Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kuliah Sejarah dan
Filsafat Pendidikan Matematika
Oleh:
Prof. Dr. Evi Hulukati M.Pd
Disusun Oleh :
Dessy Delviana Budiman (703522006)
2022
BAB II FILSAFAT MATEMATIKA
1. Perkembangan Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-
anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari
filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi
matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan
manusia. Sifat logis dan terstruktur dari matematika itu sendiri membuat
pengkajian ini meluas dan unik di antara mitra-mitra bahasan filsafat lainnya.
Matematika dan filsafat mempunyai sejarah keterikatan satu dengan yang
lain sejak jaman Yunani Kuno. Matematika di samping merupakan sumber dan
inspirasi bagi para filsuf, metodenya juga banyak diadopsi untuk mendeskripsikan
pemikiran filsafat. Pada abad terakhir di mana logika yang merupakan kajian
sekaligus pondasi matematika menjadi bahan kajian penting baik oleh para
matematikawan maupun oleh para filsuf. Logika matematika mempunyai peranan
hingga sampai era filsafat kontemporer di mana banyak para filsuf kemudian
mempelajari logika. Logika matematika telah memberi inspirasi kepada pemikiran
filsuf, kemudian para filsuf juga berusaha mengembangkan pemikiran logika
misalnya “logika modal”, yang kemudian dikembangkan lagi oleh para
matematikawan dan bermanfaat bagi pengembangan program komputer dan
analisis bahasa. Salah satu titik krusial yang menjadi masalah bersama oleh
matematika maupun filsafat misalnya persoalan pondasi matematika. Pada abad
20, Cantor diteruskan oleh Sir Bertrand Russell, mengembangkan teori himpunan
dan teori tipe, dengan maksud untuk menggunakannya sebagai pondasi
matematika. Namun kajian filsafat telah mendapatkan bahwa di sini terdapat
paradoks atau inkonsistensi yang kemudian membangkitkan kembali motivasi
matematikawan di dalam menemukan hakekat dari sistem matematika.
Dengan teori ketidaklengkapan, akhirnya Godel menyimpulkan bahwa suatu
sistem matematika jika dia lengkap maka pastilah tidak akan konsisten; tetapi jika
dia konsisten maka dia patsilah tidak akan lengkap. Hakekat dari kebenaran secara
bersama dipelajari secara intensif baik oleh filsafat maupun matematika. Kajian
nilai kebenaran secara intensif dipelajari oleh bidang epistemologi dan filsafat
bahasa. Di dalam matematika, melalui logika formal, nilai kebenaran juga
dipelajari secara intensif. Di lain pihak, pada salah satu kajian filsafat, yaitu
epistemologi, dikembangkan pula epistemologi formal yang menggunakan
pendekatan formal sebagai kegiatan riset filsafat yang menggunakan inferensi
sebagai sebagai metode utama. Inferensi demikian tidak lain tidak bukan
merupakan logika formal yang dapat dikaitkan dengan teori permainan,
pengambilan keputusan, dasar komputer dan teori kemungkinan.
Para matematikawan dan para filsuf secara bersama-sama masih terlibat di
dalam perdebatan mengenai peran intuisi di dalam pemahaman matematika dan
pemahaman ilmu pada umumnya. Terdapat langkah-langkah di dalam metode
matematika yang tidak dapat diterima oleh seorang intuisionis. Seorang intuisionis
tidak dapat menerima aturan logika bahwa kalimat “a atau b” bernilai benar untuk
a bernilai benar dan b bernilai benar. Seorang intuisionis juga tidak bisa menerima
pembuktian dengan metode membuktikan ketidakbenaran dari ingkarannya.
Seorang intuisionis juga tidak dapat menerima bilangan infinit atau tak hingga
sebagai bilangan yang bersifat faktual. Menurut seorang intuisionis, bilangan
infinit bersifat potensial. Oleh karena itu kaum intuisionis berusaha
mengembangkan matematika hanya dengan bilangan yang bersifat finit atau
terhingga.
Banyak filsuf telah menggunakan matematika untuk membangun teori
pengetahuan dan penalaran yang dihasilkan dengan memanfaatkan bukti-bukti
matematika dianggap telah dapat menghasilkan suatu pencapaian yang
memuaskan. Beberapa pandangan filsafat menurut filsuf diuraikan sebagai
berikut:
1. Plato
Plato mendasarkan pemikirannya atas Matematika berdasarkan gagasan
dari Pythagoras (570 SM-495 SM), salah satu kelompok Sofis yang
mengatakan bahwa ilmu Matematika adalah kunci untuk memahami
realitas. Tetapi karena Plato lebih tertarik kepada bagaimana menciptakan
dunia yang ideal maka Plato menganggap bahwa Matematika adalah jalan
menuju filsafat. Seorang filsuf harus mengetahui Matematika. Menurut
Plato, Matematika adalah pengetahuan yang tidak berdasarkan kebenaran
indra (priori), tetapi berdasarkan kebenaran intelektual. Menurut Plato,
kekuatan Matematika adalah pada karakter Matematika itu sendiri. Walau
Matematika tidak sama dengan realitas, tetapi Matematika dapat
digunakan untuk menjelaskan dan memahami realitas. Menurut Plato,
pemikiran geometri (ilmu ukur) didasarkan pada fakta bahwa bentuk-
bentuk tertentu, seperti bentuk lingkaran, secara indera dipersepsikan
sehingga memperoleh pengetahuan umum yang berlaku pada "lingkaran"
itu sendiri. "Lingkaran" sebagai objek pernyataan Matematika tidak dapat
dipahami tetapi sifat-sifatnya menentukan sifat setiap lingkaran yang
terlihat. Lingkaran-lingkaran dunia indra berbeda dalam ukuran dan
pendekatannya terhadap bentuk lingkaran ideal, tetapi semuanya sama
dalam membentuk karakter. Sebagai objek yang digambar, tentu saja
objek itu merupakan gambaran tidak akurat dari lingkaran ideal yang
dibayangkan. Bagi Plato, lingkaran ideal adalah pola dasar yang mendasari
semua lingkaran yang terlihat. Di sini, Plato melihat hubungan antara
arketipe dan gambar. Semua gambar dibentuk dari arketipe. Perbedaan
mendasar antara benda-benda fisik dan geometris adalah pada interpretasi
ontologis. Plato mengatakan bahwa ahli Matematika mengandaikan istilah
seperti angka geometris atau jenis sudut yang mendasarkannya pada bukti
yang seolah-olah. Matematikawan mendasarkan diri tanpa pembenaran
pada asumsi yang tidak dipertanyakan. Mata pelajaran Matematika adalah
intelektual sehingga secara fundamental dapat diakses oleh
pengetahuan. Pengetahuan ide abstrak tetap tidak dapat diakses secara
Matematis. Pengetahuan ide abstrak hanya secara filosofis dipahami
melalui wawasan ke dalam karakter ide-ide objek Matematika. Sehingga
dari sudut pandang didaktik, Plato menganggap Matematika sebagai
persiapan penting untuk filsafat. Apa yang berlaku untuk lingkaran juga
harus berlaku untuk masalah etika dan estetika. Jadi Plato melihat
pentingnya nilai matematika bagi seorang filsuf. Dalam Politeia, Plato
menunjukkan bahwa Matematikawan tidak menjelaskan persyaratan
aksiomatik, tetapi menganggapnya sebagai bukti. Matematikawan
sebenarnya tidak tertarik pada angka-angka geometris karena angka-angka
geometri adalah tidak sempurna di alam. Geometri bukan tentang hal-hal
empiris tetapi tentang benda-benda ideal. Dalam ilmu Matematika
diasumsikan bahwa objek non-empiris - seperti kuadrat dan diagonal -
adalah tujuan dari upaya dan bukan gambarnya yang ditemukan di alam.
2. Aristoteles
Dalam filsafat Matematika, Aristoteles mengatakan bahwa entitas
Matematika bukan merupakan zat. Dengan itu Aristoteles menentang
pandangan gurunya Plato yang mengatakan bahwa setiap angka
berhubungan dengan suatu bentuk. Menurut Aristoteles jika setiap angka
berhubungan dengan suatu bentuk maka pandangan Plato ini mengaburkan
dan gagal menjelaskan hubungan antara angka-angka dan hal-hal khusus
yang masuk akal. Sebaliknya Aristoteles menyarankan bahwa angka
adalah objek fisik yang dipertimbangkan dalam abstraksi dari sifat fisik
dan kebetulan dari sifat fisik itu. Misalnya, angka 5 untuk menghitung
jumlah 5 ekor kucing. Dengan menyebut 5 ekor kucing, kita telah
memfaktorkan kucing-kucing itu menjadi 5 kucing, bukan yang lain.
Aristoteles menolak gagasan bahwa angka dapat memainkan peran kausal
di alam. Bagi Aristoteles, angka-angka itu menguatkan keberadaan
substansi dalam aktualitas sebagai fondasi alam. Dengan demikian, bagi
Aristoteles, angka-angka memperkuat substansi. Substansi bersifat
fundamental karena substansi memiliki materi aktualitas yang merupakan
apa yang ingin dicapai oleh semua hal. Dalam filsafat Matematika, tujuan
dari angka-angka adalah untuk mencapai materi substansi yang benar-
benar aktual, tanpa materi potensi. Substansi inilah nanti menjadi titik
pijak pencarian manusia akan Tuhan.
3. Gottfried Wilhelm Leibniz
Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) adalah seorang bapak Matematika
Dunia sejati yang diakui karena keunggulannya dalam banyak bidang,
terutama filsafat, teologi, matematika, dan logika. Dia dianggap sebagai
salah seorang pendiri, bersama dengan Isaac Newton, dari Kalkulus. Pada
1682, Leibniz, bersama dengan seorang filsuf dan ilmuwan Jerman, Otto
Mencke (1644-1703), mendirikan jurnal ilmiah, Acta Eruditorum
[ Laporan Para Cendekiawan ], di Leipzig. Jurnal ini ditujukan wilayah
berbahasa Jerman di Eropa, meskipun hampir seluruhnya ditulis dalam
bahasa Latin. Acta Eruditorum , jurnal bulanan, akan menjadi kendaraan
bagi banyak publikasi matematika Leibniz dan Bernoullis dan akhirnya
akan menjadi forum di mana Leibniz mempertahankan prioritasnya dalam
pengembangan kalkulus. Leibniz "mengembangkan fitur dasar dari versi
kalkulusnya" ketika tinggal di Paris selama tahun 1670-an. Pada Leibniz
sebagai Bapak Kalkulus Modern 1673 untuk mengembangkan notasi yang
baik untuk kalkulusnya dan perhitungan pertamanya yang canggung. Pada
21 November 1675 menulis sebuah manuskrip menggunakan notasi \ (\
int f (x) \, dx \) untuk pertama kalinya. Dalam naskah yang sama aturan
produk untuk diferensiasi diberikan. Pada musim gugur 1676 Leibniz
menemukan familiar \ (d (x ^ n) = nx ^ {n-1} dx \) untuk integral dan
fraksional \ (n. \). Pemikiran-pemikiran Leibniz banyak menyerupai Plato
dan Aristoteles. Terakhir adalah kesejajaran dalam hal doktrin metafisis ,
yang menyebutkan bahwa setiap proposisi dapat diredusi ke dalam bentuk
subjek-predikat. Leibniz mengambil posisi lebih radikal, bahwa predikat
sebarang proposisi “ termuat “ di dalam subjek, parallel dengan doktrin
metafisis yang terkenal bahwa dunia terdiri subjek yang self-contained
(substansi yang tidak berinsteraksi).
4. Kant
Kant (Randall, A., 1998) menyimpulkan bahwa matematika yaitu
aritmetika dan geometri merupakan disiplin ilmu yang bersifat sintetis dan
independent satu dengan yang lainnya. Dalam karyanya the Critique of
Pure Reason dan the Prolegomena to Any Future Metaphysics, Kant (ibid.)
menyimpulkan bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran sintetik a
priori. Kebenaran logika dan kebenaran yang diturunkan hanya melalui
definisi barulah kebenaran yang bersifat analitik. Kebenaran analitik
bersifat intuitif a priori. Tetapi, kebenaran matematika sebagai kebenaran
sintetik merupakan konstruksi dari suatu konsep atau beberapa konsep
yang menghasilkan informasi baru. Jika konsep murni diturunkan dari data
empiris maka putusan yang didapat adalah putusan a posteriori. Sintesis
yang diturunkan dari intuisi murni menghasilkan putusan apriori. Kant
(ibid.) memberi kontribusi karena memberi jalan tengah bahwa putusan
matematika bersifat sintetik apriori, yaitu putusan yang pertama-tama
diperoleh secara a priori dari pengalaman, tetapi konsep yang diperoleh
tidaklah bersifat empiris (Kant, I, 1783 ) melainkan bersifat murni.
Pengetahuan geometri yang bersifat sintetik a priori menjadi mungkin jika
dan hanya jika konsep keruangan dipahami secara transcendental dan
menghasilkan intuisi a priori.
Seiring waktu dan perkembangan matematika, cakupan matematika makin
meluas. Dalam hubungan matematika dan filsafat ini maka dibagilah bidang
bidang filsafat matematika. Pembagian berikut ini telah sistematis yaitu:
1. Epistemologi Matematika
Epistemologi matematika merupakan cabang filsafat yang
berhubungan pengentahuan dengan pengetahuan matematika. Hal- hal
yang ditelaah dalam cabang filsafat ini adalah segi- segi dasar pengetahuan
matematika, seperti sumber, hakikat, batas- batas, dan kebenaran
pengetahuan beserta ciri- ciri matematika yang meliputi abstraksi, ruang,
waktu, besaran, simbolik, bentuk dan pola. Matematika sebagai bagian
dari sciene artinya matematika merupakan sebuah pengetahuan yang
diperoleh dari proses belajar. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa
matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
bilangan- bilangan, titik, garis, ruang, abstraksi, besaran dan lain
sebagainya. matematika merupakan suatu ilmu yang lebih banyak
mengkaji tentang kuantitas- kuantitas, bangunan, ruang dan perubahan.
Saat ini seluruh kehidupan manusia menggunakan matematika, mulai dari
perhitungan sederhana dalam kehidupan sehari- hari sampai pada
perhitungan yang rumit seperti ilmu astronomi, geologi, informatika, dan
lain sebagianya. Ilmu- ilmu lain yang menggunakan matematika sebagai
alat bantu seperti ilmu ekonomi, social, biologi dan lain sebagainya.
Dengan demikian, matematika dipakai untuk membantu perkembangan
ilmu pengetahuan, yang secara langsung atau tidak langsung menjadi
sarana kegiatan ilmiah.
2. Ontologi Matematika
Ontologi matematika merupakan cabang filsafat yang berhubungan
dengan yang ada, sesuatu yang ada termasuk didalamnya hal- hal metafisik
di alam pengetahuan sesuatu yang ada. Banyak hal yang diperosoalkan di
dalam ontology matematika, diantaranya adalah cakupan dari penyataan
matematika yang berkaitan dengan dunia nyata atau hanya di alam pikiran
manusia. Cakupan tersebut merupakan suatu realitas dari entitas
matematika yang menjadi juga bahan pemikiran filsafat. Sejarah
mengatakan bahwa para ahli filosofi dan ahli matematika pada jaman
dahulu mempergunakan matematika sebagai alat dalam melakukan suatu
pekerjaan ataupun menyelesaikan masalah. Mulai dari hal-hal yang
sederhana sampai pada hal yang menakjubkan. Kita lihat saja
perkembangan peradaban Mesir kuno dan Babilonia. Perhitungan
matematika sederhana diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Bangsa
Mesir yang mempergunakan perhitungan sederhana untuk menghitung
pajak, luas lumbung, perdagangan, menghitung batas luas tanah yang
hilang karena luapan sungai Nil, sampai pada pembangunan istana dan
piramida yang termasuk ke dalam keajaiban dunia. Bagaimana bangsa
Babilonia mengukur jarak kapal di tengah lautan dengan menggunakan
perbandingan segitiga, tanpa harus benar-benar terjun ke laut.
3. Metodologi Matematika
Metodologi matematika adalah penelaahan metode yang khusus
digunakan dalam matematika, yang dikenal sebagai metode aksiomatik
atau metode hipotetik deduktif. Metodologi matematika adalah kumpulan
cara- cara, rumus- rumus dan kaidah- kaidah yang digunakan dalam
matematika. Dapat juga diartikan sebagai cara penyusunan berbagai
berbagai alur dan asas yang diterapkan pada matematika sebagai suatu
metode. Terdapat tiga metode dalam metodologi matematika, yaitu metode
deduksi, metode induksi dan metode dialektika. Metode deduksi adalah
suatu metode berfikir yang menarik kesimpulan dari prinsip- prinsip
umum yang kemudian diterapkan pada suatu yang bersifat khusus. Metode
induksi sebaliknya, menarik kesimpulan dari prinsip- prinsip khusus
kemudian diterapkan pada suatu yang bersifat khusus. Sedangkan metode
dialektika adalah metode berfikir yang menarik kesimpulan melalui tiga
tahap, tesis, antithesis dan sintesis atau berdasarkan premis mayor dan
premis minor untuk kemudian menghasilkan kesimpulan yang baru.
4. Logical Structure
Struktur logika yang melingkupi kesatuan struktur logis. Dalam hal ini
haru disajikan sebuah kesimpulan yang logis dalam penulisan pengetahuan
matematika.
5. Implikasi Etis
Tentang penerapan matematika ilmiah sesuai pribadi individual dalam
melakukan perhitungan angka dan aplikasi teorema dan rumus. Ini
berkaitan erat dengan impliaksi tingkah laku manusia yang bersifat etis,
contoh perkembangan teknik teknik dalam statistik. Semakin hari ini akan
semakin rumit menimbang banyaknya faktor penyebab lain yang
berkembang juga. Bagaimana perkembangan manusia secara etis dan
penerapan matematika di dalamnya, ini yang menjadi permasalahan
filsafat matematika secara estetis.