D
I
S
U
S
U
N
OLEH : KELOMPOK 1
Selvy Rani Boru Sembiring ( 0305171014)
Asminar Siregar ( 0305171011)
Sri Rahmadani ( 0305171013)
Ika Fauziah Simbolon ( 0305171016)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur ataskehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul tentang “ Filsafat Matematika dan Pendidikan Matematika”.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik bagi segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini tentang Filsafat Matematika dan
Pendidikan Matematika dapat memberikan mamfaat dan inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................I
DAFTAR ISI............................................................................................................................II
BAB I
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................1
C. TUJUAN...................................................................................................................1
BAB II
A. PEMBAHASAN.........................................................................................................2
BAB III
PENUTUP..............................................................................................................................11
A. KESIMPULAN...........................................................................................................11
B. SARAN.....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................12
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara harafiah filsafat yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa yunani,
philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik
kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
intelegensi).jadi secara entimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga di artikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam
dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Dalam KBBI,
kata filsafat menunjukkan pengertian yang dmaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya.
Matematika adalah sebuah cabang dari ilmu pengetahuan yang sudah muncul dari
berabad-abad tahun yang lalu, permasalahan matematika muncul berbeda-beda setiap jaman
tertentu baik pada jam Negara Mesopotamia, Babilonia, Mesir, dan Yunani. Dari neegara-
negara itulah mereka mempelajari dan mengkaji lebih lanjut mengenai permasalahan
matematika. Mereka mencari fakta bahwa ilmu itu bersifat tetap atau berubah-ubah. Sehingga
munculah berbagai intuisi-intuisi sehingga muncul filsafat pendidikan matematika.
B. Rumusan Masalah
Apa itu filsafat matematika
Apa itu filsafat pendidikan matematika
Apa hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan matematika
C. Tujuan
Ingin memberitahukan kepada pembaca tentang filsafat matematika dan filsafat
pendidikan matematika dan apa hubungannya, dan juga sebagai memenuhi tugas kuliah
sejarah matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A.FILSAFAT MATEMATIKA
Sejak milenium ke-5 dan ke-3 Sebelum Masehi (SM) matematika telah dikenal di Mesir
dan Babilonia kuno sebagai suatu alat bantu memecahkan berbagai persoalan non-fisik
maupun berbagai persoalan praktis. Matematika sebagai ilmu, baru dikembangkan oleh filsuf
Yunani sekitar lima ribu tahun kemudian. Filsuf-filsuf besar Yunani yang mengambangkan
matematika ialah Pythagoras dan Plato, meskipun secara umum dapat dikatakan semua filsuf
Yunani kuno bukan hanya menguasai matematika, melainkan juga ikut serta
mengembangkannya.Bagi Pythagoras, matematika adalah yang sangat penting untuk
memahami filsafat. Ia pun menemukan kenyataan yang menunjukkan bahwa fenomena yang
berbeda dapat menunjukkan sifat-sifat matematis yang identik. Karena itu, ia menyimpulkan
bahwa sifat-sifat tersebut dapat dilambangkan ke dalam bilangan dan dalam keterhubungan
angka-angka. Semboyan Pythagoras yang sangat terkenal adalah panta aritmos yang berarti
segala sesuatu adalah bilangan (kebenaran asersi ini akan dibahas dalam Modul selanjutnya). 1
Plato berpendapat bahwa geometri adalah kunci untuk meraih pengetahuan dan kebenaran
filsafat. Menurut Plato, ada suatu “dunia” yang disebutnya “dunia ide”, yang dirancang
secara matematis. Segala sesuatu yang dapat dipahami lewat indera, hanyalah suatu
representasi tidak sempurna dari “dunia ide” tersebut. Prinsip pertama dan utama dalam
matematika saat ini adalah abstraksi, karena bagi para filsuf Yunani yang mengembangkan
matematika, kebenaran pada hakikatnya hanya bersangkut paut dengan suatu entitas
permanen serta suatu keterhubungan dan pertalian yang tidak berubah-ubah. Dengan
demikian, jelas sejak semula matematika bukan hanya merupakan alat bagi pemahaman
filsafat, tetapi juga merupakan bagian dari pemikiran filsafat itu sendiri.
Selanjutnya akan dipaparkan secara ringkas pandangan para filsuf matematika “lama” atau
“terdahulu”.
1)Pandangan Plato
Bagi Plato, yang penting, bahkan yang terpenting, adalah tugas akal budi untuk
membedakan tampilan (penampakan) dari realita (kenyataan yang sebenar-benarnya). Tugas
demikian bukan saja diperlukan oleh para ilmuwan dan filsuf, tetapi juga oleh manusia pada
umumnya. Lebih khusus, para penjabat pemerintahan, yang harus mencari sarangnya di dunia
1
Kusaeri, Historiografi Matematika, Yogyakarta, 2017, hlm.8.
tampilan dan harus memahami permasalahan senyatanya. Apa yang dapat dilakukan, dan
yang seharusnya dilakukan, agar menjadi pemimpin, praktis atau teoretis, di dunia tampilan,
yang selalu berubah, Anda harus tahu realita, yang tidak pernah berubah. Hanya dengan
begitulah, kita dapat memahami dan mengatur dunia tampilan di sekitar kita. 2
Derivatif dari bidang filsafat umum yang tinggi dan kering ini ke filsafat Plato tentang
matematika terapan dan murni, yakni, perbedaan antara tampilan dan realita menjadi lebih
jelas. Plato melihat bahwa orang biasanya membedakan antara apa yang tampak dan apa yang
realitanya tanpa keraguan. Pertimbangan mereka semacam kriteria yang kurang jelas. Maka
Anda memerlukan objekreal yang keberadaannya kira-kira bebas dari persepsi Anda dan cara
bagaimana Anda menangkapnya. Karenaitu objekharus memiliki suatu derajat permanen.
Kemudian dapat didefinisikan dengan derajat ketepatan tertentu, dan sebagainya. Realitas
entitas absolut ini disebut "dunia ide" atau “bangun ide”, menjadi permanen, abadi, dan bebas
dari persepsi. Dunia ide bukan hanya model ideal dari objek fisik saja akan tetapi juga
termasuk kejadian-kejadian. Menurut Plato, ketetapan, abadi atau permanen, bebas untuk
dipahami haruslah merupakan karakteristik pernyataan-pernyataan matematika. Dan
pandangannya bahwa bilangan-bilangan, entitas geometri dan relasi antara entitas-entitas itu
objektif, atau paling tidak saling terkait, eksistensinya masuk akal.
Plato yakin bahwa terdapat objek-objek yang permanen, tertentu, bebas dari pikir seperti
yang Anda sebut “satu”, “dua”, “tiga”, dan sebagainya, yaitu, Bangun Aritmetika. Hal yang
sama untuk objek-objek“titik”, “garis”, “lingkaran” dan sebagainya, yakni, bangun geometri.
Jadi terdapat dunia ide, permanen, tertentu, yang berlainan dengan dunia cita rasa. Dunia ide
dipahami tidak dengan cita rasa, tetapi dengan nalar. Bangun aritmetika dan bangun geometri
telah menjadi isi bidang studi matematika. Bagi Plato, matematika murni (pada masanya
adalah aritmetika dan geometri Euclid) mendeskripsikan bangun matematis dan realisasi di
antara mereka. Matematika terapan melukiskan objek-objek empiris beserta relasi-relasinya.
Menurut Plato, matematika bukanlah idealisasi aspek-aspek tertentu dari dunia empiris akan
tetapi sebagai deskripsi dari bagian realitanya.
2)Pandangan Aristoteles
Filsafat matematika Aristoteles sebagian dikembangkan dari oposisinyaterhadap
Plato (gurunya) dan sebagian lagi bebas dari ajaran Plato. Ia menolak pembedaan Plato antara
dunia ide yang disebutnya realita kebenaran, dan bahwa pengalaman cita rasa dikatakan
hanya sebagai pendekatan (aproksimasi) dari dunia ide. Bagi Aristoteles, bangun atau esensi
2
Sukardjono, Hakikat dan Sejarah Matematika, Universitas terbuka, Tanggerang Selatan,2015, hlm.22.
sebarang objek empiris, misalnya piring, membangun, sebagiannya, seperti halnya pada
materinya. Dalam menyatakan bahwa Anda melihat piring bulat, kita harustidak
menyimpulkan bahwa piring adalah aproksimasi bulat dari bangun lingkaran. Aristoteles
membedakan dengan tajam antara kemungkinan mengabstraksi bulatan dengan karakteristik
matematis yang lain dan objek-objek dan kebebasan keberadaannya dari karakteristik atau
contoh-contohnya, yakni lingkaran. Ia sering kali menekankan bahwa kemungkinan
mengabstraksikan tidak berarti memerlukan kebebasan keberadaan yang diabstraksikan.
Bidang studi matematika adalah hasil abstraksi matematis yang ia sebut “objek matematis”.
Pandangan Aristoteles tentang hubungan matematika murni dan terapan juga menjadi agak
jelas. Pernyataan- pernyataan dalam matematika terapan harus mendekati pernyataan-
pernyataan dalam matematika murni.
Aristoteles juga banyak mencurahkan perhatiannya pada struktur keseluruhan teori dalam
matematika.3
Ia membedakan dengan jelas antara: (i) prinsip-prinsip yang berlaku bagi semua sains (dalam
bahasa sekarang prinsip-prinsip logika formal yang diduga berlaku dalam pengembangan
formulasi dan deduksi sebarang sains), (ii) prinsip khusus yang dianggap benar oleh
matematikawan terhalang di dalam demonstrasi teori-teori, (iii) definisi-definisi, yang tidak
mengasumsikan apakah yang didefinisikan itu ada, dan (iv) hipotesis keberadaan, yang
mengasumsikan bahwa apa yang didefinisikan itu ada. Hipotesiskeberadaan ini dalam
matematika murni tidak diperlukan.
3
Ibid, hlm.23.
Kebenaran kenyataan adalah kebetulan dan lawannya adalah mungkin. Apabila suatu
kebenaran adalah perlu, alasannya dapat dicari dengan melalui analisis, menguraikannya ke
dalam ide-ide kebenaran yang lebih sederhana, sampai Anda tiba di sini tempat yang Anda ...
Dengan demikian, kebenaran penalaran, mendasarkan pada “prinsip kontradiksi”, yang
diambilnya untuk mengkover prinsip identitas dan prinsip tolak-tengah. Bukan hanya tolologi
trivial,tetapi semua aksioma, postulat, definisi, dan teorema matematika, adalah kebenaran
penalaran, dengan kata lain, semuanya itu adalah proposisi identik yang sebaliknya adalah
suatu pernyataan kontradiksi”.
Leibniz, setuju dengan Aristoteles, bahwa setiap proposisi di dalam analisis terakhir
berbentuk subjek-predikat. Ia juga percaya bahwa subjek “memuat” predikat. Hal itu harus
berlaku untuk semua kebenaran penalaran yang berbentuk subjek-predikat.
Dengan demikian, menurutnya, harus benar untuk kebenaran penalaran apa pun. Dalam arti
bagaimanakah kebenaran kenyataan (misalnya kebenaran bolpoin Anda berwarna hitam)
dipandang sebagai subjek yang memuat predikatnya sangat tidak jelas. Konsepsi Leibniz
tentang bidang studi matematika murni sangat berbeda dengan pandangan Plato dan
Aristoteles. Bagi Plato, proposisi matematis adalah serupa proposisi logis dan bahwa
proposisi ini bukan objek tertentu yang permanen atau idealisasi hasil abstraksi objek-objek
atau sebarang jenis obyek. Proposisi-proposisi itu benar karena penolakannya menjadi tak
mungkin secara logis4.
Boleh dikatakan bahwa proposisi-proposisi adalah perlu benar untuk semua objek, semua
kejadian yang mungkin, atau menggunakan phrase Leibniz, dalam semua dunia yang
mungkin.
2. CABANG-CABANG FILSAFAT
2. Filsafat Praktika
Filsafat ini memberi petunjuk dan pedoman bagaimana manusia bertingkah laku yang
baik dan yang seharusnya. Termasuklah disini adalah etika dan politik. Tujua
terpenting dalam filsafat ini adalah membentuk sikap dan perilaku yang akan
memampukan manusia untuk bertindak dalam terang pengetahuan itu.5
3. Filsafat Produktif
Filsafat ini bertujuan membimbing dan menuntut manusia menjadi produktif melalui
suatu keterampilan khusus.6
Tujuannya utamanya adalah agar manusia sanggup menghasilkan sesuatu, baik
secara teknis, maupun secara dalam terang pengetahuan yang benar.
Epistemologi
5
Ibid, hlm.16,26-27.
6
Epistemologi adalah cabang filsafat yang bersangkut paut dengan ilmu pengetahuan.
Istilah epistemologi berasal dari dua kata yunani, episteme (pengetahuan) dan logos
(kata, pikiran, percakapan atau ilmu). Jadi epistemologi berarti kata kata, pikiran,
percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan.
Yang menjadi dasar untuk mendalami persoalan di dalam epistemologi adalah
pertanyaan-pertanyaan:
a) Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
b) Bagaimana prosedurnya?
c) Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan dengan
benar?
d) Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?
e) Apa kriterianya?
f) Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu?
Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, pada umumnya
dipandang dari sudut kefilsafatan. Banyak cabang ilmu pengetahuan yang
bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti ekonomi, estetika,
dan filsafat agama.7
Yang dibahas di dalam aksiologi adalah:
a) Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?
b) Bagaiman kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
c) Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
d) Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?8
7
Ibid, hlm.16
8
Hanna Tria, Filsafat dan Sains, diakses dari https://www.academia.edu/8751402/FILSAFAT_DAN_SAINS, pada
tanggal 12 september 2018 pukul 20:52.
ada”. Yang dimaksud “ada” adalah dari dan akan ke mana ada itu. Menurut istilah,
ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Dua
pengertian ini merambah ke dunia hakikat sebuah ilmu. Ontologi membahas masalah
ada dan tiada. Ilmu itu ada, tentu ada asal-muasalnya. Ilmu itu ada yang nampak dan
ada yang tidak nampak. Dengan berfikir ontologi, manusia akan memahami tentang
eksistensi sebuah ilmu. Ontologi membahas segala sesuatu yang ada secara
menyeluruh dan sekaligus.9 Persoalan-persoalanya adalah:
C. Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
D. Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
E. Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
F. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
G. Bagaimana prosedurnya?10
1. Pengertian Filsafat
Filsafat diambil dari kata fhilo dan shipia. Fhilo artinya menyintai dan shopia
artinya kebijaksanaan ( hikmah). Filsafat dengan demikian berarti rasa kecintaan yang
besar terhadap ilmpe ngetahuan yang dapat mewujudkan kebijaksanaan. Dari segi
istilah filsafat sebagaimana yang didefenisikan oleh R.Lauts seorang guru besar di
universitas Munich Jerman, Filsafat adalah aplikasi logika yang bebas bertujuan untuk
mengetahui secara sempurna segala fakta realitas yang bertujuan kepada memperoleh
pengetahuan ini dan mewujudkannya. Jadi kesimpulannya ,filsafat merupakan
kecintaan kepada ilmu dan hikmah dengan upaya logika yang sistematis untuk
mengetahui segala ada yang guna menyerupai tuhan dalam hal ilmunya dan
kemutlakannya dari segala yang bersifat fisik untuk memperoleh kebahagiaan di
11
akhirat.
9
Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: CAPS, 2012, hlm. 80.
10
Hanna Tria, Filsafat dan Sains, diakses dari https://www.academia.edu/8751402/FILSAFAT_DAN_SAINS
11
Usiono,filsafat pendidikan islam,(Bandung: citapustaka media,2015),hal 1
2. Filsafat Pendidikan
Dalam arti yang luas dapatlah dikatakan bahwa filsafat pendidikan adalah
pemikiran-pemikiran filsafat tentang pendidikan. Ada yang berpendapat bahwa
filsafat pendidikan ialah filsafat tentang proses pendidikan , dan pada sisi lain ada
yang berpendapat filsafat pendidikan ialah pendidikan bersangkut paut dengan cita-
cita , bentuk, metode, dan hasil dari proses pendidikan . secara historis, filsafat
pendidikan yang dikembangkan oleh para filsuf , seperti aristoteles, augustinus, dan
locke, adalah filsafat tentang proses pendidikan sebagai bagian dari sistem filsafat
yang mereka anut. Adapun filsafat pendidikan yang dikembangkan pada akhir akhir
ini, oleh pengaruh filsafat analitik, merupakan filsafat tentang ilmu pendiddikan ,
sosiologi pendidikan , dan psikologi pendidikan.
Ada beberapa aliran filsafat yang begitu mempengaruhi filsafat pendidikan. Beberapa
diantaranya di bawah ini.
Ia mengatakan bahwa sekolah adalah institusi sosial. Selanjutnya, pendidikan adalah proses
kehidupan, ukan mempersiapkan anak untuk masa depan. Pendidikan adalah proses
kehidupan itu sendiri, maka kebutuhan individual anak- anak harus diutamakan, bukan
beriorientitasi mata pelajaran ( subjeck matter oriented).
12
Ibid.,hlm. 33
Eksistensialisme. Filsafat ini menyatakan bahwa yang menjadi tujuan utama
pendidikan bukan agar anak didik dibantu bagaimana menaggulangi masalah- masalah
eksistensial mereka, melainkan agar dapat mengalami secara penuh eksistensi mereka. Para
pendidik eksistensialis akan mengukur hasil pendidikan bukan semata- mata pada apa yang
telah dipelajri dan diketahui oleh si anak didik, akan tetapi yang lebih penting adalah apa
yang mampu mereka ketahui dan alami. Para pendidik eksistensialis menolak pendidikan
dengan sistem indoktrinasi.
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengonstruksi makna atau arti baik dari teks,
dialog, pengalaman fisis, atau lainnya. Belajar juga menyatakan proses mengasimilasi dan
menghubungkan pengalaman atau bahan yang telah dipelajari dengan pengertian yang sudah
dipunyai pelajar sehingga pengertiannya berkembang. Cirinya adalah sebagai berikut:
13
Ibid.,hlm. 34
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang dilihat,
dirasakan, dan dialami. Konstruksi makna dipengaruhi oleh pengertian yang sudah
dimilikinya.
2. Konstruksi makna itu adalah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan
fenomena baru diadakanlah konstruksi.
4. Proses belajar yang sesungguhnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan,
yang merangsang pikiran lebih lanjut.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan alam sekitarnya.6.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh apa yang telah diketahui siswa: konsep, tujuan, dan
motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
14
Ibid., hlm. 35
dalam bidang studi matematikan. Adapun cabang-cabang filsafat pada umumnya
terbagi atas tiga bagian, yaitu epistemologi, aksiologi dan ontologi.
B. SARAN
Berbicara mengenai ilmu (sains atau matematika) maka tidak akan terlepas dari
filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan
tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Oleh karena itu, diharapkan kita para
mahasiswa mengerti dan memahami lebih lagi mengenai filsafat dan sains. Karena
sebagai mahasiswa kita tidak bisa terlepas dari yang namanya filsafat dan ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA