A. LOGISISME
a. Gottlob Frege.
b. Bertrand Russell
Tidak seperti Mill, Carnap dan para positivis logis lain memandang bahwa
kebenaran- kebenaran dari matematika tidak ditentukan oleh pengalaman.
Kebenaran – kebenaran matematis bersifat apriori, berlaku tanpa
mempersoalkan pengalaman apa yang mungkin kita miliki. Para positivis
logis memandang bahwa suatu pernyataan bersifat sintetik atau memiliki
muatan faktual, hanya jika kebenaran atau kesalahannya ditentukan oleh
fakta- fakta pengalam, suatu pernyataan adalah analitik bila validitasnya
hanya tergantung pada dafinisi- definisi dari simbol- simbol yang
dikandungnya.
d. Neo-Logisisme
2. Tokoh-tokoh Intuisionisme
B. Arend Heyting (1898-1980)
2) FORMALISME
Berbagai filsafat yang berangkat dengan nama ‘formalisme’
mengklaim bahwa esensi dari matematika adalah manipulasi karakter-
karakter. Suatu daftar karakter-karakter dan aturan-aturan yang
dibolehkan memeras apa yang dihendaknya dikatakan tentang suatu
cabang matematika tertentu. Berdasarkan pandangan para formalis,
maka, matematika bukanlah, atau tidak seharusnya menjadi, tentang
sesuatu, atau sesuatu diluar karakter-karakter tipografis dan aturan-
aturan untuk memanipulasi karakter-karakter tipografis itu.
b. Formalisme permainan
Satu versi pokok lain dari formalisme mempersamakan
praktek matematika dengan suatu permainan yang dimainkan
dengan karakter-karakter linguistik. Seperti halnya, dalam
permainan catur, seorang bisa menggunakan bidak untuk
menguasai satu persegi sejarak satu langkah didepan dengan arah
diagonal, demikian pula dalam aritmatika seorang bisa menuliskan
‘x=10’ jika seorang telah sebelumnya memahami ‘x=8+2’.
Sebutlah ini formalitas permainan.
Versi-versi radikal dari pandangan ini menyatakan secara
langsung bahwa simbol-simbol dalam matematika tidak
bermakna.formula-formula dan kalimat-kalimat matematis tidak
mengungkapkan pernyataan-pernyataan yang benar atau salah
tentang sebarang bidang kajian. Pandangan disini yaitu bahwa
karakter-karakter matematis tidakmemiliki makna leih daripada
buah-buah permainan catur. ‘Muatan’ dari matematika terperas
habis oleh aturan-aturan untuk beroperasi dengan bahasanya. Versi-
versi yang lebih moderat dari formalisme permainan menakui
bahwa bahasa-bahasa matematika munkin memiliki suatu jenis
makna tertentu, tetapi jikapun demikian, makna ini tidak relavan
denan praktek matematika. Sepanjang bahwa yang diperhatikan
adalah matematikawan dalam kerjanya, maka simbol-simbol dari
bahasa matematis barangkali juga tidak bermakna.
Pada konteks formalisme permainan, frasa-frasa seperti
‘bahasa’ dan ‘simbol’adalah menyesatkan. Pada hampir sebarang
konteks lainnya, tujuan bahasa tetutama adalah untuk
berkomunikasi. Kita menggunakan bahasa untuk berbicara tentang
hal-hal , biasanya hal-hal selain dari bahasa itu sendiri. Pada
penggunaan lazimnya, suatu simbol melambangkan sesuatu. Kata
‘Amir’ mewakili seorang yaitu Amir. Jadi, seorang akan berfikir
bahwa angka ‘2’ mewakili bilangan ‘2’. Inilah yang diingkari atau
diaragukan, oleh seorang formalis permainan. Angka itu tidak
mewakili sesuatupun. Untuk matemtika, apa yang menjadi
persoalan adalah angka itu, dan peran angka itu dalam permainan
matematika.
Frage mengklaim bahwa salah satu dari tujuan logikanya
adalah untuk mengkodifikasikan inferensi yang benar. Untuk
menentukan signifikansi epistemik dari suatu derivasi, tidak boleh
terdapat kesenjangan dalam penalaran; semua premis harus dibuat
eksplisit. Untuk tujuan ini, Frage mengembangkan suatu sistem
formal, atau lebih tepatnya, diaa mengemukakansuatu sistem
deduktif yang dapat dipahami secara formal: “penulisan konsep
saya... dirancang untuk... dioperasikan seperti kalkulusdengan
memakai langklah-langkah baku yang sedikit jumlahnya,
sedemikian hingga tidak satupun langkah dibolehkan bila tidak
seuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkandan berlaku
umum?” (Frege 1884:91). Frege menyadari bahwa sifatini dapat
,mengumpankan suatu versi formalisme.
Frage menyebutkan bahwa makna yang kita letakan kepada
kalimat-kalimatlah yang menjadikan kalimat-kalimat itu menarik,
dan bahwa makna ini menginsyaratkan strategi-strategi untuk
derivasi-derivasi. Seorang formalis permainan barangkali sepakat
dengannya, tetapi akan menambah bahwa makna dari ungkapan-
ungkapan matematis bersifat asing dan tidak berhubungan dengan
matematika itu sendiri. Kemanapun matematika berangkat,
persoalannya bahwa aturan-aturan permainannya diikuti. Makna
hanya bersifat heuristik, sekedar suatu alat bantu psikologis.
Matematika tidak perlu memiliki bidang kajian sama sekali.
Formalisme permainan sangat mirip dengan suatu filsafat
sains yang disebut instrumentalisme, yang dirancang untuk
meredam kekhawatiran-khawatiran tentang entitas-entitas teoretis
yang tidak teramati, misalnya elektron-elektron. Berdasarkan
instrumentalisme, sains teoretis hanyalah instrumen rumit untuk
membuta prediksi-prediksi tentang dunia fisik yang teramati.
Seorang ilmuan sains tidak harus menyakini keberadaan entitas-
entitas teoretis. Dengan demikian, seorang instrumentalis
terhindarkan dari masalah epistemologis untuk menjelaskan
pengetahuan kita tentang entitas-entitas teoretis, tetapi dia dibebani
dengan masalah untuk menjelaskan manegapa instrumen itu
bekerja sedemikian baik, atau mengapa ia bekerja. Serupa
demikian, seorang formalis permainan terhindarkan dari masalah
untuk menyebutkan tentang apakah matematika itu, dan barangkali
dia memiliki pemecahan yang tegas tentang bagaimana matematika
diketahui, tetapi, disisi lain, persoalan tentang mengapa matematika
bermanfaat tampaknya tidak dapat dengan mudah dijawabnya.
Namun demikian,seorang formalis mungkin menjawab dengan
keras bahwa, berdasarkan sudut pandangnya, aplikasi-aplikasi
bukan bagian dari, dan tidak berkaitan dengan, matematika.
c. Teorema Ketidaklengkapan
Kurt Gödel (1931, 1934) mengukuhkan suatu hasil yang
memukul telak-tujuan-tujuan epistemik dari program Hilbert.
Misalkan, T suatu sistem deduktif formal yang memuat
aritmatika dalam kadar tertentu. Asumsikan sintaks dari T adalah
efektif dalam artian terdapat suatu algoritma yang menentukan
apakah suatu barisan karakter-karakter tertentu adalah suatu
formula yang gramatik, dan suatu algoritma yang menentukan
apakah suatu barisan formula-formula tertentu adalah suatu
deduksi yang sah dalam T. Misalkan, kondisi-kondidiini esensial
bagi T untuk berperan dalam program Hilbert. Pada asumsi-
asumsi tersebut, Gödel menunjukan bahwa terdapat suatu kalimat
G dalam bahasa dari T, dan (2)jika T memiliki suatu ciri yang
sedikit lebih kuat daripada konsistensi, disebut ‘ω-konsistensi’,
maka negasi dai G bukanlah teorema dari T. Artinya, jika T
adalah ω-konsisten, maka ia tidak’memutuskan’ G,
bagaimanapun caranya. Hasil ini, dikenal sebagai teorema
ketidaklengkapan (pertama) Gödel, adalah salah satu prestasi
intelektual besar pada abad ke-20.
Formulasi G berbentuk suatu peryataan finit(dengan
menggunakan huruf-huruf untuk generlitas). kasarnya, G adalah
formalisasi dari suatu pernyataan bahwa G tidak dapat dibuktikan
dalam T. Jadi, jika T konsisten, maka G benar tetapi tidak dapat
dibuktikan. Hasil Gödel ini meruntuhkan harapan untuk
menemukan sistem formal tunggal yang menangkap semua
matematika klasik. Atau bahkan smeuaa aritmatika.jika seorang
mengajukan sistem untuk dicalonkan sebagai sistem formal
seperti itu, maka kita dapat menemukan sebuah kalimat yang
tidak ‘diputuskan’ oleh sistem tersebut, meski kita melihat bahwa
kalimat itu adalah benar.
Dengan demikian, teorema ketidaklengkapan mengangkat
keraguan-keraguan tentang sebarang filsafat matematika (formalis
atau lainnya) yang menuntutkan sistem deduktif tunggal untuk
seluruharitmatika sebagai satu-satunya metode formal untuk
mendapatkan setiap kebenaran aritmatika. Namun demikian,
impian penemuan sistem formal tunggal untuk semua matematika
yang ideal bukanlah bagianresmi (atau esensial) dariprogram
Hilbert. Kendalanya, jika memang demikian, terletak pada hal
lainnya. Ringkasnya, teorema ketidaklengkapan kedua Gödel ini
menyatakan bahwa teori yang konsisten (yang memuat aritmatika
dalam kadar tertentu) tidak dapat membuktikan konsistensinya
sendiri. Hasil inilah yang menunjukan kendala bagi Program
Hilbert.
d. Haskell Curry
Filsafat Curry dimulai dengan pengamatannya bahwa, saat
sebuah cabang matematika berkembang, cabang itu semakin ketat
metodologinya, dan hasil akhirnya berupa kodifikasinya dalam
suatu sistem deduktif formal. Curry memandang proses
formalisasi ini sebagai esensi dari matematika. Dia berargumen
bahwa semua filsafat matematika lain bersifat ‘kabur’ dan,
terlebih filsafat-filsafat itu ‘bergantung pada asumsi-asumsi
metafisik’. Matematika menurut Curry, seharusnya bebas dari
sebarang asumsi-asumsi seperti itu, dan dia berargumen bahwa
fokus pada sistem-sistem formal memberikan kebebasan tersebut.
Jadi, dia menyuarakan klaim Thomae bahwa formalisme tidak
memiliki asumsi-asumsi metafisik yang asing.
Tesis utama dari formalisme Curry adalah bahwa
pernyataan-pernyataan dari suatu teori matematis yang matang
ditafsirkan tidak sebagai hasil-hasil dari langkah-langkah dalam
suatu sistem dedktif formal tertentu (seperti dikatakan Hilbert
atau seorang formalis permainan), tetapi lebih sebagai
pernyataan-pernyataan tentang suatu sistem formal. Pernyataan
diakhir suatu laporan penelitian hendaknya diinterpretasikan
sebagai suatu berbentuk Ф adalah suatu teorema dalam sistem
formal T. Oleh karena itu, bagi Curry matematika adalah sains
objektif, ddania memiliki bidang kajian. Dia menuliskan bahwa
‘konsep sentral dalam matematika adalah konsep suatu sistem
formal’ dan ‘matematika adalah sains sistem-sistem formal’
(Curry 1954). Jadi, Currylebih dekat dengan formalisme istilah
daripada dengan formalisme permainan. Slogan ya tepat baginya
yaitu bahwa matematika adalah meta-matematika. Namun
demikian, tidak seperti Hilbert, dia tidak membatasi meta-
matematika pada aritmatika finit.