperimen dan tidak pula pertimbangan yang lain sebab, kebenaran matematika adalah “self-
evident” (membuktikan sendiri). Pandangan ini, bagaimana pun meletakan sejenis keputusan
bahwa kebenaran matematika berada pada semacam perasaan self-evident, akan menemui
banyak kesulitan. Pertama, banyak teorema matematika begitu sulit di bangun, bahkan pada
spesialis pada bidangnya sekalipun, memang mereka melihat sesuatu tetapi bukan self-evident.
Kedua, sudah sangat terkenal bahwa beberapa hasil matematika amat sangat menarik – terutama
pada bidang-bidang abstrak seperti teori himpunan dan topologi yang menghujam jauh ke intuisi
yang bertentangan dengan semacam perasaan self-evident. Ketiga, adanya konjengtur matemais
seperti konjengtur dari Goldbach dan Fermat, yang sebenarnya sangat elementer isinya, tetapi
belum dapat ditenukan “benar-salahnya” sampai saat ini, tentu hal ini menujukan bahwa tidak
semua kebenaran matematika bersifat self-evident. Dan akhirnya, meskipun jika self-evident
hanya diberikan pada proposisi postulat yang melandasi matematika, dan dari postulat-postulat
ini diturunkan proposisi-proposisi matematika, patut dicatat bahwa pertimbangan seperti apa
yang dapt dipandang sebagai self-evident adalah sangat subjektif, pandangan demikian berubah
dari orang ke orang dan tetu saja tidak dapat membangun landasan dasar yang cukup untuk
penetapan sebagai validitas objektif proposisi matematika.
D. SIFAT ANALITIK PROPOSISI MATEMATIKA
Jadi pernyataan 3 + 2 = 5 adalah benar menyerupai alasan, umpamanya, asersi bahwa
seksagerian {manula berusia enam puluh} berusia 45 tahun. Kedua-duanya benar menurut
definisi atau persyaratan yang menentukan makna dari term-term kunci yang terlihat.
Pernyataan-pernyataan jenis ini memberikan ciri khas tertentu yang penting. validasinya tidak
memerlukan bukti empiris, mereka dapat ditunjukkan sebagai benar semata-mata hanya dengan
analisis makna yang terkandung di dalam term-term yang terdapat di dalamnya. Di dalam bahasa
logika kalimat-kalimat jenis ini disebut analitik atau benar apriori, yang mendikasikan bahwa
nilai kebenarannya bebeas secar logis dari, atau apriori secara logis padasembarang bukti
eksperimental. Dan sementara itu pernyataan-pernyataan empiris, yang disebut sintetik dan dapat
divalidasi halnya positeori, dan terus menerus terbuka untuk direvisi terhadap bukti baru,
sedangkan bukti kebenaran pernyataan analisis dapat dibangunkan hanya sekali untuk
selamanya. Bagaimanapun, ciri khas “kepastian teoritis” dari proposisi analitik harus dibayar
mahal. Suatu pernyataan analitik adalah tidak membawa informasi factual. Pernyataan tentang
seksagenerian di atas, misalnya tidak mengasersikan apapun yang dapat memungkinkan
pertentangan dengan sembarang bukti factual: pernyataan itu tidak memiliki implikasi factual,
tidak ada kandungan empiris, dan dengan alasan persisi inilah bahwa pernyataan itu dapat
divalidasi tanpa sumber bukti empiris.
Kita lukiskan lagi pandangan sifat proposisi matematika ini dengan mengambil contoh yang lain,
biasanya diambil contoh kebenaran matematika- atau logis- yakni proposisi bahwa jika a = b dan
b = c, maka a = c. Dengan data aplikasi, proposisi ini disebut “identitas transitivitas”
diasersikan? Apakah proposisi ini bersifat empiris sehingga dengan demikian secara teoritis
dapat tidak cocok dengan bukti empiris? Pandanglah, misalnya bahwa a, b, c, adalah padang
rumput, sejauh mata memandang tampak bahwa a = b, dan b = c, akan tetapi, jenis kelihatan
bahwa a c, maka tidak mungkin a = b dan c = b, paling sedikit sepasang dari pasangan huruf-
huruf ini tidak sama, yakni harus ada perbedaan walaupun mungkin hanya kecil sekali. Maka
kita menolak kemungkinan ketidakcocokan empiris itu, dan sesungguhnyalah bahwa ide uji
empiris harus relevan disini, atas dasar bahwa identitas itu adalah relasi transitif menurut definisi
atau menurut postulat-postulat yang mendasarinya. Maka, prinsip dalam permasalahan tersebut
adalah benar apriori.
E. MATEMATIKA SISTEM DEDUKTIF AKSIOMATIK
Sebegitu jauh telah dipaparkan bahwa validitas matematika tidak terletak pada pernyataan sifat
self-evidentnya dan tidak pula pada dasar empiris, akan tetapi diturunkan dari pernyataan tentang
apa yang menentukan makna konsep-konsep matematika, dan bahwa proposisi-proposisi
matematika dengan demikian adalah “benar menurut definisi”. Pernyataan terakhir ini
terlalusederhan dan perlu diklarifikasi ulang dan perlu pertimbangan yang hati-hati.
Demi perkembangan yang rigor teori matematika bukan perolehan mudah dari perangkat definisi
sederhan akan tetapi dari perangkat proposisi-proposisi non-defisional yang tidak dibuktikan
dalam teori itu. Mereka dinforrmasikan dalam term-term dasar tertentu atau konsep-konsep
primitive di mana idak ada definisi-definisi diberikan dalam teori itu. Seringkali orang mengira
bahwa postulat-postulat sendiri menyajikan “definisi implicit”dari term-term tidak didefiisikan.
Bagaimana pun, pencirikhasan postulat-postulat yang demikian salah terka. Di samping postulat-
postulat itu terbatas dalam arti khusus makna yang mungkin dapat diberikan pada term-term
takdidefinisikan sembarang sistem postulat yang self-evident boleh, meskipun demikian, banyak
iterpretasi berbeda-beda atas term-term takdidefinisikan (nanti akan dijelaskan), sedangkan
perangkat definisi dalam arti langsung dari kata-kata menentukan makna dari defienda (yang
didefinisikan) dalam bentuk yang tumggal.
Setelah term-term takterdefiisiakan dan postulat-postulat ditetapkan, seluruh sudah tertentu
dengan lengkap, teori-teori dapat diturunkan dari dasar postulationaldengan cara sebagai berikut:
Setiap term dari teori dapat didefinisikan dalam term-term takterdefinisikan, dan setiap proposisi
dalam teori dapat dideduksi secara logis dari postulat-postulat. Agar seluruhnya persis, perlu pula
mencirikan prinsip-prinsip logika yang akan digunakan dalam bukti proposisi dengan kata lain,
dalam deduksinya dari postulat. Prinsip-prinip ini dapat dinyatakan dengan sangat eksplisit.
Prinsip-prinsip logika terbagi dalam dua kelompok. Kaliamat primitif, atau postulat dari logika
(seperti jika p dan q benar, maka p benar), dan aturan-aturan deduksi dan penyimpulan
(termasuk, misalnya, yang dikenal dengan modes ponen dan modes tolen dan aturan subtitusi
yang mungkin menarik kesimpulan, dan proposisi umum, dengan mengambil salah satu contoh
subitusi).
Postulat yang terlahir ini mengandung prinsip induksi matematis dan mengganbarkan dengan
cara yang sangat jelas cara memperkuat “kebenaran” matematis dengan persyaratan. Konstruksi
aritmetika elementer pada basisi ini dimulai dengan definisi berbagai bilangan alam. 1
didefinisikan sebagai pengikut 0, atau disingkat sebagai 0’,2 sebagai 1’,3 sebagai 2’, dan
seterusnya. Menurut P2, proses ini dapat dilanjutkan takterbatas; sebab P3 (dengan kombinasi
P5), proses ini tida pernah kembali ke satu bilangan yang telah didefinisikan terdahulu, dan
menurut P4, prose situ tidak juga kembali ke 0.
Langkah selanjutnya kita dapat membangun definisi penjumlahan yang dinyatakan dalam bentuk
yang persis dengan suatu ide bahwa penjumlahan sembarang bilangan alam dengan bilangan
alam yan diketahui dapat dipandang sebagai penjumlahan berulang-ulang dari 1; operasi yang
terakhir ini dinyatakan dengan hubungan pengikut. Definisi penjumlahan ini berjalan sebagai
berikut:
Kata syarat pada definisi rekrusif ini menentukan dengan lengkap jumlah sembarang dua
bilangan. Perhatikan umpamannya, jumlah 3 + 2. Menurut definisi bilangan 2 dan 1, kita peroleh
3 + 2 = 3 + 1’ = 3 + (0)’, akan tetapi menurut D1 (b), 3 + (0’)’ = (3 + 0’)’ = ((3 + 0’)’
sedangakan menurut D1 (a), dan menurut definisi bilangan 4 dan 5, ((3 + 0’)’- (3’)’ = 4’ = 5.
Bukti ini juga menjelaskan lebih eksplisitdan persis komentar yang diberikan terdaulu aatas
kebenaran proposisi bahwa 3 + 2 = 5: Di dalam sistem aritmetika Peano, kebenaranya mengalir
bukan semata-mata dari definisi konsep-konsepyang terlibat, akan tetapi juga dari postulat-
postulat yang berlaku atasnya. Dalam contoh ini postulat P1 dan P2 dan jaminan bahwa 1,2,3,4,5
adalah bilangan-bilangan dalam sistem Peano, bukti umm bahwa D1 menentukan jumlah
smbarang dua bilangan juga menggunakkan P5. Jika postulat-postulat dan definisi-definisi dalam
teori aksiomatik itu kita sebut “syarat-ayarat” yang terkait dengan konsep-konsep dalam teori itu,
maka sekarang kita dapat menggunakkan bahwa proposisi-proposisi dalam aritmetika bilangan
alam adalah benar menurut persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan sejak awal untuk
konsep-konsep aritmetika. (ingat, khususnya, bahwa bukti untuk rumus “3 + 2 = 5” beberapa kali
menggunakan identitas transivitas; yang terakhir ditrima disini salah satu aturan dalam logika
yang dapat diggunakkan dalam bukti sembarang teorema dalam aritmetika; dengan demikian,
aturan-aturan logika ini ang termasuk di antara postulat-postulat. Peano tidak lain adalah aturan
logika).
Sekarang, perkalian bilangan alam dapat didefinisikan dengan definisi rekrusif sebagai berikut,
yang dinyatakan dalam bentuk ide yang rigor bahwa hasil kali n.k dari dua bilangan dapat
dipandang sebagai jumlah k kali masing-masing sama dengan n.
Matematika tidak selamanya membahas tentang angka. Dalam matematika juga dibahas
masalah logika, yang biasanya tersusun atas pernyataan-pernyataan atau premis-premis, serta
memiliki nilai kebenaran (benar atau salah).
Seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia, ditemukan banyak premis-premis
yang memiliki dua nilai kebenaran sekaligus. Sesuatu yang sama, tapi memiliki nilai kebenaran
yang berbeda. Sesuatu yang benar sekaligus salah. Kondisi seperti inilah yang dikenal dengan
istilah paradoks.
Kata paradoks berasal dari bahasa Latin Paradoxum, (para=dengan
cara/menurut, doxa=apa yang diterima). Paradoks juga sering disebut Antinomi karena
melanggar hukum Principum Contradictionis.
Contoh sederhananya adalah sebagai berikut:
Misalkan a=b,maka:
a = b
a2 = ab (kedua ruas dikali a)
a2-b2 = ab-b2 (kedua ruas dikurangi b2)
Dari contoh tersebut didapatkan bahwa 2=1. Kita tahu hal ini tidak benar karena jelas 2
tidak sama dengan 1. Nmun langkah-langkah di atas sangat struktural. Pada saat pembagian
dengan (a-b), sebenarnya kita melakukan pembagian dengan nol, karena a=b, maka a-b=0,
sementara dalam matematika, pembagian dengan nol tidak didefinisikan. Jadi, bukti yang terlihat
logis di atas sebenarnya adalah salah.
2. PARADOKS RUSSELL
Paradoks ini dikemukakan dan dirumuskan oleh Betrand Russell (1872-1969). Isi
paradoksnya adalah, bayangkan sorang pemangkas rambut di sebuah desa. Tukang pangkas itu,
kata Russell, hanya mencukur orang yang tidak mencukur rambutnya sendiri.
Dari pernyataan tersebut, jika tukang pangkas mencukur rambut orang di desa itu, dan
tidak mencukur rambutnya sendiri, maka tukang pangkas itu seharusnya mencukur rambutnya
sendiri. Tapi jika tukang pangkas mencukur rambutnya sendiri, maka ia tidak dapat
mencukurnya karena tukang pangkas hanya mencukur orang yang tidak mencukur rambutnya
sendiri.
Selain itu contoh paradoks ini dalam konteks matematika adalah misalkan M adalah
kumpulan semua himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri sebagai anggota. Jika M tidak
memuat M sebagai anggota, maka M adalah anggota M. Tapi jika M adalah anggota M, maka M
harus dikeluarkan dari M, karena syarat keanggotaan M. Artinya, M ∈ M jika dan hanya jika
M ∉ M.
3. PARADOKS GALILEO
Terdapat dua lingkaran berpusat sama . Bila lingkaran luar digelindingkan pada suatu
garis sejauh satu putaran, sedemikian hingga titik A pada lingkaran luar sampai di B, maka jarak
A ke B tentu sama dengan keliling lingkaran luar.
Jika lingkaran dalam menempel pada lingkaran luar, maka lingkaran dalam juga
mengalami 1 putaran. Perhatikan bahwa titik C pada lingkaran dalam sampai di D sebagai akibat
lingkaran luar yang digelindingkan. Ini berarti CD = keliling lingkaran dalam.
Dari logika di atas, terlihat bahwa CD = AB. Dengan demikian, keliling lingkaran dalam
= keliling lingkaran luar.
4. PARADOKS ZENO
a. Paradoks Dikotomi
“Sebuah benda yang bergerak tidak akan pernah mencapai tujuan. Pertama-tama dia
harus menempuh perjalanan setengah jarak. Lalu setelah itu dia mesti menempuh seperempat,
seperdelapan, seperenambelas, sepertigapuluhdua … Sedemikian hingga jumlah perjalanannya
menjadi tak-hingga.
Oleh karena mustahil melakukan perjalanan sebanyak tak-hingga, maka benda tidak akan
dapat sampai tujuan.”
Menurut Zeno, apabila orang hendak berjalan menuju garis finis, maka lintasan jalannya
dapat dibagi jadi bagian kecil-kecil. Kemudian supaya bisa lewat, maka bagian kecil-kecil itu
harus dijalani satu per satu. Sedemikian hingga pada akhirnya orang sampai garis finis.
Akan tetapi problemnya adalah bahwa yang kecil-kecil itu jumlahnya amat banyak.
Malah menurut Zeno jumlahnya mencapai tak-hingga.
Jadi sekarang sudut pandangnya berubah. Kita tahu orang bisa menempuh jarak kecil-
kecil, tetapi, bisakah orang menempuh jarak kecil-kecil itu tak berhingga kali?
b. Paradoks Achilles dan Kura-Kura
“Achilles dan Kura-kura melakukan lomba lari, meskipun begitu, kura-kura diizinkan
start lebih awal. Agar dapat menyamai kura-kura, Achilles menetapkan sasaran ke tempat kura-
kura saat ini berdiri. Akan tetapi, tiap kali Achilles bergerak maju, kura-kura juga bergerak maju.
Ketika Achilles sampai di tempat kura-kura, kura-kura sudah berjalan sedikit ke depan. Lalu
Achilles mengejar posisi kura-kura yang sekarang. Akan tetapi setibanya di sana, kura-kura juga
sudah maju sedikit lagi. Lalu Achilles mengejar posisi kura-kura yang sekarang. Akan tetapi
setibanya di sana, kura-kura juga sudah maju sedikit lagi. Demikian seterusnya ad infinitum.
Jadi kesimpulannya mustahil bagi Achilles untuk bisa menyamai kura-kura dalam balapan.”
Lewat paradoks ini Zeno menyatakan bahwa “mustahil bagi orang yang telat balapan untuk
dapat menyamai lawannya”.
Alasannya? Karena terdapat sejumlah kemajuan kecil-kecil yang tak mungkin dikejar. Setiap
Achilles sampai di tempat kura-kura, kura-kura selalu sudah melaju sedikit lagi di depan. Pada
akhirnya Achilles digambarkan Zeno sebagai “tak akan mampu melewati kura-kura”.
c. Paradoks Anak Panah
“Misalnya kita membagi waktu sebagai “deretan masa-kini”. Kemudian kita lepaskan anak
panah. Di setiap “masa-kini” anak panah menduduki posisi tertentu di udara.
Oleh karena itu anak panah dapat dikatakan diam sepanjang waktu.”
Zeno melihat waktu sebagai rangkaian “masa-kini” yang berkesinambungan. Oleh karena
itu sebuah anak panah yang meluncur memiliki berbagai versi “masa-kini” di perjalanannya. Ada
“masa-kini” sesaat sesudah lepas dari busur; “masa-kini” setelah beberapa detik di angkasa, dan
seterusnya.
Problemnya adalah bahwa di tiap “masa-kini” itu anak panah mendiami tempat yang
tetap. Persis seperti kalau direkam kamera video. Di setiap frame tampak berbagai kondisi anak
panah. Semua tampak diam. Akan tetapi kalau videonya diputar, barulah terkesan bahwa anak
panah itu sebenarnya bergerak.
Jadi di sini ada problem: bahwa anak panah itu “diam” sekaligus “bergerak”.
d. Paradoks Stadion
“Terdapat tiga buah barisan benda A, B, dan C di lapangan tengah stadion.
Barisan A terletak diam di tengah lapangan. Sementara B dan C masing-masing terletak di ujung
kiri dan kanan A.
Kemudian B dan C bergerak saling mendekati dengan kecepatan yang sama (hendak bersejajar
dengan barisan A).
zeno-stadium
Antara “Sebelum” dan “Sesudah”, titik C paling kiri melewati dua buah B, tetapi cuma satu buah
A.
Berarti waktu C untuk melewati B = setengah waktu untuk melewati A. Padahal A dan B adalah
unit yang identik!
Mungkinkah setengah waktu = satu waktu?”
Dalam paradoks ini, Zeno mengetengahkan bahwa “duabenda yang saling mendekati butuh
waktu yang lebih singkat untuk sejajar.”