Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HIRARKI DALAM MATEMATIKA, PEMBELAJARAN, KEMAMPUAN DAN HIRAKI


SOSIAL

Di Susun Oleh :

 Gita Lavenia ( 2011280023 )


 Revi Yuliani ( 2011280036 )

Dosen Pengampuh :
Dr. Pd. Syaipul Amri, S.Pd. M

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Hirarki
Dalam Matematika, Pembelajaran, Kemampuan Dan Hiraki Sosial”

Makalah ini berisikan tentang pengetahuan tentang sifat-sifat Allah,


hukum seorang mukallaf mempelajari sifat-sifat Allah secara global maupun
terperinci. Lebih khususnya lagi mudah-mudahan makalah ini memberi sedikit
banyaknya penjelasan tentang sifat-sifat Allah yang wajib kita ketahui.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................1

KATA PENGANTAR........................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.Latar Belakang..................................................................................................................4

2.Rumusan Masalah.............................................................................................................4

3.Tujuan Penulisan...............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. masyarakat Dalam Matematika......................................................................................5

B.Hirarki Dalam Pembelajaran Matematika........................................................................6

C.Hirarki Kemampuan Matematis.......................................................................................8

D.Hirarki Sosial.................................................................................................................11

E. Hubungan Matematika, Kemampuan, Dan Hirarki Sosial............................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan. Hal ini karena
matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan, kemudian unsur yang didefinisikan
ke aksioma atau postulat dan akhirnya pada teorema. Konsep-konsep matematika tersusun
secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana
sampai pada konsep yang kompleks.

Matematika juga sebagai Ratu dari segala ilmu. Karena matematika merupakan displin
ilmu yang digunakan dalam setiap aspek kehidupan di dunia, mulai dari bidang olahraga,
seni, ekonomi, fisika, kimia, biologi, astronomi, dll. Sehingga matematika menjadi dislpin
ilmu yang unik dan sangat berpengaruh dalam bidang lainnya. Dan dengan demikian, kami
akan membahas makalah yang berjudul     “Hirarki Dalam Pembelajaran Matematika,
Pembelajaran, Kemampuan Dan Hiraki Sosial”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Masyarakat dalam matematika?
2. Apa yang dimaksud dengan hirarki dalam pembelajaran matematika ?
3. Apa yang dimaksud dengan hirarki kemampuan matematika?
4. Apa yang di maksud hiraki sosial ?
5. Bagaimanakah kaitannya matematika, kemampuan, dan hiraki sosial.

C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami hirarki dalam matematika, hirarki dalam belajar
matematika, dan hirarki kemampuan matematika.

4
BAB II

PENDAHULUAN

A. Masyarakat Dalam Matematika


Di dalam masyarakat, perkembangan bidang sains dan teknologi sangat cepat dan
menakjubkan. Semua hal yang mengagumkan itu secara ekstrim dapat dikatakan
berhutang kepada matematika. Setiap orang yang diuntungkan dari fasilitas teknologi
dan sains harus mengetahui paling tidak ‘sedikit’ matematika agar berhasil dan baik
dalam menggunakannya. Oleh karena itu, matematika tidaklah layak hanya
diperlakukan sebagai disiplin ilmu di dalam ruang-ruang kelas saja seperti yang
terasa kini.
Ada ungkapan yang mengatakan Matematika adalah cermin peradaban’. Potret
sejarah matematika memang menunjukkan kebudayaan dan peradaban suatu
masyarakat sipil. Dengan studi sejarah yang lebih dalam dan seksama akan dapat
diturunkan suatu fakta bahwa peradaban kuno sangatlah berkaitan erat dengan
perkembangan matematika. Dengan kata lain, sejarah matematika adalah juga sejarah
peradaban. Sejarah matematika telah mengungkapkan bahwa kapan pun suatu
masyarakat memberikan titik berat pada pengetahuan matematika, maka terciptalah
di sana kemajuan yang luar biasa. Guru matematika juga banyak membaca sejarah,
tetapi mungkin kurang menyadari hal ini. Ketika matematika memberikan
kontribusinya dalam kemajuan sains dan teknologi, masyarakat mengambil banyak
manfaat.
Sekali lagi, sejarahnya menampilkan suatu gambaran pembangunan keseluruhan
peradaban manusia. Apa yang kita miliki dalam bentuk pengetahuan matematis hari
ini adalah buah dari kombinasi usaha semua umat manusia. Matematika adalah
warisan umum umat manusia dan bukan milik ekslusif bangsa, ras, atau negara
tertentu. Melalui sejarah kita dapat membaca, bangsa Babilonia memiliki
pengetahuan tentang perkalian dan pembagian angka-angka, mengambil kuadrat dan
menarik akar kuadrat angka-angka, serta mampu menemukan luas bidang geometris
tertentu. Patut disayangkan selama ini pemahaman tentang nilai-nilai dalam
pembelajaran matematika yang disampaikan pada masyarakat belum menyentuh ke

5
seluruh aspek yang mungkin. Matematika hanya dikenal sebagai tools untuk
memecahkan masalah-masalah praktis dalam dunia sains, baik eksakta maupun non
eksakta.

Memang matematika adalah bahasa artifisial yang berbeda dengan bahasa verbal
biasa. Para guru kadang terpancing untuk memenuhi target nilai UAN yang tinggi
sehingga banyak nilai-nilai lain yang jauh lebih langgeng bagi siswa itu terlupakan.
Sebenarnya dengan seringnya guru memaparkan dan menggali nilai-nilai matematika
dalam pembelajaran, maka penulis yakin motivasi siswa akan terus tumbuh dan
timbul ketertarikan pada matematika. Menurut penulis ada sekitar tujuh nilai yang
dapat secara kontinyu kita sampaikan ke siswa, tentunya dengan variasi bahasa
verbal, contoh, fakta, kliping, dan kreatifitas guru agar tidak monoton.

B. Hirarki dalam pembelajaran matematika


Hirarki dapat didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan matematika dengan
keseluruhan struktur. Baik ini merupakan struktur aksiomatik, berdasarkan aksioma
dan aturan interferensi, atau struktur definisional, berdasarkan istilah primitif dan
selanjutnya istilah yang didefinisikan lalu hirarki yang dapat didefinisikan. Tanda
primitif dari hirarki (aksioma atau istilah primitif) terdiri dari level terendah (0).
Ekspresi E lainnya dalam struktur bisa dicapai dalam beberapa jumlah minimum n
dari aplikasi aturan (aturan interferensi atau definisi) dari tanda level 0. Jumlah n ini
mendefinisikan level tanda E dalam hirarki. Sehingga kumpulan pengetahuan
matematika bisa menjadi bentuk hirarkis resmi yang menetapkan sistem atau struktur
matematika tunggal, yang dihubungkan oleh hubungan inferensial atau definisional.
Hubungan inferensial adalah yang paling tepat untuk dipertimbangkan, karena
menunjukkan hubungan justificatory antara dalil dan rumus matematika, yang
memberikan struktur teori aksiomatik deduktif. Dengan menggunakan perbedaan
antara level formal, informal dan tulisan sosial dari matematika, kita melihat bahwa
untuk teori matematika formal yang tepat, hirarki bisa didefinisikan. Sebagai fakta
penyelidikan matematis informal, hal ini mungkin tidak dapat dilakukan. Untuk dasar

6
aksiomatik mungkin tidak akan sepenuhnya ditetapkan, dan hubungan logistik antara
dalil matematika informal mungkin tidak dibuat dengan meyakinkan.

Sekarang kita memperhatikan dua pertanyaan. Pertama: apakah semua


struktur hirarkis pengetahuan matematika ada? Kita telah melihat bahwa untuk
semua teori matematika formal, dengan kumpulan aksioma tetap, maka ada struktur
hirarkis, pilihan aksioma, bersamaan dengan spesifikasi aturan interferensi dan latar
belakang bahasa formal, menentukan teori matematika hirarkis. Namun, matematika
dibentuk oleh banyak teori yang berbeda, kebanyakan memiliki rumus aksiomatik
yang berbeda. Aksiomatik menetapkan teori misalnya, memiliki sejumlah
aksiomatisasi yang cukup berbeda seperti teori Zermelo-Fraenkel dan Teori Godel-
Bernays-von-Neuman (Kneebone, 1963). Di luar itu, banyak ahli matematika
selanjutnya mengubah teori himpunan aksiomatik yang mereka pelajari dengan
menambahkan aksioma lebih lanjut (Jech, 1971; Maddy, 1984).

Akibatnya, tidak ada keseluruhan struktur bagi matematika formal, karena ini
terbentuk dari banyak sekali teori yang berbeda dan teori pembentukan, semuanya
dengan struktur dan hirarkinya sendiri. Menurut Godel (1931), sebenarnya setiap satu
dari teori aksioma ini tidaklah lengkap, maka ada kebenaran teori yang tidak
memiliki tempat dalam hirarki deduktif. Seperti yang sudah diketahui, usaha yang
dilakukan oleh beberapa ahli matematika hebat dari abad ini untuk menciptakan
pengetahuan matematika dalam sistem fondasi tunggal dimana ahli logika , formalis
atau intuisionis, semuanya gagal. Sehingga hasil dari meta-matematika mendorong
kita untuk memahami bahwa matematika dibentuk oleh teori keseragaman yang
berbeda, dimana hal ini tidak dapat diturunkan ke dalam sistem tunggal, dan tidak
ada dari teori ini yang cukup untuk mengungkap semua kebenaran bahkan dalam
domain aplikasi yang terbatas.

Hal ini diikuti oleh pertanyaan mengenai keberadaan seluruh hirarki


matematika yang harus dijawab dalam bentuk negatif. Ini tidak bisa ditarik kembali.
Namun kita harus mempertimbangkan pertanyaan yang lebih lemah. Apakah struktur
pendidikan informal yang luas dan komprehensif ada, bahkan jika tidak berhasil
memenuhi kriteria ketat yang diperlukan untuk memberikan struktur ambigu pada

7
matematika? Struktur ini dapat ditemukan dalam elementBourbaki (Kneebone,
1963). Bourbaki memberikan penjelasan matematika sistematik, dimulai dengan
menyalakan teori, dan mengembangkan satu setelah muncul teori murni, matematika
struktural. Meskipun struktur Bourbaki tidak dapat dikatakan lengkap (dalam
pengertian informal), karena meninggalkan aspek komputasional dan rekursif dari
matematika, maka hal ini menunjukkan kodifikasi informal dari porsi substansial
matematika.

C. Hirarki Kemampuan Matematis

Intelegensi umum oleh para psikolog dianggap sebagai kekuatan mental tetap
yang dibawa sejak lahir, seperti kutipan yang disampaikan oleh Schonell bahwa
intelgensi umum bisa diartikan sebagai kekuatan mental yang dibawa sejak lahir yang
sedikit berubah dalam tingkatannya karena lingkungan meskipun penampilan dan
arahnya ditentukan oleh pengalaman (Tansley dan Gulliford, 1960, hal.24). Meskipun
tersebar luas, pandangan ini tidak disetujui oleh semua psikolog modern (Pigeon,
1977). Namun, karena kemampuan matematika telah diidentifikasi sebagai faktor
utama dari kecerdasan umum (Wrigley, 1958), mungkin hal ini juga berkontribusi
pada persepsi bahwa kemampuan matematika dari seseorang sifatnya tetap dan kekal.
Dalam analisis yang tajam Ruthven (1987) menyatakan bahwa persepsi ini sudah
tersebar luas, dan umumnya dipandang oleh guru dan lainnya sebagai penyebab utama
adanya tingkat keinginan yang berbeda dalam bidang matematika. Dia menggunakan
istilah “ ability stereotyping ” untuk kecenderungan guru yang memiliki persesi stabil
akan kemampuan siswanya dengan harapan akan menciptakan/prestasi mereka,
meskipun dalam menghadapi bukti yang berlawanan.

Salah satu akibat dari adanya kemampuan stereotyping adalah, dalam kasus
ekstrim, perbedaan dalam kinerja yang diamati dalam tugas tertentu dianggap sebagai
indikasi “kemampuan matematika dari seorang pelajar”. Contoh yang terkenal dalam
kasus ini adalah “perbedaan tujuh tahun” ( seven year difference ) oleh Cockroft
(1982). Hal ini akan dibahasa setelah karakterisasi numerik pada anak-anak rata-rata,
“di bawah rata-rata” dan (secara implisit) “di atas rata-rata”

8
Ada “perbedaan tujuh tahun” dalam mencapai pemahaman nilai tempat yang
cukup untuk menuliskan angka yang 1 lebih dari 6399. Dengan maksud ini kita
meskipun anak rata-rata mengerjakan tugas ini pada usia 11 bukan usia 10 tahun, ada
beberapa anak berusia 14 tahun yang tidak bisa melakukannya dan beberapa usia 7
tahun yang bisa. (Cockroft, 1982, hal 100).

Kutipan ini menunjukkan bahwa kinerja anak secara individu dalam item tertentu
dalam waktu tertentu yang berhubungan, dan bahkan dianggap sebagai indikator dari
keseluruhan konstruksi “kemampuan matematis”.

. Kritik terhadap Pandangan Hirarkis Kemampuan Matematis

Ruthven (1987) memberikan kritik yang tajam atas kemampuan stereotip, dan
berpendapat sebaliknya, di mana konsistensi kebijakan siswa siswa kurang dari yang
diperkirakan, berbeda-beda dalam topik dan waktu. Di sisi lain, harapan guru dan
stereotip menjadi pemenuhan diri dan pembedaan kurikulum dalam matematika yang
dapat membuat permintaan kognitif yang tinggi dan rendah dari himbauan siswa yang
tinggi dan rendah, yang menekankan perbedaan yang ada. Kritik ini bisa didukung
oleh dua pandangan teoritis: sosiologis dan psikologis.

Argumen sosiologis yang menolak pandangan hirarakis tentang kemampuan


dalam matematika yang berasal dari pelabelan teori . Kaitan yang kuat antara latar
belakang sosial dan kinerja pendidikan dari hampir semua jenis merupakan yang
paling lama dibangun dan merupakan hasil yang paling didukung dalam penelitian
sosial dan pendidikan. Bagian utama dari pemberian label seseorang sebagai orang
yang mencapai kemampuan matematika rendah, misalnya seringnya pemenuhan diri,
sehingga kemampuan yang digunakan luas dalam pengajaran matematika, hanya
terkait dengan ukuran promosi, meskipun memiliki pengaruh pemberian label dengan
kemampuan dasar, dan akhirnya akan mempengaruhi prestasi dalam bidang
matematika, dan menjadi pemenuhan diri (Meighan,1986;Ruthven, 1987)

9
Dasar teoritis kedua untuk menolak pandangan kemampuan hirarkis adalah
psikologis . Ada tradisi dalam psikologi Soviet yang menolak gagasan kemampuan
tetap, dan menghubungkan perkembangan psikologis dengan pengalaman sosial.
Perkembangan ini dipercepat secara politis pada tahun 1936 ketika Soviet melarang
penggunaan uji mental, yang menghentikan penelitian pada perbedaan individu dalam
hal kemampuan. Kontributor yang berkembang dalam tradisi ini adalah Vygotsky
(1962), yang menyatakan bahwa bahasa dan pemikiran berkembang bersama-sama,
dan bahwa kemampuan pelajar dapat diperluas, melalui interaksi sosial, melampaui “
zona perkembangan proksimal ”. Interaksi perkembangan personal dan konteks sosial
serta sasaran melalui aktivitas menjadi dasar dari Activity Theory(Teori Aktivitas)
oleh Leont'ev (1978) dan lainnya.

Dalam keseluruhan tradisi ini, psikolog Krutetskii (1976) telah mengembangkan


konsep kemampuan matematis yang sifatnya lebih tidak tetap dan tidak begitu hirarkis
dibandingkan dengan yang dibahas sebelumnya. Dia menawarkan kritik tentang
pandangan yang relatif tetap pada kemampuan matematika yang diturunkan dari
tradisi psikometrik dalam psikologi. Lalu dia menawarkan teori kemampuan
matematikanya sendiri yang didasarkan pada proses mental yang dikembangkan oleh
individu yang digunakan dalam memecahkan masalah matematika. Dia mengakui
perbedaan individu dalam dompet matematika, namun memberikan bobot yang besar
pada pengalaman yang berkembang dan formatif dari pelajar dalam menyadari potensi
matematikanya.

Tradisi psikologis Soviet memiliki dampak yang meningkat dalam pendidikan


matematika (Christiansen dan Walther, 1986; Crawford, 1989; Mellin-Olsen, 1987).
Diakui bahwa tingkat respons kognitif siswa dalam matematika ditentukan tidak hanya
oleh kemampuan siswa, namun juga keterampilan dimana guru mampu melibatkan
siswanya dalam aktivitas matematika. Hal ini memerlukan pendekatan perkembangan
ilmu pendidikan dalam matematika yang sifatnya sensitif dan berkaitan dengan
sasaran serta budaya siswa. Siswa yang diberi label “kurang mampu dalam
matematika” dapat dengan cepat meningkatkan tingkat kinerjanya ketika mereka

10
terlibat secara sosial dan budaya dalam aktivitas terkait matematika (Mellin-Olsen,
1987)

Secara keseluruhan, ada teori dasar yang kuat (dan empiris) tentang perlawanan
terhadap pandangan hirarkis tentang kemampuan matematis, dan menghubungkan hal
ini lebih pada perkembangan sosial, yang muncul dari tradisi Soviet. Dipasangkan
dengan argumen sosiologis, hal ini mencakup kasus yang bertentangan dengan
pandangan hirarki tentang kemampuan dalam matematika.

Pandangan Hirarkis dari Kemampuan dalam Kurikulum Nasional

Pandangan hirakis mengenai kemampuan matematika merupakan bukti dalam


publikasi yang berkaitan dengan kurikulum nasional. The Task Group on Assessment
and Testing dibentuk untuk mengembangkan tes bagi "semua usia dan kemampuan"
dan istilah referensi yang termasuk memberikan nasihat dalam penilaian untuk
meningkatkan pembelajaran melampaui kemampuan' (Departemen pendidikan dan
Ilmu Pengetahuan, 1988b).

Tentu saja kemampuan stereotip dalam matematika tidak hanya didasarkan pada
perbedaan permintaan yang terancam. Ada bukti yang tidak bisa disangkal bahwa
faktor kelas (baik itu etnik dan gender) memainkan peran yang sangat besar dalam
memberikan label ini (Meighan, 1986). Kemampuan stereotip yang dikembangkan
dalam kurikulum nasional bidang matematika berasumsi bahwa setiap anak dapat
ditempatkan dalam posisi “memiliki kemampuan matematika, dan beberapa akan
menggantikan posisi selama tahun sekolah. Akibatnya, kelas pekerja, anak perempuan
dan anak berkulit gelap kemungkinan besar akan ditempatkan di kelas yang lebih
rendah dalam hiraki, sesuai dengan harapan stereotip. Ini adalah segi anti-egalitarian
lain dari kurikulum nasional, yang akan menentukan “tingkat sosial” yang pasti dan
hirarkis dari teriakan siswa.

D. Hirarki Sosial
1. Akar-akar dari Hirarki Sosial

11
Hirarki sosial memiliki sejarah yang panjang, kembali pada bahasa Ibrani dan
Yunani kuno. Dalam Perjanjian Lama Ibranisebuah hirarki implisit menempatkan
Tuhan di tempat paling atas, diikuti oleh malaikat, lalu nabi di bumi seperti musa,
diikuti oleh kepala suku, manusia lalu anak-anak dan wanita. Di bawah mereka adalah
hantu dan akhirnya Lucifer atau Setan sendiri. Hirarki semacam ini secara linear
mengurutkan manusia, dan perpanjangan urutan tersebut baik ke atas maupun ke
bawah batas atau “titik ideal”, analog bagi proyeksi geometri. Nilai sangat
dihubungkan dengan hirarki, semakin tinggi, semakin baik, dengan yang paling
ekstrim dikaitkan dengan tuhan dan setan. Nilai ini memiliki fungsi pembenaran,
berfungsi untuk mengesahkan praktek otoritas dan kekuatan oleh superior dalam
hirarki yang lebih rendah. Hak ketuhanan raja merupakan contoh dari justifikasi
kekuatan ini.
Hasil modern yang tergabung dalam tradisi ini secara luas diterima sebagai model
masyarakat piramidal hirarkis, dengan kekuatan yang tertanam pada puncaknya,
disahkan dan diperkuat, jika tidak direproduksi oleh budaya dan nilai yang terkait.
Model masyarakat ini dipandang oleh banyak orang sebagai keadaan alami, seperti
yang dicontohkan oleh manusia dan kelompok binatang di alam liar. Akar biologi ini
ditolak dengan keras oleh analisis ulang feminis dalam hal sejarah dan antropologi,
yang memandang hierarki hirarki sebagai kaitan dengan dominasi pria dalam
masyarakat, dan menolak klaim bahwa hal ini bersifat universal (Fisher, 1979).
Pandangan masyarakat hirarkis mungkin dipandang sebagai bagian dari budaya yang
mempertahankan struktur masyarakat yang ada, dan karenanya kelas menengah ke
atas/pria mendominasi.

Ketika struktur kekuatan masyarakat secara fisik mengancam, kekuatan perlu


dijaga. Namun yang lebih penting adalah dampak yang dirasakan dalam nilai dan
budaya terkait. Menurut Douglas (1966), kelompok sosial memiliki batasan
“kelompok”, membedakan anggota dari luar, dan batasan jaringan, membedakan
sektor yang berbeda atau strata dalam kelompok. Dalam ancaman, menurut Douglas,
kelompok menjadi fokus pada kemurnian dalam budayanya, dan dengan kelompok
yang kuat dan batasan jaringan.

12
2. Pendidikan dan Reproduksi Hirarki Sosial

Mungkin teori yang paling berpengaruh dalam struktur masyarakat adalah Karl
Marx (1967). Dia berpendapat bahwa kondisi material dan hubungan produksi
mempunyai kekuatan penentu atas struktur dan hubungan dalam masyarakat.
Khususnya, masyarakat memiliki dasar ekonomi dan infrastruktur, dimana dalam
“contoh terakhir” menentukan dua tingkat superstrukturnya, hukum dan negara bagian
dan ideologi terkait. Negara bagian, melalui “aparatur negara yang bersifat menekan”
(kebijakan, penjara, tentara, dan lain sebagainya) bertahan dan mereproduksi produksi
industri dalam modal dan kelas dominan.

E. Hubungan Matematika, kemampuan, dan Hiraki Sosial

dimana hirarki muncul dalam pendidikan matematika, dengan mengemukakan


dalam tiap kasus yang tetap dan pandangan hirarki yang tidak fleksibel yang memiliki
hasil negatif untuk pendidikan. Di luar ini, saya berharap untuk mengemukakan bahwa
komponen dari tiap kelompok ideologi bekerja bersama-sama untuk memenuhi tujuan
sosial dari kelompok, dan bahwa hirarki memainkan bagian sentral dalam proses ini.
Secara khusus, ada penyesuaian yang longgar antara struktur matematika, kemampuan
dan masyarakat dalam tiap ideologi. Dalam kaitannya dengan lima ideologi, tiga
kelompok longgar bisa dibedakan. Ideologi hirarkis yang keras

Dua dari ideologi, pelatihan industrial dan humanist lama, sifatnya kuat dalam
reproduksi. Ini memenuhi kepentingan untuk mereproduksi struktur masyarakat hirarkis.
Pelatihan keterampilan dasar ditujukan untuk menghasilkan pekerja yang tidak bergerak,
sedangkan studi matematika yang lebih tinggi ditujukan untuk kelas menengah masa
datang. Dalam tiap ideologi, teori matematika yang keras diterjemahkan dalam kurikulum
matematika hirarkis yang kuat; hal ini dikaitkan dengan pandangan hirarkis atas
kemampuan yang tetap dalam bidang matematika, juga dengan pandangan masyarakat
hirarkis yang kuat, kelas dan pekerja. Dalam dua pandangan tersebut, ada penyesuaian
antara level hirarki: pengetahuan matematika praktikal level rendah dianggap sebagai
kurikulum yang teapt untuk siswa yang dianggap memiliki kemampuan dan kecerdasan

13
matematis yang lebih rendah, yang dipersiapkan untuk level pekerjaan yang lebih rendah
dan strata dalam hirarki masyarakat. Matematika teoritis level yang lebih tinggi dianggap
kurikulum tepat untuk siswa ‘kemampuan matematis yang lebih tinggi’ yang diharapkan
untuk mendapat level pekerjaan yang lebih tinggi dan posisi sosial, mungkin dalam
profesi. Hal ini ditunjukkan batas kelas yang kaku yang memisahkan dua trak utama,
yang memungkinkan pergerakan sosial dalam kasus pengecualian.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hirarki dalam matematika dapat diartikan sebagai kumpulan pengetahuan
matematika dengan seluruh struktur. Hal ini karena matematika dimulai dari unsur yang
tidak didefenisikan, kemudian unsur yang didefenisikan ke aksioma atau postulat dan
akhirnya pada teorema. Sehingga kumpulan pengetahuan matematika bisa menjadi
bentuk hierarkis resmi yang menetapkan sistem atau struktur matematika tunggal.

Dalam pembelajaran matematika, guru harus menyiapkan kondisi peserta


didiknya agar mampu menguasai konsep – konsep yang akan dipelajari mulai dari yang
sederhana sampai yang lebih kompleks dan mendapat keterampilan setelah mengalami
proses pembelajaran matematika. Serta dalam pendidikan, kemampuan matematika
menjadi faktor utama, sehingga menimbulkan anggapan bahwa kemampuan matematika
dari seseorang sifatnya tetap dan kekal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ernest, Paul. 1991. Filsafat Pendidikan Matematika . RoutledgeFalmer,


Grup Taylor & Francis.
Lubis, Asnarni. 2014. Dasar – Dasar Pendidikan MIPA. Medan: Universitas Muslim

16

Anda mungkin juga menyukai