Anda di halaman 1dari 5

KRITIK TERHADAP FILSAFAT MATEMATIKA ABSOLUTIST

2. Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang filsafat untuk merefleksikan dan menjelaskan
hakikat matematika. Pengetahuan matematika terdiri dari sekumpulan proposisi beserta
prmbuktiannya. Ketika pembuktian matematika didasarkan pada penarikan kesimpulan saja
tanpa data empiris, maka pengetahuan matematika dipahami sebagai pengetahuan yang
paling pasti. Anggapan: peran filsafat matematikayaitu untuk memberikan landasan yang
sistematis dan absolut dalam pengetahuan matematika, yaitu kebenaran matematika
3. Hakikat Pengetahuan Matematika
Secara tradisional, matematika dipandang sebagai paradigm pengetahuan tertentu.
Pengetahuan adalah keyakinan yang dibenarkan, lebih tepatnya pengetahuan preposisional
terdiri dari proposisi asal ada dasar memadai yang menegaskannya. Matematika dianggap
sebagai pengetahuan apriori, terdiri atas proposisi yang dinyatakan berdasarkan nalar saja.
Sebaliknya, pengetahuan empiris/pengetahuan posteriori terdiri dari proposisi yang
berdasarkan pengalaman, yaitu observasi dunia. Pengetahuan matematika terdiri dari
pernyataan yang dibenarkan oleh bukti yang bergantung pada aksioma matematika (dan
logika yang mendasari.
4. Pandangan Absolutisme terhadap Pengetahuan Matematika
Pandangan ini menyatakan bahwa matematika terdiri dari kebenaran yang eksak
(pasti) dan tak terbantah. Didasarkan pada 2 asumsi, yaitu (1)pakar matematika, mengenai
asumsi aksiomadan definisi, dan (2)pakar logika, mengenai asumsi aksioma, aturan inferensi
dan bahasa formal dan sintaksnya. Terdapat berbagai aliran lain seperti: Logicism yang
mencoba menghubungkan matematika dengan logika namun gagal karena tidak dapat
memastikan reduksi aksioma matematika menjadi aksioma logika saja, sehingga tidak dapat
memberikan kepastian mutlak. Formalism menggambarkan matematika sebagai permainan
formal namun gagal juga karena teorema Ketidaklengkapan Gödel menunjukkan bahwa
sistem formal tidak dapat membuktikan seluruh kebenaran matematika. Constructivism yang
menekankan metode konstruktif dalam membangun pengetahuan matematika tetapi
memiliki kendala subjektivitas dan kesulitan dalam mereduksi matematika klasik.
5. Kekeliruan Absolutisme
Terdapat tiga aliran pemikiran utama (logicism, formalism, intuisionism) yang berusaha
memberikan landasan kuat bagi kebenaran matematika. Ketiganya terdiri dari aksioma
logika, prinsip-prinsip meta-matematika, dan aksioma jelas dari ‘intuisi primodal’. Masing-
masing aksioma dan prinsips diasumsikan tanpa demonstrasi dan tetap terbuka untuk
didiskusikan, untuk menghilangkan keraguan. Setiap aliran menggunakan logika deduktif
untuk membuktikan kebenaran teorema matematika dari dasar yang telah mereka
asumsikan. Tapi Upaya ktiganya gagal seperti yang ditunjukkan dalam teorema
Ketidaklengkapan Godel yang pertama, bukti tidakcukup untuk menunjukkan semua
kebenaran.
6. Kritik Fallibilist terhadap Absolutism
Kebenaran dan Pembuktian matematis bertumpu pada deduktif dan logika. Tapi logika
sendiri tidak memiliki landasan. Ini terlalu bertumpu pada asumsi reduksi. Sehingga
meningkatkan ketergantungan pada deduksi logis asumsi yang menjadi dasar kebenaran
matematis dan asumsi ini tidk bisa dinetralisir dengan strategi ‘jika-maka’.
7. Pandangan Fallibilist
Pandangan falibilis menyatakan bahwa kebenaran matematika dapat salah dan selalu
terbuka untuk revisi. Ada dua bentuk pandangan falibilis, yaitu positif yang mengatakan
bahwa pengetahuan matematika dapat diperbaiki dan selalu terbuka untuk direvisi dan
negative yang menekankan bahwa pengetahuan matematika bukanlah kebenaran mutlak dan
tidak memiliki validitas mutlak.
KONSEPTUALISASI FILSAFAT MATEMATIKA
1. Ruang Lingkup Filsafat M atematika
Ada tiga hal yang dianggap penting tentang filsafat dan pendidikan. Pertama, ada perbedaan
antara pengetahuan sebagai produk akhir yang sebagian besar diwujudkan dalam bentuk dalil-dalil
dengan kegiatan memahami atau kegiatan mencari pengetahuan. Kedua, ada perbedaan antara
matematika sebagai pengetahuan yang berdiri sendiri dan bebas nilai dengan matematika sebagai
sesuatu yang berhubungan dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jaringan ilmu
pengetahuan manusia. Ketiga, perbedaan ini memisahkan pandangan matematika sebagai ilmu yang
objektif dan bebas nilai karena hanya terfokus pada logika internalnya sendiri, dengan memandang
matematika sebagai bagian yang menyatu dengan budaya manusia dan oleh karena itu dipengaruhi
oleh nilai-nilai manusia seperti halnya wilayah dan pengetahuan lainnya.
Kriteria Filsafat Matematika: (1)Pengetahuan matematika: Hakikat, nilaii, kebenaran, dan asal
usul, (2)Objek matematika: hakikat dan keaslian, (3)Penerapan matematika: keefektifan terhadap
sains, dan (4)Praktek matematika: aktifitas ahli matematika baik diwaktu sekarang atau diwaktu
lampau
2. Pemikiran lebih Lanjut terhadap Aliran Filsafat
a. Aliran Absolutisme: Mencakup logika, formalisme, dan intuisi matematika yang
bersifat absolut. Kritik terhadap aliran ini adalah ketidakmampuannya untuk
mencakup aspek sosial dan sejarah matematika, serta kesempitan fokusnya.
b. Absolutisme Progresif: Menggambarkan perbedaan antara pandangan absolutis formal
dan absolutis progresif. Pandangan absolutis progresif melihat matematika sebagai hasil
dari upaya manusia dalam mencari kebenaran, bukan sebagai sesuatu yang sudah ada
sebelumnya.
c. Platonisme: Menyatakan bahwa objek matematika memiliki keberadaan nyata dalam
alam ideal. Namun, Platonisme memiliki kelemahan dalam menjelaskan bagaimana
matematikawan memiliki akses ke objek-objek tersebut dan tidak mampu memberika
penjelasan matematika yang memadai, baik secara internal maupun eksternal.
d. Konvensionalisme: Menyatakan bahwa kebenaran matematika didasarkan pada konvensi
linguistic yang menghubungkan kebenaran matematika dengan aturan linguistik yang
mengatur penggunaan bahasa.
e. Empirisme: Menyatakan bahwa kebenaran matematika berasal dari pengamatan terhadap
dunia fisik. Namun, empirisme memiliki kelemahan dalam menjelaskan konsep
matematika yang bersifat abstrak dan tidak berdasar pada pengamatan.
3. Kuasi-Empirisme
a. Eksposisi Kuasi-empirisme Lakatos: Terdapat lima tesis, yaitu: (1)Pengetahuan
matematika dapat keliru, (2)Matematika bersifat hipotetis-deduktif, mirip dengan konsepsi
ilmu empiris, (3)Sejarah adalah pusat, (4)Penegasan pentingnya matematika informal, dan
(5)Dimasukkannya teori penciptaan pengetahuan.
b. Kriteria Kecukupan dan Kuasi-empirisme: Kuasi-empirisme memenuhi kriteria
pengetahuan matematika, penerapan matematika, dan praktik matematika. Juga bersifat
deskriptif dan berusaha menggambarkan matematika sebagaimana adanya.
c. Kelemahan Kuasi-empirisme Lakatos: Tidak ada penjelasan tentang kepastian kebenaran
matematika, tidak menguraikan hakekat objek matematika atau asal usulnya, tidak
memberikan penjelasan keberhasilan matematika dan keefektifan penerapannya dalam
sains, teknologidan bidang lain, tidak begitu mengembangkan untuk sejarah matematika
kedalam inti filsafat matematika, memberikan dasar yang diperlukan namun tidak cukup
untuk mengembangkan pengetahuan matematika.
d. Kuasi-empirisme dan Filsafat Matematika: Kuasi-empirisme adalah aliran yang
menjelaskan sifat pengetahuan matematika, asal-usul, dan kebenarannya, dengan
pendekatan yang lebih luas dari pendekatan matematika lainnya. Dalam istilah positif
kuasi empirisme mempunyai potensi untuk menawarkan solusi terhadap banyak
masalah baru yg diajukan Lakatos untuk filsafat matematika.

KONTRUKTIVISME SOSIAL SEBAGAI FILSAFAT MATEMATIKA


1. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial adalah sebuah pendekatan baru dalam filsafat matematika
yang menganggap matematika sebagai konstruksi social dan memandang pengetahuan
sebagai proses untuk berkembang.
a. Tinjauan Kontruktivisme Sosial
Kontruktivisme sosial lebih terfokus pada asal mula pengetahuan matematika,
bukan sekedar pembenarannya, juga mengubungkan pengetahuan subjektif dan objektif
dalam siklus kreatif. Terdapat beberapa asumsi yang mendasari kontuktivisme social
tentang penciptaan pengetahuan, yaitu: (1)Seseorang memiliki memiliki pengetahuan
subjektif tentang matematika, (2)Publikasi diperlukan agar pengetahuan subjektif menjadi
objektif, (3)Melalui Heuristik Lakatos, pengetahuan yang dipublikasikan menjadi
pengetahuan objektif matematika, (4)Heuristik bergantung pada kriteria objektif,
(5)Kriteria objektif untuk mengkritik matematika yang terpublikasi didasarkan pada
pengetahuan objektif bahasa seperti matematika, (6)Pengetahuan subyektif matematika
yang diinternalisasikan secara luas, akan merekonstruksi pengetahuan objektif, dan
(7)Kontribusi individu dapat menambahkan, melakukan restrukturisasi atau reproduksi
pengetahuan matematika
b. Masalah Kontruksivisme Sosial
Terdapat 2 permasalahan yang muncul, yaitu (1)Ada masalah dalam
mengidentifikasi objektivitas dengan penerimaan sosial, dan (2)Cenderung mendekatkan
filsafat matematika pada sejarah dan sosiologi matematika, dan bahkan psikologi
pengetahuan subjektif. Hal ini dapat mengaburkan batas antara matematika dan disiplin
ilmu lainnya.
2. Pengetahuan Objektif dan Subjektif
A. Hakekat Pengetahuan Objektif dan Subjektif
Popper menggambarkan tiga dunia yang berbeda: dunia fisik (dunia 1),
pengalaman sadar kita (dunia 2), dan pengetahuan di buku dan perpustakaan (dunia 3).
Pengetahuan subjektif berkaitan dengan pengalaman individu (dunia 2), sementara
pengetahuan objektif bersifat sosial dan intersubjektif (dunia 3).
B. Peran Pengetahuan Objektif dan Pengetahuan Subjektif dalam Matematika
 Objektif: Matematika yang direpresentasikan secara simbolis di ranah publik
berpotensi untuk menjadi pengetahuan objektif. Ini terjadi ketika aksioma, teori,
dugaan, dan bukti matematis dirumuskan dan disajikan secara publik, sehingga
heuristik otonom (diterima secara sosial) mulai bekerja. Proses ini menuju
objektivitas matematika. Konvensi dan aturan bahasa serta logika yang mendasari
pengetahuan matematika adalah faktor utama dalam objektivitas.
 Subjektif: Menjelaskan asal-usul pengetahuan matematika baru dan melestarikan
yang sudah ada. Pengetahuan subjektif menjadi penopang dan memperbarui
pengetahuan objektif, baik matematika, logika atau bahasa.
3. Konstruktivisme Sosial: Pengetahuan Objektif
a. Objektivitas dalam Matematika
Objektivitas matematika berarti bahwa baik pengetahuan maupun objek matematika
mempunyai eksistensi otonom yang di atasnya terdapat kesepakatan intersubjektif, dan
tidak bergantung pada pengetahuan subjektif setiap individu.
 Dasar Linguistik Objektivitas dalam Matematika : Komunikasi linguistik
mensyaratkan adanya konvensi bahasa tertentu yang mewujudkan maknanya.
Kompetensi linguistik bergantung pada kepatuhan terhadap aturan-aturan sesuai
dengan penggunaan umum. Seperti satu, dua, persegi, segitiga, tambah, kurang, dll.
 Dasar Linguistik Logika : penggunaan istilah-istilah logik juga harus mengikuti
aturan linguistik, dimana istilah ini mencerminkan penggunaan istilah itu dan
maknanya. Contoh, jika dan hanya jika, tidak, dan, atau, terdapat, dll.
 Dasar Linguistik Mengakomodasi Perubahan Konseptual : Perubahan konseptual,
seperti perluasan konvensi dan penggunaan bahasa dalam matematika, terintegrasi
melalui konvensi bahasa yang lebih abstrak. Permainan bahasa digunakan sebagai
hierarki berbagai tingkat pemahaman matematika, dengan dasar bahasa yang tetap
menjadi dasar pengetahuan matematika seiring berkembangnya konseptual
matematika.
b. Jaminan Konvensionalis untuk Pengetahuan Matematika
Pembenaran pengetahuan matematika melibatkan bukti deduktif yang dimulai dari
asumsi awal, termasuk hipotesis, definisi, pengetahuan sebelumnya, dan aksioma logis.
Pembuktian matematis adalah serangkaian langkah dengan alasan yang melibatkan
aturan inferensi logis, prinsip inferensi matematis, asumsi baru, klaim berdasarkan
langkah sebelumnya, dan analogi. Pengetahuan matematika didasarkan pada asumsi
dasar, termasuk pengetahuan matematika informal, aksioma logis, dan aturan inferensi,
yang merupakan konvensi bahasa. Dengan demikian, pengetahuan matematika
bergantung pada bukti matematis yang didasarkan pada konvensi linguistik dan aturan
bahasa kita.
c. Objek Matematika
Objek-objek dan istilah matematika memiliki sifat yang otonom dan dapat
bertahan dengan sendirinya, sama seperti bahasa universal yang memiliki eksistensi
sosial. Objek-objek matematika bersifat objektif, ada yang konkrit dan ada yang
abstrak.
d. Asal Usul Pengetahuan Matematika
Ciri utama dalam asal mula pengetahuan matematika adalah transformasi dari
pengetahuan subjektif menjadi pengetahuan objektif, yaitu pengetahuan matematika
yang diterima secara sosial melalui pengawasan dan kritik publik. Proses ini
bergantung pada kriteria objektif, termasuk logika, konsistensi, dan validitas formalisasi
untuk menilai kebenaran, kualitas asumsi, dan konsekuensi definisi dalam matematika.
e. Penerapan Matematika
Ada dua alasan yang mendukung penerapan matematika dalam ilmu pengetahuan.
(1) Matematika didasarkan pada bahasa alami dan aturan yang memungkinkan
penggunaan konsep matematika dalam menjelaskan fenomena dunia nyata. (2)
Matematika memiliki hubungan erat dengan sains empiris yang memiliki kemiripan
antara teori matematika dan teori ilmiah, kedua teori mengandung istilah yang dapat
dicontohkan/diobservasi secara konkrit dan istilah teoretis yang berhubungan.

4. Pemeriksaan Kritis terhadap Proposal


a. Matematika Bersifat Arbiter dan Relatif:
Permasalahan pengetahuan dan kebenaran matematika didasarkan pada
kesepakatan social sehingga kebenarannya bersifat arbiter (karena berpijak pada
keyakinan yang berubah-ubah, praktek, dan kesepakatan) dan relatif (berpijak pada
kepercayaan 1 kelompok).
b. Kontruksivisme Sosial Gagal Menentukan Kelompok Sosial manapun:
kelompok sosial itu adalah penerimaan sosial, konstruksi sosial, dan
objektivitas sosial). Ada juga transisi pengetahuan subjektif ke objektif, yaitu
kesulitan dalam menjelaskan bagaimana pengetahuan matematika berubah dari subjektif
menjadi objektif. Meskipun representasi publik pengetahuan matematika seperti
simbolik bukanlah pengetahuan subjektif, tapi masih memerlukan interpretasi oleh
komunitas matematika yang relevan. Dalam hal ini, atribusi makna hanya berhasil jika
ada pemahaman bersama tentang penguraian kode yang diartikan dan digunakan dalam
konteks matematika. Dengan kata lain, transisi pengetahuan matematika dari subjektif ke
objektif melibatkan pemahaman dan pengakuan kolektif oleh komunitas matematika.
c. Kontruksivisme Sosial Mengasumsikan Bahasa Alami yang Unik:
Konstruktivisme sosial dianggap mengasumsikan bahasa alami yang unik dalam
pembenaran konvensionalis terhadap pengetahuan matematika. Ini bertentangan dengan
kenyataan bahwa terdapat lebih dari 700 bahasa alami berbeda dengan beragam basis
struktural, tidak hanya bahasa Inggris. Konsekuensinya, pertama, matematika dapat
bervariasi jika didasarkan pada bahasa dengan struktur yang berbeda, dan kedua,
individu yang berbicara bahasa dengan struktur yang berbeda harus memahami bahasa
kedua atau menyusun ulang pemahaman mereka untuk mempelajari matematika Barat.
d. Keberatan yang Sebelumnya Diajukan
 Penerimaan sosial berbeda dengan Objektivitas
 Kontruktivisme sosial tidak cukup untuk menjamin pengetahuan matematis:
Karena lebih berfokus pada asal-usul pengetahuan matematik
 Kontruktivisme sosial mencampur adukkan konteks penemuan dan pembenaran dan
melakukan kesalahan psikologis:

Anda mungkin juga menyukai