Disusun oleh :
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat...................................................................................2
B. Hakikat Ilmu Matematika........................................................................3
C. Filsafat Matematika.................................................................................4
D. Pengertian Pendidikan.............................................................................7
E. Tujuan Pendidikan...................................................................................8
F. Filsafat Pendidikan................................................................................10
G. Filsafat Pendidikan Matematika............................................................11
Kesimpulan........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat
menuntut manusia agar berfikir secara cerdas, sehingga manusia tersebut
berkembang menuju level pemikiran pengetahuan selanjutnya. Akan tetapi,
terkadang manusia tidak menyadari keterbatasan dirinya, sehingga dia selalu
berusaha memikirkan segala hal di luar jangkauan kemampuan logika dan
akalnya. Sehingga kebingungan itu tidak mengantarkan dia ke level pemikiran
selanjutnya, namun malah menjadikan dia berputar-putar di siklus tiada henti,
karena manusia tersebut terkadang dalam memikirkan suatu hal tidak berada pada
koridornya, seperti kereta yang berusaha keluar dari rel, maka otomatis kereta
tersebut tergelincir dan jatuh. Untuk itulah, dalam berfilsafat, manusia perlu
adanya suatu definisi yang jelas mengenai apa yang boleh difikirkan dan yang
tidak boleh dia fikirkan, karena batas itu sudah di luar batas logikanya.
Ilmu matematika adalah ilmu yang menuntut agar manusia berfikir kritis,
kreatif, mampu melakukan abstraksi, menggunakan logikanya agar manusia
tersebut mampu memecahkan masalah. Dengan melatih kemampuan pemecahan
masalah yang ada dalam matematika, diharapkan manusia tersebut dapat
menerapkan matematika untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk menyampaikan matematika, diperlukan suatu metode dalam hal
ini pembelajaran kepada para penuntut ilmu matematika, yaitu para siswa maupun
mahasiswa. Pembelajaran adalah bagian dari dunia pendidikan, dan tidak akan
pernah terlepas dari pendidikan. Selanjutnya, dalam makalah ini, akan dikaji
mengenai filsafat pendidikan matematika.
Seorang filsuf besar dari Yunani kuno setelah Zeno menegaskan hubungan
yang amat erat antara matematika dan filsafat adalah Plato. Ia menegaskan bahwa
geometri sebagai pengetahuan ilmiah yang berdasarkan akal murni menjadi kunci
ke arah pengetahuan dan kebenaran kebenaran filsafat. Menurut Plato, geometri
merupakan suatu ilmu dengan akal murni membuktikan proporsi-proporsi abstrak
mengenai hal-hal abstrak seperti garis lurus, segitiga atau lingkaran.
Filosofi matematika yang berbeda menghasilkan produk yang sangat berbeda
dalam hal praktek pendidikannya. Namun hubungannya tidak langsung, dan
penyelidikan atas filosofi yang mendukung pengajaran matematika dan kurikulum
matematika membuat kita juga harus mempertimbangkan nilai-nilai, ideologi dan
kelompok-kelompok sosial yang mentaatinya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Hakikat Filosofi Pendidikan Matematika?
C. Tujuan
Mengetahui Hakikat Filosofi Pendidikan Matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘philosophia’. Kata
philosophia merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos
berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia memiliki arti kebijaksanaan,
pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata philosophia adalah
cinta pengetahuan. Plato dan Socrates dikenal sebagai philosophos (filsuf) yaitu
orang yang cinta pengetahuan.
Dalam membangun tradisi filsafat, banyak orang mengajukan pertanyaan
yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai
dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu
dibangun. Secara Terminologi, Filsafat mempunyai banyak sekali definisi
tergantung dari siapa yang mendefinisikannya, bahkan setiap orang memiliki
definisi tersendiri mengenai filsafat. Dalam hal ini, akan dijelaskan beberapa
definisi dari beberapa para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan
kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato
mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai
pengetahuan kebenaran yang asli.
Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya
dengan Al-Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan)
tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan
beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
1) Plato mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan untuk meraih
kebenaran yang asli dan murni. Ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah
penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari
segala sesuatu yang ada
2) Aristoteles (murid Plato) mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang selalu berusaha mencari prinsip-prinsip dan penyebab-
penyebab dari realitas yang ada. Ia juga mengatakan bahwa filsafat
adalahilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “ada dan tampilan” dan “ada
dan realita”
3) Cicero filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “ (the mother of all the
arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan).
4) Rene Descartes, filsuf Prancis, mengatakan bahwa filsafat merupakan
himpunan yang pangkal penyelidikannya tentang Tuhan, alam, dan manusia.
5) William James, filsuf Amerika, tokoh pragmatisme dan pluralisme,
mengatakan bahwa filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebatnya
untuk berpikir yang jelas dan terang.
2
Ada empat hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat ialah: ketakjuban,
ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan. Kata ketakjuban/keheranan/
kekaguman mengandung arti ada subjek (yang kagum) dan ada objek (yang
dikagumi). Yang kagum adalah manusia, dan yang dikagumi adalah segala
sesuatu yang ada dan yang dapat diamati. Pada awalnya segala sesuatu dijelaskan
melalui mitos-mitos (takhayul-takhayul). Hal ini mengakibatkan keraguan
manusia dan merangsang untuk ingin tahu dengan akalnya. Keraguan merangsang
timbulnya pertanyaan, dan terus bertanya, yang kemudian menggiring manusia
berfilsafat. Sifat Dasar Filsafat adalah Berpikir Radikal (sampai ke akar-akarnya);
Mencari Asas (esensi realita); Memburu Kebenaran; Mencari Kejelasan (kejelasan
seluruh realita); Berpikir Rasional (logis sistematis). Peranan filsafat adalah
sebagai pendobrak (mitos, kezaliman, penipuan), sebagai pembebas
(membebaskan dari segala “penjara”), dan pembimbing (untuk berpikir
integral/utuh dan koheren/nyata).
Dan perlu untuk kita ingat bahwa kata filsuf (philosophos) dan filsafat
(philosophia) ini baru menyebar luas setelah masa Aristoteles. Aristoteles sendiri
tidak menggunakan istilah ini (philosophia atau philosophos) dalam literatur-
literaturnya. Setelah masa kejayaan Romawi dan Persia memudar, penggunaan
istilah filsafat berikutnya mendapat perhatian besar dari kaum muslimin di Arab.
Kata falsafah (hikmah) atau filsafat kemudian mereka sesuaikan dengan
perbendaharaan kata dalam bahasa Arab, yang memiliki arti berbagai ilmu
pengetahuan yang rasional.
D. Pengertian Pendidikan
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk
mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat
sesuai dengan kemampuan masyarakat, maka pendidikan adalah tanggung jawab
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggung jawab tersebut didasari
kesadaran bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh
pada kebudayaan suatu daerah, karena bagaimanapun juga, kebudayaan tidak
hanya berpangkal dari naluri semata-mata tapi terutama dilahirkan dari proses
belajar dalam arti yang sangat luas.
Secara formal pendidikan itu dilaksanakan sejak usia dini sampai perguruan
tinggi. Adapun secara hakiki pendidikan dilakukan seumur hidup sejak lahir
hingga dewasa. Waktu kecil pun dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
pendidikan anak usia dini yang nota bene anak-anak kecil sudah didasari dengan
pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai moral yang baik agar dapat membentuk
kepribadian dan potensi diri sesuai dengan perkembangan anak. Dalam PP 27
tahun 1990 bab 1 pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa sekolah untuk peserta didik
yang masih kecil adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang
menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki
pendidikan dasar (Harianti, 1996: 12). Di samping itu terdapat 6 fungsi
pendidikan (Depdiknas 2004:
4) yaitu:
7
4) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi.
12
yang lain.
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengonstruksi makna atau arti baik
dari teks, dialog, pengalaman fisis, atau lainnya. Belajar juga menyatakan proses
mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang telah dipelajari
dengan pengertian yang sudah dipunyai pelajar sehingga pengertiannya
berkembang. Cirinya adalah sebagai berikut:
1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang dilihat, dirasakan, dan dialami. Konstruksi makna dipengaruhi oleh
pengertian yang sudah dimilikinya.
2) Konstruksi makna itu adalah proses yang terus menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena baru diadakanlah konstruksi.
3) Belajar bukanlah hasil pengembangan, melainkan pengembangan itu sendiri,
perkembangan menuntut penemuan dan pengaturan kembali pikiran siswa.
4) Proses belajar yang sesungguhnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
keraguan, yang merangsang pikiran lebih lanjut.
5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan alam
sekitarnya.
6) Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh apa yang telah diketahui siswa: konsep,
tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang
dipelajari.
Menurut konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif. Siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari makna sendiri dari apa yang
dipelajari. Proses mencari ini adalah proses menyesuaikan konsep dan ide-ide
baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran siswa. Siswa
sendirilah, yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya (Shymanski, 1992).
Menurut konstruktivisme, mengajar bukanlah memindahkan (mentransfer)
pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti
berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna,
mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar
adalah suatu bentuk belajar sendiri (Bettencount, 1989).
Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang baik
terhadap suatu persoalan yang sedang dipelajari. Siswa yang mempunyai cara
berpikir yang baik, dalam arti bahwa cara berpikirnya dapat digunakan untuk
menghadapi fenomena baru (= jalan), akan menemukan pemecahan dalam
menghadapi persoalan yang lain. Jika cara berpikir ini berdasarkan pengandaian
yang salah atau tidak dapat diterima pada saat itu, siswa masih dapat
mengembangkan pikirannya. Mengajar, dalam konteks ini, adalah membantu
siswa berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri.
Menurut prinsip konstruktivisme, peran guru adalah sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu siswa agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.
Tekanannya ada pada siswa yang belajar dan bukan pada guru yang mengajar.
Penjabaran guru sebagai mediator dan fasilitator adalah sebagai berikut.
13
1) Menyediakan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa bertanggung
jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian (bukan ceramah).
2) Menyediakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan
membantu siswa mengungkapkan ide ilmiahnya. Menyediakan sarana yang
mendukung berpikir produktif. Menyediakan pengalaman yang mendukung
proses belajar.
3) Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pikiran siswa jalan
atau tidak. Guru mempertanyakan apakah pengetahuan siswa berlaku untuk
menghadapi persoalan baru yang terkait. Guru membantu mengevaluasi
kesimpulan siswa
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat pendidikan adalah pemikiran-pemikiran filsafat tentang
pendidikan. Dapat mengonsentrasikan proses pendidikan, yang
dipersoalkan adalah cita-cita, bentuk, metode pada proses pendidikan,
dapat juga pada ilmu pendidikan. Jika mengutamakan, dan hasil dari
proses pendidikan. Jika mengutamakan ilmu pendidikan maka yang
menjadi pusat perhatian adalah konsep, ide, dan metode pengembangan
dalam ilmu pendidikan. Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat
yang membahas proses pendidikan dalam bidang studi matematika.
Aliran-aliran yang berpengaruh dalam filsafat pendidikan antara filsafat
analitik, progesivisme, eksistensialisme, rekonstruksionisme, dan
konstruktivisme.
Pendidikan matematika adalah bidang studi yang mempelajari aspek-aspek
sifat dasar dan sejarah matematika, psikologi belajar dan mengajar
matematika, kurikulum matematika sekolah, baik pengembangan maupun
penerapannya di kelas.
Filsafat pendidikan matematika adalah ilmu yang berisi dasar-dasar
pemikiran tentang pendidikan khususnya pada bidang studi yang
mempelajari segala aspek tentang matematika.
15
DAFTAR PUSTAKA