Mata Kuliah
Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Oleh:
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah serta
karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat pada
waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan sebagai pertanggung jawaban atas tugas yang diberikan
dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan Matematika yaitu Bapak Prof. Dr. Marsigit, MA. Selain
itu, tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah sebagai materi diskusi serta untuk
membantu kita mendalami mata kuliah Filsafat Pendidikan Matematika khususnya penjelasan
filsafat tentang bilangan.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang telah
memberi kepercayaan dan kesempatan untuk membuat makalah ini dan semua pihak yang telah
membantu.
Makalah ini penulis susun dengan maksimal baik dari segi materi maupun cara
penulisannya. Namun, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.
Harapan penulis, mudah-mudahan makalah ini benar-benar memberikan manfaat bagi
pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Geometri kuno sebagian dimulai dari pengukuran praktis yang diperlukan untuk pertanian
orang–orang Babylonia dan Mesir. Kata “geometri” menurut orang Mesir dan Babyloni ini
diperluas untuk perhitungan panjang ruas garis, luas dan volume.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah, geometri lebih berkenaan dengan bangun-
bangun geometri, garis dan sudut, kesebangunan, kekongruenan, transformasi, dan geometri
analitis. Geometri merupakan bagian dari matematika yang mempelajari pola-pola visual, yang
akan menghubungkan matematika dengan dunia nyata. Geometri juga dapat dipandang sebagai
sistem matematika yang menyajikan fenomena yang bersifat abstrak (tidak nyata), akan tetapi
dalam pembelajarannya bertahap didahului dengan benda-benda kongkret sebagai media
sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Obyek geometri merupakan hal yang abstrak akan tetapi mereka “ada”. Hal tersebut
merupakan kenyataan bahwa geometri sebagai suatu aspek matematika yang sangat penting
dan berperan dalam kehidupan. Geometri menjadi materi yang ingin diketahui secara mendasar
dan fundamental untuk pengembangan matematika itu sendiri dan pengembangan kemampuan
berpikir manusia secara logis. Oleh karena itu perlu adanya tinjauan tentang ”geometri”
tersebut berdasarkan filsafat matematika.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan filsafat pendidikan matematika.
2. Untuk mengetahui penjelasan geometri secara filsafat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Seorang guru harus memahami epistimologinya sebelum mengoperasionalkannya secara
efektif.
Pendidikan matematika yang memiliki objek dan subjek yang konkrit menjadi suatu
keuntungan bagi aspek fenomenologi. Fenomenologi yang berusaha memahami sesuatu
berdasarkan pengalaman nyata akan lebih mudah mencerna pendidikan matematika. Dalam
memahami pendidikan matematika fenomenologi memandang proses pembelajaran
matematika yang terjadi secara nyata dan sadar. Fenomenologi merupakan suatu kajian
mengenai pengetahuan yang berasal dari rasa sadar atau kesadaran dalam sebuah peristiwa.
Hal yang menarik ketika masuk ke lingkup pendidikan matematika yang nantinya akan
menelisik matematika secara konkret dan sadar. Proses yang terjasi dalam pendidikan
matematika jika ditelisik dengan fenomenologi ini sejatinya merupakan hasil pencapaian yang
diperoleh dari pengalaman yang konkret. Contoh Fenomenologi pendidikan matematika yaitu
berkesinambungan dengan skema yang terjadi dalam pembelajaran di kelas. Hal ini
menerapkan fungi aksi reaksi sebagaimana suatu proses pendidikan metematika akan tercapai
jika hal atau proses itu terlaksana dan teralisasi dengan baik. Menurut Gravemeijer terdapat
salah satu tahap dimana siswa menerapkan fenomenologi didaktis yaitu tahap dimana para
siswa sedang mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, atau materi lain yang terkait dengan
matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai
kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan siswa
sebagai masalah nyata.
Berbicara tentang pendidikan matematika berarti berbicara tentang pendidik, peserta
didik, kurikulum, perangkat pembelajaran, metode, pendekatan didalam proses pembelajaran.
Relevansi filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan matematika bahwa filsafat ibarat gerbong
kereta dan pendidik bukanlah sebagai penumpang kereta tetapi menjadi penumpang pesawat
yang mampu mengamati laju kereta, bagian-bagian dari kereta dan seluruh item yang terdapat
didalam kereta. Maka ilmu filsafat membantu pendidik untuk memahami karakter-karakter
peserta didik, memahami metode dan pendekatan apa yang bersifat etik dan estetika dalam
proses pembelajaran. Tidaklah ada suatu metode atau pendekatan yang tepat bagi suatu
pembelajaran karena jika pendidik memahami bahwa pembelajaran matematika menggunakan
metode hidup. Didalam filsafat dan spiritual diketahui bahwa manusia itu bersifat relative
karena itu kodrat manusia yang ditetapkan Tuhan. Tidaklah ada manusia yang sempurna,
manusia hanya mampu menggapai kesempurnaan hidup lewat usaha atau ikhtiar. Usaha dan
do’a didalam filsafat berhubungan erat dengan fatal dan vital, vital bermakna hanya berusaha
tanpa adanya do’a dan fatal hanya berdo’a tanpa adanya ikhtiar atau usaha. Jadi dalam
4
melaksanakan atau menjalani kehidupan maka berusaha dan berdoalah maka sebenar-benarnya
hidup adalah interaksi antara do’a dan ikhtiar.
Sifat yang tidak boleh digunakan oleh pendidik dalam pembelajaran adalah sifat
determinisme atau mereduksi sifat peserta didik. Sifat determinis yaitu menghilangkan sifat
orang lain atau mereduksi sifat orang lain dengan mendominasi sifat dirinya sendiri dalam
sutau kondisi. Pendidikan matematika mengharapkan bahwa pendidik memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi peserta didik untuk membangun dunia mereka sendiri.
Pendidik seharusnya mampu memahami bahwa paradigma pembelajaran era kontemporer
bahwa peserta didik diberikan suatu kesempatan untuk membangun dunianya yang dimulai
dari bertanya. Seperti yang dilakukan oleh Rene Descartes.
Rene Descartes mempunyai pengalaman bermimpi, dia tidak bisa membedakan mimpi
dan bukan mimpi. Dunia mimpi dan dunia nyata yang ia alami tidak memiliki perbedaan yang
mampu memberikan penjelasan bahwa dia sedang dialam mimpi atau nyata karena dia merasa
keduanya hampir sama. Dari kejadian itu maka dia mencari kepastian, dan pertanyaan yang
timbul adalah, “apakah sekarang aku sedang dialam nyata atau dialam mimpi?, maka satu-
satunya kepastian yang pasti yang tidak bisa dibantah ole Rene Descartes adalah “aku sedang
bertanya” atau “aku sedang memikirkannya”. Kesimpulannya Rene Descartes sebenarnya aku
tidak bermimpi tetapi betul-betul ada karena aku memikirkannya. Jadi aku ada karena aku
berpikir (cogito ergo sum).
Dari kejadian yang dialami oleh Rene Descartes inilah seyogyanya menjadi rujukan
bagi para pendidik untuk memahami bahwa peserta didik bukanlah untuk menerima informasi
atau proses transfer of knowledge dan bukan teacher center tetapi lebih kepada student
center dimana peserta didik menjadi pusat dari suatu proses pembelajaran sehingga pendidik
tidak lagi berada didepan kelas (in front of class) tetapi lebih kepada in my side bagi peserta
didik. Peserta didik seyogyanya diberikan kesempatan untuk memulai bertanya tentang materi
pembelajaran.
5
Sedangkan persegi panjang sebenarnya hanya ada dalam alam pikir manusia. Siapa yang bisa
menetapkan seberapa besar garis atau sisi sebuah persegi panjang. Demikian pula bagaimana
dengan ketebalan sebuah persegi panjang. Hal-hal tersebut tak pernah terungkap di saat
membicarakan persegi panjang dan juga benda-benda geometri yang lainnya. Akan tetapi
mereka ada dan dapat dipelajari sebagai materi matematika yang sangat bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari dan juga dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Kalaupun obyek geometri itu abstrak, akan tetapi mereka “ada”. Salah satu contoh
bagian dari geometri adalah bangun ruang, dimana kubus masuk di dalamnya. Ketika kita
telusuri definisi kubus dan komponen pembentuknya, yaitu: bidang, garis, dan titik. Kubus itu
apa? kubus adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi. Persegi itu apa? persegi
adalah suatu luasan yang dibatasi empat garis yang sama panjang. Garis itu apa? garis adalah
kumpulan titik-titik yang memiliki panjang tertentu dengan jarak antara dua titik yang paling
dekat sama dengan atau mendekati nol. Lalu titik itu apa? Tanda titik yang biasa digunakan
untuk mengakhiri kalimat. Itu hanyalah lambang dari sebuah titik. Titik dalam geometri adalah
definisi pangkal, yang tidak dapat dijelaskan, bahkan, ilmuwan geometri hingga saat ini belum
menemukan definisi dari sebuah titik, akan tetapi titik harus ada dalam ilmu geometri. Begitu
juga keberadaan Tuhan yang tidak dapat dijelaskan dengan hanya menggunakan logika, namun
Dia harus ada.
Pada geometri, hal yang berhubungan dengan dengan filsafat adalah keberadaan
objeknya. Hal ini berhubungan dengan persoalan tentang ”ada”, sehingga berada pada ranah
ontologi. Matematika ditinjau dari aspek ontologi, dimana aspek ontologi telah berpandangan
untuk mengkaji bagaimana mencari inti yang yang cermat dari setiap kenyataan yang
ditemukan, membahas apa yang kita ingin ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, menyelidiki
sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental. Pembahasan geometri meliputi benda-
benda abstrak sebagai objeknya. Pada kenyataannya, benda-benda abstrak tersebut dapat
dimodelkan dengan benda-benda kongkret sebagai objek pengamatan, khususnya pada tahap
awal pembelajaran tentang geometri di SD ataupun SMP. Pemodelan tersebut tetap harus
memperhatikan batasan-batasan atau definisi atau pengertian dari benda-benda geometri yang
dimaksud.
Pada ranah epistemologi, matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan konsep-konsep
yang kongkrit, kontektual, dan terukur matematika dapat memberikan jawaban secara akurat.
Berawal dari keinginan untuk membuat bangunan yang megah dan indah, mempermudah
pengukuran, mengakuratkan perhitungan, dan menyelesaikan masalah keruangan lainnya. Sifat
6
alami geometri yang abstrak berkaitan dengan bangun-bangun pada matematika, berawal dari
persoalan nyata kehidupan manusia. Sehingga hubungan antara realitas dan penyusunan
pengertian manusia berhubungan erat dengan fenomenologi. Menurut Edmund Hussrel,
seluruh ciri benda yang masuk ke dalam kesadaran sebagai fenomena. Fenomena bersifat
intensional, yang berarti selalu berhubungan dengan struktur kesadaran. Kesadaran senantiasa
terarah menampakkan diri, sehingga terjadi korelasi antara kesadaran dengan fenomena.
Di dalam kesadaran, fenomena berwujud sebagai perwakilan atas objek. Sartre
menamakan perwakilan atas objek di dalam kesadaran dengan istilah imaji. Konsep imaji
Sartre mempunyai dasar pengertian pada fenomena dan konstitusi Husserl, yang terlihat pada
penjelasan :
“Dengan demikian kata imaji hanya menunjukkan hubungan kesadaran dengan obyek;
dengan perkataan lain, imaji berarti cara di mana objek menampakkan dirinya dalam
kesadaran, atau suatu cara dimana kesadaran menghadirkan objek untuk kesadaran itu
sendiri”
Imaji dalam kesadaran mempengaruhi proses kognitif terhadap keberadaan objek yang
tidak bersifat tunggal. Di saat indera menangkap objek geometri atau pemodelannya, persepsi
akan menangkap keseluruhan objek sesuai dengan setiap imaji dan menghasilkan imaji tentang
onjek yang dilihat beserta keadaan lain seperti sifat-sifatnya. Sehingga di saat berhadapan
dengan objek geometri yang sebenarnya (abstrak) yang memiliki kesamaan ciri-ciri dengan
hasil pengamatan sebelumnya, kesadaran akan membentuk imaji dari objek geometri
tersebut. Berdasarkan gagasan tentang imaji, objek-objek tersebut mendapati landasan
ontologinya.
Geometri sebagai ilmu abstrak, dalam perlembangannya berperan besar terhadap
kemajuan teknologi untuk memecahkan masalah praktis dan moral. Sehingga disamping
mendapati landasan ontologinya, geometri dengan mudah juga akan mendapati landasan
aksiologinya. Aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam
seseorang mengembangkan ilmu. Aksiologi merupakan filsafat nilai, menguak baik buruk,
benar-salah dalam perspektif nilai. Aksiologi matematika sendiri terdiri dari etika yang
membahas aspek kebenaran, tanggungjawab dan peran matematika dalam kehidupan, dan
estetika yang membahas mengenai keindahan matematika dan implikasinya pada kehidupan
yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya dalam kehidupan. Jadi,
jika ditinjau dari aspek aksiologi, matematika seperti ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak
memberikan kontribusi perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini.
7
Pada aspek estetika yang membahas mengenai keindahan geometri dan implikasinya
pada kehidupan yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya pada
kehidupan. Banyak bangunan megah dan indah dihasilkan dari penerapan geometri pada
bidang arsitektur. Bentuk geometris dalam sebuah perumahan modern menunjukkan area-area
yang melingkar, garis lurus, konstruksi atap yang berbentuk segitiga, kotak-kotak yang rapi
ataupun halaman rumah berbentuk persegipanjang, dan banyak bangun yang simetris terhadap
suatu garis. Alam sendiri sama sederhananya dalam hal kesimatrian dan keindahannya, seperti
halnya dalam sayap kupu-kupu yang memiliki bentuk identik. Bentuk-bentuk seperti lingkaran,
persegipanjang, spiral, dan segitiga bisa kita temukan dalam peninggalan bangsa-bangsa
prasejarah, meskipun sebenarnya pola-pola ini telah ada di alam sebelum manusia pertama
tercipta. Titik-titik, garis-garis, sudut-sudut, dan bidang-bidang dijadikan sebagai dasar dari
bentuk-bentuk geometris.
Pada pembelajaran geometri di sekolah, upaya mengkongkretkan benda abstrak
banyalah untuk mempermudah dalam penginderaan dan diarahkan untuk tidak merancukan
atas definisi atau pengertian benda-benda geometri yang sebenarnya. Dengan pengamatan
inderawi, para subjek pembelajar diharapkan memahami pengetahuan melalui pengenalan dan
pengertian. Pada akhirnya diarahkan untuk memahami objek geometri sebenarnya yang
bersifat abstrak dan hanya ada di alam pikiran.
Pemahaman orang dewasa dan anak muda (pelajar sekolah dasar dan
menengah) tentang ilmu matematika itu berbeda. Anak muda belajar dengan cara sintetik a
posteriori yaitu dengan realisme dan fakta empiris atau pengalaman, sedangkan orang dewasa
itu pembelajarannya bersifat analitik a priori. Begitupula pada matematika murni dan
matematika pendidikan, matematika murni itu bersifat analitik a priori, berdasarkan pandangan
kaum logicism, formalism dan foundalism bahwa matematika murni itu berdasarkan logika
dan rasio. Pembelajaran matematika diharapkan menggunakan sintetik a priori jadi ilmu itu
dibangun atas dasar intuisi, pengalaman, rasio, logika dan realita. Pendekatan kontekstual dan
kontruktivisme sangat dibutuhkan guna memberikan pemahaman kepada siswa tentang ilmu
matematika. Jadi sebagai pendidik janganlah mengajar tentang konseptual tetapi mengajarlah
dengan cara kontekstual.
Perkembangan struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh
siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi. Penalaran matematika adalah penalaran induktif
dan deduktif . Berpikir induktif diartikan sebagai berpikir dari hal-hal khusus menuju umum,
berpikir deduktif diartikan sebagai berpikir dari hal khusus menuju umum. Dalam geometri
upaya memahami hal-hal yang abstrak guna memperoleh penyelesaian dilakukan melalui
8
pembelajaran yang kontekstual dan pemodelan yang lebih kongkret. Pada asal mula lahirnya
geometri, berawal dari upaya untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah kongkret dalam
kehidupan manusia.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Relevansi filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan matematika bahwa filsafat ibarat
gerbong kereta dan pendidik bukanlah sebagai penumpang kereta tetapi menjadi
penumpang pesawat yang mampu mengamati laju kereta, bagian-bagian dari kereta
dan seluruh item yang terdapat didalam kereta. Maka ilmu filsafat membantu
pendidik untuk memahami karakter-karakter peserta didik, memahami metode dan
pendekatan apa yang bersifat etik dan estetika dalam proses pembelajaran. Tidaklah
ada suatu metode atau pendekatan yang tepat bagi suatu pembelajaran karena jika
pendidik memahami bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode hidup.
Bentuk geometri merupakan hal yang abstrak yang tidak dapat diraba, dipegang, atau
diamati secara langsung melalui panca indera. Bentuk geometri yang selama ini kita
lihat hanyalah merupakan model bentuk geometri. Sedangkan bentuk geometri
sebenarnya hanya ada dalam alam pikir manusia. Akan tetapi mereka ada dan dapat
dipelajari sebagai materi matematika yang sangat bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari. Kalaupun bentuk geometri itu abstrak, akan tetapi mereka “ada”.
10
DAFTAR PUSTAKA
11