Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN

1. Perkenalan

Bab ini membahas perspektif epistemologis dalam matematika yang dominan, yaitu
pandangan absolutis yang menyatakan bahwa kebenaran matematika adalah mutlak pasti,
tidak perlu dipertanyakan, dan obyektif. Sebaliknya, pandangan falibilis menganggap bahwa
kebenaran matematika dapat direvisi dan dikoreksi. Perbedaan antara kedua pandangan ini
memiliki dampak besar pada pengajaran matematika. Kesimpulannya adalah bahwa bab ini
membahas konflik antara pandangan absolutis dan falibilis dalam epistemologi matematika.

2. Filsafat Matematika
Filsafat Matematika adalah cabang filsafat yang berfokus pada pemahaman matematika.
Ini mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang dasar pengetahuan, hakikat kebenaran
matematika, ciri-ciri kebenaran, pembenaran, dan pentingnya matematika. Pendekatan
epistemologis dalam filsafat matematika menganggap pengetahuan matematika sebagai
kumpulan proposisi dengan pembuktian matematisnya. Pengetahuan matematika dianggap
sebagai yang paling pasti karena pembuktian matematis berlandaskan pada akal tanpa
melibatkan data empiris. Filsafat matematika tradisional, dalam kerangka foundationisme,
bertujuan memberikan landasan yang sistematis dan pasti bagi pengetahuan matematika. Ini
berkaitan dengan pandangan absolutis bahwa pengetahuan matematika adalah kebenaran yang
pasti dan tugas filsafat matematika adalah memberikan landasan yang aman bagi kebenaran
matematika. Pandangan ini didasari oleh asumsi foundationisme yang menjadi dasar filosofi
matematika dan berhubungan dengan pandangan absolutis tentang pengetahuan matematika.

3. Hakekat Pengetahuan Matematika


Secara tradisional, matematika dianggap sebagai paradigm pengetahuan yang paling
pasti, dengan Euclid dan karyanya "Elements" menjadi standar pengetahuan matematika
selama hampir 2.500 tahun. Untuk memahami hakikat pengetahuan matematika, kita perlu
memahami konsep pengetahuan secara umum. Pengetahuan adalah keyakinan yang
dibenarkan, terdiri dari proposisi yang diterima jika ada dasar memadai untuk mendukungnya.
Pengetahuan dibagi menjadi a priori, yang bergantung pada nalar semata, dan empiris atau a
posteriori, yang didasarkan pada pengalaman. Matematika adalah pengetahuan apriori, terdiri
dari proposisi yang ditegaskan berdasarkan nalar semata, dengan dasar pada logika deduktif
dan definisi, bersama dengan aksioma atau postulat matematika. Pembuktian matematis
adalah serangkaian pernyataan yang dimulai dari aksioma dan berakhir dengan proposisi yang
dibuktikan. Asumsi-asumsi matematis (seperti definisi dan aksioma) dan logika merupakan
dasar dari pengetahuan matematika. Inilah gambaran singkat mengenai landasan pengetahuan
matematika, yang telah berkembang sejak zaman Euclid, dengan banyak cabang matematika
modern yang bergantung pada aksioma yang tidak dapat dianggap sebagai kebenaran dasar
universal.

4. Pandangan Absolutisme terhadap Pengetahuan Matematika


Pandangan ini menyatakan bahwa matematika terdiri dari kebenaran yang eksak (pasti)
dan tak terbantah. Teorema Ketidaklengkapan Gödel menjadi tantangan besar bagi pandangan
ini karena menunjukkan bahwa tidak mungkin membuktikan semua kebenaran matematika
dalam suatu sistem formal, menggoyahkan keyakinan akan kepastian mutlak dalam
matematika.
Terdapat berbagai aliran lain seperti: Logikaisme yang mencoba menghubungkan
matematika dengan logika namun gagal karena tidak dapat memastikan reduksi aksioma
matematika menjadi aksioma logika saja, sehingga tidak dapat memberikan kepastian mutlak,
selanjutnya aliran formalisme menggambarkan matematika sebagai permainan formal namun
gagal juga karena teorema Ketidaklengkapan Gödel menunjukkan bahwa sistem formal tidak
dapat membuktikan seluruh kebenaran matematika, dan aliran konstruktivisme yang
menekankan metode konstruktif dalam membangun pengetahuan matematika tetapi memiliki
kendala subjektivitas dan kesulitan dalam mereduksi matematika klasik.

5. Kekeliruan Absolutisme
Terdapat tiga aliran pemikiran utama dalam upaya untuk memberikan landasan kuat
bagi kebenaran matematika, yaitu logikaisme, formalisme, dan intuisionisme, mencoba
memberikan landasan kuat bagi kebenaran matematika. Namun, ketiga aliran ini gagal
memberikan kepastian mutlak terhadap kebenaran matematika, karena aksioma-aksioma
yang digunakan diasumsikan tanpa demonstrasi, dan logika deduktif hanya
menyampaikan kebenaran, tidak memasukkan kebenaran. Teorema Ketidaklengkapan
Gödel menjadi bukti bahwa mencoba menunjukkan seluruh kebenaran matematika hanya
melalui bukti deduktif adalah mustahil, dan ini mengindikasikan bahwa ada kebenaran
matematika yang tidak dapat ditangkap oleh sistem tersebut. Oleh karena itu, ada
pandangan yang menganggap matematika sebagai sistem deduktif hipotetis dengan
aksioma-aksioma sebagai hipotesis relatif terhadap teorema matematika yang dideduski
secara logis, yang memastikan pengembangan matematika yang aman meskipun dari
dasar asumsi. Meskipun pandangan ini lebih rentan terhadap kritik falibilis, ia masih
mendukung keberlanjutan matematika yang kuat.

6. Kritik Fallibilist terhadap Absolutisme


Kritik Fallibilist terhadap pandangan Absolutis tentang pengetahuan matematika
menyoroti sejumlah asumsi yang mengungkapkan kelemahan dalam keyakinan akan
kepastian matematika. Asumsi-asumsi tersebut mencakup masalah dalam logika yang
mendasari pembuktian matematis, ketidakmungkinan untuk membuktikan kebebasan
matematika dari kesalahan, kesulitan dalam menerjemahkan bukti informal ke dalam bentuk
formal, keraguan terkait pemeriksaan kebenaran bukti formal yang sulit atau bahkan tidak
mungkin dilakukan manusia, serta tantangan dalam formalisasi teori-teori matematika intuitif.
Selain itu, asumsi bahwa konsistensi representasi formal dapat diperiksa juga menjadi
pertanyaan, terutama setelah Teorema Ketidaklengkapan Gödel memunculkan keraguan.

7. Pandangan Falibilist
Pandangan falibilis adalah keyakinan bahwa kebenaran matematika dapat salah dan
selalu terbuka untuk direvisi. Terdapat dua bentuk pandangan falibilis, yaitu positif dan
negatif. Bentuk negatif falibilisme menekankan bahwa pengetahuan matematika bukanlah
kebenaran mutlak dan tidak memiliki validitas mutlak. Di sisi lain, bentuk positif falibilisme
mengatakan bahwa pengetahuan matematika dapat diperbaiki dan selalu terbuka untuk
direvisi. Para ahli logika, matematikawan, dan filsuf seperti Russell, Godel, Quine, Kline,
Popper, dan banyak lainnya, mendukung pandangan falibilis ini. Mereka menunjukkan
kerentanannya dalam pengetahuan matematika, menekankan bahwa matematika bukan
kebenaran absolut, dan pentingnya menerima ketidakpastian dalam pemahaman matematika.
Dengan demikian, mereka menegaskan bahwa matematika adalah disiplin yang terus
berkembang dan dapat direvisi seiring waktu, tidak seperti keyakinan absolut dalam
matematika yang telah lama menjadi target kritik yang keras.

8. Kesimpulan

Penolakan terhadap konsep absolutisme dalam matematika bukanlah pengusiran matematika


dari kepastian dan kebenaran, melainkan pertumbuhan dalam pengetahuan matematika.
Sebuah analogi ditarik dengan fisika modern, di mana Teori Relativitas Umum dan Prinsip
Ketidakpastian Heisenberg telah mengubah pandangan tentang kerangka acuan dan
kepastian mutlak. Hal yang sama terjadi dalam matematika, di mana pemahaman kita
tentang dasarnya menjadi lebih kokoh, dan kita menyadari bahwa pandangan absolutis
adalah suatu idealisasi. Dalam konteks ini, kehilangan absolutisme adalah bukan
kemunduran, melainkan kemajuan dalam pemahaman matematika. Oleh karena itu,
pandangan absolutis adalah mitos, dan pengetahuan yang lebih mendalam adalah tanda
pertumbuhan pengetahuan, bukan kemunduran

BAB II

1. Ruang Lingkup Filsafat Matematika


Quasi-empirisme adalah aliran dalam filsafat matematika yang dikembangkan oleh
Imre Lakatos yang menganggap matematika sebagai hasil aktivitas manusia yang terus
berkembang, menekankan bahwa konsep dan bukti matematika tidak pernah final atau
sempurna, melainkan bisa disesuaikan ulang seiring waktu. Matematika juga dipandang
sebagai bagian dari sejarahnya dan aplikasinya dalam sains. Pandangan ini mewakili
peningkatan peran empirisme dalam filsafat matematika modern.

2. Pemikiran lebih Lanjut terhadap Aliran Filsafat


A. Aliran Absolutisme: Aliran ini mencakup logika, formalisme, dan intuisi matematika
yang bersifat absolut. Kritik terhadap aliran ini adalah ketidakmampuannya untuk
mencakup aspek sosial dan sejarah matematika, serta kesempitan fokusnya.
B. Absolutisme Progresif: Menggambarkan perbedaan antara pandangan absolutis formal
dan absolutis progresif. Pandangan absolutis progresif melihat matematika sebagai hasil
dari upaya manusia dalam mencari kebenaran, bukan sebagai sesuatu yang sudah ada
sebelumnya.
C. Platonisme: Menyatakan bahwa objek matematika memiliki keberadaan nyata dalam
alam ideal. Namun, Platonisme memiliki kelemahan dalam menjelaskan bagaimana
matematikawan memiliki akses ke objek-objek tersebut dan tidak mampu memberika
penjelasan matematika yang memadai, baik secara internal maupun eksternal.
D. Konvensionalisme: Menyatakan bahwa kebenaran matematika didasarkan pada konvensi
linguistic yang menghubungkan kebenaran matematika dengan aturan linguistik yang
mengatur penggunaan bahasa.
E. Empirisme: Menyatakan bahwa kebenaran matematika berasal dari pengamatan terhadap
dunia fisik. Namun, empirisme memiliki kelemahan dalam menjelaskan konsep
matematika yang bersifat abstrak dan tidak berdasar pada pengamatan.

3. Kuasi-Empirisme
1 Eksposisi Kuasi-empirisme Lakatos:
Terdapat lima tesis kuasi-empirisme dalam filsafat matematika Lakatos, yaitu:
(1)Pengetahuan matematika dapat keliru, (2)Matematika bersifat hipotetis-deduktif, mirip
dengan konsepsi ilmu empiris, (3)Sejarah adalah pusat, (4)Penegasan pentingnya
matematika informal, dan (5)Dimasukkannya teori penciptaan pengetahuan.

2 Kriteria Kecukupan dan Kuasi-empirisme:


Kuasi-empirisme memenuhi kriteria pengetahuan matematika, penerapan
matematika, dan praktik matematika. Kuasi-empirisme bersifat deskriptif dan berusaha
menggambarkan matematika sebagaimana adanya.

3 Kelemahan Kuasi-empirisme Lakatos:


Tidak ada penjelasan tentang kepastian kebenaran matematika, Lakatos tidak
menguraikan hakekat objek matematika atau asal usulnya, Lakatos tidak memberikan
penjelasan keberhasilan matematika dan keefektifan penerapannya dalam sains,
teknologidan bidang lain, Lakatos tidak begitu mengembangkan untuk sejarah
matematika kedalam inti filsafat matematika, memberikan dasar yang diperlukan namun
tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan matematika.

4 Kuasi-empirisme dan Filsafat Matematika:


Kuasi-empirisme adalah aliran yang menjelaskan sifat pengetahuan matematika,
asal-usul, dan kebenarannya, dengan pendekatan yang lebih luas dari pendekatan
matematika lainnya. Pendekatan ini mempertanyakan pandangan tradisional seperti
foundationisme dan absolutisme, untuk membebaskan filsafat matematika
mempertimbangkan ulang fungsi dan status kebenaran matematika. Meskipun kritis,
kuasi-empirisme memiliki potensi untuk memberikan solusi terhadap masalah baru
dalam filsafat matematika dan bahkan menginspirasi ide pembangunan konstruktivis
sosial dalam matematika berdasarkan pemikiran Lakatos.

Bagian 3
1. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial adalah sebuah pendekatan baru dalam filsafat matematika
yang menganggap matematika sebagai konstruksi social dan memandang pengetahuan
sebagai proses untuk berkembang.
A. Tinjauan Kontruktivisme Sosial
Kontruktivisme sosial lebih terfokus pada asal mula pengetahuan matematika,
bukan sekedar pembenarannya, juga mengubungkan pengetahuan subjektif dan
objektif dalam siklus kreatif. Terdapat beberapa asumsi yang mendasari
kontuktivisme social tentang penciptaan pengetahuan, yaitu: (1)Seseorang memiliki
memiliki pengetahuan subjektif tentang matematika, (2)Publikasi diperlukan agar
pengetahuan subjektif menjadi objektif, (3)Melalui Heuristik Lakatos, pengetahuan
yang dipublikasikan menjadi pengetahuan objektif matematika, (4)Heuristik bergantung
pada kriteria objektif, (5)Kriteria objektif untuk mengkritik matematika yang
terpublikasi didasarkan pada pengetahuan objektifbahasa seperti matematika,
(6)Pengetahuan subyektif matematika yang diinternalisasikan secara luas, akan
merekonstruksi pengetahuan objektif, dan (7)Kontribusi individu dapat menambahkan,
melakukan restrukturisasi atau reproduksi pengetahuan matematika
B. Masalah Kontruksivisme Sosial
Terdapat 2 permasalahan yang muncul, yaitu (1)Ada masalah dalam mengidentifikasi
objektivitas dengan penerimaan sosial, dan (2)Cenderung mendekatkan filsafat
matematika pada sejarah dan sosiologi matematika, dan bahkan psikologi pengetahuan
subjektif. Hal ini dapat mengaburkan batas antara matematika dan disiplin ilmu lainnya.

2. Pengetahuan Objektif dan Subjektif


A. Hakekat Pengetahuan Objektif dan Subjektif
Popper menggambarkan tiga dunia yang berbeda: dunia fisik (dunia 1),
pengalaman sadar kita (dunia 2), dan pengetahuan di buku dan perpustakaan (dunia 3).
Pengetahuan subjektif berkaitan dengan pengalaman individu (dunia 2), sementara
pengetahuan objektif bersifat sosial dan intersubjektif (dunia 3).

B. Peran Pengetahuan Objektif dan Pengetahuan Subjektif dalam Matematika


 Objektif: Matematika yang direpresentasikan secara simbolis di ranah publik
memiliki potensi untuk menjadi pengetahuan objektif. Ini terjadi ketika aksioma,
teori, dugaan, dan bukti matematis dirumuskan dan disajikan secara publik, sehingga
heuristik otonom (diterima secara sosial) mulai bekerja. Proses ini menuju
objektivitas matematika. Konvensi dan aturan bahasa serta logika yang mendasari
pengetahuan matematika adalah faktor utama dalam objektivitas.
 Subjektif: Menjelaskan asal-usul pengetahuan matematika baru dan melestarikan
yang sudah ada. Dalam konstruktivisme sosial, pengetahuan subjektif menjadi
penopang dan memperbarui pengetahuan objektif, baik matematika, logika dan
bahasa. Ada argumen yang menentang pengetahuan subjektif karena dianggap tidak
teruji untuk perlakuan filosofis. Kemudian ada juga argument lain yang berbeda
dengan argument sebelumnya bahwa pengetahuan subjektif tidak disarankan
membahas isi pikiran individu yang spesifik maupun teori psikologi, tetapi membahas
tentang pengetahuan subjektif secara umum dan yang berdasarkan penalaran logis
saja.

3. Konstruktivisme Sosial: Pengetahuan Objektif


A. Objektivitas dalam Matematika
Objektivitas matematika berarti bahwa baik pengetahuan maupun objek matematika
mempunyai eksistensi otonom yang di atasnya terdapat kesepakatan intersubjektif, dan
tidak bergantung pada pengetahuan subjektif setiap individu.
 Dasar Linguistik Objektivitas dalam Matematika : Komunikasi linguistik
mensyaratkan adanya konvensi bahasa tertentu yang mewujudkan maknanya.
Kompetensi linguistik bergantung pada kepatuhan terhadap aturan-aturan sesuai
dengan penggunaan umum. Seperti satu, dua, persegi, segitiga, tambah, kurang, dll.
 Dasar Linguistik Logika : penggunaan istilah-istilah logik juga harus mengikuti
aturan linguistik, dimana istilah ini mencerminkan penggunaan istilah itu dan
maknanya. Contoh, jika dan hanya jika, tidak, dan, atau, terdapat, dll.
 Dasar Linguistik Mengakomodasi Perubahan Konseptual : Perubahan konseptual,
seperti perluasan konvensi dan penggunaan bahasa dalam matematika, terintegrasi
melalui konvensi bahasa yang lebih abstrak. Permainan bahasa digunakan sebagai
hierarki berbagai tingkat pemahaman matematika, dengan dasar bahasa yang tetap
menjadi dasar pengetahuan matematika seiring berkembangnya konseptual
matematika.

B. Jaminan Konvensionalis untuk Pengetahuan Matematika


Pembenaran pengetahuan matematika melibatkan bukti deduktif yang dimulai dari
asumsi awal, termasuk hipotesis, definisi, pengetahuan sebelumnya, dan aksioma logis.
Pembuktian matematis adalah serangkaian langkah dengan alasan yang melibatkan
aturan inferensi logis, prinsip inferensi matematis, asumsi baru, klaim berdasarkan
langkah sebelumnya, dan analogi. Pengetahuan matematika didasarkan pada asumsi
dasar, termasuk pengetahuan matematika informal, aksioma logis, dan aturan inferensi,
yang merupakan konvensi bahasa. Dengan demikian, pengetahuan matematika
bergantung pada bukti matematis yang didasarkan pada konvensi linguistik dan aturan
bahasa kita.

C. Objek Matematika
Objek-objek dan istilah matematika memiliki sifat yang otonom dan dapat
bertahan dengan sendirinya, sama seperti bahasa universal yang memiliki eksistensi
sosial. Objek-objek matematika bersifat objektif, ada yang konkrit dan ada yang
abstrak.

D. Asal Usul Pengetahuan Matematika


Ciri utama dalam asal mula pengetahuan matematika adalah transformasi dari
pengetahuan subjektif menjadi pengetahuan objektif, yaitu pengetahuan matematika
yang diterima secara sosial melalui pengawasan dan kritik publik. Proses ini
bergantung pada kriteria objektif, termasuk logika, konsistensi, dan validitas formalisasi
untuk menilai kebenaran, kualitas asumsi, dan konsekuensi definisi dalam matematika.

E. Penerapan Matematika
Ada dua alasan yang mendukung penerapan matematika dalam ilmu pengetahuan.
(1) Matematika didasarkan pada bahasa alami dan aturan yang memungkinkan
penggunaan konsep matematika dalam menjelaskan fenomena dunia nyata. (2)
Matematika memiliki hubungan erat dengan sains empiris yang memiliki kemiripan
antara teori matematika dan teori ilmiah, kedua teori mengandung istilah yang dapat
dicontohkan/diobservasi secara konkrit dan istilah teoretis yang berhubungan.

4. Pemeriksaan Kritis terhadap Proposal


A. Matematika Bersifat Arbiter dan Relatif
Permasalahan pengetahuan dan kebenaran matematika didasarkan pada
kesepakatan social sehingga kebenarannya bersifat arbiter (karena berpijak pada
keyakinan yang berubah-ubah, praktek, dan kesepakatan) dan relatif (berpijak pada
kepercayaan 1 kelompok).
B. Kontruksivisme Sosial Gagal Menentukan Kelompok Sosial manapun
Kontruktivisme sosial gagal menentukan kelompok sosial (konstruksi sosial,
dan objektivitas sosial) mana yang terlibat agar istilahnya mempunyai arti. Ada juga
transisi pengetahuan subjektif ke objektif, yaitu kesulitan dalam menjelaskan
bagaimana pengetahuan matematika berubah dari subjektif (berasal dari individu)
menjadi objektif (diterima secara sosial dan diakui sebagai pengetahuan yang sah).
Meskipun representasi publik pengetahuan matematika (misalnya, teks matematika atau
notasi simbolik) bukanlah pengetahuan subjektif, tetapi mereka masih memerlukan
interpretasi oleh komunitas matematika yang relevan. Dalam hal ini, atribusi makna
hanya berhasil jika ada pemahaman bersama tentang penguraian kode, yaitu bagaimana
simbol-simbol tersebut diartikan dan digunakan dalam konteks matematika. Dengan kata
lain, transisi pengetahuan matematika dari subjektif ke objektif melibatkan pemahaman
dan pengakuan kolektif oleh komunitas matematika.
C. Kontruksivisme Sosial Mengasumsikan Bahasa Alami yang Unik
Konstruktivisme sosial dianggap mengasumsikan bahasa alami yang unik dalam
pembenaran konvensionalis terhadap pengetahuan matematika. Ini bertentangan dengan
kenyataan bahwa terdapat lebih dari 700 bahasa alami berbeda dengan beragam basis
struktural, tidak hanya bahasa Inggris. Konsekuensinya, pertama, matematika dapat
bervariasi jika didasarkan pada bahasa dengan struktur yang berbeda, dan kedua,
individu yang berbicara bahasa dengan struktur yang berbeda harus memahami bahasa
kedua atau menyusun ulang pemahaman mereka untuk mempelajari matematika Barat.
D. Keberatan yang Sebelumnya Diajukan
Penerimaan sosial berbeda dengan Objektivitas : Objektivitas telah ditafsirkan
ulang ke arti umum secara sosial. Terdapat perbedaan pemahaman penafsiran sosial,
yaitu (1)Sifat pentng obketivitas seperti impersonalitas dan verifikasi,
dipertahankan, (2)Keberadaan objektif dalam matematika berarti dapat dipostulatkan
secara konsisten, (3)Penafsiran sosial unik memberikan penjelasan tentang hakikat
pada objektivitas dalam matematika.
Kontruktivisme sosial tidak cukup untuk menjamin pengetahuan matematis :
Karena lebih berfokus pada asal-usul pengetahuan matematik,
Kontruktivisme sosial mencampur adukkan konteks penemuan dan pembenaran dan
melakukan kesalahan psikologis: Ada juga argumen bahwa pengetahuan subjektif adalah
bidang penelitian filosofis yang sah dan harus dimasukkan dalam pandangan
konstruktivis sosial secara filosofis, bukan psikologis.

Anda mungkin juga menyukai