Kunafaah 20030174016
Salsa Bella Yuliani 20030174047
Ahmad Rizky Maulana 20030174058
Rizky Putri Aura A. 20030174065
1. Materi Aljabar
Konsep esensial Materi Aljabar
3. Kelas IX SMP/MTS
Di Kelas IX pelajar mulai mengenal apa itu fungsi trigonometri dan mengaitkan definisi
fungsi dengan daerah asal (domain) dan daerah hasil (range). Dengan masalah yang
diberikan pelajar harus dapat membedakan mana fungsi linear dengan fungsi non-linear
dengan meninjau variabel fungsi.
Miskonsepsi pada materi aljabar
Miskonsepsi yang sering terjadi adalah pada subbab menentukan hasil pengurangan pada operasi
aljabar, dan bagaimana cara untuk menyederhanakan bentuk aljabar. Juga pada bentuk
penyederhanaan bentuk aljabar, dimana melakukan pembagian variabel yang belum tepat.
Terlebih dalam hal menyamakan penyebut suatu bilangan pecahan yang memuat variabel
(operasi aljabar). Di tingkatan yang lebih sulit miskonsepsi terjadi pada komputasi/perhitungan
jawaban di soal, serta saat operasi aljabar dipangkatkan. Misalnya, menjadi
hal ini adalah kesalahan pemahaman dari siswa.
Leading English Education and Resource Network (LEARN) dalam artikel yang berjudul
Algebra: Some Common Misconceptionsmenjelaskan bahwa seringkali siswa mengalami
kesulitan dengan aljabar karena miskonsepsi di berbagai area, yaitu: 1) Miskonsepsi pada
pengartian huruf, 2) Miskonsepsi tentang notasi, 3) Miskonsepsi tentang generalisasi, dan 4)
Kesalahan pengalikasian aturan.
1. Miskonsepsi pada pengartian huruf
Kesalahan ini sering terjadi, dikarenakan siswa berpikiran untuk mengabaikan
huruf ataupun mengartikan huruf hanyalah obyek pada aljabar. Jika siswa cenderung
mengabaikan huruf (variabel) ini akan berpengaruh pada hasil akhir dari tugas yang
dikerjakan oleh siswa. Misalnya, pada dasarnya karena memiliki variabel yang
berbeda maka operasi aljabar tersebut tidak bisa dihitung. Akan tetapi, murid yang
mengabaikan huruf dan hanya menganggapnya sebagai suatu obyek dan kharusan pada
aljabar akan menghitungnya. Mereka berpikiran
perhitungan ini benar bagi mereka karena terjadi miskonsepsi pada pengartian huruf
sebagai variabel pada operasi aljabar.
Miskonsepsi Alasan
Kesalahan menentukan tinggi segitiga Siswa tidak mengetahui definisi tinggi
Kesalahan menentukan tinggi jajar genjang Siswa tidak mengetahui definisi tinggi
Kesalahan dalam menunjukkan diagonal Siswa memiliki kemampuan spasial rendah
bidang dan bidang diagonal pada bangun dan hanya menghafalkan konsep
ruang sisi datar
Kesalahan menentukan hubungan antar Siswa tidak memahami definisi dari bangun
bangun segiempat segiempat secara komprehensif
Kesalahan menentukan hubungan konsep Siswa tidak memahami sifat yang terdapat
limas dan kerucut pada bangun ruang dan hanya menghafal
sehingga tidak dapat mendefinisikan secara
komprehensif
Kesalahan dalam membedakan jenis – jenis Siswa kurang mendalam dalam memahami
segitiga berdasarkan sisi dan sudut segitiga
Kesalahan menentukan rumus luas/formula Siswa hanya menghafal konsep, memmiliki
spasial rendah dan hanya menghafal rumus.
(Fitriani & Rohaeti, 2020) menyatakan dalam penelitiannya bahwa miskonsepsi siswa
dalam geometri di smp dipengaruhi oleh banyak hal dan memiliki jenis miskonsepsi.
Miskonsepsi Korelasional terlihat dsaat siswa mengalami kesalahan dalam menentukan
hubungan antara bangun segiempat. Kondisi tersebut terjadi karena siswa hanya melihat
visualnya saja, tidak memahami sifat – sifat yang terkandung didalamnya sehingga mereka
menganggap semua bangun tidak berkaitan.
(Fajarwati & Hidayati, 2021) juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa miskonsepsi
juga ditemukan dalam teoritikal. Pada jawaban siswa ia mengatakan bahwa belah ketupat
memiliki 4 sumbu simetri, diketahui bahwa siswa tersebut mengalami miskonsepsi. Terlihat dari
jawaban siswa yang mana siswa tersebut kurang tepat dalam mendefinisikan belah ketupat
karena belah ketupat memiliki 2 sumbu simetris bukan 4. Dalam hal ini siswa tersebut
mengalami miskonsepsi jenis teortikal karena siswa kurang tepat dalam mendefinisikan belah
ketupat.
Selain miskonsepi pada bangun datar dan bangun ruang, siswa smp juga seringkali
mengalami miskonsepsi pada sudut dan garis. Miskonsepsi ini terjadi dimana siswa tidak
mengetahui symbol garis dan sudut yang benar. Siswa seringkali tertukar dan tidak memahami
soal. Saat soal mencari sudut siswa menjawab tanpa langka dan tanpa konsep awal seperti
apakah sudut ini berpelurus atau berpenyiku.
Siswa masih mengalami kesulitan dalam mencerna soal yang diberikan, selain itu siswa juga
mengalami kesulitan dalam menentukan prinsip atau rumus apa yang digunakan untuk
menentukan rata-rata, median, dan modus. Siswa juga kesulitan dalam hal kemampuan akademik
yaitu memahami konsep dari masalah yang diberikan karena lebih berkaitan dengan angka-angka
serta logika. Dalam materi statistika dan peluang soal-soal yang diberikan hampir seluruhnya
adalah masalah konstektual, karena itu dalam pengerjannya memerlukan konsep logika yang
baik.
2. Kelas IX SMP/MTS
Dalam mempelajari materi bilangan, pelajar dapat memanfaatkan fakta bahwa bentuk
desimal bilangan rasional senantiasa ekornya berakhir dengan nol atau berulang untuk
menyelesaikan masalah. Dari situ, pelajar memeriksa sebuah bilangan desimal merupakan
rasional atau bukan, dan menyadari bahwa terdapat bilangan yang bukan rasional, disebut
sebagai bilangan irasional. Dengan begitu pelajar mampu menunjukkan tetak bilangan
irasional pada garis bilangan dengan mengurainya menjadi bentuk desimal lalu
membulatkannya.
Miskonsepsi pada materi bilangan :
Operasi hitung dan jenis 9. Tidak dapat membedakan tanda (-) dan (+) sebagai operasi
bilangan atau sebagai suatu bilangan.
Banyaknya buku- buku 13. Banyak buku yang tidak memuat tentang operasi pengurangan,
referensi yang tidak perkalian dan pembagian pada bilangan bulat dengan garis
relevan. bilangan.
Tak hanya itu saja, miskonsepsi juga terjadi pada materi bilangan berpangkat serta barisan dan
deret. Berikut penjelasannya.
Siswa tidak memahami unsur-unsur dari suatu bentuk bilangan berpangkat sehingga ia
menganggap eksponen sebagai basis, dan basis sebagai eksponen. Ada lagi ditemukan
miskonsepsi generalisasi sebanyak 8 siswa (25,00%). Sedangkan, siswa yang mampu
menjawab dengan benar sebanyak 24 siswa (75,00%). Berikut adalah contoh jawaban
siswa yang mengalami miskonsepsi generalisasi yang dialami siswa pada soal nomor dua.
Siswa menganggap bahwa yang sesuai dengan sifat perkalian dan pembagian bilangan
berpangkat adalah poin ii dan iii. Pada poin i dan iii siswa mengalikan kedua basisnya
lalu menjumlahkan eksponennya. Sedangkan pada poin iv siswa mengurangkan kedua
basisnya, dan membagi eksponennya. Bentuk miskonsepsi generalisasi yang terjadi pada
soal nomor dua diantaranya siswa belum memahami sepenuhnya mengenai metode
perkalian dan pembagian bilangan berpangkat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hardiyanti (2016), ditemukan beberapa
miskonsepsi siswa kelas XI SMP dalam menyelesaikan permasalahan mengenai materi
barisan dan deret. Materi barisan dan deret merupakan salah satu materi yang
membutuhkan cara penyelesaian yang beragam sehingga diperlukan kemampuan
pemecahan masalah yang tinggi untuk memecahkan masalah yang diberikan. Namun
dalam proses pembelajaran dikelas sering dijumpai siswa banyak kesulitan dalam materi
baris dan deret, salah satunya adalah materi barisan geometri. Sebagai contoh dalam
penentuan rasio dari baris geometri. Misal jika diketahui baris geometri dengan U1= 2
dan U5 = 16, maka dalam menetukan rasio dari baris tersebut sebagaian besar siswa akan
terjebak dalam menghitung rasio dengan membandingka nilai suku terbesar dengan suku
terkecil atau sehingga diperoleh . Padahal langkah yang tepat adalah
Saran :
Agar miskonsepsi tidak berulang untuk siswa lainnya, maka harus diperhatikan beberapa
hal, diantaranya adalah apersepsi mengenai materi-materi prasyarat yang harus dikuasai sebelum
mempelajari materi-materi ini. Selain itu, cara menyampaikan konsep kepada siswa juga harus
terkonstruksi secara benar, hindari pemberian konsep secara langsung dan menekankan pada
hanya sekedar hafalan karena hal tersebut menyebabkan anak tidak bisa menemukan konsep saat
disajikan soal yang agak sulit. Selain itu dapat dilakukan dengan beberapa metode pembelajaran
seperti :
1. Re-Explain
Menjelaskan atau menjelaskan ulang bagian dari tiap konsep ataupun prosedur.
2. Cognitiv Conflict.
Mengatur situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi
pertentangan asas matematika antara jawaban dalam Pembelajaran asli dengan
jawaban siswa, dengan demikian siswa dapat mengevaluasi ulang kesalahannya
sesuai dengan yang diharapkan guru.
3. Problem Based Learning.
Mintalah siswa menjelaskan cara pengerjaan atau cara berpikir siswa saat
mengerjakan soal kontekstual, hal ini dilakukan untuk menemukan apa yang siswa
pahami sehingga guru dapat menentukan apa yang harus dilakukan kedepannya serta
mengetahui kesalahan siswa.
4. Strategi pembelajaran yang matang
Strategi pembelajaran dengan baik dan jika perlu menggunakan media atau
eksperimen sehingga siswa diharapkan lebih memahami materi yang disampaikan
dengan baik. Hal tersebut terjadi karena konsep-konsep yang telah tertanam dalam
diri siswa dari sejak awal adalah salah sehingga ketika dewasa siswa akan menjawab
sesuai dengan konsep yang dimilikinya sejak lama.
5. Penguatan pada konsep dasar
Ada baiknya guru memberikan penguatan pada konsep dasar terlebih dahulu karena
pemahaman pada konsep dasar sangat penting untuk keberlanjutan materi .
6. Mengajak siswa untuk menjelaskan konsep yang mereka pahami atau percayai
Dengan cara ini, guru akan lebih mudah mengetahui sampai mana pemahaman siswa
akan materi
7. Pemberian latihan soal dan dibahas bersama sama
Siswa seringkali mengalami miskonsepsi karena kurangnya latihan yang dilakukan
sehingga terjadi kesalahan pemahaman oleh siswa terhadap materi yang
disampaikan. Dengan dilakukannya latihan dan dibahas bersama siswa akan menjadi
lebih paham dan terampil dalam mengerjakan soal soal yang diberikan