Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT MATEMATIKA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Matematika
Dosen Pengampu
Bapak Nanang Nabhar Fakhri Auliya, S.Pd. M.Pd

Disusun oleh:
1. Awwalina Ainurrokhimah 2110610002
2. Amalia Novia Ardani 2110610017

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran
manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di
dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu,
memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika, itu semua mutlak
diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.
Filsafat Matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-
anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat
matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika
dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia.
Beberapa ahli banyak berpendapat tentang Pemikiran Filsafat dan
matematika. Pemikiran tentang matematika diwarnai dengan perdebatan antara ahli
matematika yang satu dengan ahli matematika yang lainnya. Karena adanya
perdebatan ini, para ahli memiliki masing-masing sudut pandang dan ide yang
dipaparkannya. Sumardyom (2004) menjelaskan bahwa secara umum terdapat tiga
aliran besar yang mempengaruhi perkembangan matematika. Tiga aliran tersebut,
yaitu Logisisme, Formalisme, dan Intuisionisme. Ketiga aliran tersebut memperkaya
dan membuat matematika berkembang serta memiliki banyak pengikut. Pada
makalah ini, penyusun akan membahas secara mendalam tentang Aliran-aliran yang
ada dalam Filsafat Matematika tersebut.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang melatarbelakangi Aliran-aliran Filsafat Matematika?
2. Apa yang dimaksud dengan Aliran Logisisme, Formalisme, dan Intuisionisme?
3. Siapa saja tokoh-tokoh dalam Aliran Logisisme, Formalisme, dan
Intuisionisme?

2
3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa saja yang melatarbelakangi Aliran-aliran Filsafat Matematika
2. Mengetahui pengertian dari Aliran Logisisme, Formalisme, dan Intuisionisme
3. Mengetahui tokoh-tokoh dalam Aliran Logisisme, Formalisme dan
Intuisionisme

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Aliran Filsafat Matematika

1. Kontradiksi

Pengetahuan matematika diturunkan menggunakan deduksi logis, sehingga


matematika disebut sebagai ilmu yang sempurna. Tetapi, setelah itu bermunculan beberapa
kontradiksi dalam matematika, antara lain: tidak mungkin dapat selalu menyatakan panjang
diagonal sebuah persegi panjang dalam bentuk bilangan kuadrat, adanya bilangan irasional
seperti √2 , adanya bilangan transfinite dan bilangan transendental yang misterius, dan
bilangan imajiner ( i = √-1 ).

Dalam matematika hari ini banyak ditemukan obyek-obyek matematika yang belum
bisa dijinakkan meskipun berbagai upaya domestifikasi telah dilakukan. Contoh terbaru
adalah penemuan bilangan Q oleh Paul Dirac dalam mekanika kuantum yang melanggar
aturan matematika a × b = b × a (Woods, 2006). Hal itu merupakan kontradiksi dalam
matematika, yang jika ditolak akan menyebabkan matematika menjadi mandul.

2. Paradoks

Matematikawan adalah makhluk yang cerdik dan tidak bersedia menerima jika
rekonstruksinya gagal. Memilih menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi tersebut dengan
sebuah penghalusan atau eufemisme, bahwa yang terjadi bukanlah kontradiksi tetapi
paradoks, artinya pilihan cerdas yang bisa dilakukan.

Paradoks antara lain muncul dari dialog Socrates dengan Plato (Sembiring, 2010).
Socrates: ”Apa yang berikut ini akan dikatakan oleh Plato adalah salah.” Plato mengatakan:
”Yang barusan dikatakan Socrates benar.” Contoh yang cukup populer adalah paradoks
Zeno yang menemukan adanya kesulitan mengenai ide kuantitas kecil tak berhingga sebagai
penyusun besaran kontinu. Zeno mencoba membuktikan bahwa pergerakan ke arah kecil
tak berhingga adalah khayalan. Paradoks Zeno mengenai ’Achiles si Gesit’ begitu terkenal
dan memukau ke arah penelusuran konsep ketakberhinggan. Kata Zeno, yang lebih lambat
tidak dapat disalip oleh yang lebih cepat, sehingga Achiles si Gesit tidak akan mampu

4
menyalip atau mendahului kuya. Paradoks ini tidaklah menyatakan bahwa dalam praktik
lomba lari yang sebenarnya Achiles tidak dapat menyalip kura-kura, tetapi memberi
gambaran bagaimana terbatasnya pemikiran dalam logika formal matematika.

Upaya menyelesaikan berbagai paradoks menyebabkan terpecahnya


matematikawan ke dalam beberapa arus pikiran atau filsafat. Lahirlah faksi-faksi dan aliran-
aliran dalam filsafat matematika, yang saling berbeda dan saling tidak mau menerima satu
sama lain. Menyembunyikan kontradiksi dalam paradoks tidak selalu membuat pekerja
matematika dapat tidur dengan nyenyak. Matematikawan juga adalah makhluk yang tidak
dapat menipu dirinya sendiri. Kontradiksi tetaplah kontradiksi, bersifat mengurangi nilai
keindahan matematika, meskipun diperhalus terus-menerus. Secara eksternal
matematikawan menyatakan matematika bebas dari kontradiksi, tetapi diam-diam mereka
melanjutkan pekerjaan menyelesaikan berbagai kontradiksi tersebut, dan memastikan
bahwa penyelesaian yang dilakukannya tidak akan menimbulkan kontradiksi baru, sehingga
konsistensi matematika tetap tegak berdiri, bendera matematika berkibar di tiang tertinggi
dengan lantang dan gagah berani menatap langit biru, tidak akan pernah berkibar setengah
tiang dan malu-malu.

Para matematikawan mencoba menyelesaikan masalah-masalah tersebut,


membuang kontradiksi dan mengembangkan sistem matematika baru yang kebal salah.
Mereka membuat rekonstruksi baru atas struktur logika matematika, dan mulai
meninggalkan kepercayaan pada desain alam semesta yang matematis. Meskipun
merupakan suatu kebenaran bahwa matematika telah tersedia di alam semesta dan orang
tinggal menemukannya, keyakinan tersebut harus ditinggalkan dan beralih pada matematika
yang merupakan hasil konstruksi pikiran bebas manusia yang kebenarannya tidak perlu
harus sesuai dengan apa yang terjadi di alam semesta, cukup kebenaran karena
kesepakatan. Tetapi, lagi-lagi muncul kontradiksi yang mencemari logika matematika dalam
rekonstruksi baru tersebut, misalnya paradoks Russel dan paradoks Burali-Forti.

3. Krisis Matematika

Munculnya filsafat matematika disebabkan oleh adanya kontradiksi, paradoks dan


terjadinya krisis dalam matematika. Setidaknya, pernah tercatat tiga kali krisis dalam
matematika: (1) Abad ke-5 SM, tidak semua besaran geometri yang sejenis, tidak memiliki

5
satuan ukuran yang sama (Sukardjono, 2000). Krisis ini menyebabkan teori proporsi
Pythagoras harus dicoret dari matematika. Krisis yang disadari sangat terlambat, lima abad
kemudian baru dapat diatasi oleh Eudoxus dengan karyanya yang membahas bilangan
irasional, (2) Abad ke-17, Newton dan Leibniz menemukan kalkulus yang didasarkan pada
konsep infinitesimal, tetapi tidak dapat dijelaskan dengan baik. Namun, hasil-hasil
penerapan kalkulus justru digunakan untuk menjelaskan konsep infinitesimal, suatu
penjelasan yang tidak seharusnya dilakukan. Baru awal abad ke-19, Cauchy memperbaiki
konsep infinitesimal sebagai landasan kalkulus dengan konsep limit. (3) Georg Cantor
menemukan teori himpunan yang digunakan secara luas pada cabang-cabang matematika
dan menjadi landasan matematika. Namun demikian, penemuan ini juga menghasilkan
paradoks misalnya paradoks Burali-Forti dan paradoks Russel.

B. Pengertian Aliran Logisisme, Formalisme dan Intuisionisme

1. Logisisme

Logisisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa matematika murni adalah


bagian dari logika. Logisisme dipelopori oleh filsuf Inggris bernama Bertrand Arthur William
Russell menerima logisisme adalah yang paling jelas, pernyataan penting yang
dikemukakannya, yaitu semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan
pada konsep logika dan semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan
aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata. Dengan demikian logika dan
matematika merupakan bidang yang sama karena seluruh konsep dan dalil matematika
dapat diturunkan dari logika.

Secara umum, ilmu merupakan pengetahuan berdasarkan analisis dalam menarik


kesimpulan menurut pola pikir tertentu. Matematika, menurut Wittgenstein, merupakan
metode berpikir logis. Berdasarkan perkembangannya, masalah logika makin lama makin
rumit dan membutuhkan suatu metode yang sempurna. Dalam pandangan inilah, logika
berkembang menjadi matematika. Menurut Russell, bahwa “matematika merupakan masa
kedewasaan matematika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika”

Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:

6
1. Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan
demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa
menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak semua
kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi.

2. Teorema Ketiddaksempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak cukup


untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika. Oleh karena itu reduksi yang
sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup untuik menurunkan
semua kebenaran matematika.

3. Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan
tidak dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan
merupakan kegagalan prinsip dari logisisme.Logika tidak menyediakan suatu dasar tertentu
untuk pengetahuan matematika

2. Formalisme

Aliran Formalis adalah aliran yang memandang matematika sebagai suatu permainan
formal yang tak bermakna (meaningless) di atas kertas, yang mengikuti aturan tertentu
(Ernest, 1991). Menurut aliran ini sifat alami dari matematika ialah sebagai sistem lambang
yang formal, matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural dari simbol-simbol
dan proses pengolahan terhadap lambang-lambang itu. Simbol-simbol dianggap mewakili
berbagai sasaran yang menjadi obyek matematika. Bilangan-bilangan misalnya dipandang
sebagai sifat-sifat struktural yang paling sederhana dari benda-benda.

Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua dua tesis, yaitu

1. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan
sebarangan, kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.

2. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak
konsistenan.

Walaupun semua sistem matematika masih menggunakan sistem aksioma, tetapi


menganggap matematika sebagai konsep formalisme tidak diterima oleh beberapa ahli.
Keberatan bermula ketika Godel membuktikan bahwa tidak mungkin bisa membuat sistem

7
yang lengkap dan konsisten dalam dirinya sendiri. Pernyataan ini dikenal dengan Teorema
Ketidaklengkapan Godel (Godel’s Incompleteness Theorem).

3. Intuisionisme

Aliran Intuitionisme merupakan aliran yang ketiga dari landasan matematika yang
mengandalkan intuisi dalam mengkaji dan memahami matematika, karena itu intuisi
merupakan sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika tentang matematika.
Intuisionisme tidak memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana matematika
bekerja dalam pikiran. Tidak dapat diketahui secara tepat pengetahuan intuitif bekerja
dalam pikiran. Menanggapi hal tersebut Ernest (1991) menyatakan bahwa kebenaran
absolut (yang diberikan intusionisme) tidak dapat didasarkan pada padangan yang subyektif
semata.

Menurut Ernest (1991) intuisi juga memberikan kesan bahwa pengalaman batin
adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang tersedia bagi umat manusia, intuisi menolak
pengaruh pengetahuan eksternal. Oleh karena itu matematika tidak memiliki akses menuju
konstruksi pengetahuan lain selain konstruksi matematika itu sendiri, sehingga pengetahuan
matematika bersifat subyektif. Berdasarkan hal tersebut, Sumardoyono (2004) menjelaskan
pola pikir intuitif kurang baik dalam pembelajaran. Tidak bisa dibiarkan begitu saja siswa
menemukan jalan penyelesaiannya sendiri atau menggunakan bahasanya sendiri dalam
menyelesaikan masalah-masalah matematika.

Sumardoyono (2004) menjelaskan pola intuitif hanya mementingkan hasilnya saja,


asalkan benar maka tidak menjadi masalah. Meskipun demikian, seharusnya siswa
diarahkan pada penalaran yang benar dan juga penulisan lambang formal yang tepat.
Simbol-simbol matematika harus digunakan secara tepat sebab hal tersebut merupakan
bagian dari tujuan pembelajaran dalam rangka mengkomunikasikan ide dengan
menggunakan bahasa matematika yang baik dan benar.

Demikian pula pada materi aljabar yang sarat akan penggunaan simbol, tidak bisa
dibiarkan begitu saja siswa memaknai simbol-simbol dalam aljabar (misalnya: simbol
variabel dan tanda sama dengan). Perlu adanya penekanan kepada siswa tentang makna
simbol dalam aljabar sesuai dengan karakteristik dan sifat aljabar itu sendiri. Transisi
aritmatika ke aljabar menyebabkan perluasan makna simbol dari aritmatika ke aljabar. Hasil-

8
hasil penelitian terdahulu telah menunjukkan adanya miskonsepsi siswa dalam memahami
makna simbol dalam aljabar.

C. Tokoh-tokoh pada Aliran Logisisme, Formalisme dan Intuisionisme

1. Logisisme

1) G. Leibniz
a. Semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep
logika.
b. Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui
penarikan kesimpulan secara logika semata.

2) G. Frege (1893)

Penemu logisisme. Dalam tulisannya Die Grundgesetze der Arithmetik (Basic Laws of
Arithmatic) ia membangun aritmetika dari suatu sistem logika dengan prinsip pemahaman
yang umum, yang disebut “Basic Law V” (untuk konsep F dan G, perluasan dari F sama
dengan perluasan G jika dan hanya jika untuk semua objek a, Fa jika dan hanya jika Ga),
sebuah prinsip yang dapat diterima sebagai bagian dari logika.

3) B. Russell (1919)

Matematika merupakan masa kedewasaan matematika, sedangkan logika adalah


masa kecil matematika. Di tangan Bertrand Russel klaim logika menerima formulasi yang
paling jelas dan eksplisit. Ada dua klaim: i. Semua konsep matematika pada akhirnya dapat
direduksi menjadi konsep logis, asalkan untuk memasukkan konsep set atau sistem
kekuasaan yang mirip, seperti Teori Russel. Ii. Semua kebenaran matematika dapat
dibuktikan dari aksioma dan aturan inferensi logika. Whitehead dan Russel (1910-1913)
mampu membangun klaim pertama dari klaim dua melalui rantai definisi. Namun logis
kandas pada klaim kedua. Kenyataannya matematika membutuhkan aksioma non-logis
seperti aksioma tak terhingga (himpunan semua bilangan asli adalah tidak terbatas) dan
aksioma pilihan (produk Chartesian dari himpunan tidak kosong). Tapi meskipun semua
pernyataan logis dapat dinyatakan dalam bentuk konstanta logis bersama-sama dengan

9
variabel, sebaliknya, semua pernyataan dapat menyatakan cara ini adalah logis. Aksioma
ketidakterbatasan sebagai contoh dari proposisi yang meskipun dapat diucapkan dalam hal
logis tetapi tidak dapat menegaskan dengan logis untuk menjadi kenyataan.

4) R. Carnap (1931)

Memperkenalkan desertasi para ahli logika yang terdiri dari dua bagian:

a. Konsep-konsep matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika melalui


definisi-definisi yang gamblang/jelas
b. Teorema-teorema matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika
melalui pengambilan kesimpulan murni.

2. Formalisme

Pelopor aliran Formalisme adalah seorang ahli matematika asal Jerman yaitu David
Hilbert. Berdasarkan aliran ini, kaum Formalisme beranggapan bahwa objek matematika itu
tidak ada sehingga mereka mengembangkan matematika melalui sistem aksioma. Namun
tidak semua ahli matematika menerima aliran Formalisme ini seperti Godel yang terkenal
dengan sebutan Godel’s Incompleteness Theorem ( Teorema Ketidaklengkapan Godel )
yaitu tidak akan mungkin dapat membuat sistem lengkap yang konsisten dalam dirinya
sendiri.

3. Intuisionisme

1) Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966)

Brouwer dilahirkan di sebuah kota di Overschie, Belanda. Karya pertama


Brouwer adalah “Perubahan Pada Empat Dimensi” di bawah bimbingan Kortteweg. Menurut
Brouwer, dasar dari Intuisionisme adalah pikiran. Namun, pemikiran-pemikiran yang
dicetuskannya banyak dipengaruhi oleh pandangan Imanuel Kant. Matematika didefinisikan
oleh Brouwer sebagai aktivitas secara bebas, namun ia merupakan suatu aktivitas yang
ditemukan dari intuisi pada suatu saat tertentu. Pandangan Intuisionisme tidak realis
terhadap objek-objek dan tidak ada bahasa yang menghubungkan sehingga boleh dikatakan
tidak ada penentu kebenaran matematika diluar aktivitas berpikir. Proposisi hanya berlaku
ketika subjek dapat dibuktikan kebenarannya. Kesimpulan ,Brouwer mengungkapkan bahwa
tidak ada kebenaran tanpa dilakukan pembuktian.

10
2) Arend Heyting (1898-1980)

Murid Brouwer yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan


Intuisionisme filsafat matematika adalah Arend Heyting. Heyting menciptakan sebuah
formula logika Intuisionisme yang sangat tepat. Sistem ini dinamakan “Predikat Kalkulus
Heyting” . Heyting menegaskan bahwa metafisik adalah pokok dalam kebenaran realisme
logika klasik. Bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-faktor objektif sebagai
syarat-syarat kebenaran yang terbaik. Arti matematika klasik menggambarkan suatu
keadaan dalam pernyataan benar dan salah. Arti seperti ini tidak tepat untuk Intuisionisme.

3) Sir Michael Anthony Eardly Dummett (1925-sekarang)

Filsafat Dummett lebih mementingkan pada logika intuisionistik daripada


matematika itu sendiri. Pendapatnya seperti Brouwer tetapi tidak seperti Heyting . Dummett
tidak memiliki orientasi memilih. Dummett mengeksplorasi matematika klasik dengan
menggunakan bentuk pikiran yang tidak mengakui pada satu jalan peraturan penguraian
pernyataan alternatifnya. Ia mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika adalah
yang pada akhirnya harus bergantung pada arti pertanyaan. Ia juga mengambil pandangan
yang diperoleh secara luas, yang kemudian disebut sebagai terminologi logika.

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Aliran dalam filsafat Matematika memiliki tiga latar belakang yaitu, kontradiksi, Paradoks,
dan krisis Matematika. Kontradiksi sendiri merupakan Pengetahuan matematika yang diturunkan
menggunakan deduksi logis, sehingga matematika disebut sebagai ilmu yang sempurna. Paradoks,
paradoks muncul dari dialog Socrates dengan Plato (Sembiring, 2010). Socrates: ”Apa yang berikut
ini akan dikatakan oleh Plato adalah salah.” Plato mengatakan: ”Yang barusan dikatakan Socrates
benar.” Contohnya seperti paradoks Zeno. Krisis Matematika, Abad ke-5 SM, tidak semua besaran
geometri yang sejenis, tidak memiliki satuan ukuran yang sama (Sukardjono, 2000). Krisis ini
menyebabkan teori proporsi Pythagoras harus dicoret dari matematika. Krisis yang disadari sangat
terlambat. Abad ke-17, Newton dan Leibniz menemukan kalkulus yang didasarkan pada konsep
infinitesimal, tetapi tidak dapat dijelaskan dengan baik. Namun, hasil-hasil penerapan kalkulus justru
digunakan untuk menjelaskan konsep infinitesimal, suatu penjelasan yang tidak seharusnya
dilakukan. Awal abad ke-19 Georg Cantor menemukan teori himpunan yang digunakan secara luas
pada cabang-cabang matematika dan menjadi landasan matematika. Namun demikian, penemuan
ini juga menghasilkan paradoks misalnya paradoks Burali-Forti dan paradoks Russel. Aliran-aliran
filsafat Matematika terdiri dari 3 aliran, yang pertama Logisisme. Logisisme adalah pandangan yang
menyatakan bahwa matematika murni adalah bagian dari logika. Logisisme dipelopori oleh filsuf
Inggris bernama Bertrand Arthur William Russell. Tokoh-tokoh aliran Logisisme antara lain, G.
Leibniz, G. Frege (1893), B. Russell (1919), R. Carnap (1931). Yang kedua Aliran Formalisme,
Formalisme adalah aliran yang memandang matematika sebagai suatu permainan formal yang tak
bermakna (meaningless) di atas kertas, yang mengikuti aturan tertentu (Ernest, 1991). Pelopor aliran
ini adalah seorang ahli matematika asal Jerman yaitu David Hilbert. Yang ketiga Aliran Intuisionisme,
merupakan aliran matematika yang mengandalkan intuisi dalam mengkaji dan memahami
matematika. Tokoh-tokoh pada aliran Intuisionisme, Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966),
Arend Heyting (1898-1980), Sir Michael Anthony Eardly Dummett (1925-sekarang).

12
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Agung. Aliran-aliran Filsafat dalam Matematika. Penerbit Universitas Jenderal


Soedirman, 2009, 28-31.

Mulyana, E. Sejarah dan Filsafat Matematika. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2021.

Herutomo, R. A. (13 April 2016). Miskonsepsi dalam Pembelajaran Matematika ditinjau dari
Filsafat Matematika. Rezkyagungherutomo.wordpress.com.
https://rezkyagungherutomo.wordpress.com/2016/04/13/miskonsepsi-dalam-
pembelajaran-matematika-ditinjau-dari-filsafat-matematika

Wulan, Dwi. Filsafat Matematika. Diakses pada tanggal 5 November 2021, 10-14.

Maulana, N. Formalisme, Logikalisme dan Intuisionisme. Diakses pada tanggal 21 Januari


2019.

Hanifah, H. Filsafat Matematika Logisisme.


http://hujjahhanifa.blogspot.com/2017/04/makalah-filsafat-matematika-
logisisme.html?m=1

Asfyra, Intan Buhati. Aliran-aliran Matematika.


https://www.scribd.com/document/436058782/Tugas-Aliran-Aliran-Matematika

Muhtyani, A. E. Pandangan Aliran Formalisme dan Konstruktivisme tentang Matematika.


Diakses pada tanggal 8 Desember 2016.

Nuryanto. (Jumat, 29 Maret 2013). Aliran Intuisi.


http://nuryantowiryo.blogspot.com/2013/03/aliran-intuisi.html?m=1

13

Anda mungkin juga menyukai