Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
yang diampu oleh :

Prof. Dr. Hamzah Upu. M.Pd


Sabri. S.Pd.,M.Pd.,Ph.d

Oleh:
Andi Sriwahyuningsih 220007301008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
Abstrak

Filsafat matematika

PENDAHULUAN

Filsafat merupakan kreatifitas dari akal manusia. Keinginan manusia untuk mencari
kebenaranlah yang menjadi kunci utama timbulnya sebuah filsafat. Kebenaran yang didapat
melalui filsafat merupakan kebenaran yang berasal dari kerja akal manusia. Sejalan dengan
berkembangnya objek kajian filsafat, maka filsafat sebagai tempat berpijaknya kegiatan
keilmuan.

Filsafat matematika adalah cabang ilmu dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan
filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah
untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami
kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia.

Matematika dan filsafat memiliki hubungan yang cukup erat, dibadingkan dengan ilmu
lainnya. Karena, filsafat merupakan pangkal untuk mempelajari ilmu dn matematika adalah
ibu dari segala ilmu. Hubungan lainnya dari matematika dan filsafat karena kedua hal ini
adalah apriori dan tidak eksperimentalis dan hasil dari keduanya tidak memerlukan bukti
secara fisik.

Pada makalah ini penyusun akan membahas mengenai topik matematika dan
hubungannya dengan aliran-aliran dalam filsafat matematika.
PEMBAHASAN

A. Aliran-aliran Dalam Filsafat Matematika

Para ahli memiliki banyak perbedaan pendapat mengenai pemikiran filsafat dan
matematika. Filsafat matematika dikembangkan melalui isu-isu eksternal seperti sejarah,
asal-usul, dan praktek matematika dengan isu-isu internal seperti epistemologi dan
ontologi. Metode yang digunakan untuk melakukan klasifikasi aliran-aliran dalam
filsafat matematika salah satunya menggunakan kriteria kecukupan filsafat matematika
(Ernest, 1991) yaitu: (1) pengetahuan matematika: sifat, justifikasi, dan asal-usul
pengetahuan, (2) obyek matematika: ruang lingkup dan asal-usul obyek matematika, (3)
aplikasi matematika: efektifitas matematika dalam mengembangkan sains, teknologi dan
aplikasi lainnya, dan (4) praktek matematika: aktifitas matematikawan, dulu dan
sekarang.

1. Absolutisme
Menurut pandangan ini, pengetahuan matematika terdiri dari kebenaran
mutlak, dan merupakan wilayah yang unik dari pengetahuan tertentu, selain logika
dan pernyataan yang benar berdasarkan makna istilah.
Munculnya aliran absolutisme dalam matematika dipicu oleh adanya
perbedaan setidaknya dalam dua hal berikut (Sukardjono, 2000). Pertama,
pandangan umum bahwa matematika merupakan resultan antara sistem aksiomatik
dan sistem logika. Pandangan ini menyatakan eratnya hubungan antara matematika
dengan logika. Sebagian menganggap logika tercakup dalam matematika (aliran
formalisme) dan sejalan dengan hal itu, intuisionisme berpendapat logika adalah
cabang dari matematika. Sementara yang tidak setuju menyatakan bahwa logika
adalah segalanya, sedangkan matematika adalah sebagian kecil dari logika, atau
matematika adalah cabang dari logika (aliran logisisme). Kedua, terjadinya krisis
landasan metamatika, yang melanda pondasi teori himpunan dan logika formal,
membawa matematikawan mencari landasan filsafat untuk merekonstruksi
matematika agar diperoleh landasan yang lebih kokoh. Kedua kenyataan ini
memunculkan tiga arus utama filsafat matematika yaitu aliran logisisme dipimpin
oleh Russel dan Whitehead, aliran intuisionisme dipimpin oleh Brouwer, dan aliran
formalisme dipimpin oleh David Hilbert.
Pemikiran absolut menyatakan:
a. Matematika adalah suatu kemungkinan dan kenyataan yang tak terbantahkan
dan merupakan ilmu pengetahuan yang objektif
b. Matematika adalah kebenaran matematika dapat dibenarkan dan tidak pernah
bisa ditentanng, diperbaiki maupun dikoreksi
c. Liang Gie menyatakan filsafat matematika merupakan sudut pandang yang
menyusun dan mempersatukan berbagai bagian dan kepingan matematika
berdasarkan bebeapa asas dasar
2. Formalisme
Landasan matematika fprmalisme dipelopori oleh ahli matematika besar dari
jerman yakni David Hilbert (1862-1943). Menurut aliran formalisme sifat alami dari
matematika ialah sebagai sistem lambang-lambang yang formal. Bagi kaum
formalis, mereka percaya bahwa objek-objek matematika itu tidak ada hingga
diciptakan oleh manusia melalui sistem aksioma. Mereka mencoba membuktikan
bahwa matematika yang disusun dari sistem aksioma itu adalah konsisten.
Pemikirannya ini menjadikannya sebagai matematikawan yang berpengaruh pada
awal Abad ke-20. Oleh karena itu, kurikulum 1975 adalah contoh kurikulum dari
pemikiran aliran Formalisme.
Menurut Ernest (1991) formalisme memiliki dua tesis, yaitu:
1. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan
sebarangan, kebenaran matematika disajikan melalui teoremateorema formal.
2. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya
dari ketidak konsistenan.

Walaupun semua sistem matematika masih menggunakan sistem aksioma,


tetapi menganggap bahwa formalisme menjadi landasan matematika tidak diterima
oleh ahli matematika yaitu Godel’s. Keberatan bermula ketika Godel membuktikan
bahwa kita tidak mungkin dapat membangun suatu sistem matematika yang bersifat
konsisten dan pada saat yang bersamaan bersifat lengkap. Pernyataan ini dikenal
dengan sebutan teorema Ketidaklengkapan Godel (Godel’s Incompleteness
Theorem).

Ada bermacam keberatan terhadap formalisme, antara lain; (1) formalis dalam
memahami obyek matematika seperti lingkaran, sebagai sesuatu yang kongkrit,
padahal tidak bergantung pada obyek fisik; (2) formalis tidak dapat menjamin
permainan matematika itu konsisten. Keberatan tersebut dijawab formalis bahwa (1)
lingkaran dan yang lainnya adalah obyek yang bersifat material dan (2) meskipun
beberapa permainan itu tidak konsisten dan kadangkadang trivial, tetapi yang
lainnya tidak demikian (Anglin, 1994).

3. Logisisme
Dua ahli matematikawan sekaligus ahli filsafat dari Inggris yaitu Betrand
Russell (1872-1970) dan Alfred North Whitehead (1861-1947) lewat buku mereka
Principia Mathematica (1903). Menurut mereka matematika dapat diturunkn dari
prinsip-prinsip logika. Ide-ide logika juga diterima oleh kaum formalis, tetapi
mereka tidak percaya bahwa matematika dapat diturunkan dari logika saja.
Sedangkan Ernest (1991) mengungkapkan bahwa logika lebih dulu dianggap sebagai
bagian dari logika ilmu pasti matematika.
Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
1. Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya,
dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan
eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan
karena tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan
implikasi.
2. Teorema Ketidaksempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak
cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika. Oleh karena itu
reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup
untuk menurunkan semua kebenaran matematika.
3. Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak
teruji dan tidak dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan
matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak
menyediakan suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.

Tokoh-tokoh Aliran Logisisme

a. G. Leibniz mengatakan bahwa; 1) semua konsep matematika secara mutlak


dapat disederhakan pada konsep logika, 2) semua kebenaran matematika dapat
dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika
semata.
b. Wittgenstein mengatakan bahwa matematika merupakan metode berpikir logis,
berdasarkan perkembangannya masalah logika semakin lama semakin rumit dan
mmbutuhkan suatu metode yang sempurna
c. B. Russel mengatakan matemtika merupakan masa kedewasaan matemtia,
sedangkan logika adalah masa kecil dari atematika/
d. Rudolf Carnap mengakatan bahwa: 1) konsep-konsep matematika dapat
diturunkan dari konsep-konsep logika melalui definisi-definisi yang
gamblang/jelas, 2) teorema-teorema matematika dapat diturunkan dari aksioma-
aksioma logika melalui pengambilan kesimpulan murni.
Matematika dapat dinyatakan dalam istilah murni logis dan terbukti dari
prinsip-prinsip logis saja, maka kepastian pengetahuan matematika dapat dikurangi
dengan logika. Logika dianggap untuk memberikan landasan tertentu untuk
kebenaran, terlepas dari upaya untuk memperluas logika.
4. Intuitionisme
Luitzen Egbertus Jan Brouwe (1881-1966) berpendapat bahwa matematika
adalah suatu kreasi akal budi manusia. aliran ini sejalan dengan filsafat umum dari
Immanuel kant (1724-1804). Intuisionis mengklaim bahwa matematika berasal dan
berkembang di dalam pikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika tidak
terletak pada simbol-simbol di atas kertas, tetapi terletak dalam akal pikiran
manusia. Hukum-hukum matematika tidak ditemukan melalui pengamatan terhadap
alam, tetapi mereka ditemukan dalam pikiran manusia.
Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain; (1)
intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika
bebas, jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2) matematisi
intusionisme adalah manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p
atau bukan p dan mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit
pecahan pada matematika masa kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut
seperti berikut; tidak ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba
membayangkansuatu dunia tanpa manusia; (2) Lebih baik memiliki sejumlah
sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg dari pada memiliki sejumlah besar
matematika yang kebanyakan omong kosong (Anglin, 1994).
Keberatan terhadap aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intuisionisme
tidak memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana matematika bekerja
dalam pikiran. Kita tidak mengetahui secara tepat pengetahuan intuitif bekerja dalam
pikiran. Konsep-konsep mentan seperti cinta dan benci berbeda-beda antara manusia
yang satu dengan yang lain. Sehingga orang sering kali beranggapan bahwa: 1)
apakah realistik bila menganggap bahwa manusia dapat berbagi pandangan intuitif
tentang matematika secara persis sama?; 2) mengapa kita mengajarkan matematika
bila semua matematika adalah intuitif?
5. Konstruktivisme
Konstruktivisme dalam filsafat matematika dapat ditelusuri dari tokoh Kant
dan Kronecker. Konstruktivisme adalah sebuah falsafah dalam pendidikan yang
bertujuan untuk menciptakan pengetahuannya melalui komunikasinya dengan
lingkungan, termasuk komunikasi yang dilakukan bersama peserta didik
yang lain (Minarti & Hakim. 2022). Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan
diperoleh melalui proses aktif individu mengkontruksi arti dari suatu teks,
pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan
pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan
individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan kemampuan
berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya.

Berdasarkan penelitian oleh (Zain, Rasidi, & Abidin, 2012) menunjukkan


bahwa pembelajaran matematika konstruktif membantu siswa memahami bahwa
matematika adalah bagian dari kehidupan mereka baik di dalam maupun di luar
sekolah, memahami konten lebih cepat, mengembangkan keterampilan belajar,
mengembangkan kreativitas, kerjasama, berpikir kritis, kemandirian dan
kepercayaan diri. Mengembangkan keterampilan matematika mereka sendiri,
membantu siswa memahami hasil dimana matematika memiliki bagian dari
kehidupan mereka dalam berbagai aspek.
6. Platonisme
Platonisme adalah pandangan bahwa objek matematika memiliki keberadaan
yang nyata dan objektif di beberapa alam yang ideal. Itu berasal dari Plato, dan dapat
dilihat dalam tulisantulisan ahli logika Frege dan Russell, dan termasuk Cantor,
Bernays (1934), Hardy (1967) dan Godel (1964) di antara para pendukungnya yang
terkemuka. Platonis berpendapat bahwa objek dan struktur matematika memiliki
keberadaan nyata yang independen dari kemanusiaan, dan melakukan matematika
adalah proses menemukan hubungan yang sudah ada sebelumnya. Menurut
Platonisme, pengetahuan matematika terdiri dari deskripsi objek-objek ini dan
hubungan serta struktur yang menghubungkannya (Ernest, 1991)
Platonisme menganggap matematika adalah kebenaran mutlak dan
pengetahuan matematika merupakan hasil ilham ilahi (Tuhan adalah salah seorang
ahli matematika atau matematikawan). Platonisme memandang obyek-obyek
matematika adalah real dan eksistensi real obyek dan struktur matematika adalah
sebagai eksistensi realitas yang ideal dan bebas dari sifat manusiawi. Kurt Godel
sebagai salah satu pengusung Platonisme di jaman modern sekarang ini menyatakan
bahwa bilangan adalah abstrak (Sukardjono, 2000) sehingga diperlukan adanya
eksistensi suatu obyek yang bebas dari pikiran manusia untuk menyatakannya.
Platonisme juga berpandangan bahwa manusia (dan Tuhan) dapat
mengidentifikasi obyek-obyek abstrak, mengenal ruas garis atau himpunan.
Kenyataan bahwa dalam memahami konsep abstrak, seringkali dengan cara
menghubungkan obyek-obyek fisik secara bebas dan terbuka, tidak berarti manusia
tidak dapat mengidentifikasi obyek-obyek abstrak tersebut.
7. Falibilisme
Dalam pandangan Fallibilist, kebenaran matematika dapat keliru dan dapat
diperbaiki/dibenarkan dan tidak dapat lepas dari revisi dan koreksi. Dalil fallibilist
mempunyai dua bentuk yaitu bentuk positif dan bentuk negatif. Bentuk negatif
menyangkut penolakan paham absolutisme: pengetahuan matematika bukan
kebenaran mutlak, dan tidak memiliki validitas mutlak. Bentuk positif adalah bahwa
pengetahuan matematika dapat diperbaiki dan selalu terbuka untuk revisi
(perbaikan). (Ernest, 1991).
Aliran Falibilisme menyatakan bahwa isi matematika murni pada akhirnya
diturunkan dari dunia material. Menurutnya, matematika menangani hubungan
kuantitaif dalam dunia nyata, sehingga asumsi kebenaran seperangkat aksioma baru
akan nampak terbukti setelah melalui masa-masa panjang pengamatan dan
pengalaman atas realitas, bukan berdasarkan pembuktian secara deduktif-
aksiomatik. Hal ini didukung oleh kemampuan operasi matematika diterapkan pada
dunia nyata dan mendapatkan hasil yang bermakna, yang memperlihatkan adanya
tarik menarik (afinitas) antara matematika dan dunia nyata, sehingga matematika
memiliki kegunaan praktis.
8. Empirisme
Dalam buku Ernest (1991) pendangan empiris menyatakan bahwa kebenaran
matematika adalah generalisasi empiris. Kita dapat membedakan dua tesis empiris:
(i) konsep matematika memiliki asal-usul empiris, dan (ii) kebenaran matematika
memiliki pembenaran empiris, yaitu, berasal dari pengamatan dunia fisik. Tesis
pertama tidak dapat ditolak, dan diterima oleh sebagian besar filsuf matematika
(mengingat bahwa banyak konsep tidak langsung terbentuk dari pengamatan tetapi
didefinisikan dalam istilah konsep lain yang mengarah, melalui rantai definisi, ke
konsep pengamatan).
B. Topik Matematika Terkait Aliran-aliran Filsafat matematika
1. Pandangan absolutisme dalam sistem aksiomatik aritmetika peano
Misalnya dalam membuktikan pernyataan  “1+1=2” dalam Sistem Aksiomatik
Aritmatika Peano. Untuk bukti ini kita membutuhkan definisi dan aksioma s0 = 1, s1
= 2, x + 0 = x, x + sy = s (x + y) dari Aritmatika Peano, dan aturan inferensi logis
dari P (r), r= t ⇒ P (t); P (v) ⇒ P (c) (di mana r, t, v, c, dan P (t) kisaran lebih dari
istilah; variabel, konstanta, dan dalil dalam istilah t, masing-masing, dan
'⇒’ menandakan implikasi logis). Berikut ini adalah bukti 1 + 1 = 2: x + sy = s (x +
y), 1 + sy = s (1 + y), 1 + s0 = s(1+0), x+0 = x, 1 +0 = 1, 1 + s0 = s1, s0 = 1, 1 +1 =
s1, s1 = 2, 1 +1 = 2.
Penjelasan tentang bukti ini adalah sebagai berikut. s0 = 1 [D1] dan s1 = 2
[D2] adalah definisi dari konstanta 1, dan 2 masing-masing, dalam Aritmatika Peano,
x +0 = x [A1] dan x + sy = s (x + y) [A2] adalah aksioma Aritmatika Peano. P (r), r =
t ⇒ P (t) [R1] dan P (v) ⇒ P (c) [R2]. Simbol-simbol diatas adalah aturan-aturan
logika penarikan kesimpulan. Kebenaran dari pembuktian tersebut dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Langkah Pernyataan Pembenaran dari pernyataan
L1 x + sy = s ( x + y ) A2
L2 1 +  sy = s ( 1 + y) R2 diterapkan pada S1, menggunakan v = x, c = 1
L3 1 + s0  = s ( 1 + 0) R2 diterapkan pada S2, menggunakan v = y, c = 0
L4 x + 0  = s A1
L5 1 + 0   = 1 R2 diterapkan pada S4, menggunakan v = x, c = 1
L6 1 + s0  = 1 R1 diterapkan S3 dan S5, menggunakan r = 1 + 0, t =1
L7 s0 = 1 D1
L8 1 + 1 = s1 R1 diterapkan S6 dan S7, menggunakan r = s0, t = 1
L9 s1 = 2 D2
L10 1+1=2 R1 diterapkan S8 dan S9, menggunakan r = s1, t = 2
Bukti dari pernyataan “1+1=2” memperlihatkan kebenaran pengetahuan
matematika sesuai analisis sebelumnya, dengan bukti deduktif menetapkan jaminan
logis untuk menegaskan pernyatan tersebut.
2. Mengajarkan persamaan kuadrat pada pola pikir guru formalis
Guru yang menganggap matematika hanya berupa kumpulan angka-angka dan
rumus-rumus belaka maka sadar atau tidak ia telah menjadi pendukung kaum
formalisme (yang ekstrem). Guru tipe ini seringkali hanya mengajarkan matematika
bukan membelajarkan matematika.
Pada bahasan topik persamaan kuadrat sebagai materi yang diajarkan oleh
guru dengan menuliskan rumus persamaan kuadrat di papan tulis. “Jadi ana-anak, ini
yang disebut sebagai persamaan kuadrat:, demikian ucap guru dalam memulai proses
pengajarannya. Setelah memberi penjelasan singkat, guru memberi soal untuk
mendrill keterampiln siswa dalam topik persamaan kuadrat tanpa memberi
kesempatan kepada siswa untuk memahami sendiri mengapa dan bagaimana
persamaan kuadrat ada dan perlu dipelajari. Biasanya siswa yang mendapat
pengajaran model guru formalis akan terampil mengolah simbol-simbol tanpa
memahami maknanya, bahkan bisa lebih buruk lagi seperti tidak mengerti mengenai
apapun yang dipelajari atau diajarkan oleh guru.
3. Miskonsepsi dari pola induktif- contoh pola berpikir guru logikalis
Guru yang tergolong dalam logikalis yaitu guru yang haya mengandalkan
logika atau akal sehat belaka. Biasanya guru tipe logikalis sulit untuk memahami atau
menerima kebenaran-kebenaran matematika yang sulit diterima oleh akal sehat atau
mungkin bertentangan dengan akal sehat manusia, seperti orang tidak dapat
memahami mengapa pensil yang dicelupkan ke dalam gelas yang berisi air bisa
tampak terbelah dua. Jika guru tersebut tidak memahami struktur matematika, bisa
jadi ia akan terjebak ke dalam miskonsepsi (kesalahan konsep) yang diajarkan
kepada siswa.
Contoh:
Pandang barisan pernyataan matematis di bawah ini:
6 : 12 = 0,5
6:6=1
6:2=3
6 : 0,1 = 60
6 : 0,001 = 6.000
6 : 0,000.000.001 = 6.000.000.000
demikian seterusnya.
Kesimpulan: Jika dibagi dengan bilangan yang makin kecil hasilnya makin
besar. Maka seharusnya (logisnya): 6 : 0 = ∞ . (lambang ∞ = tak berhingga
(infinite)). Guru yang berpikir logis seperti ini sukar menerima kenyataan bahwa di
dalam matematika: bilangan real berapapun jika dibagi dengan nol tidak mempunyai
hasil/jawaban atau sering disebut pembagian dengan nol tidak terdefinisi. Lebih
gawat lagi bila miskonsepsi ini ditularkan kepada siswa. Sebagai perbandingan,
sebuah buku panduan matematika sekolah di Amerika Serikat pernah memuat
kesalahan serupa dengan menulis 1 : 0 = ∞.
4. Contoh pola pikir guru secara intuitif
Pola pikir intuitif juga kurang baik dalam pembelajaran. Contoh yang kurang
tepat dari guru yang menggunakan pola pikir intuitif adalah guru yang membiarkan
siswa menemukan jalan penyelesaian sendiri atau menggunakan bahasanya sendiri.
Guru intuitif hanya mementingkan hasilnya saja, asalkan benar maka itu tidak akan
jadi masalah. Seharusnya guru juga berperan sebagai fasilitator dengan mengarahkan
siswa pada penalaran dan juga penulisan lambang formal.
Misalnya guru mengajarkan pokok bahasan urutan, ada siswa yang menulis
lambang “lebih kecil” dengan “⊂” (kurang menyiku). Setelah melihat bahwa
sebenarnya siswa memahami mengenai sifat urutan, ia tidak mempermasalahkan
kesalahan simbol tersebut. Kesalahan yang seperti ini tidak dibenarkan dalam
pembelajaran matematika. Penggunaan simbol-simbol matematika secara tepat juga
merupakan tujuan pembelajaran matematika dalam rangka mengkomunikasikan
masalah secara lebih efisien dan tepat dengan menggunakan bahasa matematika. Jika
kesalahan simbol terus dibiarkan maka akan mengganggu siswa untuk mempelajari
matematika lebih lanjut (apalagi jika simbol yang hampir sama dijumpai namun
memiliki makna yang berbeda, contohnya seperti lambang di atas : lambang “⊂”
yaitu lambang dari himpunan bagian).
5. Materi segi empat dalam menentukan keliling persegi panjang berbasis
konstruktivisme
Contoh pembelajaran matematika berbasis konstruktivisme diungkapkan Uba
Umbara (2017) yaitu pada materi segi empat dalam menentukan keliling persegi
panjang, adalah sebagai berikut.
a. Sediakan huruf A, B. C dan D pada kertas ukuran A4.
b. Sediakan rol meteran dengan panjang minimal 50 meter.
c. Ajak siswa ke lapangan yang ada di sekolah, misalnya lapangan basket.
Lapangan basket merupakan contoh persegi panjang.
d. Satu orang siswa diminta untuk berjalan mengelilingi lapangan bola basket.
Selanjutnya siswa tersebut untuk menaruh huruf yang telah disediakan
sebelumnya.
e. Dua orang siswa diminta untuk mengukur panjang dari titik A ke titik B, dari
titik B ke titik C, dari titik C ke titik D dan dari titik D ke titik A. sementara
siswa lain diminta untuk menulis panjang/jarak dari masing-masing titik
tersebut.
f. Setelah diketahui panjang masing-masing titik, mintalah masing-masing siswa
untuk menjumlahkan hasil pengukuran. Sehingga di dapat penjumlahan : 28 + 15
+ 28 + 15 = 86
g. Setelah itu, minta siswa untuk menyederhanakan penjumlahan tersebut, sehingga
di dapat (2 x 28) + (2 x 15) = 86.
h. Guru memberikan penjelasan tentang arti panjang dan lebar. Sehingga
penyederhanaan penjumlahan tadi bisa diganti menjadi 2P + 2L = K.
i. Penjelasan tersebut dapat dipahami dengan gambar berikut

Contoh di atas menunjukkan bahwa peran guru sebagai fasilitator dalam


membantu siswanya agar dapat dengan mudah mengkonstruksi sendiri pengetahuan
tentang konsep keliling. Guru memerintahkan siswanya untuk mengelilingi lapangan
basket akan memberikan analogi dan pemahaman yang jelas mengenai keliling suatu
bangun datar, inilah yang akan menjadi jembatan agi siswa dalam memahami
mengenai konsep keliling. Sementara guru memerintakan siswanya untuk
menjumlahkan hasil pengukuran dan menyederhanakannya kemudian merubah
penyederhanaan menjadi sebuah notasi P dan L merupakan contoh anak
menggunakan pengetahuan yang ada di dalam struktur kognitifnya.
6. Fallibilisme dalam ilmu matematika
Pernyataan matematika 2+2=4 (dalam sistem bilanga desimal). Pernyataan
tersebut benar, tidak ada kemungkinan bahwa pernyataan tersebut salah. Namun, jika
pernyataan itu tidk mungkin salah, maka tidak ada bukti yang mendasari penyataan
itu. Untuk percaya bahwa 2+2=4, seseorang bisa membentuk keyakinan yang salah.
Dengan cara menyakinkan bahwa pernyataan 2+2=4 dapat dibenarkan secara keliru.
DAFTAR PUSTAKA

Anglin, W. S. (1994). Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York: Springer-
Verlag.
Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. London: The Falmer Press
Minarti & Hakim, E. L. (2022). Penerapan Matematika Dalam Aliran Konstruktivisme yang
Terkandung Dalam Filsafat Matematika. Jurnal Ilmiah Indonesia. Vol. 7, No. 3,
Maret 2022.
Hisbuan Nainul. Filsafat Matematika dan Aliran-aliran Filsafat Matematika. 28 November
2014. 28 November 2022. https://www.slideshare.net/NailulHimmiJNE/filsafat-
matematika-42146206.
Sukardjono, Filsafat dan Sejarah Matematika, Penerbit Universitas Terbuka, 2000.
Sumardyono. (2004). Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika.
Umbara, U.(2017). Psikologi Pembelajaran Matematika (Melaksanakan Pembelajaran
Matematika Berdasarkan Tinjauan Psikologi). Yogyakarta : Deepublish.
Zain Sharifah Fauziah Hanim Syed., Rasidi Farah Eliza Mohd., & Abidin Ismin Izwani
Zainol. (2012). Student-centred learning in mathematics constructivism in
the classroom. Journal of International Education Research (JIER), 8n(4),
319–328

Anda mungkin juga menyukai