Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESUME MATERI

OLEH KELOMPOK 2

Nama kelompok :1. Rahmat Hidayat 2210013211004


2. Muthia Khairiah 2210013211005
3. Sepriza 2210013211006
Prodi : Pendidikan Matematika
Matkul : filsafat Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu : Dra. Rita Desfitri, M.Sc.

FILSUF-FILSUF TERKENAL SEPERTI PYTHAGORAS, PLATO, ARISTOTELES,


LEIBNIZ, DAN TEORI YANG DIKEMBANGKANNYA
A. FILSAFAT MATEMATIKA
Sejak milenium ke-5 dan ke-3 Sebelum Masehi (SM) matematika telah dikenal di Mesir dan
Babilonia kuno sebagai suatu alat bantu memecahkan berbagai persoalan non-fisik maupun
berbagai persoalan praktis. Misalnya, banjir tahunan di lembah Nil memaksa orang-orang Mesir
kuno mengembangkan suatu rumus atau formula yang membantu mereka menetapkan dan
menentukan kembali batas-batas tanah mereka (ingat: mengukur bumi = geometri). Rumus-
rumus matematika juga digunakan untuk membantu konstruksi, penyusunan kalender, dan
perhitungan dalam perniagaan. Akan tetapi, matematika sebagai ilmu, baru dikembangkan oleh
filsuf Yunani sekitar lima ribu tahun kemudian. Filsuf-filsuf besar Yunani yang mengambangkan
matematika ialah Pythagoras dan Plato, meskipun secara umum dapat dikatakan semua filsuf
Yunani kuno bukan hanya menguasai matematika, melainkan juga ikut serta
mengembangkannya. Bagi Pythagoras, matematika adalah yang sangat penting untuk memahami
filsafat. Ia pun menemukan kenyataan yang menunjukkan bahwa fenomena yang berbeda dapat
menunjukkan sifat-sifat matematis yang identik. Karena itu, ia menyimpulkan bahwa sifat-sifat
tersebut dapat dilambangkan ke dalam bilangan dan dalam keterhubungan angka-angka.
Semboyan Pythagoras yang sangat terkenal adalah panta aritmos yang berarti segala sesuatu
adalah bilangan.
Plato berpendapat bahwa geometri adalah kunci untuk meraih pengetahuan dan kebenaran
filsafat. Menurut Plato, ada suatu “dunia” yang disebutnya “dunia ide”, yang dirancang secara
matematis. Segala sesuatu yang dapat dipahami lewat indera, hanyalah suatu representasi tidak
sempurna dari “dunia ide” tersebut. Prinsip pertama dan utama dalam matematika saat ini adalah
abstraksi, karena bagi para filsuf Yunani yang mengembangkan matematika, kebenaran pada
hakikatnya hanya bersangkut paut dengan suatu entitas permanen serta suatu keterhubungan dan
pertalian yang tidak berubah-ubah. Dengan demikian, jelas sejak semula matematika bukan
hanya merupakan alat bagi pemahaman filsafat, tetapi juga merupakan bagian dari pemikiran
filsafat itu sendiri.
Pada masa kita matematika lebih mengeraskan titik tumpuannya pada studi tentang konsep-
konsep matematika, hakikat matematika (ciri-ciri dan karakteristik darinya) prinsip-prinsip serta
justifikasi prinsip-prinsip yang
1) PANDANGAN PLATO
Bagi Plato, yang penting, bahkan yang terpenting, adalah tugas akal budi untuk membedakan
tampilan (penampakan) dari realita (kenyataan yang sebenar-benarnya). Tugas demikian bukan
saja diperlukan oleh para ilmuwan dan filsuf, tetapi juga oleh manusia pada umumnya. Lebih
khusus, para penjabat pemerintahan, yang harus mencari sarangnya di dunia tampilan dan harus
memahami permasalahan senyatanya. Apa yang dapat dilakukan, dan yang seharusnya
dilakukan, agar menjadi pemimpin, praktis atau teoretis, di dunia tampilan, yang selalu berubah,
Anda harus tahu realita, yang tidak pernah berubah. Hanya dengan begitulah, kita dapat
memahami dan mengatur dunia tampilan di sekitar kita. Derivatif dari bidang filsafat umum yang
tinggi dan kering ini ke filsafat Plato tentang matematika terapan dan murni, yakni, perbedaan
antara tampilan dan realita menjadi lebih jelas. Plato melihat bahwa orang biasanya membedakan
antara apa yang tampak dan apa yang realitanya tanpa keraguan. Pertimbangan mereka semacam
kriteria yang kurang jelas. Maka Anda memerlukan objek real yang keberadaannya kira-kira
bebas dari persepsi Anda dan cara bagaimana Anda menangkapnya. Karena itu objek harus
memiliki suatu derajat permanen. Kemudian dapat didefinisikan dengan derajat ketepatan
tertentu, dan sebagainya. Realitas entitas absolut ini disebut "dunia ide" atau “bangun ide”,
menjadi permanen, abadi, dan bebas dari persepsi. Dunia ide bukan hanya model ideal dari objek
fisik saja akan tetapi juga termasuk kejadian-kejadian. Menurut Plato, ketetapan, abadi atau
permanen, bebas untuk dipahami haruslah merupakan karakteristik pernyataan-pernyataan
matematika. Dan pandangannya bahwa bilangan-bilangan, entitas geometri dan relasi antara
entitas-entitas itu objektif, atau paling tidak saling terkait, eksistensinya masuk akal. Plato yakin
bahwa terdapat objek-objek yang permanen, tertentu, bebas dari pikir seperti yang Anda sebut
“satu”, “dua”, “tiga”, dan sebagainya, yaitu, Bangun Aritmetika. Hal yang sama untuk objek-
objek “titik”, “garis”, “lingkaran” dan sebagainya, yakni, bangun geometri. Jadi terdapat dunia
ide, permanen, tertentu, yang berlainan dengan dunia cita rasa. Dunia ide dipahami tidak dengan
cita rasa, tetapi dengan nalar. Bangun aritmetika dan bangun geometri telah menjadi isi bidang
studi matematika. Bagi Plato, matematika murni (pada masanya adalah aritmetika dan geometri
Euclid) mendeskripsikan bangun matematis dan realisasi di antara mereka. Matematika terapan
melukiskan objek-objek empiris beserta relasirelasinya. Menurut Plato, matematika bukanlah
idealisasi aspek-aspek tertentu dari dunia empiris akan tetapi sebagai deskripsi dari bagian
realitanya.
2) PANDANGAN ARISTOTELES
Filsafat matematika Aristoteles sebagian dikembangkan dari oposisinya terhadap Plato
(gurunya) dan sebagian lagi bebas dari ajaran Plato. Ia menolak pembedaan Plato antara dunia
ide yang disebutnya realita
kebenaran, dan bahwa pengalaman cita rasa dikatakan hanya sebagai pendekatan (aproksimasi)
dari dunia ide. Bagi Aristoteles, bangun atau esensi sebarang objek empiris, misalnya piring,
membangun, sebagiannya, seperti halnya pada materinya. Dalam menyatakan bahwa Anda
melihat piring bulat, kita harus tidak menyimpulkan bahwa piring adalah aproksimasi bulat dari
bangun lingkaran. Aristoteles membedakan dengan tajam antara kemungkinan mengabstraksi
bulatan dengan karakteristik matematis yang lain dan objekobjek dan kebebasan keberadaannya
dari karakteristik atau contohcontohnya, yakni lingkaran. Ia sering kali menekankan bahwa
kemungkinan mengabstraksikan tidak berarti memerlukan kebebasan keberadaan yang
diabstraksikan. Bidang studi matematika adalah hasil abstraksi matematis
yang ia sebut “objek matematis”. Pandangan Aristoteles tentang hubungan matematika murni
dan terapan
juga menjadi agak jelas. Pernyataan-pernyataan dalam matematika terapan harus mendekati
pernyataan-pernyataan dalam matematika murni. Aristoteles juga banyak mencurahkan
perhatiannya pada struktur keseluruhan teori dalam matematika. Ia membedakan dengan jelas
antara:
(i) prinsip-prinsip yang berlaku bagi semua sains (dalam bahasa sekarang prinsip-prinsip
logika formal yang diduga berlaku dalam pengembangan formulasi dan deduksi
sebarang sains), (ii) prinsip khusus yang dianggap
(ii) benar oleh matematikawan terhalang di dalam demonstrasi teori-teori,
(iii) definisi-definisi, yang tidak mengasumsikan apakah yang didefinisikan itu ada, dan
(iv) Hipotesis keberadaan, yang mengasumsikan bahwa apa yang didefinisikan itu ada.
Hipotesis keberadaan ini dalam matematika murni tidak diperlukan.
(v)
3) FILSAFAT MATEMATIKA LEIBNIZ
Gottfried Wilhelm Leibniz adalah matematikawan, filsuf, dan fisikawan. Ia banyak menyerupai
Plato dan Aristoteles. Dengan yang terakhir adalah sejajar dalam hal doktrin metafisis, yang
menyebutkan bahwa setiap proposisi dapat direduksi ke dalam bentuk subjek-predikat. Leibniz
mengambil posisi lebih radikal, bahwa predikat sebarang proposisi “termuat” di dalam subjek,
paralel dengan doktrin metafisis yang terkenal bahwa dunia terdiri dari subjek yang self-
contained (substansi atau monand yang tidak berinteraksi). Dalam bukunya Monandology, yang
ditulis dua tahun sebelum kematiannya, ia memberikan sinopsis filsafatnya sebagai berikut:
“Terdapatlah, juga, dua macam kebenaran, yaitu kebenaran penalaran dan kebenaran kenyataan
(fakta). Kebenaran penalaran adalah perlu dan lawannya adalah tidak mungkin. Kebenaran
kenyataan adalah kebetulan dan lawannya adalah mungkin. Apabila suatu kebenaran adalah
perlu, alasannya dapat dicari dengan melalui analisis, menguraikannya ke dalam ide-ide
kebenaran yang lebih sederhana, sampai Anda tiba di sini tempat yang Anda ... Dengan
demikian, kebenaran penalaran, mendasarkan pada “prinsip kontradiksi”, yang diambilnya untuk
mengkover prinsip identitas dan prinsip tolak-tengah. Bukan hanya tolologi trivial, tetapi semua
aksioma, postulat, definisi, dan teorema matematika, adalah kebenaran penalaran, dengan kata
lain, semuanya itu adalah proposisi identik yang sebaliknya adalah suatu pernyataan
kontradiksi”. Leibniz, setuju dengan Aristoteles, bahwa setiap proposisi di dalam analisis
terakhir berbentuk subjek-predikat. Ia juga percaya bahwa subjek “memuat” predikat. Hal itu
harus berlaku untuk semua kebenaran penalaran yang berbentuk subjek-predikat. Dengan
demikian, menurutnya, harus benar untuk kebenaran penalaran apa pun. Dalam arti
bagaimanakah kebenaran kenyataan (misalnya kebenaran bolpoin Anda berwarna hitam)
dipandang subjek yang memuat predikatnya sangat tidak jelas. Sebenarnyalah untuk menjelaskan
asersi bahwa subjek dari kebenaran kenyataan memuat predikatnya, Leibniz harus membawa
Tuhan dan ketakhinggaan. Reduksi kebenaran/kebetulan, yang akan menunjukkan predikatnya
termuat dalam subjeknya, hanya mungkin bagi Tuhan. Leibniz menjelaskan persoalan ini dengan
mengatakan bahwa, seperti dalam kasus pecahan bentuk akar, “reduksi melibatkan proses
takhingga dan bahkan mendekati ukuran umum sehingga tertentu tetapi harus diperoleh deretan
tak berakhir, demikian pulalah kebenaran-kebetulan memerlukan analisis takhingga, yang hanya
Tuhan yang mampu menyelesaikannya. Konsepsi Leibniz tentang bidang studi matematika
murni sangat berbeda dengan pandangan Plato dan Aristoteles. Bagi Plato, proposisi matematis
adalah serupa proposisi logis dan bahwa proposisi ini bukan objek tertentu yang permanen atau
idealisasi hasil abstraksi objek-objek atau sebarang jenis obyek. Proposisi-proposisi itu benar
karena penolakannya menjadi tak mungkin secara logis. Anda boleh mengatakan bahwa
proposisi-proposisi adalah perlu benar untuk semua objek, semua kejadian yang mungkin, atau
menggunakan phrase Leibniz, dalam semua dunia yang mungkin.

4) BEBERAPA PANDANGAN KANT


Sistem filsafat Kant dikembangkan di bawah pengaruh filsafat rasionalis yang diwakili oleh
Leibniz dan filsafat empiris yang diwakili oleh Hume, dan dengan kesadarannya berlawanan
dengan keduanya Hume dan Leibniz membagi semua proposisi ke dalam kelas yang eksklusif,
yakni, proposisi analisis dan faktual. Kedua filsuf memandang proposisi matematis sebagai
analisis. Bagaimanapun, Hume dan Leibniz sangat berbeda dalam hal proposisi faktual. Hume
tidak bicara banyak tentang matematika murni. Dengan demikian polemik Kant ditujukan kepada
Leibniz. Kant membagi proposisi ke dalam 3 kelas. Pertama proposisi analisis, seperti Leibniz
(yakni, proposisi yang negasinya kontradiksi). Proposisi nonanalisis disebutnya proposisi
sintesis. Kant membedakannya menjadi dua kelas, yakni, yang empiris atau apostteori, dan yang
non-empiris atau apriori. Proposisi sintesis apostteori bergantung pada persepsi indera. Dalam
sebarang proposisi apriori, jika benar, harus melukiskan persepsi indera yang mungkin (bolpoin
saya hitam), atau secara logis berimplikasi pendeskripsian persepsi indera (semua burung gagak
adalah hitam). Sebaliknya proposisi sintesis apriori tidak tergantung pada persepsi indrawi.
Proposisi-proposisi demikian perlu dalam arti bahwa sebarang proposisi di dunia fisis, mereka
ini juga harus benar. Dengan kata lain, proposisi sintesis apriori adalah syarat perlu bagi
kemungkinan pengalaman objektif. Jadi, Kant membagi proposisi sintesis apriori ke dalam dua
kelas: “intuitif”, dan “diskursif”. Intuitif terutama berkaitan dengan struktur persepsi dan
justifikasi perseptual. Diskursif dengan pengurutan fungsi dari pengertian umum. Contoh dari
diskursif, proposisi sintetik apriori adalah prinsip sebab-akibat. Semua proposisi matematika
murni adalah masuk dalam kelas proposisi sintetis apriori. Kant tidak setuju dengan pandangan
pada matematika murni yang menjadikan persoalan definisi dan entitas terpostulatkan berada di
bawahnya. Baginya, matematika murni bukanlah analisis, ia sintetis apriori, sebab ia terkait
(mendeskripsikan) ruang dan waktu. Jawaban Kant terhadap persoalan sifat matematika murni
dan terapan dapat secara kasar dirumuskan sebagai berikut. Proposisi dalam aritmetika dan
geometri murni adalah proposisi yang perlu, meskipun proposisi-proposisi itu sintetis apriori,
bukan analisis. Sintetis, sebab proposisi-proposisi itu tentang struktur ruang dan waktu terlihat
oleh apa yang dapat di konstruksi di dalamnya. Dan apriori sebab
ruang dan waktu adalah kondisi invarian (tak berubah) dari sebarang persepsi objek fisik.
Proposisi-proposisi dalam matematika terapan, adalah apostteori sepanjang proposisi-proposisi
ini tentang persepsi materi empiris dan apriori sepanjang proposisi-proposisi itu mengenai ruang
dan waktu. Matematika murni memiliki isi untuk dirinya sendiri struktur ruang dan waktu dan
bebas dari materi empiris. Matematika terapan memiliki isi untuk dirinya sendiri struktur ruang
dan waktu dengan materi yang mengisinya.

GOTTFRIED WILHELM LEIBNIZ (1646-1716)


Leibniz adalah seorang matematikawan termasyhur, namun ia juga seorang “sarjana segala
ilmu”. Ia berkontribusi pada hukum, agama, politik, sejarah, filsafat, dan sains, sebaik seperti
dalam matematika. Leibniz memasuki universitas di kota kelahirannya Leipzig, Jerman, dan
pada usia 17 tahun memperoleh gelar sarjana. Ia akan memperoleh derajat doktor pada usia dua
puluh tahun jikalau dosen di fakultasnya tidak iri hati pada pemuda yang cerdas ini. Ia
menghabiskan sisa hidupnya dalam kegiatan semacam diplomat berkeliling. Banyak dari ide
hebatnya muncul ketika ia sedang dalam perjalanan di atas jalan-jalan yang rusak di tujuh belas
kota di Eropa. Salah satu minat terbesar dari Leibniz adalah perkembangan matematika yang
akan mampu menjawab semua pertanyaan dalam semua bidang. Ini membawanya ke dalam
diskusi tentang logika yang sekarang telah menjadi basis logika simbolik modern. Leibniz adalah
orang yang sangat taat beragama dan banyak menulis tentang agama. Bahkan penemuannya
tentang bilangan biner dikaitkan dengan kepercayaannya yang kokoh. Ia memandang Tuhan
sebagai representasi dari 1, dan kekosongan, sebagai 0. Tepat seperti Tuhan dapat menciptakan
segala sesuatu di kekosongan itu, demikian pulalah semua bilangan dapat disajikan dalam sistem
biner dengan menggunakan lambang 1 dan 0.
Leibniz menemukan kalkulus pada kira-kira bersamaan waktu dengan Newton, dan telah
menjadi kontroversi siapakah yang terlebih dahulu menemukan. Leibniz juga menemukan mesin
hitung yang mampu menjumlah, mengurang, mengali, membagi, dan menarik akar. Leibniz
barangkali dapat menjadi matematikawan terbesar di antara para matematikawan, namun ada dua
hal yang menariknya. Salah satunya sangat mencintai uang, dan yang lain keinginannya yang
kuat tentang semua bidang pengetahuan kemanusiaan. Kita tentu hanya akan dapat kagum
matematika mana lagi yang akan diketemukan jika ia hanya memilih bidang matematika dalam
rentang masa hidupnya.

PERANAN LOGIKA MATEMATIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


Logika matematika telah digunakan oleh banyak orang untukberbagai aktifitas, baik
dalam lingkup pekerjaan ataupun pendidikan. Mempelajari logika matematika, membuat kita
lebih cermat dan teliti lagi dalam menanggapi sesuatu. Logika matematika memiliki peranan
dalam kehidupan sehari-hari.inilah yang akan kita bahas nanti.
Sebelum kita membahas bagaimana peranan logika matematika kita harus mencoba untuk
mendefinisikan kembali sehingga kita bisa membedakan apa itu Logika, Matematika dan Logika
Matematika. Kita akan uraikan satupersatu

A.LOGIKA
Logika berhubungan erat dengan akal dan pikiran.maksudnya adalah Kemampuan
berpikir seseorang sangat bergantung dengan bagaimana menggunakan logika dalam pola
pikirnya. Definisi paling mudah mengenai logika adalah sebuah pemikiran yang dianggap masuk
akal,atau bisa diterima dengan akal sehat. Ketika seseorang berpikir dan merasa bahwa apa yang
dipikirkannya sangat mungkin terjadi walaupun belum dibuktikan secara ilmiah, maka
bisa dikatakan bahwa orang tersebut sudah menggunakan logikanya dalam berpikir. Logika juga
berarti kemampuan untuk membayangkan atau menggambarkan sesuatu pada pikiran. Hal itu
dapat menambah keyakinan seseorang sehingga akan lebih mudah dalam mengambil keputusan
atau merencanakan sesuatu dengan tepat

B.MATEMATIKA
Sebelumnya kita telah membahas pengertian dari matematika itu dan banyak dari kita
telah mengetahui matematika itu. disini saya akan sekilas mengingat matematika, matematika
adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengukur,menghitung dan
membandingkan sesuatu. Hampir semua bidang ilmupengetahuan menggunakan matematika.
Matematika memiliki ketentuan-ketentuan atau dasar aturan yangtidak akan pernah berubah, hal
itu membuat matematika disebut sebagai ilmu pasti. Dengan aturan yang tidak berubah
tersebut,membuat matematika digunakan sebagai alat dalam membuktikan kebenaran.
Matematika sangat berperan penting dalam kehidupansehari-hari.
C.LOGIKA MATEMATIKA
Logika matematika merupakan bagian dari matematika, secara garis besar logika
matematika membuat kita harus melakukan tindakan penarikan kesimpulan yang tepat dan
masuk akal dari beberapa pernyataan yang berbeda. Penarikan kesimpulan tentunya didasari
dengan menggunakan ketentuan atau aturan yang tidak berubah sehingga membuatnya menjadi
sistematis atau terstruktur. Setelah mengetahui pengertian dari Logika, Matematika dan Logika
Matematika tentunya kita sudah dapat membayangkan bagaimana manfaatnya jika kita
mengaplikasikan atau menerapkannya dalamkehidupan sehari-hari. Secara umum dengan logika
matematika, seseorang akan lebih tepat dalam mengambil keputusan, memaksa untuk berpikir
kritis sehingga menghasilkan sebuah penilaian yang benar dan dengan begitu seseorang akan
terhindar dari banyak kesalahan.

D. PENERAPAN LOGIKA MATEMATIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak contoh yang bisa kita ambil tentang bagaimana
orang yang menggunakan logika matematika dalam berpikir. Orang yang menggunakan logika
matematika dalam berpikir tentu tidak akan memberikan sebuah pernyataan atau tindakanyang
salah.
Contoh: Seorang direktur perusahaan memberikan pernyataan bahwa jika profit
meningkat maka karyawan akan mendapatkan bonus. Dan setelah beberapa waktu berlalu
ternyata karyawan tidak mendapatkan bonus.Dalam hal ini karyawan bisa menarik
kesimpulannya sendiri mengapa mereka tidak mendapatkan bonus. Karyawan memperkirakan
bahwa profit perusahaan tidak meningkat. Lalu apakah yang dipikirkan karyawan sesuai dengan
cara berpikir logika matematika? Jika kita uraikan contoh diatas dengan logika matematika
.P : Profit meningkat
.Q : Karyawan mendapatkan bonus.
P→q
~q
———
∴ ~p ( ini adalah hasil penarikan kesimpulan ) ~p : Profit tidak meningkat. Ini merupakan
jenis cara penarikan kesimpulan yang saya pelajari menggunakan Modus Tollens. Modus tollens
adalah jika yang terjadi p → q dan ~q maka kesimpulannya adalah ~p. Dari contoh diatas
ternyata hasil dari perhitungan logika matematika dengan apa yang dipikirkan karyawan adalah
sama.
Jadi penarikan kesimpulan atau cara berpikir yang dilakukan karyawan sesuai dengan
metode penarikan kesimpulan dengan logika matematika. Artinya padakejadian tersebut
karyawan tersebut bisa dibilang menggunakan logika matematika dalam berpikir.
4 / 5Dari uraian diatas kita seharusnya akan sadar, logika matematikabisa digunakan untuk
membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataanyang dibuat seseorang. Logika matematika juga
sangat baik untukdigunakan dalam membuat syarat atau peraturan, dengan logika matematika
kita bisa yakin bahwa seseorang melanggar peraturan atau tidak. dan orang yang paham akan
logika matematika jika membuat peraturan tentunya tidak akan mengeluarkan pernyataan yang
memberikan celah untuk dilanggar.

Contoh lain: Disebuah perusahaan dimana saya bekerja ada sebuah peraturan yang
melarang karyawannya agar datang terlambat. Jika ada karyawan datang terlambat maka akan
mendapat potongan gaji. Jika karyawan mendapat potongan gaji maka karyawan tidak senang.
Untukmendapatkan kesimpulan yang benar kita harus menggunakan logikamatematika.Jika kita
uraikan dan menggunakan metode logika matematika
:P= karyawan datang terlambat
.q= karyawan mendapat potongan gaji
.r= karyawan tidak senang
.p → q
q→r
_______
∴ p → r ( hasil Penarikan Kesimpulan ) Rumus diatas merupakan rumus silogisme yang
merupakan bagian dari bagaimana menarik kesimpulan dengan logika matematika. Cirinya
adalah ada lebih dari 1 implikasi dan saling berhubungan. Implikasi sendiri adalah pernyataan
yang memiliki ciri dengan menggunakan kata “jika” -“Maka” .Jadi dengan metode tersebut pada
kasus diatas menghasilkan kesimpulan: “Jika karyawan datang terlambat maka karyawan tidak
senang.”
5/5
Dari apa yang saya dapatkan, logika matematika memberikan sebuah solusi bagi yang
sulit untuk mengambil kesimpulan. Kita hanya perlu memahaminya dengan mengenal sifat dan
ciri-ciri pernyataan yang kita terima. Menggunakan logika matematika membuat kita lebih bijak
dalam mendapatkan jawaban dan mencari kebenaran dari sesuatu yangkita anggap tidak
jelas.Namun dalam penarikan kesimpulan, untuk sebuah masalah ringan,seseorang biasanya
hanya menggunakan penalaran yang alami saja,berpikir tanpa mengingat tahapan-tahapan yang
ada pada metode logikamatematika. Penalaran alami yang kita miliki kadang sudah mampu
untukmelakukan penarikan kesimpulan, dan menghasilkan maksud dan tujuan benar dari sebuah
pernyataan. Penggunaan logika matematika sangat berguna jika digunakan untuk sebuah
permasalahan-permasalahan yang rumit.
SIFAT KEBENARAN MATEMATIKA
1. AKSIOMA DAN PROPOSISI MATEMATIKA
A. PERMASALAHAN
Prinsip dasar penelitian ilmiah adalah bahwa semu proposisi dan term, agar dapt diterima, harus
ada landasan yang cukup. Dalam sains empirik, termasuk ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan social, landasan dasar dapat diterimanya suatu teori adalah adanya kecocokan atau
konfirmasi antar prediksi yang berlandasan suatu teori dengan bukti empiris yang dapat
diperoleh baik melalui eksperimen maupun melalui observasi sistematis.
B. APAKAH KEBENARAN PROPOSISI MATEMATIKA BERSIFAT SELF-EVIDENT
(MENJELASKAN-SENDIRI)
Salah satu dari beberapa jawaban terhadap permasalahan tersebut, yang sangat bertentangan
dengan hipotesis sains empirik yakni, pada matematika tidak memerlukan buku factual atau
eksperimen dan tidak pula pertimbangan yang lain sebab, kebenaran matematika adalah “self-
evident” (membuktikan sendiri). Pandangan ini, bagaimana pun meletakan sejenis keputusan
bahwa kebenaran matematika berada pada semacam perasaan self-evident, akan menemui
banyak kesulitan. Pertama, banyak teorema matematika begitu sulit di bangun, bahkan pada
spesialis pada bidangnya sekalipun, memang mereka melihat sesuatu tetapi bukan self-evident.
Kedua, sudah sangat terkenal bahwa beberapa hasil matematika amat sangat menarik – terutama
pada bidang-bidang abstrak seperti teori himpunan dan topologi yang menghujam jauh ke intuisi
yang bertentangan dengan semacam perasaan self-evident. Ketiga, adanya konjengtur matemais
seperti konjengtur dari Goldbach dan Fermat, yang sebenarnya sangat elementer isinya, tetapi
belum dapat ditenukan “benar-salahnya” sampai saat ini, tentu hal ini menujukan bahwa tidak
semua kebenaran matematika bersifat self-evident. Dan akhirnya, meskipun jika self-evident
hanya diberikan pada proposisi postulat yang melandasi matematika, dan dari postulat-postulat
ini diturunkan proposisi-proposisi matematika, patut dicatat bahwa pertimbangan seperti apa
yang dapt dipandang sebagai self-evident adalah sangat subjektif, pandangan demikian berubah
dari orang ke orang dan tetu saja tidak dapat membangun landasan dasar yang cukup untuk
penetapan sebagai validitas objektif proposisi matematika.
D. SIFAT ANALITIK PROPOSISI MATEMATIKA
Jadi pernyataan 3 + 2 = 5 adalah benar menyerupai alasan, umpamanya, asersi bahwa
seksagerian {manula berusia enam puluh} berusia 45 tahun. Kedua-duanya benar menurut
definisi atau persyaratan yang menentukan makna dari term-term kunci yang terlihat.
Pernyataan-pernyataan jenis ini memberikan ciri khas tertentu yang penting. validasinya tidak
memerlukan bukti empiris, mereka dapat ditunjukkan sebagai benar semata-mata hanya dengan
analisis makna yang terkandung di dalam term-term yang terdapat di dalamnya. Di dalam bahasa
logika kalimat-kalimat jenis ini disebut analitik atau benar apriori, yang mendikasikan bahwa
nilai kebenarannya bebeas secar logis dari, atau apriori secara logis padasembarang bukti
eksperimental. Dan sementara itu pernyataan-pernyataan empiris, yang disebut sintetik dan dapat
divalidasi halnya positeori, dan terus menerus terbuka untuk direvisi terhadap bukti baru,
sedangkan bukti kebenaran pernyataan analisis dapat dibangunkan hanya sekali untuk
selamanya. Bagaimanapun, ciri khas “kepastian teoritis” dari proposisi analitik harus dibayar
mahal. Suatu pernyataan analitik adalah tidak membawa informasi factual. Pernyataan tentang
seksagenerian di atas, misalnya tidak mengasersikan apapun yang dapat memungkinkan
pertentangan dengan sembarang bukti factual: pernyataan itu tidak memiliki implikasi factual,
tidak ada kandungan empiris, dan dengan alasan persisi inilah bahwa pernyataan itu dapat
divalidasi tanpa sumber bukti empiris.
Kita lukiskan lagi pandangan sifat proposisi matematika ini dengan mengambil contoh yang lain,
biasanya diambil contoh kebenaran matematika- atau logis- yakni proposisi bahwa jika a = b dan
b = c, maka a = c. Dengan data aplikasi, proposisi ini disebut “identitas transitivitas”
diasersikan? Apakah proposisi ini bersifat empiris sehingga dengan demikian secara teoritis
dapat tidak cocok dengan bukti empiris? Pandanglah, misalnya bahwa a, b, c, adalah padang
rumput, sejauh mata memandang tampak bahwa a = b, dan b = c, akan tetapi, jenis kelihatan
bahwa a c, maka tidak mungkin a = b dan c = b, paling sedikit sepasang dari pasangan huruf-
huruf ini tidak sama, yakni harus ada perbedaan walaupun mungkin hanya kecil sekali. Maka
kita menolak kemungkinan ketidakcocokan empiris itu, dan sesungguhnyalah bahwa ide uji
empiris harus relevan disini, atas dasar bahwa identitas itu adalah relasi transitif menurut definisi
atau menurut postulat-postulat yang mendasarinya. Maka, prinsip dalam permasalahan tersebut
adalah benar apriori.
E. MATEMATIKA SISTEM DEDUKTIF AKSIOMATIK
Sebegitu jauh telah dipaparkan bahwa validitas matematika tidak terletak pada pernyataan sifat
self-evidentnya dan tidak pula pada dasar empiris, akan tetapi diturunkan dari pernyataan tentang
apa yang menentukan makna konsep-konsep matematika, dan bahwa proposisi-proposisi
matematika dengan demikian adalah “benar menurut definisi”. Pernyataan terakhir ini
terlalusederhan dan perlu diklarifikasi ulang dan perlu pertimbangan yang hati-hati.
Demi perkembangan yang rigor teori matematika bukan perolehan mudah dari perangkat definisi
sederhan akan tetapi dari perangkat proposisi-proposisi non-defisional yang tidak dibuktikan
dalam teori itu. Mereka dinforrmasikan dalam term-term dasar tertentu atau konsep-konsep
primitive di mana idak ada definisi-definisi diberikan dalam teori itu. Seringkali orang mengira
bahwa postulat-postulat sendiri menyajikan “definisi implicit”dari term-term tidak didefiisikan.
Bagaimana pun, pencirikhasan postulat-postulat yang demikian salah terka. Di samping postulat-
postulat itu terbatas dalam arti khusus makna yang mungkin dapat diberikan pada term-term
takdidefinisikan sembarang sistem postulat yang self-evident boleh, meskipun demikian, banyak
iterpretasi berbeda-beda atas term-term takdidefinisikan (nanti akan dijelaskan), sedangkan
perangkat definisi dalam arti langsung dari kata-kata menentukan makna dari defienda (yang
didefinisikan) dalam bentuk yang tumggal.
Setelah term-term takterdefiisiakan dan postulat-postulat ditetapkan, seluruh sudah tertentu
dengan lengkap, teori-teori dapat diturunkan dari dasar postulationaldengan cara sebagai berikut:
Setiap term dari teori dapat didefinisikan dalam term-term takterdefinisikan, dan setiap proposisi
dalam teori dapat dideduksi secara logis dari postulat-postulat. Agar seluruhnya persis, perlu pula
mencirikan prinsip-prinsip logika yang akan digunakan dalam bukti proposisi dengan kata lain,
dalam deduksinya dari postulat. Prinsip-prinip ini dapat dinyatakan dengan sangat eksplisit.
Prinsip-prinsip logika terbagi dalam dua kelompok. Kaliamat primitif, atau postulat dari logika
(seperti jika p dan q benar, maka p benar), dan aturan-aturan deduksi dan penyimpulan
(termasuk, misalnya, yang dikenal dengan modes ponen dan modes tolen dan aturan subtitusi
yang mungkin menarik kesimpulan, dan proposisi umum, dengan mengambil salah satu contoh
subitusi).

2. SISTEM AKSIOMA PEANO SEBAGAI BASISI MATEMATIKA


A. SISTEM AKSIOMA PEANO
Sekarang marilah kita pelajari lebih dekat sebuah sistem matematika aksiomatis atau sistem
postulat yang dari sistem ini seluruh aritmetika bilangan alam (cacah) dapat diturunkan. Sistem
ini diciptakan oleh matematikawan dan logikawan bangsa Italia G. Peano (1858-1932) term-term
takdidefinisikan dalam sistem ini adalah “0”, “bilangan”, dan “pengikut” atau “successor”.
Sementara itu, tentu saja tidak ada defoinisi yang diberikan kepada term-term inidalam teorinya,
lambang “0” dimaksud menandakan bilangan 0 dalam makna biasa, sedangkan term “bilangan”
dimaksud kepada bilangan alam 0,1,2,3,… ekslusif. Dengan pengikut suatu bilangan alam n,
yang bisa tandakan dengan n; dimaksud bilangan alam tepat sesudah bilangan alam n dalam
urutan biasa. Sistem Peano memuat 5 postulat berikut ini:
P1. 0 adalah suatu bilangan
P2. Pengikut sembarang bilangan adalah suatu bilangan
P3. Tidak ada dua bilangan yang mempunyai pengikut sama
P4. 0 bukanlah pengikut bilngan mana pun
P5. Jika P adalah suatu sifat sedemikin sehingga (a) 0 bersifat P, dan (b) apabila suatu bilangan n
bersifat P maka pengikut n’ juga bersifat P, maka setiap bilangan bersifat P.

Postulat yang terlahir ini mengandung prinsip induksi matematis dan mengganbarkan dengan
cara yang sangat jelas cara memperkuat “kebenaran” matematis dengan persyaratan. Konstruksi
aritmetika elementer pada basisi ini dimulai dengan definisi berbagai bilangan alam. 1
didefinisikan sebagai pengikut 0, atau disingkat sebagai 0’,2 sebagai 1’,3 sebagai 2’, dan
seterusnya. Menurut P2, proses ini dapat dilanjutkan takterbatas; sebab P3 (dengan kombinasi
P5), proses ini tida pernah kembali ke satu bilangan yang telah didefinisikan terdahulu, dan
menurut P4, prose situ tidak juga kembali ke 0.
Langkah selanjutnya kita dapat membangun definisi penjumlahan yang dinyatakan dalam bentuk
yang persis dengan suatu ide bahwa penjumlahan sembarang bilangan alam dengan bilangan
alam yan diketahui dapat dipandang sebagai penjumlahan berulang-ulang dari 1; operasi yang
terakhir ini dinyatakan dengan hubungan pengikut. Definisi penjumlahan ini berjalan sebagai
berikut:

D1. (a) n + 0 = n; (b) n + k’ = (n + k)’,

Kata syarat pada definisi rekrusif ini menentukan dengan lengkap jumlah sembarang dua
bilangan. Perhatikan umpamannya, jumlah 3 + 2. Menurut definisi bilangan 2 dan 1, kita peroleh
3 + 2 = 3 + 1’ = 3 + (0)’, akan tetapi menurut D1 (b), 3 + (0’)’ = (3 + 0’)’ = ((3 + 0’)’
sedangakan menurut D1 (a), dan menurut definisi bilangan 4 dan 5, ((3 + 0’)’- (3’)’ = 4’ = 5.
Bukti ini juga menjelaskan lebih eksplisitdan persis komentar yang diberikan terdaulu aatas
kebenaran proposisi bahwa 3 + 2 = 5: Di dalam sistem aritmetika Peano, kebenaranya mengalir
bukan semata-mata dari definisi konsep-konsepyang terlibat, akan tetapi juga dari postulat-
postulat yang berlaku atasnya. Dalam contoh ini postulat P1 dan P2 dan jaminan bahwa 1,2,3,4,5
adalah bilangan-bilangan dalam sistem Peano, bukti umm bahwa D1 menentukan jumlah
smbarang dua bilangan juga menggunakkan P5. Jika postulat-postulat dan definisi-definisi dalam
teori aksiomatik itu kita sebut “syarat-ayarat” yang terkait dengan konsep-konsep dalam teori itu,
maka sekarang kita dapat menggunakkan bahwa proposisi-proposisi dalam aritmetika bilangan
alam adalah benar menurut persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan sejak awal untuk
konsep-konsep aritmetika. (ingat, khususnya, bahwa bukti untuk rumus “3 + 2 = 5” beberapa kali
menggunakan identitas transivitas; yang terakhir ditrima disini salah satu aturan dalam logika
yang dapat diggunakkan dalam bukti sembarang teorema dalam aritmetika; dengan demikian,
aturan-aturan logika ini ang termasuk di antara postulat-postulat. Peano tidak lain adalah aturan
logika).
Sekarang, perkalian bilangan alam dapat didefinisikan dengan definisi rekrusif sebagai berikut,
yang dinyatakan dalam bentuk ide yang rigor bahwa hasil kali n.k dari dua bilangan dapat
dipandang sebagai jumlah k kali masing-masing sama dengan n.

D2 (a) n.0 = 0; (b) nk’ = n.k + n.


Sekarang ada jalan membuktikan hukum-hukum umium untuk penjumlahan dan perkalian,
seperti hukum-hukum komutatif, asosiatif, dan distributif, [yakni: n + k = k + k,n.k = k n; n +(k +
1) = (n + k) + l. n.(k.l) = (n.k).l. n.(k + l) = (n.k) + (n.l)]. Kemudian dalam term-term
penjumlahan dan perkalian, operasi invers pengurangan dan pembagian dapatlah didefinisikan.
Tetapi dalam masalah ini “tidak selalu dapat dilaksanakan”, umpamnya, berbeda dengan
penjumlahan dan perkalian, selisih dari hasil bagi tidak untuk setiap pasang bilangan
terdefinisikan; umpamanya, 7 – 10 dan 7 : 10 tidak terdefinisikan. Situasi ini menyarankan
perlunya suatu perluasan sistem bilangan dengan memperkenalkan bilangan-bilangan negative
dan rasional.
Sering kali dilakukan bahwa agar perluaan itu efektif, kita harus “berasumsi” atau
“mempostulatkan” keberadaan jenis bilangan tambahan yang diinginkan dengan sifat-sifat yang
membuatnya cocok untuk mengisi kesenjangan operasi pengurangan dan perkalian. Metode ini
sederhan saja dengan mempostulatkan apa yang diinginkan demi kemajuan-kemajuan. Sangat
dihargai bahwa bilangan negative dan rasional yang diperoleh dari term-term primitive dalam
sistem Peano dengan memasukan definisi ekspisit tanpa tambahan satu pun postulat maupun
asumsi-asumsi baru. Setiap bilangan positif dan negative – berbeda dengan bilangan alam yang
tidak mempunyai tanda - dapat didefinisikan sebagai himpunan semua pasangan terutama
bilangan-bilangan alam; jadi, bilangan + 2 didefinisikan sebagai himpunan semua pasangan
terutama (m, n) dari bilangan-bilangan alam dengan sifat m = n + 2, bilangan -2 (negatif 2)
adalah himpunan semu pasangan terutama bilangan alam (m, n) dengan sifat n = m + 2. Hal yang
serupa, bilangan rasional dapat didefinisikan sebagai pasangan terutama bilangan-bilangan alam.
Berbagai operasi aitmetika kemudian dapat didefinisikan dengan mengacu pada jenis-jenis
bilangan baru ini, dan validitasi semua hukum aritmetika yang berlaku pada operasi-operasi ini
dapat dibuktikan dengan menggunakan,tidak lain, dari pada postulat-postulat Peano dan
definisi-definisi dari berbagai konsep aritmtetika yang terlibat.
Sedemikian jauh perluasan yang kita peroleh ini masih belum lengkapdalam arti tidak setiap
ilangan di dalamnya mempunyai suatu nilai akar kuadrat, dan lebih umum lagi, tidak setiap
persamaan aljabar dengan koefisien semua bilangan dalam sistem mempunyai solusi dalam
sistem. Hal ini mengisyaratkan masih perlunya memperluas lagi sistem bilangan itu dengan
megintroduksi sistem bilangan nyata dan akhrnya sistem bilangan komples. Lagi, dalam berbagai
perluasan ini dapat dibuat efektif hanya dengan definisi tanpa menambahkan posulat pun.
Berdasarkan apa yang telah diperoleh, berbagai operasi aritmetika dan aljabar dapa didefinisikan
bagi bilangan-bilangan dalam sistem baru ini, konsep-konsep fungsi, limit, derivative dan
integral dapat dintrodusir, dan teorema-teorema yang bisa di jumpai dalam konsep-konsep ini
dapat dibuktikan, disini hanya tergantung pada basis sistem Peano yang sedalam itu: Setiap
konsep matematika dapat didefinisikan dengan tiga primitif Peano, dan setiap proposisi
matematika dapat dideduksi dari lim postulat yang diperkaya dengan definisi-definisi atau term-
term non primitif. Dalam banyak kasus, deduksi ini dapat dilakukan, dengan menggunakan tidak
lebih dari prinsip-prinsip logika formal; bukti beberapa teorema yang berkaitkan dengan
bilangan real, bagaimana pun, menghendaki sebuah asumsi yang biasanya tidak termasuk di
antara yang terakhir itu. Inilah aksioma yang bisa disebut aksioma pilihan (axioma of choice).
Aksioma ini berbunyi bahwa diberikan suatu himpunan terdidi atas himpunan-himpunn
eksklusif, masing-masing tidak hampa, terdapatlah sekurang-kurangnya satu himpunan yang
tepat mempunyai satu elemen bersekutu dengan masing-masing himpunan yang diberi. Menurut
prinsip ini dan aturan-aturan logika formal, konten semua matematika dapat turunkan dari
sistem. Peano yang sederhana – suatu prestasi yang perlu di catat dengan mensistematisasikan
konten matematika diklarivikasi validitas landasannya.
PARADOKS DALAM MATEMATIKA

Matematika tidak selamanya membahas tentang angka. Dalam matematika juga dibahas
masalah logika, yang biasanya tersusun atas pernyataan-pernyataan atau premis-premis, serta
memiliki nilai kebenaran (benar atau salah).
Seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia, ditemukan banyak premis-premis
yang memiliki dua nilai kebenaran sekaligus. Sesuatu yang sama, tapi memiliki nilai kebenaran
yang berbeda. Sesuatu yang benar sekaligus salah. Kondisi seperti inilah yang dikenal dengan
istilah paradoks.
Kata paradoks berasal dari bahasa Latin Paradoxum, (para=dengan
cara/menurut, doxa=apa yang diterima). Paradoks juga sering disebut Antinomi karena
melanggar hukum Principum Contradictionis.
Contoh sederhananya adalah sebagai berikut:
Misalkan a=b,maka:
a = b
a2 = ab (kedua ruas dikali a)
a2-b2 = ab-b2 (kedua ruas dikurangi b2)

Dari contoh tersebut didapatkan bahwa 2=1. Kita tahu hal ini tidak benar karena jelas 2
tidak sama dengan 1. Nmun langkah-langkah di atas sangat struktural. Pada saat pembagian
dengan (a-b), sebenarnya kita melakukan pembagian dengan nol, karena a=b, maka a-b=0,
sementara dalam matematika, pembagian dengan nol tidak didefinisikan. Jadi, bukti yang terlihat
logis di atas sebenarnya adalah salah.

Beberapa jenis paradoks antara lain:


1. PARADOKS EPIMENIDES
Paradoks ini pertama kali diungkapkan oleh Epimenides sekitar abad ke enam masehi.
Paradoks Epimenides berbunyi:
“Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong.”
Dari pernyataan tersebut, kita dibawa pada dua kesimpulan:
Kesimpulan pertama
- Jika Epimenides berkata benar, berarti ia bukan pembohong.
- Jika ia bukan pembohong, berarti yang dikatakannya tidak benar, karena ia adalah orang
Kreta.
- Jika yang ia katakan tidak benar, berarti ia pembohong.
Kesimpulan kedua
- Jika Epimenides berkata tidak benar, berarti ia pembohong.
- Jika ia pembohong, berarti yang ia katakan adalah benar, karena ia adalah orang Kreta.
- Jika yang ia katakan benar, berarti ia bukan pembohong.

2. PARADOKS RUSSELL
Paradoks ini dikemukakan dan dirumuskan oleh Betrand Russell (1872-1969). Isi
paradoksnya adalah, bayangkan sorang pemangkas rambut di sebuah desa. Tukang pangkas itu,
kata Russell, hanya mencukur orang yang tidak mencukur rambutnya sendiri.
Dari pernyataan tersebut, jika tukang pangkas mencukur rambut orang di desa itu, dan
tidak mencukur rambutnya sendiri, maka tukang pangkas itu seharusnya mencukur rambutnya
sendiri. Tapi jika tukang pangkas mencukur rambutnya sendiri, maka ia tidak dapat
mencukurnya karena tukang pangkas hanya mencukur orang yang tidak mencukur rambutnya
sendiri.
Selain itu contoh paradoks ini dalam konteks matematika adalah misalkan M adalah
kumpulan semua himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri sebagai anggota. Jika M tidak
memuat M sebagai anggota, maka M adalah anggota M. Tapi jika M adalah anggota M, maka M
harus dikeluarkan dari M, karena syarat keanggotaan M. Artinya, M ∈ M jika dan hanya jika
M ∉ M.
3. PARADOKS GALILEO

Terdapat dua lingkaran berpusat sama . Bila lingkaran luar digelindingkan pada suatu
garis sejauh satu putaran, sedemikian hingga titik A pada lingkaran luar sampai di B, maka jarak
A ke B tentu sama dengan keliling lingkaran luar.
Jika lingkaran dalam menempel pada lingkaran luar, maka lingkaran dalam juga
mengalami 1 putaran. Perhatikan bahwa titik C pada lingkaran dalam sampai di D sebagai akibat
lingkaran luar yang digelindingkan. Ini berarti CD = keliling lingkaran dalam.
Dari logika di atas, terlihat bahwa CD = AB. Dengan demikian, keliling lingkaran dalam
= keliling lingkaran luar.

4. PARADOKS ZENO
a. Paradoks Dikotomi
“Sebuah benda yang bergerak tidak akan pernah mencapai tujuan. Pertama-tama dia
harus menempuh perjalanan setengah jarak. Lalu setelah itu dia mesti menempuh seperempat,
seperdelapan, seperenambelas, sepertigapuluhdua … Sedemikian hingga jumlah perjalanannya
menjadi tak-hingga.
Oleh karena mustahil melakukan perjalanan sebanyak tak-hingga, maka benda tidak akan
dapat sampai tujuan.”
Menurut Zeno, apabila orang hendak berjalan menuju garis finis, maka lintasan jalannya
dapat dibagi jadi bagian kecil-kecil. Kemudian supaya bisa lewat, maka bagian kecil-kecil itu
harus dijalani satu per satu. Sedemikian hingga pada akhirnya orang sampai garis finis.
Akan tetapi problemnya adalah bahwa yang kecil-kecil itu jumlahnya amat banyak.
Malah menurut Zeno jumlahnya mencapai tak-hingga.
Jadi sekarang sudut pandangnya berubah. Kita tahu orang bisa menempuh jarak kecil-
kecil, tetapi, bisakah orang menempuh jarak kecil-kecil itu tak berhingga kali?
b. Paradoks Achilles dan Kura-Kura
“Achilles dan Kura-kura melakukan lomba lari, meskipun begitu, kura-kura diizinkan
start lebih awal. Agar dapat menyamai kura-kura, Achilles menetapkan sasaran ke tempat kura-
kura saat ini berdiri. Akan tetapi, tiap kali Achilles bergerak maju, kura-kura juga bergerak maju.
Ketika Achilles sampai di tempat kura-kura, kura-kura sudah berjalan sedikit ke depan. Lalu
Achilles mengejar posisi kura-kura yang sekarang. Akan tetapi setibanya di sana, kura-kura juga
sudah maju sedikit lagi. Lalu Achilles mengejar posisi kura-kura yang sekarang. Akan tetapi
setibanya di sana, kura-kura juga sudah maju sedikit lagi. Demikian seterusnya ad infinitum.
Jadi kesimpulannya mustahil bagi Achilles untuk bisa menyamai kura-kura dalam balapan.”
Lewat paradoks ini Zeno menyatakan bahwa “mustahil bagi orang yang telat balapan untuk
dapat menyamai lawannya”.
Alasannya? Karena terdapat sejumlah kemajuan kecil-kecil yang tak mungkin dikejar. Setiap
Achilles sampai di tempat kura-kura, kura-kura selalu sudah melaju sedikit lagi di depan. Pada
akhirnya Achilles digambarkan Zeno sebagai “tak akan mampu melewati kura-kura”.
c. Paradoks Anak Panah
“Misalnya kita membagi waktu sebagai “deretan masa-kini”. Kemudian kita lepaskan anak
panah. Di setiap “masa-kini” anak panah menduduki posisi tertentu di udara.
Oleh karena itu anak panah dapat dikatakan diam sepanjang waktu.”
Zeno melihat waktu sebagai rangkaian “masa-kini” yang berkesinambungan. Oleh karena
itu sebuah anak panah yang meluncur memiliki berbagai versi “masa-kini” di perjalanannya. Ada
“masa-kini” sesaat sesudah lepas dari busur; “masa-kini” setelah beberapa detik di angkasa, dan
seterusnya.
Problemnya adalah bahwa di tiap “masa-kini” itu anak panah mendiami tempat yang
tetap. Persis seperti kalau direkam kamera video. Di setiap frame tampak berbagai kondisi anak
panah. Semua tampak diam. Akan tetapi kalau videonya diputar, barulah terkesan bahwa anak
panah itu sebenarnya bergerak.
Jadi di sini ada problem: bahwa anak panah itu “diam” sekaligus “bergerak”.
d. Paradoks Stadion
“Terdapat tiga buah barisan benda A, B, dan C di lapangan tengah stadion.
Barisan A terletak diam di tengah lapangan. Sementara B dan C masing-masing terletak di ujung
kiri dan kanan A.
Kemudian B dan C bergerak saling mendekati dengan kecepatan yang sama (hendak bersejajar
dengan barisan A).
zeno-stadium
Antara “Sebelum” dan “Sesudah”, titik C paling kiri melewati dua buah B, tetapi cuma satu buah
A.
Berarti waktu C untuk melewati B = setengah waktu untuk melewati A. Padahal A dan B adalah
unit yang identik!
Mungkinkah setengah waktu = satu waktu?”

Dalam paradoks ini, Zeno mengetengahkan bahwa “duabenda yang saling mendekati butuh
waktu yang lebih singkat untuk sejajar.”

Anda mungkin juga menyukai