A. Deskripsi singkat
Membahas aliran-aliran filsafat matematika
B. Capaian pembelajaran matakuliah
Mahasiswa memahami pandangan aliran-aliran filsafat matematika . Platonisme,
Logisisme, Formalisme, Intituionisme, Constructivism Constructivism.
C. Isi Materiperkuliahan
Platonisme
Logisisme
Formalisme
Intituionisme
Constructivism
D. Rangkuman
Platonisme berpandangan bahwa matematika sangat abstark dan sama sekali
bukan objek konkrit. Logisisme berpandangan bahwa matematika identic dengan
logika Formalisme berpandangan bahwa matematika. Semata-mata permainan
symbol yang artificial. Constructivisme berpandangan bahwa matematika adalah
kegiatan manusia dan dikontruksi oleh manusia.
E. Pertanyaan/Diskusi
Pandangan aliran mana yang paling tepat digunakan sebagai landasan filosofis
bagi pendidikan matematika.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 8dari 8 27 Februari 2017
Daftar Pustaka
1. Bell, ET. 1986. Men of Mathematics. New York: Simon & Schuter
2. Ernest, Paul. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. Bristol : The Falmer Press.
3. Hardi Suyitno. 2014. Pengenalan Filsafat Matematika. Semarang: FMIPA UNNES
4. Hers, R. 1997. What is Mathematics, Really? London: Jonathan Cape.
5. Kattsoff, Louis O.. 1949. A Philosophy of Mathematics. Ames, Iowa: The Iowa State College Press.
6. Livio, M. 2009. Is God a Mathematician?. New York: Simon & Schester.
MATERI
Bab 5. Aliran-aliran Filsafat Matematika
Seiring dengan perkembangan matematika, pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hakikat muncul
dalam sejarah. Perbedaan pemikiran selalu ada, misalnya tentang eksistensi objek-objek matematika,
apakah ditemukan atau dikreasi oleh manusia. Permasalahan hakikat matematika melahirkan
pemikir-pemikir yang mencoba memberi jawaban atas masalah tersebut dan selanjutnya melahirkan
filsof-filsof di bidang matematika. Cara berpikir para fisof yang menggunakan berbagai proses
berpikir diantaranya melakukan sintesis dari berbagai tesis yang sudah ada. Para filsof membuat
antithesis terhadap tesis yang sudah ada, hasil sintesis antara tesis dan anntitesis menghasilkan tesis
baru. Dalam sejarah filsafat, Immanuel Kant mensintesiskan pandangan aliran rasionalis dengan
pandangan aliran empiris. Pemikiran filsafat Kant disebut kritisisme. Proses semacam ini juga sering
dilakukan oleh para matematikawan, seperti yang yang dilakukan oleh Lobachevky dan Riemann yang
menghasilkan Geometri Non Euclides.
Sejarah perkembangan filsafat matematika melahirkan banyak filsof. Dalam artikel yang berjudul
Philosophersh on Mathematics disebut sepuluh nama yaitu Plato, Aristoteles, Leibniz, Kant,
Brouwer, Frege, Hilbert, Russell, Wittgenstein, dan Lakatos (Jones, 1995). Filsof-filsof memiliki
pandangan yang berbeda-beda sehingga sebagian melahirkan berbagai aliran filsafat matematika.
Salah satu masalah filosofis yang penting dalam dunia ilmu adalah masalah kebenaran. Kebenaran
matematika yang bertumpu pada kesepakatan juga memunculkan masalah. Masalahnya adalah
kebenaran matematika itu besifat mutlak (absolut) atau bersifat relatif (nisbi). Apabila kebenaran
matematika bersifat mutlak, maka hanya ada satu kebenaran. Tetapi, jika kebenaran matematika itu
bersifat nisbi, maka kebenaran matematika tergantung konteks. Ini berarti dalam konteks tertentu
matematika mungkin salah. Jika matematika memiliki kemungkinan salah, berarti matematika sangat
mungkin untuk diperbaiki. Pandangan yang berpendapat kebenaran matematika bersifat mutlak
disebut pandangan absolutism. Pandangan yang kedua disebut fallibilisme.
Pertanyaan yang juga sangat penting dalam filsafat matematika adalah tentang eksistensi objek
matematika , salah satu pernyaannya adalah apakah objek-objek matematika ada secara alami tanpa
campur tangan manusia atau bahkan ciptaan manusia. Manusia memperoleh matematika, seperti
Columbus menemukan Amerika atau seperti Thomas Alva Edison menemukan lampu listrik.
Columbus dan Edison merupakan tokoh kebanggaan Ohio. Pandangan Platonis meyakini bahwa
objek matematika abstrak yang eksistensinya terbebas dari manusia, bahasa, pikiran, dan praktik
kehidupan semakin ditinggalkan.
Kecenderungan pandangan filsafat pada Abad 19 adalah empirisme. Periode yang dimulai tahun 1879
yang ditandai dengan dipublikasikannya Begriffsschrift karya Frege dan berakhir tahun 1931 yang
ditandai dengan terbitnya "ber formal unentscheidbare Stze der Principia Mathematica und
verwandter Systeme, I karya Kurt Friedrich Gdel disebut periode klasik dalam filsafat matematika
(Linstrom, et. al., 2009). Pada periode ini di bidang filsafat matematika, muncul pandangan-
pandangan baru yang meninggalkan ide-ide platonisme. Pandangan baru tersebut seperti aliran
logisisme yang dipelopori oleh Frege, Russel, dan Whitehead, aliran formalisme oleh Hilbert, dan
aliran intuitionisme oleh Brower. Menurut Hersh (1997), arus utama filsafat matematika adalah
platonisme, logisisme, formalisme, dan intuitionisme atau konstruktivisme. Hersh sendiri menawarkan
pandangan baru dalam filsafat matematika yang disebut dengan humanisme. Aliran platonisme,
logisisme, formalism, dan intuitionisme adalah aliran yang kajiannya fokus pada landasan matematika
dan dikelompokan sebagai aliran foundalisme (Tymoczko, 1986 ). Kajian foundalisme menghasilkan
antara lain teori logika matematika, teori himpunan, teori pembuktian, dan teori rekursi.
Pada Abad 20, penelitian di bidang filsafat matematika sangat fokus pada masalah sekitar hakikat
objek matematika, landasan hukum yang yang menetukan, dan bagaimana mendapatkan pengetahuan
matematika termasuk objek dan hukum atau aturan yang berlaku. Semua itu adalah perhatian dasar
yang sangat erat hubungannya dengan masalah metafisika yang tradisional dan pertanyaan yang
bersifat epistemologis. Sedangkan pada paruh kedua Abad 20, penelitian dalam bidang filsafat ilmu
menuju kepada suatu perluasan yang sangat berguna dari yang semula bersifat fundamental. Malahan,
pertanyaan filosofis yang berhubungan dengan perkembangan pengetahuan ilmiah dan pemahaman
tentang ilmu lebih diutamakan. Pada awal 1970 an terdengar pendapat bahwa suatu perubahan yang
serupa tentang perhatian utama akan terjadi di dalam filsafat matematika (Lakatos, 1976).
Bagaimanapun juga, ada awal Abad 21 pertentangan antara arus utama aliran filsafat matematika
dengan perubahan baru itu sudah melunak. Pertanyaan filosofis berhubungan dengan matematika
dalam praktik, evolusi teori matematis, penjelasan secara matematis, dan pemahaman secara
matematis menjadi lebih mengemuka dan juga lebih dihubungkan dengan pertanyaan filsafat
matematika yang tradidional (Mancosu, 2008). Kecenderungan ini nampaknya akan terus berlanjut.
Kajian terhadap berbagai pandangan terhadap matematika oleh berbagai aliran filsafat matematika
akan menjadikan orang semakin memahami hakikat matematika, walaupun mungkin sampai kapanpun
para filsof matematika tidak akan pernah sampai pada satu pandangan. Bahkan, mungkin akan
semakin banyak pandangan dan berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perbedaan-perbedaan
pandangan tersebut menjadikan matematika seperti memiliki banyak permukaan (multi face). Ujung-
ujungnya adalah Hanya Tuhan Yang Maha Tahu. Manusia hanya mendapatkan setitik air ilmu dari
lautan ilmu. Oleh karena itu, tidak ada tempat bagi manusia untuk menyombongkan diri dengan
mengklaim kebenaran hanya miliknya sendiri.
5.2. Platonisme
Istilah Platonis tidak dapat dipisahkan dengan nama Plato. Plato adalah seorang filsof kuno yang
sangat terkenal dari Yunani yang lahir sekitar tahun 428 SM. Ia juga dikenal sebagai seorang
matematikawan, muridnya Socrates dan guru dari filsof yang juga sangat terkenal yaitu Aristoteles.
Besarnya pengaruh Plato terhadap filsafat barat dan sain, oleh Alfred North Whitehead dinyatakan
dengan kalimat the safest general characterization of the European philosophical tradition is that it
consists of a series of footnotes to Plato." (Whitehead, 1978). Karyanya yang berjudul Theory of
Forms (ide-ide Plato) menjadi dasar bagi platonisme. Pemikiran Plato meliputi filsafat, logika, etika,
retorika, agama, dan matematika. Kontribusi Plato bagi filsafat matematika lebih banyak dalam aspek
ontologi entitas matematika dan hasilnya digunakannya istilah platonisme untuk mendeskripsikan
realisme ekstrem yang ditujukan untuk pandangan tentang entitas matematik (Jones, 1995)
Platonisme matematik (mathematical platonism) adalah pandangan metafisik bahwa banyak objek
matematika abstrak yang eksistensinya terbebas dari manusia, bahasa, pikiran, dan praktik kehidupan
(Linnebo, 2013). Seperti halnya elektron dan planet yang bebas dengan manusia, demikian pula
bilangan dan himpunan. Ini berarti bahwa entitas matematika berada di luar ruang dan waktu, di luar
pikiran dan materi, bebas atau tak tergantung pada kesadaran individu maupun sosial. Platonisme
matematik dapat didefinisikan sebagai kesatuan dari tiga tesis, yaitu
1. Eksistensi: ada objek matematik.
2. Keabstrakan: objek matematika bersifat abstrak.
3. Kebebasan: objek matematika adalah tidak ada ketergantungan (independent) dari kecerdasan
dengan bahasa, pikiran dan, praktik. (Cole, 2014)
Kegiatan matematika sehari-hari mendukung tanpa ragu-ragu terhadap pandangan platonisme, ketika
diinterpretasikan secara langsung mendukung tesis eksistensi. Sebagai contoh kita terbiasa dengan
perkataan bahwa ada bilangan prima dan banyaknya adalah infinite dan ada tepat dua bilangan
yang merupakan akar persamaan x2 - 7x + 12 = 0. Himpunan penyelesaian dari x2 - x + 5 = 0 adalah
himpunan kosong. Contoh yang terakhir ini dipandang mendukung eksistensi himpunan kosong.
Penjelasan baku untuk menerima tesis kebebasan menggunakan objektifitas matematika. Pernyataan
ada bilangan prima dan banyaknya takberhingga (infinite) dan 2 + 2 = 4 sangat sulit ditolak
sebagai sebuah kebenaran (Cole, 2014). Platonisme menganggap bahwa sangat tidak saling
bergantungan antara pikiran yang rasional dengan kegiatannya.
Berdasarkan tesis-tesis tersebut, platonisme memandang unsur-unsur matematika berada dalam suatu
dunia transendental (Bernays, 1964). Matematika dapat dipandang sebagai suatu deskripsi dari
entitas yang ideal dalam suatu dunia yang ideal. Objek-objek matematika memiliki eksistensi objektif
dalam suatu dunia atau alam yang ideal (Ernest, 1991). Pandangan filsafat matematika platonisme
mempertahankan pendapat bahwa objek-objek dan struktur memiliki suatu eksistensi yang terbebas
dari manusia dan kerja matematika dalah suatu proses penelitian atau penemuan hubungan antara
objek-objek yang ada di alam ideal. Oleh karena itu, pengetahuan matematika terdiri atas deskripsi
dari objek-objek dan hubungan-hubungan dan struktur-struktur yang berkaitan dengan objek-objek
yang ada di alam ideal.
Dummett (1991) mendefinisikan platonisme matematik sebagai doktrin bahwa teori matematik
berkaitan dengan sistem dari objek-objek abstrak yang eksistensinya tidak ada ketergantungannya
dengan manusia dan pernyataan dari teori tersebut ditentukan benar atau salah juga tidak ada
ketergantungannya dengan pengetahuan manusia. Seorang matematikawan platonis ialah
matematikawan yang meyakini eksistensi entitas matematik (seperti bilangan, fungsi, himpunan) dan
meyakini entitss-entitas tersebut bebas dari pikiran dan bahasa (Field,1989). Platonisme adalah
pandangan bahwa matematika dideskripsikan sebagai suatu pengertian yang tidak berkaitan dengan
realitas (a non-sensual reality), yang eksistensinya terbebas dari aktifitas dan watak atau
kecenderungan pikiran manusia dan hanya dirasakan, dan mungkin sangat dirasakan kurang
lengkap, oleh pikiran manusia. (Gdel, 1995).
Pengertian platonisme yang disampaikan oleh Dummet, Field, dan Godel tidak memuat tuntutan
bahwa semua kebenaran matematika murni adalah suatu keniscayaan, pada tuntutan ini secara
tradisional adalah sangat dijiwai oleh pandangan platonik. Peniadaan tuntutan itu dilandasi oleh fakta
bahawa beberapa filsof matematika yang dianggap sebagai filsof platonik juga menolak tuntutan itu.
Adapun definisi formal platonisme matematika adalah
Mathematical Platonism, formally defined, is the view that (a) there exist abstract objects
objects that are wholly nonspatiotemporal, nonphysical, and nonmentaland (b) there are
true mathematical sentences that provide true descriptions of such objects. The discussion of
Platonism that follows will address both (a) and (b). (Balaguer, 2013)
Ajaran filsafat Plato berpandangan bahwa semua benda merupakan tiruan dari suatu ide dan idelah
yang layak untuk dikaji. Pandangan Plato memberi inspirasi kepada para filsof sesudahnya, ada yang
menentang dan ada yang menggunakan sebagian prinsipnya. Pandangan platonisme tidak hanya
menurunkan satu pandangan platonisme matematika.
Dukungan kegiatan sehari-hari terhadap pandangan platonisme dengan contoh bahwa ada bilangan
prima dan banyaknya takberhingga (infinite), ada tepat dua bilangan yang merupakan akar
persamaan x2 - 7x + 12 = 0, dan himpunan penyelesaian dari x2 - x + 5 = 0 adalah himpunan kosong,
menyisakan suatu pertanyaan dimana dalam realitas dunia tempat bagi himpunan kosong. Jika objek
matematika atau struktur matematika ada, maka apakah selalu ada unsur pokok realitas dunia yang
temporal yang berkaitan dengan keruangan. Platonisme memandang bahwa unsur-unsur matematika
berada dalam suatu dunia transendental dan matematika merupakan suatu deskripsi dari entitas yang
ideal dalam suatu dunia yang ideal. Pandangan itu ditolak oleh Wittgenstein (1978) yang menyatakan
bahwa matematika adalah kegiatan manusia dan matematika merupakan ciptaan manusia. Menurut
Hersh (1997), pendapat platonis bahwa entitas matematika berada di luar ruang dan waktu, di luar
pikiran dan materi, bebas atau tak tergantung pada kesadaran individu maupun sosial, menandakan
bahwa pandangan aliran platonisme tidak layak dianggap sebagai suatu pandangan filsafat
matematika. Alasannya adalah entitas matematika yang dipahami oleh platonis tidak berkaitan dengan
kenyataan materi yang ada pada para matematikawan, pemahamannya juga campur aduk dengan
empirisme sain modern, dan pemahaman itu tidak menjelaskan interaksi antara dua realitas yang
berbeda yaitu antara matematis dan fisis.
Matematika adalah sarana untuk memperoleh pengetahuan, lebih-lebih pengetahuan ilmiah.
Kebenaran suatu pengetahuann akan sangat ditentukan oleh sarana-sarana yang digunakan. Jika
platonisme matematika .dianggap benar, maka akan memberi tekanan kepada beberapa teori tentang
hakikat pengetahuan. Itu akan memunculkan suatu kesangsian terhadap pengetahuan matematika. Jika
platonisme dianggap benar, maka berati manusia memiliki pengetahuan yang dengan objek-objek
abstrak. Objek-objek abstrak akan menjadi tantangan bagi teori-teori tentang hakikat pengetahuan.
Apabila platonisme matematika dianggap sebagai pandangan filsafat, maka akan meletakkan tekanan
berat bagi ide-ide yang berkaitan dengan fisik. Selama ini pengetahuan (pengetahuan ilmiah)
bertumpu pada dua rasionalisme dan empirisme. Suriasumantri (1999) membedakan pengetahuan
dengan pengetahuan ilmiah. Menurutnya matematika, seni, dan agama tidak termasuk pengetahuan
ilmiah, sebab kebenaranya tidak melalui proses ilmiah.
5.3. Logisisme
Tokoh utama aliran logisisme adalah Bertrand Russell. Bersama Alfred North Whitehead, Russell
mengembangkan kajian yang dilakukan Frege dan juga Dedekind. Julius Wilhelm Richard Dedekind
(1831-1916) adalah salah satu matematikawan besar Abad 19 yang memberi sumbangan yang sangat
penting dan berguna sepanjang zaman tentang teori bilangan dan aljabar (Reck, 2011). Friedrich
Ludwig Gottlob Frege (1848-1925) dipandang sebagai filsof pendiri aliran ini. Frege mengkritik
logikanya Aristoteles dengan menganggap bahwa logikanya Aristoteles tidak memiliki karakter
(Tymoczko, 1986 ). Menurut Frege, bilangan yang merupakan unsur dasar dalam aritmetika bersifat a
priori, yang diperoleh melalui penalaran. Pendapatnya dalam Die Grundgesetze der Arithmetik (Basic
Laws of Arithmetic) menyatakan bahwa aritmetika dibangun dari sistem logika yang merupakan
perluasan dari prinsip pemahaman yang diberi nama Frege's Basic Law V, sebuah prinsip yang
diterima sebagai bagian dari logika. Awalnya logika dan matematika lahir dalam konteks yang sangat
berbeda, tetapi perkembangan selanjutnya matematika semakin logis dan logika semakin matematis
dan tidak ada garis pemisah antara logika dengan matematika (Kattsoff, 1949). Menurut Frege sifat-
sifat sistem bilangan dapat direduksi ke dalam proposisi-proposisi logika.
Frege melalui karyanya yang berjudul Basic Laws of Arithmetic (1893) jilid I menegaskan dengan sangat
bahwa matematika adalah deskripsi dari suatu dunia ideal. Menurut Frege, matematika memerlukan
suatu landasan dalam suatu bahasa logis, dalam rangka untuk melindungi intuisi yang tidak perlu,
yang dapat masuk penalaran matematis dan membuat kerancuan dalam bukti-bukti. Ia menginginkan
bukti-bukti yang tersusun dari rangkaian penalaran yang jelas dan tanpa gap. Hukum dasar Frege
adalah untuk melengkapi reduksi dari matematika ke logika. Frege mengatur untuk menurunkan
prinsip-prinsip aritmetika Peano dari hukum dasar dasar dari suatu system logika. Hukum dasar Frege,
Basic Law V ialah {x|Fx}={x|Gx} x(Fx Gx) yang artinya Himpunan Fs identik dengan
himpunan Gs jika dan hanya jika Fs tepat sama dengan Gs. Ia menurunkannya secara mulus, akan
tetapi tak dapat dipertahankan. Frege menyandarkan diri pada satu prinsip yang tidak menjadi prinsip
yang logis.
Russell (1902) menunjukkan bahwa Frege's Basic Law V mengandung kontradiksi. Alasan yang
dikemukakan oleh Russel, kemudian hari dikenal sebagai Paradoks Russell. Russell (1919)
menyatakan bahwa
The comprehensive class we are considering, which is to embrace everything, must embrace
itself as one of its members. In other words, if there is such a thing as everything, then,
everything is something, and is a member of the class everything. But normally a class is
not a member of itself. Mankind, for example, is not a man. Form now the assemblage of all
classes which are not members of themselves. This is a class: is it a member of itself or not? If
it is, it is one of those classes that are not members of themselves, i.e., it is not a member of
itself. If it is not, it is not one of those classes that are not members of themselves, i.e. it is a
member of itself. Thus of the two hypotheses that it is, and that it is not, a member of itself
each implies its contradictory.
Menurut Russell, prinsip logika yang digunakan oleh Frege tidak mencukupi untuk melakukan
penalaran deduktif bagi semua hukum-hukum dasar aritmetika. Frege's Basic Law V memerlukan
hubungan dengan semua hukum yang ada dalam matematika, ada suatu kelas entitas matematika
yang hukum tersebut berlaku. Selanjutnya, hasil kerja Frege oleh Russell dan Whitehead
dikembangkan lebih lanjut dan hasilnya dituangkan dalam buku Principia Mathematica yang
berkesimpulan bahwa matematika adalah perluasan dari logika dan seluruh amtematika dapat
direduksi ke logika (Russell, 1902). Russell melalui cara yang berbeda berusaha mereduksi
matematika menjadi logika. Russell memandang matematika murni semata-mata terdiri atas deduksi-
deduksi dengan asas-asas logika dan merupakan kumpulan dari semua pernyataan yang berbentuk p
memuat q (Russell, 1951). Proposisi-proposisi p dan q dalam pernyataan Russell tersebut merupakan
simbol-simbol yang tak bermakna dan dapat diganti dengan pengertian apa saja. Objek matematika
tersebut bersifat abstrak. Menurut Russell, logika dan matematika adalah hal yang sama (The Liang
Gie, 1993). Ia dalam karyanya yang berjudul The Principles of Mathematics menyatakan:
Mathematics and logic, historically speaking, have been entrely distinct studies. Mathematics
has been connected with science, logic with Greek. But both have developed in modern times:
logic has become more mathematical and mathematics has become more logical. The
consequensi is that it has now become wholly impossible to draw a line beetwen the two, in
fact, the two are one. They differ as boy and man: logic is the youth of matehematics and
mathematics is the manhood of logic (Russell, 1937).
Tesis aliran logisisme adalah matematika adalah sebuah cabang dari logika (Eves, 1976). Menurut
aliran logisisme semua konsep matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika dengan
memakai definisi (Kattsoff, 1949). Aliran logisisme mereduksi seluruh matematika pada konsep
himpunan dimana himpunan dipandang sebagai principle of clasification (konsep logika). Setiap sifat-
sifat yang berserikat dari unsur-unsur di dalam semesta pembicaraan apapun akan menentukan suatu
himpunan yang angota-anggotanya hanyalah unsur-unsur yang memenuhi syarat itu (Soehakso,
2001). Misalkan semesta pembicaraannya adalah manusia, maka beberapa manusia memiliki sifat
yang sama, misalnya sifat berjenis kelamin wanita. Sifat tersebut menentukan suatu himpunan, yaitu
himpunan wanita. Himpunan wanita adalah suatu himpunan yang anggota-anggotanya hanyalah
wanita dan semua wanita dalam semesta menjadi anggota. Aliran logisisme memiliki dua dalil yaitu,
pertama adalah konsep-konsep matematika dapat diturunkan konsep-konsep logika melalui definisi
yang eksplisit dan yang kedua adalah teorema-teorema dalam matematika dapat diturunkan dari
aksioma-aksioma logika dengan semata-mata melalui deduksi logis (Carnap, 1964) dan matematika
adalah sains yang berkaitan dengan konsekuensi deduksi logis dari premis-premis yang umum dari
semua penalaran (Whitehead, 1948). Keseluruhan matematika dapat direduksi menjadi suatu
himpunan relasi-relasi yang semata-mata diturunkan dengan aturan-aturan logika tanpa merujuk
kepada konsep matematika secara khusus misalnya konsep bilangan. Suatu landasan yang memadai
untuk logika harus juga mencukupi untuk matematika. Pandangan aliran logisisme tercermin dalam
ungkapan Logika adalah masa muda matematika dan matematika adalah masa dewasa matematika.
Jadi sebenarnya, aliran logisme adalah aliran filsafat yang mengikuti pemikiran Gottlob Frege.
Buku The Principles of Mathematics dimulai dengan primitive ideas dan primitive proportions
yang berkaitan dengan undefined terms dan postulates dari suatu pengembangan sistem formal
abstrak (Eves, 1976). primitive ideas dan primitive proportions bukan suatu subjek dari suatu
interpretasi, tetapi dipilih secara intuitif untuk suatu konsep logika. Keduanya digunakan sebagai titik
tolak untuk membangun konsep matematika dan teorema dengan dimulai dengan suatu kalkulus
proposisi dan dilanjutkan dengan melalui theory of classes dan relasi untuk memantabkan system
bilangan asli. Selanjutnya, semua matematika dapat diturunkan ke sistem bilangan asli. Proses tersebut
menggunakan metode aksiomatik.
Hilbert, pendiri aliran formalism, tidak setuju bahwa konsep matematika dapat direduksi menjadi konsep
logika. Menurut pendapatnya tidak semua logika ada kaitannya dengan matematik. Kritik terhadap
pendapat Russell juga datang dari muridnya sendiri sekaligus koleganya di Trinity College, yaitu
Wittgenstein. Wittgenstein berusaha membawa konsep matematika dari Frege melalui bahasa alamiah
(Hardi Suyitno, 2008). Ia dalam Tractatus tidak berusaha mereduksi matematika menjadi logika dan
ia mengkritik pandangan Russell. Ia menyatakan bahwa ...Russell must be wrong, because he had to
mention the meaning of signs when establishing the rules for them (Wittgenstein, 1951). Menurut
Wittgenstein kesalahan Russel adalah menyebutkan makna tanda ketika menetapkan aturan-aturan.
Simbol logis yang digunakan oleh Russell adalah suatu bahasa yang tidak lepas dari kesalahan.
Dalam rangka untuk menghilangkan kesalahan harus digunakan suatu simbol dengan tidak
menggunakan tanda yang sama dalam simbol yang berbeda dan dengan tidak menggunakan tanda
dalam cara yang sama yang maknanya berbeda. Dalam logika dan matematika kalimat jika...,
maka... berbeda makna dengan penggunaannya dalam bahasa sehari-hari. Wittgenstein juga
mengkritik pandangan Russell tentang reduksi. Proposisi-proposisi seperti aksioma reduksibilitas
dari Russell adalah bukan proposisi logis karena kebenarannya mungkin hanya secara kebetulan.
Wittgenstein berpendapat bahwa matematika adalah suatu metode dari logika, logika dari dunia yang
diperlihatkan oleh proposisi logika yang merupakan tautologi, logika dari dunia oleh matematika
diperlihatkan dengan persamaan, interpretasi dari angka-angka sebagai eksponen dari suatu variabel
merupakan suatu reduksi dari matematika kepada teori operasi dimana operasi dikonstruksi sebagai
suatu operasi logis, dan penegasan kebenaran proposisi matematika dan proposisi logika semata-mata
berdasarkan symbol. Maksud dari pendapat yang terakhir adalah kebenaran matematika hanya dengan
operasi formal tanpa melakukan pengamatan kepada keadaan atau fakta-fakta di dunia nyata.
5.4. Formalisme
Tokoh utama aliran formalisme dalam filsafat matematika ialah Hilbert. Pemikirannya menjadikannya
sebagai matematikawan yang berpengaruh pada awal Abad 20. Ia mengembangkan pemikiran yang
mendasar terhadap matematika dalam berbagi bidang, antara lain aksiomatisasi geometri dan Ruang
Hilbert.
Aliran formalisme menolak pendapat aliran logisisme yang berpendapat bahwa konsep matematika dapat
direduksi menjadi konsep logika. Ada bagian logika yang tidak terkait dengan matematika. Tesis
aliran formalisme menyatakan bahwa matematika berkaitan dengan sistem simbolik formal (Eves,
1976). Menurut formalism matematika adalah sebuah permainan simbol atau permainan formal dan
sangat menekankan strukturnya. Dengan perkataan lain, matematika merupakan bahasa simbol yang
harus bersifat konsisten dan formal. Oleh karena itu Hilbert menyusun sistem matematika yang
strukturnya bersifat aksiomatik dan formal, lengkap dan konsisten, dan tunggal yang berpijak pada
definisi yang telah disepakati. Aliran formalism meyakini bahwa matematika merupakan suatu sistem
formal yang kebenarannya tertuang dalam teorema-teorema di dalamnya dan sistem formal tersebut
konsisten (Ernest, 1991). Menurut aliran formalisme matematika seperti suatu permainan yang
dimainkan dengan simbol-simbol yang ditetapkan secara sembarang berdasarkan aturan yang dapat
ditetapkan sekehendak, permainan hanya tunduk kepada syarat formal konsistensi (Kattsoff, 1949).
Matematika adalah suatu permainan formal dengan simbol dan pemainnya harus menguasai aturan
permainan yang dapat dipakai untuk mengoperasikan simbol (Hilbert, 1927). Simbol dalam
matematika adalah takbermakna. Simbol hanyalah simbol. Hilbert menginginkan untuk
mengkonstruksi suatu matematika yang teliti dan tepat secara sempurna. Hilbert dan pengikutnya
menghendaki matematika menjadi murni kalkulus formal hampir serupa dengan manipulasi secara
mekanis dari simbol-simbol yang tidak merujuk pada suatu entitas khusus yang sebenarnya (Kattsoff,
1949). Logika merupakan alat yang digunakan untuk meletakkan struktur yang sederhana dari
aksioma-aksioma matematika. Logika menggunakan simbol-simbol yang merupakan bahasa formal.
Struktur matematika diformalisasikan dengan simbol-simbol. Jika untuk menganalisis matematika
digunakan bahasa formal, maka akan terkonstruksi suatu himpunan aksioma. Struktur dan aksioma
menggunakan simbol-simbol yang merupakan bahasa formal. Pada tahun 1899, Hilbert menghasilkan
suatu himpunan aksioma untuk geometri Euclidean tanpa merujuk keruangan atau intuisi. Pada tahun
1905 dan juga 1918 ia berusaha meletakkan suatu landasan untuk matematika dengan pembuktian
konsistensi bahwa langkah-langkah terbatas penalaran dalam logika tidak akan menghasilkan. Hilbert
berpendapat bahwa ada suatu ide (sense) yang mana bilangan asli merupakan salah satu basis
matematika. Tetapi, ia tidak sependapat bahwa bilangan asli adalah konstruksi mental. Menurut
Hilbert, bilangan asli dapat dinyatakan sebagai sebuah simbol. Simbol adalah sesuatu (entitas) yang
bersifat abstrak, akan tetapi bilangan asli yang dinyatakan dalam bentuk simbol memiliki peran bagi
entitas yang bersifat fisik .
Hilbert tidak mengambil posisi sebagai orang yang merevisi tubuh pengetahuan matematika yang sudah
ada. Ia sebenarnya malah mengadopsi suatu alat yang ada melekat pada matematika tingkat tinggi.
Menurutnya, matematika tingkat tinggi tidak lebih dari permainan formal. Menurut pendapat Hilbert,
pernyataan-pernyataan dalam matematika tingkat tinggi adalah rangkaian yang tidak memiliki
interpretasi dari simbol-simbol. Pembuktian pernyataan-pernyataan tidak lebih dari suatu permainan
yang mana symbol-simbol dimanipulasi berdasarkan aturan-aturan yang sudah mantab. Menurut
pandangan Hilbert (1925), inti permainan matematika tingkat tinggi termuat dalam pembuktian
pernyataan dalam aritmetika elementer. Aritmetika elementer memiliki interpretasi langsung. Hilbert
meyakini bahwa tidak ada keraguan terhadap kekokohan Aritmetika Peano, paling tidak pada bagian
yang dikenal dengan istilah Primitive Recursive Arithmetic (PRA).
PRA pertama kali dikenalkan oleh Skolem (1923). PRA adalah formalisasi dari konsepsi kefinitan dari
landasan aritmetika. Berdasarkan pemikiran ini semua pemikiran yang mengacu kepada PRA adalah
finit. Finitism adalah filsafat matematika yang hanya menerima eksistensi dari objek-objek
matematika yang finit dan menolak objek-objek matematika yang tidak finit (infinite) seperti
himpunan takhingga. Kuantitas yang diperoleh melalui himpunan yang infinite dianggap tidak
bermakna.
Berdasarkan pendapat Hilbert, setiap pernyataan aritmetik dapat dibuktikan dengan membuat suatu jalan
yang memutar melalui matematika tingkat tinggi dan secara langsung dibuktikan dengan Aksioma
Aritmetika Peano (Tait, 1981). Sudah barang tentu pemecaham masalah-masalah dalam aritmetika
dalam hal-hal tertentu yang praktis tidak mungkin diselesaikan dengan Aksioma Peano. Sejarah
matematika menunjukkan bahwa menyusun langkah memutar melalui matematika tingkat tinggi
seringkali dapat memberi inspirasi suatu bukti dari suatu pernyataan aritmetika yang lebih singkat dan
memberi ide sampingan dari pada suatu bukti secara aritmatika murni untuk pernyataan yang sama.
Menurut pandangan aliran formalism, syarat minimal dari suatu sistem formal matematika tinggi adalah
konsistensi. Sebaliknya setiap pernyataan dari aritmetika elementer akan dapat dibuktikan dalam
sistem tersebut. Hilbert menunjukkan bahwa konsistensi dari suatu syistem matematika tingkat tinggi
membutuhkan sistem tersebut paling tidak kuat secara aritmetika. Hilbert dan murid-muridnya
menyusun bukti konsistensi dari postulat yang baku dari analisis matematis. Pernyataan-pernyataan
aritmetika harus dibuktikan dengan cara yang mantab dan dapat dipertanggungjawabkan dalam
matematika, sebaliknya bukti tidak meningkatkan keyakinan dalam konsistensinya analisis
matematika. Hilbert dan timnya yang bernama Hilbert's program, menyususn bukti konsistensi
pernyataan-pernyataan dalam aritmetika, seperti the axioms of mathematical analysis dalam
Aritmetika Peano. Hasilnya, Hilbert's program kurang berhasil atau tidak tuntas dalam membuktikan
konsistensi dari aksioma-aksioma Aritmetika Peano (Zach, 2006).
Pandangan Hilbert yang menyatakan bahwa matematika adalah suatu permainan formal dengan simbol,
berimplikasi bahwa orang yang memahami matematika harus menguasai aturan permainan yang
membolehkan kegiatan operasi dengan simbol tetapi mengabaikan intuisi. Pada tahun 1929,
Wittgenstein melakukan diskusi-diskusi dengan Waissmann tentang pemikiran Hilbert dan Brouwer.
Menurut Wittgenstein, dalam permainan formal dengan menggunakan simbol juga tetap memerlukan
the intuition of symbols atau intuisi dari symbol (Hardi Suyitno, 2008). Walaupun dalam
pemikirannya banyak ide dari aliran formalisme digunakan oleh Wittgenstein, akan tetapi tidak
seluruh gagasan formalisme sesuai dengan pendapatnya. Wittgenstein menolak formalisme karena
formalisme berusaha mengurangi praktik untuk memanipulasi simbul tak bermakna dan menolak
atau menghilangkan penggunaan kegiatan manusia. (Birch, 1991)
Keberatan Hersh (1997) terhadap formalism lebih serius dari pada terhadap Platonisme, khususnya
pandangan bahwa matematika adalah permainan matematika tak bermakna yg dimainkan secara
khusus, tetapi dengan sembarang aturan. Ia membantah bahwa aturan tidak sembarangan,
bantahannya adalah bahwa secara historis ditentukan oleh hasil kerja masyarakat yang dikembangkan
dibawah tekanan pekerjaannya dan interaksi sosial suatu kelompok, dan secara lingkungan psikhologis
dan biologis bumi. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa itu bukanlah bagaimana matematika bekerja,
dan bahwa gagasan dari ketatnya mengikuti aturan tanpa kebutuhan untuk menghakimi adalah suatu
khayalan dan bahwa itu adalah menyesatkan untuk menggunakannya di dunia nyata. Hersh mengklaim
bahwa formalism tidak mendeskripsikan dari mana hasil matematika berasal, ia menegaskan,
matematikawan selalu tahu hasil sebelum mereka menulisnya dalam bukti formal.
Kurt Friedrich Gdel (1906 1978) membuktikan bahwa ada pernyataan aritmetik yang tidak dapat
diberi keputusan dalam Aritmetika Peano (Gdel,1931). Hasil kerja Gdel ini dikenal sebagai
Gdel's first incompleteness theorem. Hasil kerja Godel melemahkan pandangan aliran formalism dan
menyisakan permasalahan konsistensi matematika tingkat tinggi. Selanjutnya Gdel membuktikan
bahwa Aritmetika Peano tidak konsisten. Gdel adalah ahli logika, ahli matematika, dan filsof yang
berasal dari Austria. Ia mempublikasikan Godel Incompleteness Theorems pada tahun 1931.
Teorema ini menyatakan bahwa sistem matematika yang lengkap tidak mungkin konsisten dan sistem
yang konsisten tidak mungkin lengkap.
Hasil kerja Godel tidak berarti aliran formalime berakhir, tetapi tetap taktergoyahkan bahwa matematika
adalah ilmu pengetahuan tentang sistem formal. Menurut Curry (1958), matematika tersusun atas
suatu koleksi dari sistem formal yang tidak mempunyai interpretasi atau konten. Ini berarti bahwa
dalam suatu sistem formal yang sudah tertentu, suatu pernyataan dikatakan benar jika dan hanya jika
dapat diturunkan dari pernyataan lain dalam sistem tersebut. Isaacson (1987) berpendapat bahwa
dalam beberapa hal Aritmetika Peano adalah lengkap. Menurutnya beberapa pernyataan dalam
Aritmetika Peano dengan matematika tingkat tinggi, misalnya konsistensi Aritmetika Peano dapat
dibuktikan dengan induksi sampai pada suatu bilangan urutan tertentu.
5.5. Intituionisme
Tokoh utama aliran filsafat matematika intituionisme adalah Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881 -
1966). Brouwer adalah seorang matematikawan yang berasal dari Belanda. Ia adalah penemu topologi
modern dan orang yang pertama kali mengoreksi definisi dimensi (van Atten, 2011). Dalam filsafat, ia
tergolong sebagai filsof matematika yang merevisi landasan matematika terhadap pandangan-
pandangan yang lain, seperti platonisme, logisme, dan formalisme. Menurut Brouwer, kebenaran
matematik harus terkait dengan pengalaman. Pandangan Brouwer bersesuaiann dengan pendapat Kant,
sehingga ada yang memasukkan Kant sebagai tokoh aliran intuitionisme. Immanuel Kant (1724-1804)
filsuf dan juga matematikawan dari Jerman yang mensintesakan rasio dan empiri secara seimbang.
Awalnya, Kant dapat dimasukkan sebagai pengikut aliran rasionalisme, tetapi setelah mempelajari
empirisme, ia memliki pandangan sendiri yang merupakan sisntesis dari rasionalisme dan empirisme.
Kant mengenalkan perbedaan antara proposisi analitik dan proposisi sintetik dan tidak sependapat
bahwa kebenaran matematis adalah a priori, kebenaran matematis adalah sintetis (Jones, 1995). Ia
berpendapat bahwa matematika bersifat sintetik a priori yang berasal dari pengalaman empiris dan
selanjutnya diolah dengan kemampuan logis yang ada dalam pikiran manusia. Pendapat Kant
berlawanan dengan pendapat aliran logisisme. Tokoh lain yang juga dimasukkan ke dalam jajaran
intuitionisme adalah Heyting. Arend Heyting (1898 1980) adalah ahli matematika dan logika dari
Belanda. Ia adalah mahasiswanya Brouwer di University of Amsterdam dan memberi sumbangan
yang signifikan terhadap intuitionisme (van Stigt, 1990). Heyting mengkonstruksi tiga system formal
logika konstruktif, yaitu Heytings proportional calculus atau intuitionistic propositional calculus,
Heytings predicate calculus atau intuitionistic predicate calculus, dan Heytings aritmetic atau
intuitionistic arithmetic (Mints, 2011). Intuitionistic propositional calculus memformulasikan prinsip-
prinsip logika proposisi konstruktif, intuitionistic predicate calculus memformulasilkan logika
predikat konstruktif, dan intuitonistic arithmetic memformulasikan prinsip-prinsip teori bilangan
elementer yang konstruktif. Dummett adalah tokoh filsafat matematika yang juga dimasukkan sebagai
pendukung aliran intuitionisme. Sir Michael Anthony Eardley Dummett (1925-2011) adalah filsof
Inggris banyak mengkaji dalam banyak hal, seperti filsafat bahasa, metafisika, logika, dan filsafat
matematika (The Editors of The Encyclopdia Britannica, 2014). Ia termasuk orang yang banyak
menjelaskan pemikiran Frege. Ia menggunakan bahasa sejak awal untuk memahami matematika dan
logika.
Aliran Intuitionisme berpandangan matematika sebagai suatu aktifitas pikiran manusia yang terbebas
dari bahasa dan basisnya adalah filsafat tentang pikiran. Matematika yang paling dasar terletak pada
intuisi yang paling dalam (primitive intuition). Tesis aliran ini menyatakan bahwa matematika semata-
mata dibangun dengan metode konstruktif berhingga (finite constructive methods) yang secara intuitif
memberi urutan bilangan asli (Eves, 1976). Pandangannya tentang objek matematika juga berbeda
dengan pandangan platonisme. Implikasi dari pandangan intutionisme adalah membawa kepada suatu
bentuk matematika yang konstruktif dengan meninggalkan banyak bagian dari matematika klasik.
Implikasi yang lain adalah kepercayaan pada suatu filsafat tentang pikiran memasukkan atau
memperkenalkan keistemewaan atau ciri-ciri yang tidak ada dalam matematika klasik dengan bentuk
dari matematika konstruktif. Matematika intuitionistik, matematika yang landasan filosofisnya
berdasar pada pandangan Brouwer, tidak tepat dikatakan sebagai bagian dari matematika klasik.
Matematika intuitionistik dibangun berlandaskan prinsip-prinsip konstruktif dan berlawanan dengan
logika yang dibangun oleh Frege. Brouwer juga tidak sepakat dengan penggolangan matematika
dengan menggunakan logika formal. Menurut Brouwer, kebenaran matematika selalu berkaitan
dengan pengalaman. Landasan matematika terletak pada intuisi matematikawan secara individual,
dengan demikian menjadikan matematika kedalam suatu yang pada hakikatnya merupakan kegiatan
subjektif (Troelstra, 1977). Oleh karena itulah Brouwer dianggap sebagai filsof matematika yang
merevisi tubuh pengetahuan matematika yang sudah ada.
Aliran intuitionisme berpandangan bahwa bilangan asli adalah konstruksi mental, bukan datang dari
Tuhan (Leopold Kronecker) dan juga bukan pengertian rasional yang bersifat a priori (Frege).
Bilangan secara intuitif terbentuk dalam kegiatan berhitung dan selanjutnya menjadi konsep awal dari
aritmetika. Intuitionisme menerima himpunan bilangan asli sebagai data dasar matematika dari semua
makna matematika harus ditemukan melalui proses kostruksi terbilang dan terbatas yg bukan dibuat
dengan menggunakan Excluded Middle Law (Hersh, 1997). Matematika bukan berada di luar ruang
dan waktu, di luar pikiran dan materi, bebas/tak tergantung kesadaran individu maupun
sosial/kelompok (menolak padangan Platonis), tetapi objek, hukum-hukum, dan kebenaran
matematika berasal dari pikiran manusia dan berkembang di dalam pikiran manusia. Matematika juga
bukan suatu deskripsi dari dunia ideal tetapi suatu konstruksi manusia, jadi tidak dapat diabstraksi dari
aktifitas pikiran (Brouwer, 1913). Menurut Brouwer, bilangan asli adalah hasil konstruksi mental
manusia, bilangan real adalah hasil konstruksi mental manusia. Tanpa pikiran manusia, bilangan tidak
pernah akan ada. Begitu pula dalam matematika teorema dan buktinya adalah hasil konstruksi mental
manusia dan makna matematika juga hasil konstruksi mental manusia.
Konstruksi secara matematis dihasilkan oleh matematikawan yang banyak ide. Abstraksi diperoleh
sebatas kehidupan nyata secara fisik dari para metematikawan. Matematikawan tidak pernah dapat
mengkonstruksi yang bersifat infinite, walaupun ia dapat menjangkau pada tingkat finite yang sangat
besar. Jadi intuitionisme menolak eksistensi konsep infinite secara lengkap.
Sedangkan matematika murni berdasarkan pada suatu intuisi atau ilham tertentu. Orang dapat selalu
membayangkan setiap kumpulan objek dapat ditambah satu secara terus menurus tanpa berakhir.
Curry (1964) menyatakan bahwa intuisi dasar seperti itu pada dasarnya adalah suatu kegiatan berpikir
yang bebas dari pengalaman, bebas dari bahasa, dan bersifat objektif. Pengikut aliran intuisionisme
berpandangan bahwa matematika merupakan suatu kegiatan hidup yang berkaitan dengan proses-
proses yang ada dalam pikiran matematikawan. Bahasa formal maupun bahasa biasa hanya sebagai
alat misalnya dalam rangka untuk mengumpulkan atau membentuk kembali pikiran-pikiran
matematik. Suatu bahasa yang menyertai bukanlah gambar matematika, artinya harus artinya harus
dibedakan antara simbol dan yang diwakili oleh simbol.
Heyting adalah salah satu tokoh aliran intuisionisme yang menyajikan pemikiran aliran intuisionisme di
suatu konggres matematika di Knisberg pada tahun 1930. Ia menyatakan bahwa The intutionist
mathematician proposes to do mathematics as a natural funtion of his intellect, as a free, vital activity
of thougt. For him mathematics is a production of the humanmind (Heyting, 1964). Bagi Brouwer
suatu bilangan real adalah bukan takterhingga yang sebenarnya (di dunia ideal) tetapi suatu hukum
untuk mengkonstruksi suatu rangkaian urutan.
Menurut Brouwer, perhatian yang paling awal bagi matematika adalah bilangan, yaitu bilangan bulat
positip (Bishop, 1967). Bilangan bulat positip dan aritmetikanya diisyaratkan oleh intelegensi manusia
yang sangat hakiki dan manusia memiliki kecenderungan yang mendalam untuk percaya.
Pengembangan bilangan bulat posistip berasal dari pengertian pangkal dari unit atau satuan, konsep
yang berdampingan dengan suatu unit, dan proses induksi matematik membawa keyakinan yang
lengkap. Bagi Brouwer matematika mendahului logika. Brouwer menurut pemahaman Weyl (1946),
berpandangan bahwa logika klasik merupakan hasil abstraksi dari matematika yang bertumpu pada
himpunan finite beserta himpunan bagiannya.
Pada dekade pertama Abad 20, sebagian dari komunitas matematika berimpati terhadap pendapat
intuitionines. Banyak tokoh yang memiliki pandangan yang sejalan dengan pendapat aliran
intuitionisme bahwa matematika merupakan hasil kegiatan pikiran manusia dan merupakan ciptaan
manusia, seperti Wittgenstein, Hersh, dan Ernest. Namun demikian, pandangan aliran intuitionisme ini
juga tidak bebas kritik. Berkaitan dengan intuisi bahwa intuisi diperlukan pada setiap langkah pada
urtan bilangan, Wittgenstein menolaknya. Menurut Wittgenstein (1953), not the intuition was needed
at every stage, but that a new decision was needed at every stage. Setiap langkah yang diperlukan
keputusan yang berasal dari pikiran. Nampaknya Wittgenstein berpikir bahawa intuisi tidak selalu
hadir dalam pikiran manusia walaupun yang bersangkutan menghendakinya. Intuisi seperti halnya
ilham datangnya dapat secara tiba-tiba dan tak terduka, sebaliknya manusia juga tidak dapat mengatur
datangnya ilham. Faktanya, tidak ada penjelasan secara intuitif proses kerja matematika dalam pikiran
manusia dari para tokoh intuitionisme. Dalam kuliahnya di Cambridge tahun 1939 (catatan kuliahnya
dipublikasikan oleh Cora Diamond), Wittgenstein mengatakan bahwa semuanya intuisionisme
adalah omong kosong. Wittgenstein menolak intionisme karena intionisme menyandarkan pada
wujud dalam mental untuk menegaskan bukti matematik dan tidak memasukkan intersubjektifitas
dan norma-norma umum (Klenk, 1976).
Tokoh lain yang memberi kritik terhadap intuitionisme adalah Hersh. Reuben Hersh, lahir tahun
1927, adalah seorang akademisi dan matematikawan Amerika, yang dikenal karena karyanya dalam
hakikat, praktik, dan dampak sosial dari matematika. Hasil kerjanya menantang dan menjadi
pelengkap filsafat matematika. Keberatan Hersh terhadap intuitionisme, ia mengadopsi pandangan
antropologis bahwa intuisi dari bilangan asli adalah sederhana bukan universal (Hersh, 1997).
Pandangan Hersh didukung oleh hasil riset Piaget yang menegaskan bahwa anak yang
mengkonstruksi, dalam pikiran anak, suatu konsepsi dari bilangan asli didasarkan pada
pengalamannya dan beberapa cara berpikir. Bagi Piaget, berlawanan dg Kronecker, bilangan asli
bukan diberi oleh Tuhan (paling tidak bukan sebelum umur tujuh tahun untuk kebanyakan anak
budaya Barat) tetapi dikonstruksi dalam pikiran seseorang oleh koordinasi konsep tentang urutan dan
inclusion.
F. Deskripsi singkat
Membahas riwayat hidup mataematikawan dan filsof matematika dan
pandangan serta kontribusinya bagi dunia matematika.
G. Capaian pembelajaran matakuliah
Mahasiswa memahami riwayat hidup beberapa matematikawan dan filsof
matematika dan pandangan serta kontribusinya bagi dunia matematika .
H. Isi Materiperkuliahan
Matematikawan Zaman Kuno
Matematikawan Zaman Kegelapan
Matematikawan Zaman Renaissance
Matematikawan Moderen
Filsof Matematika
I. Rangkuman
Perkembangan pemikiran matematika secara filsafati cenderung menuju kepada
matematika yang lebih dekat kepada matematika yang berhubungan dengan dunia
konkrit.
J. Pertanyaan/Diskusi
Bagaimana perkembangan pemikiran filsafat matematika dari zaman ke zaman?
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 8dari 8 27 Februari 2017
Daftar Pustaka
7. Bell, ET. 1986. Men of Mathematics. New York: Simon & Schuter
8. Ernest, Paul. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. Bristol : The Falmer Press.
9. Hardi Suyitno. 2014. Pengenalan Filsafat Matematika. Semarang: FMIPA UNNES
10. Hers, R. 1997. What is Mathematics, Really? London: Jonathan Cape.
11. Kattsoff, Louis O.. 1949. A Philosophy of Mathematics. Ames, Iowa: The Iowa State College Press.
12. Livio, M. 2009. Is God a Mathematician?. New York: Simon & Schester.
MATERI
Bab 6. Matematikawan dan Filsof Matematika dalam Sejarah
Filsafat matematika dapat dipandang sebagai interaksi antara filsafat dan matematika. Objek material
filsafat matematika adalah matematika dan objek formalnya adalah filsafat. Orang akan lebih
mengenal filsafat matematika apabila juga mengenal sejumlah matematikawan dan filsofnya. Sejarah
menunjukkan bahwa banyak matematikawan yang telah ikut berjasa dalam mengembangkan
matematika dari zaman ke zaman. Perkembangan zaman berkaitan dengan perkembangan ilmu biasa
dibagi atas Zaman Kuno (Antiquity), Zaman Kegelapan (The Dark Ages), Zaman Renaisans, dan
Zaman Modern.
Zaman kuno merujuk pada suatu periode sebelum Zaman Pertengahan atau Middle Ages (476
1453), tetapi masih dalam periode Peradaban Barat (Western civilization) berdasarkan pada sejarah
atau prasejarah (Wikepedia, 2013). Istilah tersebut sering digunakan untuk mengklasifikasi kekunoan,
klasifikasi peradaban Mediterranean, khususnya Zaman Yunani dan Romawi Kuno. Zaman Kegelapan
adalah periodisasi yang pada mulanya nama untuk Abad Pertengahan, yang menekankan pada
kemunduran budaya, inetelektual dan ekonomi yang terjadi di Eropa Barat setelah runtuhnya
Kerajaan Roma. Karakteristik periode ini ditandai dengan kelangkaan sejarah dan catatan yang ditulis
terutama di Eropa yang memberi sumbangan kepada sejarah. Menurut The New Encyclopdia
Britannica ( 2007), istilah Zaman Kegelapan untuk memberi karakteristik kemunduran pada Zaman
Pertengahan antara Abad 6 sampai Abad 13, sebagai periode kegelapan intelektual antara berkhirnya
kemegahan kerajaan Roma dan munculnya Zaman Renaisans (Renaissance) pada Abad 14.
Sebenarnya Zaman Kegelapan ini hanya tepat dikenakan pada situasi Eropa. Di dunia Arab, India,
dan China, matematika mengalami kemajuan dan tidak terpengaruh oleh kemunduran yang terjadi di
Eropa. Kemajuan matematika di Arab dan sekitarnya, tidak lepas dari munculnya Agama Islam yang
memerintahkan umatnya untuk membaca. Banyak penemuan di bidang matematika yang muncul di
wilayah itu dan sangat berguna, tetapi di Eropa tidak ada catatan untuk itu. Kebanyakan pemecahan
dalam praktik matematika pada Zaman Kegelapan dikembangkan dari sistem angka Hindu, sedangkan
sistem angka Romawi sangat ruwet untuk digunakan dalam praktik aritmetika. Kelebihan system
angka Hindu adalah memiliki nilai tempat. Orang akan lebih mudah melakuka perhitungan 17 + 29
dengan system angka Hindu dari pada sistem angka Romawi. Dengan sistem angka Hindu dapat
dilakukan dengan penjumlahan bersusun sebagai berikut.
17
29_ +
46
Tetapi, apabila dikerjakan dengan system angka Romawi akan membingungkan.
XVII
XXIX_+
Leonardo de Piza membawa sistem angka Hindu ke Eropa, tetapi tidak diterima secara umum
selama hampir 500 tahun (Mano, 2014). Para bankirlah yang menerima sistem itu karena sangat
memberi kemudahan.
Aljabar dan trigonometri juga merupakan hasil kerja orang Arab yang dikembangkan selama Zaman
Kegelapan. Aljabar merupakan alat pemecahan masalah yang sangat diandalkan dalam matematika
abstrak, aljabar juga mengenalkan variabel sehingga terminologi dalam matematika dapat
diungkapkan jauh lebih singkat. Trigonometri dimulai dengan sekumpulan teknik yang disasarkan
pada segitiga dan bermanfaat sangat luas dalam berbagai cabang matematika seperti Transformasi
Fourier yang dikembangkan pada akhir zaman ini. Belakangan di Zaman Moderen, Transformasi
Fourier digunakan untuk analisis computer untuk gambar dan membuat sandi informasi penerapan
bagi satellite telemetry. Pada akhir zaman ini, Descartes mengkombinasikan aljabar dan geometri
menjadi geometri analitik dan dikembangkan juga koordinat Cartesius yang sangat mendasari
pengembangan kalkulus.
Pada Zaman Kegelapan, Kerajaan Islam menguasai wilayah antara lain Persia, Timur Tengah, Afrika
Utara, dan sebagian India dan memberi sumbangan signifikan terhadap matematika (Boyer, 1991).
Pada Abad 9, Muammad ibn Ms al-Khwrizm, matematikawan Persia, menulis beberapa buku
yang penting dengan menggunakan sistem angka Hindu-Arab dan metode penyelesaian persamaan. Ia
menulis buku berjudul Al-Kitb al-mukhtaar f hsb al-abr wal-muqbala (The Compendious
Book on Calculation by Completion and Balancing) yang memuat penjelasan lengkap untuk
menyelesaikan persamaan kuadrat denga akar-akar posisp (Gandz and Saloman, 1936). Istilah
algoritma diturunkan dari nama al-Khwrizm yang dibawa ke bahasa Latin menjadi algoritmi
dan kata algebra berasal dari judul buku tersebut al-abr. Oleh karena itu, al-Khwrizm disebut
sebagai Bapak Alajabar. Matematikawan yang berasal dari dunia Islam antara lain al-Khwrizm
Al-Karaji, Abul WafaIbn al-HaythamOmar Khayyam
Pada Abad 7, Brahmagupta, seorang matematikawan India, menulis referensi tentang bilangan negatif
dan masyarakat Eropa samapai Abad 18 menolaknya (Mano, 2014). Bahkan sampai Abad 17, para
matematikawan Eropa berkampanye menolak bilangan negatif, sebab dalam geometri tidak ada
kuantitas negatif dan berpikir mendukung bilangan negatif akan berujung omong kosong. Orang Eropa
menyebut bilangan negatif dengan istilah debt untuk membedakan dengan bilangan real.
Zaman Renaisans dimaksudkan dengan zaman kelahiran-kembali kebudayaan Yunani-
Romawi di Eropa yaitu dari Abad 15 dan Abad 16 M (Bosman, 2012). Sebelum era ini,
kebudayaan Eropa sangat didominasi oleh ajaran Kristen, kemudian masyarakat mencari
kebudayaan baru yang bersumber pada Kebuayaan Yunani-Romawi. Kebudayaan Yunani
menganggap manusia adalah makhluk yang memahami dunia dan realitasnya dan
menggunakan prinsip kehidupannya dengan menggunakan pikirannya. Kebudayaan Romawi
menggap bahwa manusia menjadi pelaku utama dalam kehidupannya. Pada tahun 1380 suatu
simbol aljabar (algebraic symbolism) dibangun di Itali dengan menggunakan huruf misalnya x, y,
dsb, untuk sesuatu yang belum diketahui, symbol akar kuadrat, dan tanda + dan - (Berggren, 2014).
Simbol-simbol tersebut mulai tahun 1450 secara umum digunakan di wilayah Jerman bagian selatan.
Simbol-simbol itu digunakan oleh Regiomontanus and oleh Fridericus Gerhart. Regiomontanus adalah
nama sebutan untuk Johannes Mller von Knigsberg (1436 1476), ia juga seorang matematikawan,
astronom, dan rohaniawan Katolik . Gerhart adalah orang Jerman dan penulis naskah Codex Latinus
Monacensis 14131, 14140 dan 14656.
Zaman Renaisans melahirkan sejumlah matematikawan antara lain Petrus Apianus, Franois
d'Aguilon, Gerolamo Cardano, Gemma Frisius, Marin Getaldi, Guidobaldo del Monte, John Napier,
Pedro Nunes, William Oughtred, Luca Pacioli, Robert Recorde, Niccol Fontana Tartaglia, Galileo
Galilei.
Gambar 6.1 Field of Mathematics
(Mastin, 2010)
Sejarah modern atau zaman modern adalah suatu pendekatan sejarah secara geografis untuk menandai
zaman sesudah Zaman Pertengahan (Bosman, 2012). Zaman modern dimulai sekitar Abad 16
(Encyclopdia Britannica, 2007). Perkembangan matematika pada zaman modern khususnya pada
Abad 20 melanjutkan abad sebelumnya yaitu meningkatkan generalisasi dan abstraksi dalam
matematika. Abad 20 dibuka dengan konvensi yang bersejarah di Sorbonne in Paris pada musim panas
tahun 1900.dengan penyajian Hilbert mengenai 25 problem besar matematika yang belum
terselesaikan. Problem ini secara efektif merangsang para matematikawan untuk memecahkaninya.
Dari 23 problem tersebut, paling tidak 10 problem telah terselesaikan, Pada era ini gagasan tentang
aksioma sebagai self-evident truths banyak yang dibuang dalam rangka mendukung suatu
penekanan pada sejumlah konsep logis seperti konsistensi dan kelengkapan. Pengkajian lebih lanjut
terhadap logika matematika yang mengembangkan hasil kerja Frege dilakukan oleh Brouwer,
Hilbert, Russell, dan Whitehead. Nama-nama matematikawan yang menonjol pada Abad 20 antara
lain Hardy, Srinivasa Ramanujan, Peano, Brouwer, Hilbert, Russell, Whitehead, Gdel, Weyl,
Neumann, Mandelbrot, dan Turing. Beberapa bidang matematika berkembang seperti group theory,
knot theory, sheaf theory, topology, graph theory, functional analysis, singularity theory, catastrophe
theory, chaos theory, model theory, category theory, game theory, complexity theory,dsb. Bidang-
bidang yang ada dalam matematika pada Abad 20 dapat disusun diagramnya seperti pada Gambar 6.1
6.2.2. Euclides
Euclides adalah seorang matematikawan yang hidup sekitar abad ke-4 SM berasal
dari Alexandria, Mesir. Ia adalah seorang matematikawan kuno yang sangat terkenal. Salah satu
karyanya adalah The Elements. Buku ini terdiri atas 13 jilid. Isinya berupa kumpulan definisi,
postulat (aksioma),proposisi (teorema dan konstruksi dan bukti matematis dari proposisi-proposisi dan
memuat problem menemukan akar kuadrat dari suatu bilangan (Heath,1956). Isi Bab I VI
konsentrasi pada geometri bidang, Bab VII-X meprentasikan usahanya yang berkaitan dengan atau
sekarang dikenal sebagai teori bilangan, Bab XI-XIII tentang geometri ruang, dan Bab IV membahas
geometri datar maupun geometri ruang (Devlin, 200). Karya ini melambungkan nama Euclides
sehingga sering disebut Bapak dari Geometri,. Euclides menyusun geometri secara aksiomatik
dengan proses deduktif. Eucldes adalah orang yang pertama kali menyusun suatu sistem matematika
secara deduktif aksiomatik. Ia meletakkan aksioma di puncak sistem dan semua teorema dibuktikan
secara deduktif logis tanpa melibatkan dunia nyata. Sistem aksiomatik geometri yang termuat dalam
The Elements dikenal sebagai Geometri Euclid. Sistem geometri ini berdiri tegak sendirian sampai
beratus tahun kemmudian. Aksioma kesejajaran Geometri Euclide mengatakan bahwa Hanya ada
satu garis sejajar terhadap suatu garis tertentu yang melalui suatu titik yang tidak terletak pada garis
tertentu itu. Labochesky membuat aksioma yang berbeda dan merupakan aksioma alternatif dari
aksioma Geometri Euclides yang mengatakan Ada paling tidak dua garis sejajar dengan suatu garis
tertentu yang melalui suatu titik tertentu yang di luar garis tertentu tersebut dan melahirkan system
geometri baru , yaitu geometri hiperbolik. Riemann dengan aksioma yang mengatakan Tidak ada
garis sejajar menghasilkan geometri eleptik.
The Elements juga memuat sistem aljabar yang belakangan akan dikenal sebagai aljabar geometri
yang sangat berguna untuk menyelasaikan berbagai masalah aljabar, termasuk dan memuat problem
menemukan akar kuadrat dari suatu bilangan. Euclides juga merupakan orang pertama yang
membuktikan bahwa barisan bilangan prima tidak berakhir (Rooney, 2013). Ia juga membuktikan
bahwa formula (2n-1)(2n-1) merupakan bilangan sempurna jika 2n-1 adalah bilangan prima. Perfect
number (ideal, komplit, sempurna) muncul pada The Elements (VII.22) adalah bilangan bulat positif
yang sama dengan jumlah dari factor-faktor sejatinya, contohnya adalah 6 adalah bilangan sempurna
pertama sebab factor sejati 6 adalah 1, 2, and 3 dan berlaku 1 + 2 + 3 = 6. Equivalently, the number 6
is equal to half the sum of all its positive divisors: ( 1 + 2 + 3 + 6 ) / 2 = 6. Bilangan sempurna kedua
ialah 28 = 1 + 2 + 4 + 7 + 14 selanjutnya diikuti . 496 and 8128 . Sekarang bilangan sempurna
sudah ditemukan sebanyak 46 bilangan dan yang terbesar adalah (2n-1)(2n-1) dengan n = 43.112.608
yang hasilnya apabila ditulis sebanyak 25.956.377 digit.
Ketika Raja Ptolemeus I bertanya kepada Euclides apakah ada suatu jalan yang singkat untuk
memahami pengetahuan geometri dari pada mempelajari melalui The Elements, Euclides menjawab
bahwa tidak ada jalan khusus raja untuk memahami geometri. Konon di sekitar tahun 1950, Presiden
Soekarno juga pernah meminta agar ahli matematika Universitas Gadjah Mada membuat matematika
ala Indonesia.
dan
Brahmagupta juga memberi aturan hitung pada pecahan dan memberi lima kombinasi aturan untuk
and
(Plofker, 2007)
Sumbangan Brahmagupta terhadap matematika selain aljabar juga meliputi aritmetika, trigonometri,
dan geometri. Aritemtika tentang deret dan bilangan nol, trigonometri tentang grafik sinus sedangkan
geometri tentang segitiga, bilangan phi, teorema Brahmagupta, dan formula Brahmagupta. Formula.
Teorema Barhmagupta sebagai berikut.
Gambar 6.2 Brahmaguptas Theorem
Brahmaguptas Theorem:
In a cyclic quadrilateral having perpendicular diagonals , the perpendiculars
to the sides through point of intersection of the diagonals (the anticenter) always bisects the
opposite side (so , , , and are the midpoints of the corresponding sides of
thequadrilateral).
(Honsberger, 1995)
where
(2)
is the semiperimeter, is the angle between and , and is the angle
between and . Brahmagupta's formula
(3)
is a special case giving the area of a cyclic quadrilateral (i.e., a quadrilateral
inscribed in a circle), for which . In terms of the circumradius of
a cyclic quadrilateral,
(4)
The area of a cyclic quadrilateral is the maximum possible for any quadrilateral
with the given side lengths.
For a bicentric quadrilateral (i.e., a quadrilateral that can be inscribed in
one circle and circumscribed on another), the area formula simplifies to
(5)
(6)
(Ivanoff 1960; Beyer 1987).
Muammad ibn Ms al-Khwrizm lahir sekitar tahun 780 di Khwrizm sekarang Khiva, Uzbekistan
dan meninggal sekitar tahun 850. Ia adalah matematikawan, astronom, dan ahli geografi dari Persia
dan bekerja di Baghdad. Sumbangan utamanya pada matematika memberi landasan selanjutnya bagi
perluasan dan pengembangan dalam aljabar dan matematika. Ia memberi pendekatan yang sistematis
dan logis untuk pemecahan persamaan linear dan persamaan kuadrat (Daffa, 1977 ). Bukunya yang
berjudul Al-Kitb al-mukhtaar f hsb al-abr wal-muqbala ditulis sekitar tahun 830. Kata aljabar
diturunkan dari nama salah satu dari operasi dasar dengan persamaan (al-jabr) yang dijelaskan dalam
buku. Buku ini diterjemahkan ke Bahasa Latin menjadi Liber algebrae et almucabala . Buku ini
memuat penjelasan lengkap untuk menyelesaikan persamaan kuadrat denga akar-akar positip (Gandz
and Saloman (1936). Metode Al-Khwrizm's untuk menyelesaikan persamaan linear dan persamaan
kuadrat dengan pertama kali mereduksi persamaan menjadi satu dari enam bentuk baku dimana b dan
c adlah bilangan bulat posistif, yaitu bentuk-bentuk ax2 = bx, ax2 = c, bx = c, ax2 + bx = c, ax2 + c =
bx, dan bx + c = ax2 dengan membagi koefisien dari suku berpangkat dua (pada persamaan kuadrat)
dan menggunakan dua operasi aljabar (restoring or completion) dan al-muqbala ("balancing").
Operasi aljabar adalah proses mengubah unit negatif, akar-akar, dan kuadrat dari persamaan dengan
menambah dengan kuantitas yang sama kepada .semua ruas. Contohnya, x2 = 40x - 4x2 direduksi
menjadi 5x2 = 40x. Al-muqbala adalah proses membawa kuantitas dari tipe yang sama menjadi
dalam satu ruas dalam satu persamaam. Contohnya, x2+14 = x+5 direduksi menjadi x2+9 = x. (Boyer,
1991). Buku lain yang juga ditulis oleh al Khwarizmi adalah Dixit algorizmi (terjemahan, aslinya
hilang), Kitb rat al-Ar (Buku Pemandangan Dunia), Zj al-sindhind (tabel astronomi), Risla fi
istikhrj tarkh al-yahd (Petunjuk Penanggalan Yahudi). Ia juga membantu dalam mengkonstruksi
peta dunia untuk Kalifah al-Ma'mun dan trerlibat dalam proyek untuk menentukan keliling bumi
(Kurniawan, 2011).
Penggunaan tabel perkalian dengan menempelkan pada balok atau papan. Perkalian dapat dinyatakan
dalam bentuk operasi penjumlahan dan pembagian dalam bentuk pengurangan. Penggunaan lebih
lanjut dapat digunakan untuk operasi akar kuadrat. Walaupun Tulang Napier dan logaritma keduanya
dikaitkan dengan nama Napier, tetapi dua hal tersebut konsepnya tidak sama. Tulang Napier yang
lengkap terdiri atas papan dasar dengan diberi garis pinggir dan pengguna meletakkan batang-batang
di samping garis pinggir (di luar papan dasar) untuk melakukan perkalian atau pembagian. Papan pada
sisi sebelah kiri dibagi atas 9 persegi dan ditulis angka 1 sampai 9. Contoh dari tulang Napier seperti
pada Gambar 6. Permukaan batang terdiri dari 9 persegi dan setiap persegi, kecuali paling atas, dibagi
dua melalui diagonal. Satu set Tulang Napier terdiri atas sepuluh batangan yang berkorespondensi
dengan digit 0 sampai 9. Batang 0, walaupun tidak harus ada, diperlukan untuk perkalian yang
memuat angka nol.
(Corlu,et. al., 2010; Seton, 1882)
Pada persegi pertama berisi satu angka dan persegi lain diisi dengan dua angka, tiga angka,empat
angka, dst sampai pada persegi terakhir memuat membilan kali angka yang paling atas. Berikut contoh
proses perkalian dari 425 x 6.
Langkah pertama adalah menempatkan tulang berkorespondensi dengan bilangan yang akan dikalikan
(425). Jadi kolom kedua, ketiga, dan keempat, berturut-turut adalah batang yang baris pertamanya
berisi 4,2, dan 5. Pada soal ini tulang 4,2 dan 5 dan ditempatkan dengan tepat seperti pada Gambar
6. a. Jika 0 digunakan dalam menyatakan bilangan ini, maka suatu ruang atau celah dikosongkan
antara tulang yang akan berkorespondensi dengan 0. Hasil perkalian diperoleh dengan cara
menjumlahkan yang angka-angkanya terdapat pada baris tersebut menurut arah diagonal sperti pada
Gambar 6. .c. Langkah selanjutnya memilih baris pada tulang yang memuat bilangan yang berperan
sebagai pengali, dalam contoh ini ialah 6 yang terletak di baris tujuh. Hanya baris yang memuat
bilangan ini (6) yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan selankutnya (Gambar 6. .b)
Sumbangan Napier terhadap matematika juga mendukung perkembangan sain lebih lanjut khususnya
fisika. Kontribusi lain dari Napier terhadap matematika adalah mengembangkan notasi desimal yang
dikenalkan oleh Simon Stevin'. Walaupun Napier melakukan kerja besar sendirian, tetapi ia
berkomunikasi denganTycho Brahe.
Alasan Hart (1978).menempatkan dalam urutan kedua sebagaimana diterjemahkan secara bebas oleh
Mahbub Djunaidi sebagai berikut
Nah, sekarang soalnya begini: taruhlah Newton itu ilmuwan yang paling jempol dari
semua ilmuwan yang pernah hidup di bumi. Paling kemilau bagaikan batu zamrud
di tengah tumpukan batu kali. Taruhlah begitu. Tetapi, bisa saja ada orang yang
mempertanyakan alasan apa menempatkan Newton di atas pentolan politikus
raksasa seperti Alexander Yang Agung atau George Wasington, serta disebut
duluan ketimbang tokoh-tokoh agama besar seperti Nabi Isa atau Budha Gautama.
Kenapa mesti begitu?
Pertimbangan saya begini. Memang betul perubahan-perubahan politik itu penting
kalau tidak teramat penting. Walau begitu, bagaimanapun juga pada umumnya
manusia sebagaian terbesar hidup nyaris tak banyak beda antara mereka di zaman
lima ratus tahun sesudah Alexander wafat dengan mereka di zaman lima ratus
sebelum Alexander muncul dari rahim ibunya. Dengan kata lain, cara manusia
hidup di tahun 1500 sesudah Masehi boleh dibilang serupa dengan cara hidup
buyut bin buyut bin buyut mereka di tahun 1500 sebelum Masehi. Sekarang,
tengoklah dari sudut perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam lima abad terakhir,
berkat penemuan-penemuan ilmiah modern, cara hidup manusia sehari-hari sudah
mengalami revolusi besar. Cara berbusana beda, cara makan beda, cara kerja dan
ragamnya beda. Bahkan, cara hidup santai berleha-leha pun sama sekali tidak
mirip dengan apa yang diperbuat orang zaman tahun 1500 sesudah Masehi.
Penemuan ilmiah bukan saja sudah merevolusionerkan teknologi dan ekonomi,
tetapi juga sudah mengubah total segi politik, pemikiran keagamaan, seni dan
falsafah. Sangat langkalah aspek kehidupan manusia yang tetap "jongkok di
tempat" tak beringsut sejengkal pun dengan adanya revolusi ilmiah. Alasan ini --
sekali lagi alasan ini-- yang jadi sebab mengapa begitu banyak ilmuwan dan
penemu gagasan baru tercantum di dalam daftar buku ini. Newton bukan semata
yang paling cerdas otak diantara barisan cerdas otak, tetapi sekaligus dia tokoh
yang paling berpengaruh di dalam perkembangan teori ilmu. Itu sebabnya dia
peroleh kehormatan untuk didudukkan dalam urutan hampir teratas dari sekian
banyak manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia
Pujian memang banyak dibrikan kepada Newton. Berikut beberapa cuplikannya
Leibniz menyatkan bahwa "Dari semua hal yang menyangkut matematika dari mulai dunia
berkembang hingga adanya Newton, orang itulah yang memberikan sumbangan terbaik." .
Menurut Laplace, "Buku Principia Newton berada jauh di atas semua produk manusia genius yang
ada di dunia." Langrange sering menyatakan bahwa Newton adalah genius terbesar yang pernah
hidup. Sedangkan Ernst Mach dalam tulisannya di tahun 1901 berkata, "Semua masalah
matematika yang sudah terpecahkan sejak masa hidupnya merupakan dasar perkembangan
mekanika berdasar atas hukum-hukum Newton." (Hart, 1978).
6.5.2. Gauss
Johann Carl Friedrich Gauss (1777 1855) adalah matematikawan dan fisikawan dari Jerman.
Gauss dikenal banyak orang karena kemampuan mentalnya yang luar biasa, waktu masih di sekolah dasar
mampu menentukan jumlah bilangan 1 sampai dengan 100 hanya dalam waktu beberapa detik dengan
trik yang sangat cerdas (Sexton, 2010). Konon ceritanya, ketika Gauss di sekolah dasar berbuat
sesuatu yang tidak pantas, gurunya J.G. Bttner, memberi tugas membuat daftar dan menjumlahkan
bilangan asli dari 1 sampai dengan 100. Ternyata, Gauss dapat menyelesaikan dengan hanya dalam
beberapa detik dan membuat heran guru dan asistennya Martin Bartels (Bell, 1986). Gauss
menggunakan ide
1 +2 +3 + .+ 100
100 + 99 + 98 +..+1 . +
101 + 101 + 101 +..+ 101 = 100 x 101
Setengah dari jumlah itu adalah 5050.
Seorang pejabat lokal yang mengetahui bakat itu mengirimnya ke Collegium Carolinum sebelum ia pergi
ke Gottingen. Gauss lulus tahun 1978 pada usia 22 tahun.
Gauss memberi kontribusi yang signifikan di bidang matematika meliputi teori bilangan, aljabar,
statistic, analisis, dan geometri differensial. Ia mendapat sebutan "the Prince of Mathematicians" atau
"the foremost of mathematicians" ( Zeidler, 2004). Gauss lahir di Brunswick dari seorang ayah yang
miskin sebagai pekerja (tukang kebun, penggali parit, tukang batu), tetapi Gauss dikenal sebagai anak
yang boros (Bell, 1986). Ia melakukan penelitian sejak umur belasan tahun dan menulis
Disquisitiones Arithmeticae pada usia 21 tahun (Sexton, 2010). Ia membuktikan teorema fundamental
aljabar sebelum usia 24 tahun. Kronecker menyatakan bahwa Perluasan dan pengembangan
arimetika yang sistematik dilakukan oleh Gauss (Bell, 1986). Leopold Kronecker (1823 1891)
adalah matematikawan Jerman yang banyak mengkaji teori bilangan dan aljabar.
Gauss dianggap sebagai matematikawan yang membuat kemajuan besar dalam pengembangan
matematika dan aplikasinya di astronomi, statistika, ilmu bumi, dsb. Ia memproduksi beberapa
teorema penting serta membuktikannya dan kajiannya yang menyangkut kurva lengkung menjadi
penyangga teori relativitasnya Einstein (Rooney, 2013). Ada anggapan bahwa sebenarnya Gauss yang
merintis Geometri Non-Euclid. Ia mengklaim bahwa ia telah mengerjakan geometri hiperbolik
sebelum Bolyai. Jnos Bolyai (1802 1860 ) adalah matematikawan Hongaria, dikenal sebagai
penemu geometri hiperbolik (Geometri Non-Euclid). Matematikawan lain yang juga dianggap sebagai
penemu geometri hiperbolik adalah Lobachevsky. Nikolai Ivanovich Lobachevsky (1792 1856)
adalah matematikawan dari Rusia.
Beberapa murid Gauss yang menjadi matematikawan yang banyak dikenal orang, antara lain
Christoph Gudermann, Christian Ludwig Gerling, Richard Dedekind, Johann Listing, Bernhard
Riemann, Christian Peters, dan Moritz Cantor. Georg Friedrich Bernhard Riemann (1826 1866 ),
seorang matematikawan Jerman yang kontribusinya yang terkenal adalah mengkreasi aksioma
kesejajaran yang berbeda dengan aksiomanya Euclides. Ia memperluas geometri hiperbola yang
bekerja dengan permukaan yang lekukannya tidak seragam (Rooney, 2013). Kalau geometri
hiperbolik mengganti aksioma kesejajaran Euclides yang menyatakan bahwa Hanya ada satu garis
sejajar terhadap suatu garis tertentu yang melalui suatu titik yang tidak terletak pada garis tertentu itu
dengan Ada paling tidak dua garis sejajar dengan suatu garis tertentu yang melalui suatu titik
tertentu yang di luar garis tertentu tersebut, maka Riemann mengganti dengan Tidak ada garis
sejajar (Prenowitz and Jordan, 1978). Pengembangan Riemann menghasilkan Geometri Riemann
atau geometri eleptik, yang ikut menentukan tahapan teori relativitasnya Einstein (Gray, 2014).
Riemann memberi banyak kontribusi terhadap matematika, sehingga namanya dikaitkan dengan
beberapa unsur dalam matematika, seperti integral Riemann, manipol Riemann, teorema pemetaan
Riemann, problem Riemann-Hilbert, teorema Riemann-Roch, persamaan Cauchy-Riemann dsb.
Julius Wilhelm Richard Dedekind (1831 1916) adalah seorang matematikawan Jerman yang
juga murid Gauss. Ia memberi kontribusi kepada matematika dalam aljabar abstrak, teori
bilangan, dan landasan pada analisis real. Dalam analisis real dikenal istilah irisan Dedekind
(Dedekind cut). Dalam matematika, sebuah irisan Dedekind adalah sebuah partisi dari
himpunan bilangan rasional kedalam dua bagian yang tidak kosong sebut S1 dan S2, sehingga
elemen-elemen S1 lebih kecil dari semua elemen S2 dan S1 tidak memuat elemen terbesar
(Courant and Robbins, 1996). Jika ada bilangan rasional terkecil di S2 (sebut d), maka irisan itu
berkorespondensi dengan bilangan rasional d. S1 memuat semua bilangan rasional yang lebih
kecil dari d dan semua bilangan yang lebih besar dari d termuat di S 2. Suatu irisan irasional q
meletakkan bilangan irasional q tidak di S1 maupun S2.. Dalam Continuity and Irrational Numbers,
Section IV , Dedekind menyatakan bahwa
6.6.1. Aristoteles
Aristoteles (384 SM 322 SM) adalah seorang filsof Yunani dan dikenal sebagai muridnya Plato dan
gurunya Alaexander Zulkarnaen. Ia dikenal sebagai seorang intelektual yang luar biasa dan
mengembangkan hampir semua ilmu pengetahuan (Garvey, 2010). Devlin (2002) memandang
Aristoteles sebagai orang yang mampu menggunakan matematika untuk melihat atau memahami pola
yang tidak kelihatan dalam musik dan struktur yang tidak kelihatan pada drama (dramatic
performance). Ia menggunakan matematika dan sain matematis dalam tiga cara (Mendell, 2004).
Matematika digunakan untuk menyusun model filsafat sain dan memberi beberapa tekhnik penting
seperti penggunaan logika. Matematika juga digunakan untuk mengembangkan argumen matematis
untuk berbagai tesis, biologi maupun etika dan lebih khusus dalam pengetahuan yang berkaitan
dengan fisika. Aristoteles banyak menulis tentang banyak hal, antara lain fisika, biologi, metafisika,
logika, etika, politik, pemerintahan , bahasa, dll. Karyanya yang berjudul Etika Nikomachea oleh
Garvey (2010) dimasukkan kedalan 20 karya filsafat terbesar.
Ia merupakan orang pertama yang mengangkat sistem filsafat barat. Filsafat matematika Aristoteles
memberi alternatif lain bagi filsafat matematika platonisme. Filsafat matematika Aristoteles banyak
yang menganggap sebagai filsafat dari ilmu eksakta atau filsafat sain yang matematis.
Ia juga dikenal sebagai orang pertama yang melakukan kajian secara formal terhadap logika yang
pada Abad 19 dimasukkan kedalam logika formal modern. Usaha secara sistematis dilakukan oleh
Aristoteles untuk mendeskripsikan pola yang mencakup bukti dan menghasilkan suatu logika yang
sering disebut dengan Logika Aristoteles (Aristotelian Logic) (Devlin, 2002). Logika Aristoteles
tentang jalan pikiran (ratiocinium) dan bukti. Jalan pikiran diwujudkan dalam bentuk syllogismus.
Menurut Aristoteles, suatu bukti atau argumen rasional terdiri atas serangkaian pernyataan yang tegas
yang mana sertiap pernyataan secara logis mengikuti pernyataan sebelumnya dalam serangkaian
pernyataan, berdasarkan pada sejumlah aturan logis (Devlin, 2002). Logika Aristoteles
menggambarkan langkah-langkah proses penalaran deduktif (deductive reasoning). Sayangnya tidak
ada penjelasan tentang awal pembuktian dimulai, pada hal setiap pembuktian harus berdasarkan pada
beberapa pernyataan yang tegas atau dijamin benar.Akibatnya pernyataan pengikut yang diturnkan
secara logis dari pernyataan sebelumnya tidak memiliki landasan kebenaran. Oleh karena itu
kebenaran model Aristoteles juga tidak menjamin benar secara tepat. Namun demikian pemikiran
Aristoteles ini diikuti banyak selama sekitar dua ribu tahun. Reputasinya sebagai matematikawan
maupun filsuf sain matematis semakin memudar (Mendell, 2004). Frege kemudian membangun logika
Aristoteles menjadi logika formal.
Sebagian komentator cenderung menginterpretasikan pendapat Aristoteles mengenai objek
matematika sebagai objek mental, sehingga sebagai filsof, Aristoteles dikelompokkan dalam aliran
neo-Platonis. Sebagian komentator lain melihat Aristoteles mengekspresikan sebagai seorang
factionalist yang memandang objek matematika merupakan entitas yang bersifat fiksi yang melekat
pada objek fisik. Aristoteles menganggap bahwa geometri dan aritmetika merupakan dua sain
matematis yang tertenting. Aristoteles menjelaskan matematika selalu dikaitkan dengan fisika, seperti
optik, astronomi, dsb.
6.6.2. Leibniz
Gottfried Wilhelm von Leibniz (1646 1716) digolongkan sebagai matemaikawan dan filsof. Ia
dikenal menguasai semua ketrampilan dan sebagai seorang yang jenius sejak usia 15 tahun (Bell,
1986). Ia pada usia 19 tahun sudah mengikuti kuliah tingkat doktoral (Rooney, 2013). Ia belajar secara
mandiri sejak anak-anak. Ketika ditolak untuk mengikuti kuliah doktoral di kotanya, lalu
ditnggalkannya pindah ke Paris dan tidak pernah kembali. Karya-karya Leibniz banyak ditulis dalam
bahasa Perancis atau Latin. Ia mengembangkan prinsip dari mesin Pascal kedalam mesin hitung yang
sangat fungsional dan dapat untuk membantu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
(Rooney, 2013). Hasil pengembangan ini dipresentasikan di London.
Kalau Newton dikenal sebagai matematikawan dan saintis, maka Leibniz dikenal sebagai
matematikawan di banyak bidang seperti hokum, agama, sejarah, logika, metafisika,dsb. Dalam hal
menerapkan penalaran matematika terhadap fenomena dunia secara fisik, Newton mengimajinasikan
sesuatu dan dengan melihat ukurannya secara matematis, sedangkan Leibniz melihatnya dengan
kalkulus dan analisis kombinatorial (Bell, 1986). Bagi Leibniz, kalkulus untuk menangani gejala
kontinu, sedangkan analisis kombinatorik untuk menangani gejala diskrit. Dalam hal pengembangan
kalkulus, notasi kalkulus yang digunakan oleh Leibniz (dx/dy) lebih banyak digunakan. Walupun
secara jelas sudah diketahui secara umum bahwa Leibniz memperoleh ide kalkulus sebagian dari
membaca karya Newton, akan tetapi sumbangannya terhadap kalkulus juga sangat signifian, dan oleh
karena itu ia tetap layak untuk disebut sebagai father of the calculus (Devlin, 2002).
Leibniz juga melakukan penelitian tentang logika simbolik, walaupun tidak dipublikasikan. Ia
berpendapat bahwa yang utama dalam matematika adalah logika (Jones, 1995). Kontribusi Leibniz
dalam logika juga meliputi prinsip-prinsip yang berkaitan dengan konjungsi, disjungsi, negasi,
identitas, himpunan inklusi, dan himpunan kosong. Oleh karena itu ada yang menyejajarkan Leibniz
dengan Aristoleles dalam logika.
Leibniz juga membuktikan Fermat's little theorem, sebuah teorema yang oleh Fermat sendiri belum
dibuktikan (Bell, 1986). Teorema ini menyatakan bahwa bahwa if p is a prime number, then for
any integer a, the number a p a is an integer multiple of p. In the notation of modular arithmetic, this
is expressed as ap (Alkauskas, 2009 ).
Pierre de Fermat (1601/1607 1665) adalah seorang praktisi hukum di parlemen Toulouse
Perancis dan matematikawan amatir (O'Connor and Robertson, 1996). Fermat memberi kontribusi
terhadap matematika yang mendorong berkembangnya kalkulus, teori bilangan, probabilitas, dan
geometri analit. Fermat merumuskan beberapa teorema matematika, yaitu Fermat's Last Theorem
(tentang penyelesaian bulat posistip dari persamaan an + bn = cn), Fermat's little theorem (hukum
tentang bilangan prima), Fermat's theorem on sums of two squares (bilangan prima yang dinyatakan
sebagai jumlah kuadrat), Fermat's theorem -stationary points (tentang maksimum dan minimum local
untuk fungsi yang differensiabel), dan Fermat polygonal number theorem (tentang menyatakan
bilangan bulat positif sebagai jumlah dari bilangan poligon).
Leibniz adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah fungsi (function) dalam matematika
yang dalam bahasa Latin disebut dengan equivalent (Bell, 1986). Ia mulai menggunakan istilah
fungsi sejak tahun 1694. Konsep fungsi adalah konsep yang masih sangat dominan dalam
matematika dan sangat diperlukan dalam sain. Sejak saat itulah, konsep fungsi dapat dinyatakan
dengan tepat dan akurat. Leibniz dan Newton juga dianggap sebagai orang yang sangat berjasa dalam
penggunaan konsep limit dalam pembahasan tentang kecepatan dan perubahan (rate and change).
Sebelum Newton dan Leibniz, kajian matematika relatif terbatas pada bilangan dan bentuk (number
and shape), tetapi setelah itu berkembang yang juga meliputi bilangan, bentuk, gerak, perubahan, dan
ruang (number, shape, motion, change, space) (Devlin, 2002).
Leibniz mulai berpikir filsafat pada akhir hidupnya, ketika ia tidak bertautan dengan kisah yang tidak
terselesaikan dengan keluarganya masalah pekerjaannya. Ia sangat dikenal sebagai penyumbang yang
signifikan terhadap metafisika. Teori Leibniz tentang monad ditampilkan dalam Monadologie. Monad
adalah unsur utama dalam alam, dan pembentuk yang substansial untuk sesuatu menjadi ada. Monad
juga merupakan pusat kekuatan. Subtansi adalah kekuatan, sedangkan ruang, materi, dan gerak
adalah hanya suatu gejala. Teori tentang monad menyatakan bahwa miniature replicas of the
universe out of which everything in the universe is composed, as a sort of one in all, all in one.
Leibniz menjelaskan bahwa pengertian everything dalam ungkapan tersebut tidak berlaku untuk
monad dan ungkapan itu berlaku di dunia ini maupun sesudahnya (Bell, 1986). Nama Leibniz juga
sangat sering dikaitkan dengan aliran filsafat optimisme yang berpandangan bahwa manusia hidup
adalah yang terbaik dari semua yang mungkin di dunia atau dengan perkataan lain Tuhan mengkreasi
alam fisik dengan menggunakan aturan fisika. Leibniz menyatakan bahwa our Universe is, in a
restricted sense, the best possible one that God could have created.
Pada tahun 1714, Leibniz mempublikasikan karyanya yang berjudul Principles of Nature and Grace,
Based on Reason yang memuat pemikiran bahwa ada suatu penjelasan bagi semua fakta, ada jawaban
untuk semua pertanyaan, dan mungkin ada interaksi antara kedua hal itu (Leibniz, 1989). Ini
mengandung sebuah pertanyaan "Why is there something rather than nothing?". Leibniz
mengisyaratkan bahwa Tuhan itu ada. Eksistensi Tuhan dapat dinalar dari keharmonisan diantara
semua monads dan Tuhanlah yang menghendaki keharmonisan yang mantab.
6.6.3. Wittgenstein
Ludwig Josef Johann Wittgenstein (1889 - 1950) lahir di Wina Austria. Latar belakang pendidikan
formalnya adalah matematika, tehnik penerbangan, dan filsafat (Budiman dan Asdi, 1988).
Wittgenstein adalah filsof terbesar abad 20 dan memiliki peran sentral dalam filsafat analitik
(Biletzki, 2014). Ia memberi kontribusi mendasar pada filsafat bahasa, logika, epistemologi,
pemikiran filsafat dan matematika (Garvey, 2010) dan terus menerus mempengaruhi filsafat saat
ini dalam topik-topik logika dan bahasa, persepsi dan intensi, etika dan religi, estetika dan
budaya (Matar, 1997).
Setelah mengikuti kuliah-kuliah dari ahli matematika Gottlob Frege, Wittgenstein tertarik pada filsafat
matematika dan logika (Mudhofir, 2001). Ketertarikan atas filasafat didorong juga oleh ahli
matematika Brouwer. Frege memberi rekomendasi kepada Wittgenstein untuk belajar kepada
Russell. Pada tahun 1912 Wittgenstein belajar kepada Russell di Trinity College, Cambridge; dan
pada tahun 1929-1932, ia semakin tekun mempelajari filsafat matematika dan ekonomi disamping
logika dan filsafat psikologi (Collinson, 2001).Ia berkenalan dengan Moritz Schlick seorang profesor
filsafat di Universitas Wina dan beberapa profesor yang lain dan juga beberapa ahli matematika.
Wittgenstein kembali ke Cambridge sebagai mahasiswa riset dengan tulisannya terdahulu Tractacus
Logico Philosophicus sebagai tesis doktornya. Tractacus Logico Philosophicus adalah pemikiran
Wittgenstein tentang logika. Pada tahun 1929 Wittgenstein mengajar di Trinity College dan
melakukan banyak kerja di bidang filsafat. Pada tahun 1935, ia menyusun Philosophical
Investigations.
Pemikiran filsafat Wittgenstein dituangkan dalam dua periode yaitu priode awal Tractatus Logico
Philosophicus (1961), dan pemikirannnya periode akhir dituangkan dalam karyanya yang berjudul
Philosophical Investigations (Bertens, 2002). Pemikiran awal Wittgenstein memperlihatkan aplikasi
dari logika modern ke metafisika, melalui bahasa, ia memberi pemikiran atau wawasan baru
kedalam hubungan antara dunia, pikiran dan bahasa dan oleh karenanya juga kedalam
hakikat filsafat. Wittgenstein (1953) dalam Philosophical Investigations mengkritik semua filsaafat
tradisional termasuk mengkritik karya awalnya. Salah satu keganjilan atau keunikan perjalanan
pemikiran filsafat Wittgenstein yang sangat berbeda dengan pemikir-pemikir lain nadalah mengkritik
karyanya sendiri dalam Tractatus Logico Philosophicus melalui Philosophicus Investigations. Ia
sebagai kreator dari dua pemikiran yang berbeda, orisinil, mempunyai pengaruh filsafat yang kuat,
dimana filsafat yang akhir adalah hasil dari kritik yang dihasilkan oleh dirinya sendiri melawan
pemikirannya sendiri yang awal (Munitz, 1981) dan merupakan filsuf yang unik, radikal dan
fundamental (Sluga dan Stern, 1996).
Karya awal Wittgenstein dipengaruhi oleh Schopenhauer, Russell, dan FregeTractatus Logico-
Philosophicus didasarkan pada gagasan bahwa masalah filsafat muncul dari kesalahpahaman logika
bahasa dan buku itu menunjukkan apa logika bahasa itu. Russell menyatakan bahwa Tractatus
Logico-Philosophicus adalah karya yang berat, karena luas jangkauannya dan kedalamnya,
dianggap peristiwa penting di dunia filsafat (Collinson, 2001). Scott (2001) memberi komentar
terhadap Tractatus Logico-Philosophicus dengan kalimat Wittgensteins Tractatus is an exciting and
challenging work of philosophy. Many of its aphorisma are striking and brilliant, but in some cases
their meaning is obscure.
Tractatus Logico-Philosophicus adalah suatu rangkaian proposisi logis tentang logika dan dunia. Ia
dalam Tractatus Logico-Philosophicus antara lain membahas logika simbolik, sifat dasar logika dan
matematika. Tesis-tesis dalam Tractatus Logico-Philosophicus ditulis untuk membahas masalah
pokok filsafat yang berkaitan dengan dunia, pikiran dan bahasa dan mengajukan suatu penyelesaian
masalah yang didasarkan pada logika dan hakikat reperesentasi atau gambar. Arah pemikirannya
adalah membentuk bahasa ideal yang didasarkan pada logika.
Tractatus Logico-Philosophicus pada bagian pendahuluan menegaskan bahwa buku itu berbicara
tentang bahasa atau logika bahasa dan salah satu unsur yang penting dalam uraiannya adalah tentang
teori gambar (picture theory) yang dianggap sebagai teori makna (Bertens, 2002). Berdasarkan teori
gambar, proposisi-proposisi adalah bermakna sejauh seperti mereka menggambar pernyataan
keadaan atau materi fakta empiris. Makna proposisi tergantung pada kemampuannya
menggambarkan keadaan atau materi fakta empiris. Pertanyaan pokok dalam Tractatus Logico-
Philosophicus adalah bagaimana mungkin bahasa dapat digunakan oleh seseorang untuk mengatakan
sesuatu kemudian perkataan tersebut dapat dimengerti oleh seseorang yang lain (Bernadien, 2004).
Buku Remarks on The Foundation of Mathematics kebanyakan membahas konsep yang bersifat logika
atau konsep logis. Buku ini terdiri atas 7 bagian, secara keseluruhan buku ini menggambarkan suatu
perbedaan antara tingkah laku yang dapat diprediksi, suatu konsep empirik, dan pentaatan aturan
(rule-following). Rule-following membahas hakikat pemahaman dalam arti apa yang dimaksud
dengan makna memahami kalimat, membandingkan pandangan atas aturan sebagai pemaksaan seperti
menentukan cara-cara untuk ahli mesin, dan membahas konsep berkaitan dengan aturan, seperti
regularitas atau keteratuan, kesepakatan, dan mengikuti perintah atau urutan. Dalam Remarks on The
Foundation of Mathematics, Wittgenstein (1978) juga memberi komentar tentang aturan yang
menekankan hakikat yang bersifat gramatik dari aturan. Adapun yang dimaksud secara gramatik
adalah bahwa konsep didiskusikan dalam istilah-istilah dari definisinya, yaitu hubungannya satu
dengan yang lain. Menurut Wittgenstein, matematika memiliki bentuk tertentu yang harus diikuti,
seperti aturan, pola-pola dan penggunaan bahasa (Telese, 1997). Dalam komunitas matematikawan,
kesepakatan berdasarkan aturan-aturan pembuktian dan pemantaban teori muncul dari andilnya
bahasa. Ini mendorong para matematikawan memantabkan rambu-rambu untuk memeriksa atau
melakukan verifikasi terhadap suatu bukti. Bukti memuat konsep matematika.
Philosophical Investigations adalah karya akhir Wittgenstein yang oleh Garvey (2010) dimasukkan
kedalam 20 karya filsafat terbesar. Karya ini juga memberikan perhatian pada logika dan bahasa
tetapi berbeda dengan karya awal, tidak terlalu teknis. Salah satu hal yang mendapat perhatian besar
Wittgenstein dalam karya ini dan dibahas juga secara mendalam dalam Remarks on The Foundation of
Mathematics adalah tentang rule-following.
Pemikiran awal menyatakan bahwa satu proposisi selalu benar-benar merupakan dasar dari suatu
rangkaian nama-nama dimana setiap nama berada (stand) pada objek. Logika dan anlisa memperjelas
dan mempertegas bahasa biasa. Pemikiran akhir menyatakan bahwa ekspresi logika bahasa semuanya
diuraikan dalam term-term berbeda. Pemikiran awal menyatakan bahwa logika dan analisa membuat
bahasa biasa menjadi jelas dan tegas. Struktur logis bahasa dilihat dalam hubungan kebenaran
fungsional dari proposisi tunggal atau proposisi majemuk ke proposisi elementer. Gagasan dari
proposisi elementer termuat dalam hubungan kebenaran atau kesalahan dengan realitas. Pemikiran
akhir menyatakan bahwa bahasa bukan diuji dengan makna dari kedalaman grammar yang
ditunjukkan oleh fungsi kebenaran proposisi elementer sebagai inti bahasa dan bahasa tidak
diturunkan dari sesuatu yang lebih mendasar dalam bentuk proposisi elementer. Pemikiran awal
menyatakan bahwa peran dasar bahasa adalah untuk melukiskan realitas dan arah pemikirannya adalah
membentuk bahasa ideal yang diadasari logika, sedangkan dalam pemikiran akhir, Wittgenstein
berpandangan bahwa banyak jenis bahasa dan bahasa memiliki banyak penggunaan, dan masing-
masing bahasa mempunyai kebenaran dan logika tersendiri
Tokoh-tokoh filsafat yang sangat berpengaruh terhadap pemikiran Wittgenstein adalah Moore,
Russell, dan Frege (Kaelan, 2003). Karya Wittgenstein Notebooks yang ditulis pada 1914-1916 dan
disusun sebagai suatu kelanjutan dan reaksi kepada konsep logika dan bahasa dari Russell and
Frege. Pengaruh pemikiran filsafat Wittgenstein terhadap filsafat abad keduapuluh sangat besar. Para
pemikir Lingkaran Wina (The Vienna Circle) yang beraliran positif logis sangat dipengaruhi oleh apa
yang mereka temukan dalam Tractatus Logico- Philosophicus (Matar, 1997), khususnya gagasan
bahwa logika dan matematika adalah analitik, prinsip verifiabilitas, dan gagasan bahwa filsafat adalah
suatu aktifitas untuk klarifikasi, bukan pengungkapan fakta.
Paul Ernest dalam karyanya yang berjudul The Philosophy of Mathematics Education mengadopsi
dan mengikuti tesis yang diajukan oleh Wittgenstein antara lain pendapat bahwa sumber dari
matematika dan logika adalah sosial konstruksi dan penerimaan aturan bahasa yang mana itu
memungkinkan manusia berkomunikasi (Ernest, 1991). Matematika memiliki bentuk tertentu yang
harus diikuti, seperti aturan, pola-pola dan penggunaan bahasa (Telese, 1997). Dalam komunitas
matematikawan, kesepakatan berdasarkan aturan-aturan pembuktian dan pemantaban teori muncul
dari andilnya bahasa. Ini mendorong para matematikawan memantabkan rambu-rambu untuk
memeriksa atau melakukan verifikasi terhadap suatu bukti. Bukti memuat konsep matematika.
Berdasarkan pendapat Wittgenstein, Ernest mengembangkan filsafat pendidikan matematika yang
dijiwai oleh pandangan konstruktivisme. Pandangan konstruktivisme ini melahirkan paradigma baru
dalam pendidikan matematika yang berkembang saat ini. Pendapat Ernest (1991) bahwa dasar dari
pengetahuan matematika adalah pengetahuan bahasa, kesepakatan dan aturan dan bahwa bahasa
adalah konstruksi sosial berpangkal pada pendapat Wittgenstein yang menyatakan bahwa
matematika sebagai kumpulan dari tata permainan bahasa (Soehakso, 1997). Hersh seorang ahli
filsafat menyatakan bahwa Math is a social entity (Hersh, 1997). Pendapat Hersh itu serupa dengan
pendapat Ernest yang juga dipengaruhi oleh pandangan Wittgenstein (Soehakso, 1997). Menurut
Soehakso, aliran positivisme logis juga dipengaruhi oleh Wittgenstein. Pendapat ini dikuatkan oleh
pernyataan The Vienna Circle logical positivists were greatly impressed by what they found in the
Tractatus, especially the idea that logic and mathematics are analytic, the verifiability principle and
the idea that philosophy is an activity aimed at clarification, not the discovery of facts (Biletzki,
2014). Kelompok filsuf yang sangat jelas berhutang budi kepada Wittgenstein adalah kelompok
pemikir Oxford (Oxford school of thought ) atau kelompok bahasa biasa yang sangat tertarik dengan
pemikiran akhir Wittgenstein dan perhatiannya pada grammar (Matar, 1997). Banyak ahli filasafat,
kelompok pemikir atau aliran filasafat yang terpengaruh oleh pandangan filsafat Wittgenstein. Oleh
karena itu sangat wajar apabila Wittgenstein dipandang sebagai filsof terbesar dan yang paling
berpengaruh pada abad dua puluh, bahkan ada yang menyebut sebagai filsof terbesar dan yang paling
berpengaruh sesudah Immanuel Kant (1724-1804).
6.6.4. Lakatos
Imre Lakatos (1922 1974) lahir di Hongaria dan diberi nama Imre Lipschitz, dari keluarga
Yahudi, dan meninggal di London. Ia menyelesaikan pendidikan doktoral di bidang filsafat di
University of Cambridge pada tahun 1961 dengan tesis berjudul Essays in the Logic of
Mathematical Discovery (O'Connor and Robertson, 2003). Ia adalah seorang filsof matematika
dengan tesisnya tentang kemungkinan kekeliruan (fallibility) matematika dan metodologi
pembuktiannya serta pembuktian kesalahan atau penyangkalan (refutation) pada tahap pra
aksiomatik dalam pengembangannya (Kerkhove, 2007). Lakatos mempublikasikan karyanya
yang berjudul Proofs and Refutations di British Journal for Philosophy of Science pada tahun
1963-1964 dalam empat bagian. Tulisan ini berlandaskan pada tesis doktoral dan tulisan-
tulisannya dalam forum diskusi antara dosen dan mahasiswa (O'Connor and Robertson, 2003).
Menurut Hersh (1997), karya Lakatos merupakan suatu hasil kerja yang banyak belajar secara
historis dan mempesona pembaca yang dihasilkan dari perdebatan yang cerdas, argument yang
lengkap, dan kecanggihan kesadaran diri (sophistication). Tulisan ini diakui sebagai karya yang
memilki nilai filosofis dan historis yang tinggi (Worrall, 1974). Menurut Hersh (1997), tulisan
itu tidak hanya memikir ulang atas penalaran yang dilakukan oleh Cauchy dan tidak hanya
menggunakan wawasan matematisnya Robinson dalan analisis non-standard untuk
mengevaluasi ulang sikap terhadap keseluruhan sejarah kalkulus dan gagasan infinitesimal.
Lakatos juga menulis sejumlah makalah dalam filsafat matematika dan ciri dari tulisan-
tulisannya adalah selalu menggunakan studi kasus secara historis untuk memberi ilustrasi
dalam argumentasinya. Lakatos sangat keberatan dengan pendekatan logis terhadap
matematika yang lepas budaya. Ia mengusulkan penyelesaian masalah filosofi dengan
melibatkan sejarah matematika, suatu pengembangan konseptual sebagai bagian dan diperoleh
dari praktik nyata. Ini akan membawa kepada kebaikan dan kemajuan lebih lanjut, yaitu
pengembangan bukti dan teknik.
Lakatos mengindikasikan bahwa teori klasik dalam filsafat matematika tidak memadai terhadap
praktik penelitian sebenarnya. Ia menganjurkan suatu model baru yang lebih dekat dengan praktik.
Pemikiran Lakatos terhadap matematika dengan menggunakan pendekatan yang merupakan sintesis
dari pemikiran tiga filsof yaitu Hegel, Popper, dan Polya (Ernest, 1997). Lakatos secara eksplisit
mengangkat topik empirisme dalam makalah yang berjudul A Renaissance of Empiricism in the
Recent Philosophy of Mathematics pada tahun 1967. Ia tidak menyatakan bahwa matematika secara
eksak seperti sain posteori, tetapi menurutnya matematika memang lebih banyak seperti sain
posteori. Ia berpendapat bahwa matematika lebih cenderung kepada matematika yang mengalir terus
menerus bergerak keatas menghilangkan kesalahan-kesalahan yang ada dari pada teori Eucliden yang
mengalirkan kebenaran dari puncak sistem terus menurus kebawah sampai kepada teorema-
teoremanya. Ide dari Polya adalah heuristic falsifiers. Pengaruh dari Hegel, Proper dan Polya
menjadikan Lakatos meyakini bahwa matematika adalah sain yang termasuk quasi-empiris. Pengaruh
Hegel berkaitan dengan intersubjektivitas, Proper dengan fallibilisme, dan Polya dengan metodologi.
Kecenderungan filosofinya Lakatos memperoleh inspirasi dari Polya untuk memberi perhatian
terhadap konteks dalam penemuan matematik (discovery), sudah barang tentu bagi Lakatos jalan yang
tepat dan layak untuk menilai heuristik matematik (Kerkhove, 2007). Penilaian dilakukan dengan
misalnya semua intrumen diletakkan untuk digunakan pada konjektur dan bukti matematik melalui
dialektika. Ia menyatakan sudah dengan sungguh-sungguh memantabkan suatu pemikiran dialektika
yang baik dalam filsafat matematika. Menurut Lakatos, matematika berkembang tidak melalui suatu
peningkatan yang monoton dari sejumlah teorema yang kokoh dan pasti tetapi melalui pengembangan
takputus-putus dari dugaan-dugaan dengan melalui spekulasi dan kritik dengan bukti yang logis dan
penolakan yang logis. Suatu penelitian matematika secara informal akan menghasilkan suatu
kekayaan siatuasi yang logis dan rasional dan tidak semata bersifat mekanis, tetapi hal ini kurang
dihargai oleh pandangan formalis. Bagi aliran formalism, matematika informal tidak bermakna, sebab
mereka memisahkan sejarah matematika dari filsafat matematika.
Mengikuti pendapat Polya, Lakatos berpendapat bahwa dalam matematika justifikasi dan discoveri
dapat dilakukan untuk penelitian logis (logical investigation), tetapi ia juga melepaskan discoveri dari
karakteri induktif yang ketat pada tahap pendugaan (conjectural) dan juga sangat memberi perhatian
pada arus pemikiran deduktif dalam membawa kebenaran matematika melalui pengembangan bukti.
Jadi pemikiran Polya maupun Proper oleh Lakatos tidak seutuhnya diikuti.
Secara langsung atau tidak langsung, banyak matematikawan yang terpengaruh oleh pemikiran
Lakatos. Lakatos dianggap sebagai pencetus konsepsi kuasi-empirisme (quasi-empiricism) dalam
matematika (Oliveri, 1997 ). Ia memberi perhatian lebih untuk memantabkan bahwa kuasi-empiris
informal (informal, quasi-empirical) matematika tidak berkembang melalui suatu peningkatan secara
monoton dari sejumlah teorema yang sudah pasti dan mantab, tetapi melalui pengembangan yang tak
putus-putus dari dugaan oleh spekulasi dan pemikiran kritis, dengan logika bukti dan logika
penyangkalan (Worral dan Zahar, 1976). Lakatos berpendapat bahwa sistem deduktif yang temasuk
dalam teori Eucliden mengakibatkan bahwa jika proposisi di puncak sistem yaitu aksioma terdiri atas
pengertian pangkal (undefined term) yang sempurna dan jika ada nilai kebenaran yang sempurna
masuk kedalam nilai kebenaran benar pada puncak sistem, yang mengikuti arus kebawah dari sistem
melalui saluran deduktif penyebaran kebenaran (bukti), maka semua itu akan merasuk keseluruhan
dari sistem (Steiner, 1983).
Lakatos sepakat bahwa pengetahuan matematikan diwakili oleh bukti-bukti (Telese, 1998), tetapi juga
berpendapat bahwa pengetahuan matematika memiliki basis yang bersifat empiris dan menolak
kemutlakan kebenaran matematika (Lakatos, 1978). Bukti-bukti dalam matematika merupakan
pengetahuan matematika ketika komunitas sosial matematikawan sepenuhnya mengkokohkan melalui
proses pengujian. Matematika bersifat tentative, secara terus menerus perlu diuji, dan tidak harus
kokoh dengan bukti yang cermat saja, sebab anggapan atau asumsi yang mendasari didasarkan pada
kesepakatan manusia yang dapat mengalami perubahan (Telese, 1998).
Tesis yang diajukan Lakatos adalah pengembangan matematika tidak memiliki kekokohan sebagai
suatu akumulasi kebenaran abadi. Pada hal pandangan terhadap matematika sebelumnya mengatakan
bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran yang tidak tergoyahkan, pasti, dan kuat. Menurut
Lakatos, matematika harus dikembangkan dengan sangat dramatis dan dengan suatu proses konjektur,
pembuktian terhadap konjektur, diikuti dengan kritik melalui usaha untuk memberi contoh kontra
untuk menduga suatu teorema maupun berbagai langkah dalam pembuktian (O'Connor and Robertson,
2003). Pendapat Lakatos cenderung menunjukkan kelemahan formalisme yang cenderung
mengidentifikasi matematika dengan formal abstraksi aksiomatik (filsafat matematika dengan
metamatika). Pendapat Lakatos ini tidak hanya melemahkan pendapat aliran formalisme, tetapi juga
pendapat-pendapat yang lain seperti pendapatnya Russell, Carnap, Tarski, dsb.(Steiner, 1983).
Meskipun filsafat matematikanya Lakatos secara umum terindikasi bersentuhan dengan falilibism,
tetapi ada sesuatu sangat fundamental bagi matematika yaitu adanya perhatian secara filosofis
terthadap apa yang disebut the inner life of mathematics atau praktik matematika. Lakatos menjadi
suatu sumber utama dari inspirasi bagi filsof untuk memasukkan (to embrace) sosio-historis agar
memberi warna pendekatan kepada matematika. Pandangan Lakatos dalam tesis doktoralnya Essays
in the Logic of Mathematical Discovery dipengaruhi oleh pemikiran Polya (O'Connor and Robertson,
2003). Lakatos memperoleh pengaruh dari pemikiran Polya tentang sejarah Euler-
Descartes berkaitan dengan rumus V - E + F = 2.
George Plya (1887 1985) adalah seorang matematikawan Hungaria, professor matematika di ETH
Zrich (1914 - 1940 ) dan pada tahun 1940 1953 di Stanford University Amerika (Roberts, 1995).
Kontribusinya terhadap matematika pada bidang kombinatorik, teori bilangan, anaisis numerik, dan
teori probabilitas. Kontribusi utamanya adalah pada kajiannya tentang pemecahan masalah. Ia tercatat
sangat terkenal karena heuristiknya dan pemikiran dan karyanya dalam pendidikan matematika. Awal
karier Polya adalah ketika bersama Gbor Szeg menulis Problems and Theorems in Analysis. Pada
akhir kariernya, pada tahun 1945, ia mempublikasikan bukunya yang sangat terkenal, berjudul How
to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Buku ini diterjemahkan ke dalam 17 bahasa, dan
dicetak lebih dari satu juta eksemplar. Buku ini mengidentifikasikan metode sistematik pemecahan
masalah untuk penemuan (discovery dan invention) dalam matematika bagi murid, guru, dan peneliti
(Schoenfeld, 1987). Pengembangan matematika humanistik memiliki hubungan dengan pendidikan
matematika, misalnya pada proses belajar mengajar (Kerkhove, 2007).Polya (1973)
mengidentifikasikan empat prinsip dalam pemecahan masalah, yaitu memahami masalah
(understanding the problem), merencanakan langkah-langkah pemecahan masalah (devising a plan),
melaksanakan rencana (carrying out the plan), dan menguji pemecahan yang didapatkan (looking
back). Schoenfeld (1987) menyatakan ketokohan Polya dalam pemecahan masalah dengan kalimat
For mathematics education and the world of problem solving it marked a line of demarcation
between two eras, problem solving before and after Plya.
Walaupun, Polya banyak kontribusinya di bidang matematika, tetapi ia sendiri secara bergurau
menyatakan I thought I am not good enough for physics and I am too good for philosophy.
Mathematics is in between (Albers and Alexanderson, 1985). Dalam kaitanya dengan filsafat
matematika, Polya menunjukkan adanya kelemahan dalam pembuktian matematik dengan bukti
induksi. Polya menggunakan bukti dengan induksi untuk menunjukkan bahwa semua kuda memiliki
warna yang sama (Rooney, 2013). Langkah-langkahnya sebagai berikut.
Kasus untuk n = 1 (satu kuda), jelas seekor kuda memiliki warna sama dengan dirinya sendiri.
Anggap bahwa teori semua kuda memiliki warna yang sama benar untuk n = m ekor kuda.
Ini berarti bahwa terdapat sebuah himpunan yang banyaknya anggota m ekor kuda dan semua
warnanya sama (1,2,3,m). Ada himpunan kedua yang banyaknya anggota (m+1) ekor kuda
(1,2,3,m+1). Dari himpunan yang kedua, dikeluarkan satu kuda sehingga himpunan kedua
memuat (2.3.4..m+1). Himpunan pertama dan himpunan kedua tumpang tindih (overlap);
himpunan kedua adalah himpunan yang beranggotakan m ekor kuda yang diakui memiliki
warna yang sama. Dengan menggunakan prinsip induksi, langkah-langkah tersebut dapat
dilanjutkan, untuk kuda-kuda berikutnya. Jadi semua kuda memiliki warna yang sama.
Pernyataan itu tidak benar artinya argument tersebut invalid. Letak kekacauannya adalah untuk n = 2,
tidak ada jaminan bahwa pernyataan benar untuk nilai tersebut, kedua himpunan tidak overlap, sebab
himpunan pertama hanya memuat kuda 1 dan himpunan kedua hanya memuat kuda 2.
Polya adalah salah satu pendukung utama penalaran yang masuk akal dalam matematika (Kerkhove,
2007). Ia menjelaskan mengapa ia menggunakan pendekatan terhadap ide matematika dengan cara
yang berbeda dengan cara sebelumnya, dengan kalimat sebagai berikut
I came very late to mathematics. ... as I came to mathematics and learned something of it, I
thought: Well it is so, I see, the proof seems to be conclusive, but how can people find such
results? My difficulty in understanding mathematics: How was it discovered?
(Albers and Alexanderson, 1985).
Walaupun pemikiran Lakatos dipengaruhi oleh Polya, tetapi boleh dikatakan bahwa pemikiran Polya
tentang matematika lebih dekat pada murid sekolah, tetapi pemikiran Lakatos lebih dekat dengan
matematikawan.