Anda di halaman 1dari 8

Nama : MEI PUTRI ULUL AZMI

NIM : 52206150007
Mata Kuliah : Sejarah Matematika

1. Sebutkan faham faham dan aliran dalam filsafat yang berkaitan dengan matematika!
Pada perkembangannya matematika melahirkan tiga aliran dalam keterkaitan dengan
filsafat. Pembagian ini berdasarkan sifat-sifat dasar matematika. Yaitu : Logisme,
Formalisme dan Intuisionisme. Aliran pemikiran ini tidak sepenuhnya dikembangkan sampai
abad kedua puluh, tapi Korner (1960) menunjukkan bahwa akar filosofis mereka dapat
ditelusuri kembali setidaknya sejauh Leibniz dan Kant.
A. LOGISME
Pelopor aliran ini dikenal Betrand Arthur Russel. Ahli dari Inggris ini berpendapat bahwa
matematika secara murni hanya berupa logika deduktif. Sederhananya, matematika secara
murni merupakan bagian dari logika. Dalam hal ini matematika dinyatakan sebagai bidang
yang berada sama dengan logika, karena semua prinsip matematika diturunkan dari logika.
Keduanya berkaitan, matematika bersifat logis dan logika bersifat matematis. Adapun yang
dikemukakan oleh G. Leibniz. Memiliki dua pernyataan penting yang dikemukakan di dalam
aliran ini, yaitu:
a. Semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika
b. Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui
penarikan kesimpulan secara logika semata.
Tujuan dari tuntutan ini jelas. Jika semua matematika dapat diekspresikan dalam teorema
logika murni dan dibuktikan dari prinsip-prinsip logika sendiri, kemudian kepastian dari ilmu
matematika dapat dikurangi untuk dan dari logika itu. Logika disadari untuk menyediakan
sebuah dasar yang pasti atas kebenaran, sebagian dari ambisi yang berlebihan mencoba
untuk menyampaikan logika, seperti hukum Frege yang kelima. Dengan demikian jika
membantu, program logika akan menyediakan dasar logika yang pasti untuk pengetahuan
matematika, melahirkan kembali kepastian yang mutlak dalam matematika.
Tetapi walaupun semua dalil logika (atau matematika) dapat diekspresikan seluruhnya
dalam teorema dari logika konstanta bersama dengan variable, itu bukanlah masalah
bahwa, sebaliknya, semua dalil itu dapat diekspresikan dalam cara logika ini. kita telah
menemukan sejauh kepentingan tetapi bukan sebuah standar yang perlu dari dalil
matematika. Kita perlu menentukan karakter dari ide kuno dalam teorema yang mana
semua ide dalam matematika dapat ditentukan. Tetapi bukanlah dalil kuno dari semua dalil
dalam matematika dapat dibuktikan secara deduktif. Ini adalah sebuah masalah yang lebih
sulit, yang mana belum diketahui apa jawaban seutuhnya.
Dengan demikian, tidak semua teorema dalam matematika dan karenanya tidak semua
kebenaran dalam matematika dapat diperolah dari aksioma logika sendiri. Ini berarti bahwa
aksioma matematika tidaklah menghapuskan rasa dari logika itu. Teorema matematika
tergantung pada sebuah himpunan anggapan matematika yang tidak dapat dibagi lagi.tentu
saja, sejumlah aksioma matematika yang penting berdiri sendiri, dan juga mereka atau
ingkaran mereka dapat diadopsi tanpa ketidakkonsistenan.
B. FORMALISME
Pelopor aliran Formalism adalah David Hilbert dari Jerman. Matematika disebutkan sebagai
sistem simbol yang formal. Ini berkaitan dengan sifat terstrukti dari simbol dan operasi yang
dilakukan terhadap simbol simbol tersebut. Simbol itu merupakan perwakilan dari objek
yang dipermasalahkan. Dalam istilah populer, formalisme merupakan pandangan bahwa
sebuah permainan formal yang tidak berarti yang dimainkan dengan tanda-tanda diatas
kertas, mengikuti aturan-aturan.
Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua tesis, yaitu :
1. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan
sembarangan, kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.
2. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari
ketidak konsistenan.
Program formalis, seandainya berhasil, akan memberikan dukungan untuk sebuah
pandangan kebenaran absolut matematika. Untuk bukti formal berbasis dalam konsistensi
sistem matematika formalakan memberikan ujian untuk kebenaran matematika. Namun,
dapat dilihat bahwa dalam kedua tuntutan formalisme telah disangkal. Tidak semua
kebenaran matematika dapat dipresentasikan sebagai teorema dalam sistem formal, dan
selanjtunya sistem itu sendiri tidak dapat dijamin kebenarannya.
C. INTUISIONISME
Pelopor aliran Intuitionism ini adalah Luitzen Egnertus Jan Brouwer dari belanda. Ia
berpendapat bahwa matematika suatu kreasi akal budi manusia. Bilangan, seperti cerita
bohong adalah hanya entitas mental, tidak akan ada apabila tidak ada akal budi manusia
memikirkannya. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk
matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara eksternal
dianggap tidak ada. Sehingga Matematika merupakan salah satu bentuk nyata pemikiran
manusia.
Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh melalui kaitan dengan obyek realitas, oleh karena
itu intusionisme tidak menerima kebenaran logika bahwa yang benar itu p atau bukan p
(Anglin, 1994). Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran
matematika menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksioma-
aksioma intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam
pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusifpada keyakinan yang
subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan intusionisme) tidak dapat
didasarkan pada padangan yang subyektif semata (Ernest, 1991).
Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain;
a. Intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika bebas,
jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4
b. Matematisi intusionisme adalah manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum
logika p atau bukan p dan mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki
sedikit pecahan pada matematika masa kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut
seperti berikut; tidak ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba
membayangkansuatu dunia tanpa manusia
c. Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg dari pada
memiliki sejumlah besar matematika yang kebanyakan omong kosong (Anglin, 1994).
2. Jelaskan sejarah dan teori bilangan dari masa jaman batu!
Berhitung, merupakan salah satu kebudayaan kuno, bahkan paling kuno, yaitu sekuno
zaman batu tua atau paleolitikum. Menurut ahli sejarah, manusia yang hidup di zaman itu
menggantungkan sepenuhnya kehidupan mereka terhadap alam dan berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat lain.
Awalnya, berhitung dipakai untuk menghitung benda-benda, kemudian berkembang dengan
menggunakan jari tangan sebagai alat berhitung. Namun, waktu itu, mereka sekadar
membedakan “satu, dua dan banyak”
Seiring pergantian waktu, datanglah zaman batu muda atau neolitikum, kira-kira 10.000
tahun yang lalu. Zaman itu ditandai dengan adanya kegiatan untuk mengolah alam
sehingga manusia di zaman itu hidup menetap. Di zaman itu, kemampuan berhitung mulai
berkembang ditandai dengan pengetahuan berhitung berupa pengurangan dan
penjumlahan kemudian ke perkalian dan pembagian. Namun, kemajuan berhitungnya
terbatas pada hitungan bilangan bulat saja.
Beberapa ratus tahun lalu, bangsa Inca (Peru) dan Maya (Guatemala) merupakan bangsa
yang telah memiliki Kebudayaan tinggi. Hal itu terlihat pada kemampuan mereka berhitung
dalam jumlah yang cukup besar.
Bangsa Inca mencatat bilangan tersebut pada kulpu, yaitu untaian tali yang bersimpul-
simpul. Susunan simpul itulah yang menunjukkan bilangan. Keren juga ya tekniknya!!!
Kepandaian berhitung juga diteruskan pada kebudayaan Mesopotamia sekitar 4.000 tahun
yang lalu. Mereka menggunakan bilangan dalam enam puluh atau dikenal sebagai
sesagesimal. Besar kemungkinan bilangan enam puluh itu berasal dari kelipatan bilangan
dua belas, sedangkan bilangan dua belas itu sendiri berasal dari jumlah bulan dalam
setahun.

a. Teori Bilangan Pada suku Babilonia


Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa
Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik.
Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat
untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan
Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di
bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat
penting pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika
Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-
an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di
dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya
rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun
peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak
tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel
perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan
soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai
1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan
perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu
juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan
kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai
lima tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari
sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu
jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan
menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di
mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar,
seperti di dalam sistem desimal

b. Teori Bilangan Pada Suku Bangsa Mesir Kuno


Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak
peradaban helenistik matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia
yang membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di
bawah Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi
bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang
disebut juga “Lembaran Ahmes” berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun
1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari
Kerajaan Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi
bagi pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara
perkalian, pembagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi
pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata
aritmetika, geometri, dan harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes
dan teori bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara
menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika dan geometri.
Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman
Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal kata atau soal
cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan.

c. Teori Bilangan Pada Suku Bangsa India


Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM) merupakan tulisan-tulisan geometri yang
menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan tiga dan akar kubik; menghitung
akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan; memberikan metode konstruksi
lingkaran yang luasnya menghampiri persegi yang diberikan, menyelesaikan persamaan
linear dan kuadrat; mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan memberikan
pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.
Kira-kira abad ke-5 SM merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta menggunakan
notasi yang sama dengan notasi matematika modern, dan menggunakan aturan-aturan
meta, transformasi, dan rekursi. Pingala (kira-kira abad ke-3 sampai abad pertama SM) di
dalam risalah prosodynya menggunakan alat yang bersesuaian dengan sistem bilangan
biner. Pembahasannya tentang kombinatorika bersesuaian dengan versi dasar dari
teorema binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar tentang bilangan Fibonacci.
Pada sekitar abad ke 6 SM, kelompok Pythagoras mengembangkan sifat-sifat bilangan
lengkap (perfect number), bilangan bersekawan (amicable number), bilangan prima (prime
number), bilangan segitiga (triangular number), bilangan bujur sangkar (square number),
bilangan segilima (pentagonal number) serta bilangan-bilangan segibanyak (figurate
numbers) yang lain. Salah satu sifat bilangan segitiga yang terkenal sampai sekarang
disebut triple Pythagoras, yaitu : a.a + b.b = c.c yang ditemukannya melalui perhitungan
luas daerah bujur sangkar yang sisi-sisinya merupakan sisi-sisi dari segitiga siku-siku
dengan sisi miring (hypotenosa) adalah c, dan sisi yang lain adalah a dan b. Hasil kajian
yang lain yang sangat popular sampai sekarang adalah pembedaan bilangan prima dan
bilangan komposit. Bilangan prima adalah bilangan bulat positif lebih dari satu yang tidak
memiliki Faktor positif kecuali 1 dan bilangan itu sendiri. Bilangan positif selain satu dan
selain bilangan prima disebut bilangan komposit. Catatan sejarah menunjukkan bahwa
masalah tentang bilangan prima telah menarik perhatian matematikawan selama ribuan
tahun, terutama yang berkaitan dengan berapa banyaknya bilangan prima dan bagaimana
rumus yang dapat digunakan untuk mencari dan membuat daftar bilangan prima.
Dengan berkembangnya sistem numerasi, berkembang pula cara atau prosedur aritmetis
untuk landasan kerja, terutama untuk menjawab permasalahan umum, melalui langkah-
langkah tertentu, yang jelas yang disebut dengan algoritma. Awal dari algoritma dikerjakan
oleh Euclid. Pada sekitar abad 4 S.M, Euclid mengembangkan konsep-konsep dasar
geometri dan teori bilangan. Buku Euclid yang ke VII memuat suatu algoritma untuk
mencari Faktor Persekutuan Terbesar dari dua bilangan bulat positif dengan menggunakan
suatu teknik atau prosedur yang efisien, melalui sejumlah langkah yang terhingga. Kata
algoritma berasal dari algorism. Pada zaman Euclid, istilah ini belum dikenal. Kata Algorism
bersumber dari nama seorang muslim dan penulis buku terkenal pada tahun 825 M., yaitu
Abu Ja’far Muhammed ibn Musa Al-Khowarizmi. Bagian akhir dari namanya (Al-
Khowarizmi), mengilhami lahirnya istilah Algorism. Istilah algoritma masuk kosakata
kebanyakan orang pada saat awal revolusi komputer, yaitu akhir tahun 1950.
Pada abad ke 3 S.M., perkembangan teori bilangan ditandai oleh hasil kerja Erathosthenes,
yang sekarang terkenal dengan nama Saringan Erastosthenes (The Sieve of
Erastosthenes). Dalam enam abad berikutnya, Diopanthus menerbitkan buku yang
bernama Arithmetika, yang membahas penyelesaian persamaan didalam bilangan bulat
dan bilangan rasional, dalam bentuk lambang (bukan bentuk/bangun geometris seperti
yang dikembangkan oleh Euclid). Dengan kerja bentuk lambang ini, Diopanthus disebut
sebagai salah satu pendiri aljabar.

3. Jelaskan sejarah aljabar dari masa zaman babilonia kuno hingga saat ini!
Asal mula Aljabar dapat ditelusuri berasal dari bangsa Babilonia Kuno yang
mengembangkan sistem aritmatika yang cukup rumit, dengan hal ini, bangsa Kuno ini
mampu menghitung dalam cara yang mirip dengan aljabar sekarang ini. Dengan
menggunakan sistem ini, mereka mampu mengaplikasikan rumus dan menghitung solusi
untuk nilai yang tak diketahui untuk kelas masalah yang biasanya dipecahkan dengan
menggunakan persamaan Linier, Persamaan Kuadrat dan Persamaan Linier tak tentu.

Kemudian Bangsa Mesir, dan kebanyakan bangsa India, Yunani, serta Cina dalam
milenium pertama sebelum masehi, Lebih sering menggunakan metode geometri untuk
memecahkan persamaan seperti ini, misalnya seperti yang disebutkan dalam ‘the Rhind
Mathematical Papyrus’, ‘Sulba Sutras’, ‘Euclid’s Elements’, dan ‘The Nine Chapters on the
Mathematical Art’.

Hasil karya bangsa Yunani dalam Geometri, yang tertulis dalam kitab Elemen,
menyediakan kerangka berpikir untuk menggeneralisasi formula matematika di luar solusi
khusus dari suatu permasalahan tertentu ke dalam sistem yang lebih umum untuk
menyatakan dan memecahkan persamaan, yaitu kerangka berpikir logika Deduksi.

Sekitar tahun 300 S.M seorang sarjana Yunani kuno Euclid menulis buku yang berjudul
“Elements”. Dalam buku itu ia mencantumkan beberapa rumus aljabar yang benar untuk
semua bilangan yang ia kembangkan dengan mempelajari bentuk-bentuk geometris. Perlu
diketahui, orang-orang Yunani kuno menuliskan permasalahan-permasalahan secara
lengkap jika mareka tidak dapat memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut
dengan menggunakan geometri. Metode inilah yang kemudian menjadikan kemampuan
mereka untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang mendetail menjadi
terbatasi.

Seiring dengan perkembangan zaman, Pada abad ke-3, Diophantus of Alexandria (250 M)
menulis sebuah buku berjudul Aritmetika, dimana ia menggunakan simbol-simbol untuk
bilangan-bilangan yang tidak diketahui dan untuk operasi-operasi seperti penambahan dan
pengurangan. Sistemnya tidak sepenuhnya dalam bentuk simbol, tetapi berada diantara
sistem Euclid dan apa yang digunakan sekarang ini.

4. Jelaskan sejarah Statistik yang anda ketahui dengan aplikasinya hingga saat ini !
Gottfried Achenwall (1749) menggunakan Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama
kalinya sebagai nama bagi kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya
sebagai “ilmu tentang negara (state)”. Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti
menjadi “ilmu mengenai pengumpulan dan klasifikasi data”.

Sir John Sinclair memperkenalkan nama (Statistics) dan pengertian ini ke dalam bahasa
Inggris. Jadi, statistika secara prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai
lembaga-lembaga administratif dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut,
khususnya melalui sensus yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi
kependudukan yang berubah setiap saat.

Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 statistika mulai banyak menggunakan bidang-
bidang dalam matematika, terutama probabilitas. Cabang statistika yang pada saat ini
sangat luas digunakan untuk mendukung metode ilmiah, statistika inferensi, dikembangkan
pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20 oleh Ronald Fisher (peletak dasar
statistika inferensi), Karl Pearson (metode regresi linear), dan William Sealey Gosset
(meneliti problem sampel berukuran kecil). Penggunaan statistika pada masa sekarang
dapat dikatakan telah menyentuh semua bidang ilmu pengetahuan, mulai dari astronomi
hingga linguistika. Bidang-bidang ekonomi, biologi dan cabang-cabang terapannya, serta
psikologi banyak dipengaruhi oleh statistika dalam metodologinya. Akibatnya lahirlah ilmu-
ilmu gabungan seperti ekonometrika, biometrika (atau biostatistika), dan psikometrika.

Meskipun ada kubu yang menganggap statistika sebagai cabang dari matematika, tetapi
orang lebih banyak menganggap statistika sebagai bidang yang banyak terkait dengan
matematika melihat dari sejarah dan aplikasinya. Di Indonesia, kajian statistika sebagian
besar masuk dalam fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, baik di dalam
departemen tersendiri maupun tergabung dengan matematika.

5. Jelaskan mengapa sejarah perkembangan matematika di daerah aliran sungai !


Menurut saya karena pada masa lalu pusat peradaban paling banyak di daerah aliran
sungai, Jadi sangat mudah tersalur ketika kita berada di pusat peradaban dan peradaban
besar selalu muncul di dekat sungai karena sungai merupakan prasarana bagi masyarakat
saat itu untuk dapat berhubungan atau berinteraksi dengan masyarakat lainnya serta
menyediakan kebutuhan air yang cukup.

Peradaban berasal dari bahasa Latin, yaitu civitas yang artinya kota. dalam bahasa Inggris,
di istilahkan dengan civilization. Suatu peradaban dimulai ketika orang-orang telah menetap
dan membentuk kelompok yang besar. Peradaban awal atau kuno adalah sebuatan untuk
suatu tingkat kebudayaan yang sudah tinggi dari bangsa-bangsa yang ada di dunia pada
masa sebelum Masehi. Tingginya tingkat kebudayaan dapat diukur dari benda-benda hasil
kebudayaan dari masyarakat tersebut.
Pada umumnya, pusat-pusat peradaban kuno dunia tumbuh dan berkembang di lembah-
lembah tepian sungai. Hal ini karena sungai merupakan prasarana bagi masyarakat saat itu
untuk dapat berhubungan atau berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Selain itu, peran
sungai sebagai sumber air sangat vital bagi kehidupan masyarakat. Beberapa peradaban
maju di Asia-Afrika yang tidak terlepas dari peran sungai adalah peradaban Sungai Indus,
Sungai Nil dan Sungai Hwang-Ho. Lembah-lembah sungai dan tepian pantai ini semakin
lama semakin ramai. Lalu tumbuh dan berkembanglah kota-kota kuno untuk yang pertama
kalinya. Kota-kota kuno tersebut banyak tersimpan informasi dan catatan penting tentang
kemajuan masyarakatnya.

Dengan demikian, peradaban besar selalu muncul di dekat sungai karena sungai
merupakan prasarana bagi masyarakat saat itu untuk dapat berhubungan atau berinteraksi
dengan masyarakat lainnya serta menyediakan kebutuhan air yang cukup.

6. Sebutkan tahapan - tahapan perkembangan aljabar simbolik secara garis besar !


Aljabar simbolik, di mana simbolisme penuh digunakan. Langkah-langkah awal menuju hal
ini dapat dilihat dalam karya beberapa ahli matematika Islam seperti Ibn al-Banna (abad 13-
14) dan al-Qalasadi (abad ke-15), meskipun aljabar simbolis sepenuhnya dikembangkan
oleh François Viète (abad ke-16). Kemudian, René Descartes (abad ke-17)
memperkenalkan notasi modern (misalnya, penggunaan x) dan menunjukkan bahwa
masalah yang terjadi dalam geometri dapat diekspresikan dan dipecahkan dalam hal
aljabar (geometri analitis).

- Aljabar Retorik (Rhetorical algebra), yang dikembangkan oleh bangsa Babilonia dan
masih mendominasi sampai dengan abad ke-16;
- Aljabar yang dikontruksi secara Geometri, yang dikembangkan oleh Matematikawan Vedic
India dan Yunani Kuno;
- Syncopated algebra, yang dikembangkan oleh Diophantus dan dalam ‘the Bakhshali
Manuscript’; dan
- Aljabar simbolik (Symbolic algebra), yang titik puncaknya adalah pada karya Leibniz.

7. Para ahli statististika memandang statistika mempunyai nilai guna, jelaskan nilai
guna statistik tersebut menurut mahasiswa ?
 Untuk mendeskripsi dan menerangkan data mengenai sesuatu yang diselidiki
 Untuk menentukan jumlah tepat dari suatu pendataan yang luas pada ukuran yang
lebih mudah untuk dipahami
 Untuk penetapan dan penerapan sebuah kondisi bagaimana suatu hipotesis dapat
digunakan atau membantu melakukan sesuatu
 Untuk sebagai alat yang menyediakan suatu estimasi atau model tentang nilai yang
tidak atau belum diketahui berdasarkan data yang diselidiki
 Untuk menyediakan suatu estimasi tentang akibat dari suatu hipotesis yang diterima
yang nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan yang akan
dijalankan atau menjadi patokan acuan

8. Jelaskan sejarah awal mulanya bilangan hingga saat ini!


Sejarah permulaan munculnya bilangan (matematika) berasal dari bangsa-bangsa yang
bermukim sepanjang aliran sungai seperti Bangsa Mesir di aliran sungai Nil, Bangsa
Babilonia yang menghuni pinggiran sungai Tigris dan Efrat, Bangsa Hindu India di
sepanjang sungai Indus dan Gangga, Serta Bangsa Cina di sepanjang aliran sungai Huang
Ho dan Yang Tze. Matematika sangat dibutuhkan oleh bangsa-bangsa tersebut untuk
perhitungan berbagai kebutuhan sehari-hari yang melibatkan bilangan seperti halnya
perhitungan perdagangan, penanggalan, perhitungan perubahan musim, pengukuran luas
tanah dan lain-lain. Pada perkembangan peradaban manusia, matematika semakin
diperlukan dalam perdagangan, keuangan, dan pemungutan pajak. Sistem bilangan yang
digunakan oleh bangsa-bangsa zaman dahulu bermacam-macam hingga akhirnya
berkembang menjadi bilangan yang sekarang digunakan yaitu sistem bilangan Hindu-Arab.
Pada mulanya di zaman purbakala banyak bangsa-bangsa yang bermukim sepanjang
sungai-sungai besar. Bangsa Mesir sepanjang sungai Nil di Afrika, bangsa Babilonia
sepanjang sungai Tigris dan Eufrat, bangsa Hindu sepanjang sungai Indus dan Gangga,
bangsa Cina sepanjang sungai Huang Ho dan Yang Tze. Bangsa-bangsa itu memerlukan
keterampilan untuk mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi untuk
mengolah tanah sepanjang sungai menjadi daerah pertanian untuk itu diperlukan
pengetahuan praktis, yaitu pengetahuan teknik dan matematika bersama-sama.
Sejarah menunjukkan bahwa permulaan Matematika berasal dari bangsa yang bermukim
sepanjang aliran sungai tersebut. Mereka memerlukan perhitungan, penanggalan yang bisa
dipakai sesuai dengan perubahan musim. Diperlukan alat-alat pengukur untuk mengukur
persil-persil tanah yang dimiliki. Peningkatan peradaban memerlukan cara menilai kegiatan
perdagangan, keuangan dan pemungutan pajak. Untuk keperluan praktis itu diperlukan
bilangan-bilangan.
Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk mengingat jumlah, namun dalam
perkembangannya setelah para pakar matematika menambahkan perbendaharaan simbol
dan kata-kata yang tepat untuk mendefenisikan bilangan maka matematika menjadi hal
yang sangat penting bagi kehidupan dan tak bisa kita pungkiri bahwa dalam kehidupan
keseharian kita akan selalu bertemu dengan yang namanya bilangan, karena bilangan
selalu dibutuhkan baik dalam teknologi, sains, ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi
dan hiburan serta banyak aspek kehidupan lainnya. Bilangan dahulunya digunakan sebagai
symbol untuk menggantikan suatu benda misalnya kerikil, ranting yang masing-masing
suku atau bangsa memiliki cara tersendiri untuk menggambarkan bilangan dalam bentuk
simbol diantaranya :

 Simbol bilangan bangsa Babilonia


 Simbol bilangan bangsa Maya di Amerika pada 500 tahun SM
 Simbol bilangan menggunakan huruf Hieroglif yang dibuat bangsa Mesir Kuno
 Simbol bilangan bangsa Arab yang dibuat pada abad ke-11 dan dipakai hingga kini
oleh umat Islam di seluruh dunia
 Simbol bilangan bangsa Yunani Kuno
 Simbol bilangan bangsa Romawi yang juga masih dipakai hingga kini

Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-X ditemukanlah manuskrip Spanyol yang
memuat penulisan simbol bilangan oleh bangsa Hindu-Arab Kuno dan cara penulisan inilah
yang menjadi cikal bakal penulisan simbol bilangan yang kita pakai hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai