Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah dan Filsafat Matematika
Disusun oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang atas taufiq, rahmat, dan
ridho-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan selesai tepat waktu.
Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Fauzi Mulyatna, M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah dan Filsafat Matematika yang telah
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang
“Filsafat Pendidikan Matematika”.
Kami juga manusia biasa tempat dimana ada kesalahan-kesalahan, maka kami
memohon maaf apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam makalah yang kami
buat ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan kita
semua. Untuk itu demi tercapainya kesempurnaan makalah ini, kami memohon saran dan
kritik dari dosen maupun teman-teman sekalian.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian.......................................................................................................3
B. Filsafat Pendidikan.........................................................................................4
C. Filsafat Pendidikan Matematika.....................................................................5
D. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Matematika...........................................8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat
menuntut manusia agar berfikir secara cerdas, sehingga manusia tersebut
berkembang menuju level pemikiran pengetahuan selanjutnya. Akan tetapi,
terkadang manusia tidak menyadari keterbatasan dirinya, sehingga dia selalu
berusaha memikirkan segala hal di luar jangkauan kemampuan logika dan
akalnya. Untuk itulah, dalam berfilsafat, manusia perlu adanya suatu definisi yang
jelas mengenai apa yang boleh difikirkan dan yang tidak boleh dia fikirkan, karena
batas itu sudah di luar batas logikanya.
Ilmu matematika adalah ilmu yang menuntut agar manusia berfikir kritis,
kreatif, mampu melakukan abstraksi, menggunakan logikanya agar manusia
tersebut mampu memecahkan masalah. Dengan melatih kemampuan pemecahan
masalah yang ada dalam matematika, diharapkan manusia tersebut dapat
menerapkan matematika untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk menyampaikan matematika, diperlukan suatu metode dalam hal
ini pembelajaran kepada para penuntut ilmu matematika, yaitu para siswa maupun
mahasiswa. Pembelajaran adalah bagian dari dunia pendidikan, dan tidak akan
pernah terlepas dari pendidikan. Selanjutnya, dalam makalah ini, akan dikaji
mengenai filsafat pendidikan matematika.
Seorang filsuf besar dari Yunani kuno setelah Zeno menegaskan hubungan
yang amat erat antara matematika dan filsafat adalah Plato. Ia menegaskan bahwa
geometri sebagai pengetahuan ilmiah yang berdasarkan akal murni menjadi kunci
ke arah pengetahuan dan kebenaran kebenaran filsafat. Menurut Plato, geometri
merupakan suatu ilmu dengan akal murni membuktikan proporsi-proporsi abstrak
mengenai hal-hal abstrak seperti garis lurus, segitiga atau lingkaran.
Filosofi matematika yang berbeda menghasilkan produk yang sangat
berbeda dalam hal praktek pendidikannya. Namun hubungannya tidak langsung,
dan penyelidikan atas filosofi yang mendukung pengajaran matematika dan
kurikulum matematika membuat kita juga harus mempertimbangkan nilai-nilai,
ideologi dan kelompok-kelompok sosial yang mentaatinya.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Pengertian dari Filsafat Pendidikan Matematika?
2) Apa Itu Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidikan Matematika?
3) Bagaimana Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Matematika?
1
C. Tujuan Masalah
1) Mengetahui Pengertian dari Filsafat Pendidikan Matematika.
2) Menjelaskan Apa Itu Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidikan Matematika.
3) Mengetahui Apa Saja Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Matematika.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1) Pengertian Filsafat
Filsafat berasal (dari kata Yunani φιλοσοφία, filosofia, arti harfiahnya
"cinta akan hikmat” adalah ilmu yang mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum
dan asasi, misalnya pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi, penalaran, nilai-
nilai luhur, akal budi, dan bahasa. Istilah ini kemungkinan pertama kali
diungkapkan oleh Pythagoras (570–495 SM).
Secara historis, filsafat mencakup inti dari segala pengetahuan. Dari zaman
filsuf Yunani Kunoseperti Aristoteles hingga abad ke-19, filsafat
alam melingkupi astronomi, kedokteran, dan fisika. Sebagai contoh, Prinsip
Matematika Filosofi Alam karya Newton pada tahun 1687 di kemudian hari
diklasifikasikan sebagai buku fisika. Pada abad ke-19, perkembangan riset
universitas modern mengantarkan filsafat akademik dan disiplin
lain terprofesionalisasi dan terspesialisasi. Pada era modern, beberapa
investigasi yang secara tradisional merupakan bagian dari filsafat telah
menjadi disiplin akademik yang terpisah, beberapa
diantaranya psikologi, sosiologi, linguistik, dan ekonomi.
3
3) Pengertian Pendidikan Matematika
Dalam pendidikan kontmeporer, pendidikan matematika merupakan praktik
dalam menajar dan belajar matematika, bersama dengan penelitian ilmiah yang
terkait saat ini. Para penelutu dalam pendidikan matematika terutama
memperhatikan alat, metode dan pendekatan yang memfasilitasi praktik atau
studi praktik.Namun, peneltian pendidikan matematika yang dikenal di benua
eropa sebagai didaktik atau oedagogi matematika telah berkembang menajdi
bidang yang luas dengan konsep,teori,metode,organisasi nasional dan
internasional,,konferensi dan literature artikel tersebut menjelaskan beberapa
sejarah, pengaruh dan kontroversi baru-baru ini.
B. FILSAFAT PENDIDIKAN
Dalam arti yang luas dapatlah dikatakan bahwa filsafat pendidikan adalah
pemikiran-pemikiran filsafat tentang pendidikan. Ada yang berpendapat bahwa
filsafat pendidikan ialah filsafat tentang proses pendidikan, dan pada sisi lain ada
yang berpendapat filsafat pendidikan ialah filsafat tentang disiplin ilmu
pendidikan.. Filsafat tentang proses pendidikan bersangkut paut dengan cita-cita,
bentuk, metode, dan hasil dari proses pendidikan. Sedangkan filsafat tentang
disiplin ilmu pendidikan bersifat metadisiplin, dalam arti bersangkut paut dengan
konsep-konsep, ide-ide, dan metode-metode ilmu pendidikan. Secara historis,
filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh para filsuf, seperti Aristoteles,
Augustinus, dan Locke, adalah filsafat tentang proses pendidikan sebagai bagian
dari sistem filsafat yang mereka anut. Adapun filsafat pendidikan yang
dikembangkan pada akhir-akhir ini, oleh pengaruh filsafat analitik, merupakan
filsafat tentang ilmu pendidikan, yakni, sejarah pendidikan, sosiologi pendidikan,
4
dan psikologi pendidikan. Ada beberapa aliran filsafat yang begitu mempengaruhi
filsafat pendidikan. Beberapa di antaranya diuraikan di bawah ini.
1) Filsafat analitik. Filsafat pendidikan analitik tidak mengetengahkan dan
tidak membahas proposisi-proposisi substantif atau pun persoalan-persoalan
faktual dan normatif tentang pendidikan. Filsafat ini menganalisis dan
menguraikan istilah-istilah dan konsep-konsep pendidikan seperti
pengajaran (teaching), kemampuan (ability), pendidikan (education), dan
sebagainya. Filsafat ini mengecam dan sekaligus mengklarifikasi berbagai
slogan pendidikan seperti “ajarlah anak, bukan pelajaran” (teach children,
not subject matter). Alat-alat yang digunakan oleh filsafat pendidikan
analitik untuk melaksanakan tugasnya adalah logika dan linguistik serta
teknik-teknik analisis yang berbeda-beda dari filsuf yang satu dengan filsuf
yang lain.
2) Progressivisme. Filsafat ini berpendapat bahwa pendidikan bukanlah
sekedar mentransfer pengetahuan kepada anak-anak, melainkan melatih
kemampuan dan keterampilan berpikir dengan cara memberi rangsangan
yang tepat. John Dewey (tokoh pragmatisme), termasuk dalam golongan
progressivisme. Ia mengatakan bahwa sekolah adalah institusi sosial.
Selanjutnya, pendidikan adalah proses kehidupan, bukan mempersiapkan
anak untuk masa depan. Pendidikan adalah proses kehidupan itu sendiri,
maka kebutuhan individual anak-anak harus diutamakan, bukan berorientasi
mata pelajaran (subjeck matter oriented).
3) Eksistensialisme. Filsafat ini menyatakan bahwa yang menjadi tujuan
utama pendidikan bukan agar anak didik dibantu bagaimana menanggulangi
masalah-masalah eksistensial mereka, melainkan agar dapat mengalami
secara penuh eksistensi mereka. Para pendidik eksistensialis akan mengukur
hasil pendidikan bukan semata-mata pada apa yang telah dipelajari dan
diketahui oleh si anak didik, akan tetapi yang lebih penting adalah apa yang
mampu mereka ketahui dan alami. Para pendidik eksistensialis menolak
pendidikan dengan sistem indoktrinasi.
4) Rekonstruksionisme. Filsafat ini berpendapat bahwa pendidikan
merupakan reformasi sosial yang menghendaki “renaissance sivilisasi
modern”. Para pendidik rekonstruksialis melihat bahwa pendidikan dan
5
reformasi sosial itu sesungguhnya adalah sama. Mereka memandang
kurikulum sebagai problem- centered. Pendidikan pun harus berani
menjawab pertanyaan George S. Cout: “Beranikah sekolah-sekolah
membangun suatu orde sosial baru?”.
6
disajikan 69 makalah. Pada konferensi II, 1987, membengkak menjadi 160
makalah, dan konferensi III, 1993, lebih membengkak lagi menjadi 250 makalah.
Ini menunjukkan bahwa konstruktivisme sedang naik daun. Ringkasnya, gagasan
konstruktivisme tentang pengetahuan adalah sebagai berikut (von Glaserfeld dan
Kitchener, 1987).
1) Pengetahuan bukanlah gambaran kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan
konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu
untuk pengetahuan.
3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi
membentuk pengetahuan apabila konsepsi berlaku dalam berhadapan dengan
pengalaman-pengalaman seseorang dan disebut konsep itu jalan.
Dalam proses konstruksi, menurut Glaserfeld, diperlukan berbagai
kemampuan: kemampuan mengingat dan mengungkap kembali pengalaman,
kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai kesamaan dan
perbedaan, dan kemampuan untuk lebih menyenangi pengalaman yang satu
daripada pengalaman yang lain.
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengonstruksi makna atau arti baik
dari teks, dialog, pengalaman fisis, atau lainnya. Belajar juga menyatakan proses
mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang telah dipelajari
dengan pengertian yang sudah dipunyai pelajar sehingga pengertiannya
berkembang. Cirinya adalah sebagai berikut:
1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang dilihat, dirasakan, dan dialami. Konstruksi makna dipengaruhi oleh
pengertian yang sudah dimilikinya.
2) Konstruksi makna itu adalah proses yang terus menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena baru diadakanlah konstruksi.
3) Belajar bukanlah hasil pengembangan, melainkan pengembangan itu sendiri,
perkembangan menuntut penemuan dan pengaturan kembali pikiran siswa.
4) Proses belajar yang sesungguhnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
keraguan, yang merangsang pikiran lebih lanjut.
5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan alam
sekitarnya.
7
6) Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh apa yang telah diketahui siswa: konsep,
tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang
dipelajari.
Menurut konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif. Siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari makna sendiri dari apa yang
dipelajari. Proses mencari ini adalah proses menyesuaikan konsep dan ide-ide
baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran siswa. Siswa
sendirilah, yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya (Shymanski, 1992).
Menurut konstruktivisme, mengajar bukanlah memindahkan (mentransfer)
pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti
berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna,
mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar
adalah suatu bentuk belajar sendiri (Bettencount, 1989).
Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang baik
terhadap suatu persoalan yang sedang dipelajari. Siswa yang mempunyai cara
berpikir yang baik, dalam arti bahwa cara berpikirnya dapat digunakan untuk
menghadapi fenomena baru (= jalan), akan menemukan pemecahan dalam
menghadapi persoalan yang lain. Jika cara berpikir ini berdasarkan pengandaian
yang salah atau tidak dapat diterima pada saat itu, siswa masih
dapatmengembangkan pikirannya. Mengajar, dalam konteks ini, adalah membantu
siswa berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri.
Menurut prinsip konstruktivisme, peran guru adalah sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu siswa agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.
Tekanannya ada pada siswa yang belajar dan bukan pada guru yang mengajar.
Penjabaran guru sebagai mediator dan fasilitator adalah sebagai berikut.
1) Menyediakan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa bertanggung
jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian (bukan ceramah).
2) Menyediakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan
membantu siswa mengungkapkan ide ilmiahnya. Menyediakan sarana yang
mendukung berpikir produktif. Menyediakan pengalaman yang mendukung
proses belajar.
3) Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pikiran siswa jalan
8
atau tidak. Guru mempertanyakan apakah pengetahuan siswa berlaku untuk
menghadapi persoalan baru yang terkait. Guru membantu mengevaluasi
kesimpulan siswa.
9
Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan
logos yang berarti ilmu. Sehingga Epistemologi dapat diartikan sebagai ilmu
yang membahas tentang pengetahuan dan cara memperolehnya. Menurut Adib
(2010: 74), Epistemologi adalah cabang fisafat yang disebut juga teori
pengetahuan dan membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan,
hakekat pengetahuan, dan sumber pengetahuan. Dengan kata lain,
Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang menyoroti atau membahas
tentang tata-cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan.
Epistemologi Matematika adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau
menelaah hingga diperolehnya ilmu matematika. Tata-cara, teknik, atau
prosedur mendapatkan ilmu matematika adalah dengan metode matematika,
dan metode matematika dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu metode non-
ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem solving. Contoh dari Epistemologi
Matematika saya ambil dari metode non-ilmiah. Metode non-ilmiah dalam
matematika adalah prosedur untuk mengkaji ilmu matematika yang diperoleh
dengan cara penemuan secara kebetulan, trial and error, common sense,
prasangka, otoritas, dan pengalaman biasa. Hal ini diterapkan pada ilmuwan-
ilmuwan masa lampau yang menelaah ilmu matematika setelah menetapkan
Ontologi Matematika.
10
mempunyai nilai karena keunikannya, matematika mempunyai nilai karena
tujuannya, dan matematika mempunyai nilai karena fungsinya. Salah satu
contoh dari Aksiologi Matematika yaitu nilai matematika karena keunikannya.
Matematika adalah disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas dibandingan
disiplin ilmu lainnya. Matematika dipandang sebagai ratu ilmu atau
sederhananya ilmu yang mendasari ilmu lain. Inilah yang membuat
matematika itu unik karena matematika tidak diturunkan dari ilmu lainnya.
Karena keunikannya ini, matematika memiliki kegunaan untuk menjadi bahasa
ilmu pengetahuan bagi ilmu lainnya.
Metodologi Matematika
Metodologi matematik adalah penelaah terhadap metode yang khusus
dipergunakan dalam matematik. Hal ini menyangkut problem-problem seperti
pemilihan, kebebasan, dan penyederhanaan dari istilah-istilah pangkal dan
aksioma-aksioma, formalisasi dari batasan-batasan dan pembuktian-
pembuktian.
11
Matematika dipandang sebagai suatu seni (art). Hal ini mengandung arti
bbahwa matematika mempunyai unsure keindahan. Seorang filsuf Morris Kline
menyatakan bahwa Matematika yang baik harus memenuhi salah satu dari 3
ukuran yaitu keguanaan langsung, dalam ilmu, keguanaan potensial, atau
keindahan.
Keindahan dapat dicapai karena adanya ide-ide orisinil, kesedehanaan, dalil,
kecermelangan jalan pikiran, atau sesuatu cirri lainnya dalam matematik. Inilah
aspek estetis dari matematika.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
14