Anda di halaman 1dari 22

EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA TARIAN DIKIR BARAT

DI PULAU KASU

Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat

Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh

Zulfikar Rahman

NIM.170384202015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karuniya-Nya yang memberikan kesehatan, kekuatan dan petunjuk kepada peneliti,
sehingga peneliti bisa menyelesaikan proposal yang berjudul “Eksplorasi Etnomatematika
Pada Tarian Dikir Barat Di Pulau Kasu”. Proposal ini ditulis untuk memenuhi salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan
Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Peneliti dalam menyelesaikan proposal ini banyak menemui hambatan dalam berbagai
hal, namun banyak pihak yang membantu dan mendukung untuk menyelesaikan hambatan
tersebut. Peneliti menyadari berkat bantuan dan dukungan tersebut proposal ini dapat
terselesaikan dengan baik.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ............................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 4
B. Fokus Penelitian ............................................................................................................ 7
C. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 7
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 8
1. Manfaat Teoritis ........................................................................................................ 8
2. Manfaat Praktis ......................................................................................................... 8
F. Defenisi Ope rasional ..................................................................................................... 9
1. Eksplorasi................................................................................................................... 9
2. Etnomatematika ........................................................................................................ 9
3. Tarian Dikir Barat .................................................................................................... 9
4. Pulau Kas u ................................................................................................................. 9
5. Sumber Belajar Matematika.................................................................................... 9
BAB II ..................................................................................................................................... 10
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 10
A. Landasan Teori ........................................................................................................... 10
1. Eksplorasi................................................................................................................. 10
2. Etnomatematika ...................................................................................................... 10
3. Tarian Dikir Barat .................................................................................................. 13
4. Sumber Belajar........................................................................................................ 14
B. Penelitian yang Relevan ............................................................................................. 15
C. Kerangka Berpikir ...................................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelajaran matematika erat kaitan dengan kehidupan sehari-hari, hampir segala aktivitas
manusia terdapat konsep matematika. Hal yang paling berkaitan dengan konsep matematika
ada terletak di budaya, hal ini dinyatakan oleh Bishop dan Pixen dimana dalam Desmawati
(2018:1), Bishop mengatakan matematika adalah bentuk budaya yang telah menyatu pada
semua aspek kehidupan masyarakat. Diperkuat oleh Pixen yang berpendapat bahwa
hakikatnya matematika adalah suatu bentuk teknologi simbolis yang tumbuh pada aktivitas
yang bersifat budaya. Dari hal ini bisa disimpulkan bahwa pelajaran matematika dan budaya
adalah hal yang terikat dan tidak bisa dilepaskan dalam tatanan hidup masyarakat. Namun
pada kenyataannya masyarakat tidak menyadari bahwa ia telah menggunakan konsep dan
aktivitas matematika pada budayanya. Sehingga beranggapan bahwa matematika adalah
suatu hal yang tidak penting dan cukup sekedar materi yang dipelajari dibangku sekolah.
Disamping itu banyak siswa yang ditemukan kesulitan menghadapi pelajaran matematika
yang berakibat kebosanan pada siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Materi pelajaran matematika yang di integrasikan dengan budaya dapat menjadi strategi
dan taktik dalam menciptakan proses pembelajaran matematika yang lebih mudah dipahami
dan menarik dipelajari karena berkaitan langsung dengan apa yang dilihat dan dirasakan.
Pelajaran matematika yang diintegrasikan dengan budaya disebut Etnomatematika, yaitu
sebuah cara untuk menggali makna dan konsep matematika pada budaya masyarakat.
Menurut D’Ambrosio sebagaimana dikutip Lestari (2019:2), etnomatematika adalah
studi tentang matematika yang memperhitungkan pertimbangan budaya dimana matematika
muncul dengan memahami penalaran dan sistem matematika yang mereka gunakan.
Sehingga etnomatematika dapat diartikan adalah suatu proses mengkaitkan aktivitas yang
menonjol pada suatu budaya dengan materi matematika serta memaknai budaya sehingga
timbul rasa cinta dan memilikinya. Sebagai tenaga pendidik memiliki tanggung jawab untuk
menciptakan suasana yang bervariasi dan inovatif agar siswa tidak mudah bosan, salah
satunya ialah menggunakan etnomatematika pada budaya. Provinsi Kepulauan Riau banyak
memiliki budaya lokal, khususnya pada tarian tradisional. Salah satunya ialah tarian Dikir
Barat di Pulau Kasu yang bisa dikaitkan dengan konsep dan makna matematika.
Secara bahasa, terdapat tiga penggalan kata dari Etnomatematika yaitu awalan
kata“ethno” yang diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks

4
sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol. Selanjutnya yang
kedua “mathema” cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan
kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan.
Akhiran “tics” berasal dari kata techne, yang bermakna sama seperti teknik.
Menurut Rachmawati (2012:4) etnomatematika dapat diartikan sebagai matematika
yang dipraktikkan oleh kelompok budaya, seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan,
kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat adat, dan lainnya.
D'Ambrosio (1985) dalam Rachmawati (2012:4) menyatakan bahwa tujuan dari adanya
etnomatematika adalah untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan
matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik yang
dikembangkan oleh berbagai sektor masyaraka serta dengan mempertimbangkan modus
yang berbeda dimana budaya yang berbeda merundingkan praktek matematika mereka (cara
mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain dan
lainnya).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wicaksono (2019) penelitian
tersebut mendalami etnomatematika pada seni pencak silat Kepulauan Riau. Pada penelitian
itu ditemukan adanya nilai matematis yaitu berupa materi sudut pada gerakan awal Hang
Jebat, gerakan dua jari tangan yang saling menyentuh didepan wajah dengan lengan tangan
yang terangkat membentuk sudut tumpul. Selanjutnya penelitian terkait etnomatematika
juga dilakukan oleh Lestari (2019) ia melakukan penelitian terhadap tari tradisional Zapin
Penyengat. Hasil Penelitian nya menampakkan terdapatnya aktivitas matematika pada tarian
Zapin Penyengat, yaitu materi sudut pada gerak tahto yaitu aktivitas mengukur pada tangan
membentuk sudut ± 90˚, dan materi transformasi geometri pada rotasi putaran penari dimana
penari melakukan putaran sebesar 180˚ dan 360˚.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya terkait etnomatematika
terkhusus pada kesenian, peneliti menemukan bahwa adanya aktivitas matematika yang
yang dapat dijadikan materi dalam pembelajaran. Sehingga peneliti terinspirasi untuk
melakukan hal yang serupa dengan penelitian sebelumnya namun yang membedakan ialah
peneliti mengangkat tarian Dikir Barat di Pulau Kasu guna mengeksplorasi lebih mendalam
mengenai nilai matematika yang terkandung, selanjutnya hasil temuan etnomatematika ini
digunakan sebagai sumber belajar berupa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Hal ini
dilakukan karena belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya, disamping itu masih adanya
keterbatasan terkait sumber belajar matematika yang bersifat budaya lokal khususnya di

5
Kepulauan Riau sehingga penelitian ini dapat dianggap sebagai penelitian pertama terkait
etnomatematika pada Tarian Dikir Barat.
Kesenian dikir barat adalah salah satu kesenian tradisional yang terdapat di Kota Batam.
Keberadaan kesenian itu sangat digemari di berbagai tempat di daerah itu hingga di daerah
pulau sekitar masyarakat di daerah itu. Kesenian dikir barat selalu ditampilkan pada setiap
acara atau perayaan sebagai salah satu bentuk pertunjukan dan hiburan. Kesenian itu sangat
digemari oleh masyarakatnya. Keberadaan kesenian itu perlu dilestarikan agar tidak punah
dan dapat lebih dikenal secara luas. Kesenian itu tidak hanya semata-mata sebagai ajang
hiburan masyarakat, tetapi banyak mengandung nilai budaya dan nilai agama yang sangat
bermanfaat. Jika dilestarikan dan diperkenalkan kepada masyarakat, khususnya generasi
muda Zulkifli (2015:41)
Kesenian Dikir Barat sering dipentaskan pada acara perkawinan, penyambutan tamu,
panggung seni, dan acara-acara lainnya yang dinikmati oleh berbagai kalangan berbagai
usia, dari anak kecil, orang dewasa, dan orangtua. Hal ini diminati masyarakat dikarenakan
memuat tarian dan nyanyian melayu (Pantun dan Syair) dengan gerak yang menggambarkan
aktivitas nelayan yang sedang dilaut, seperti motif mendayung sampan, motif membentang
jala, motif siku berayun, dan motif menggulung tajo. Tarian ini dilakukan secara
berkelompok dengan rentang 15 hingga 30 orang penari, yang bisa ditarikan oleh laki-laki
maupun perempuan.

Gambar 1.1 Tarian Dikir Barat

Dalam gerak dan motif nya tarian Dikir Barat memuat nilai-nilai berkehidupan seperti
fungsi religius, fungsi seni, fungsi budaya, dan fungsi hiburan. Serta dengan rentak tangan
yang bersilang, dan susunan duduk berpola menunjukkan konsep matematika yang termuat
didalamnya. Menanggapi hal ini, penulis mencoba mengintegralkan matematika dan budaya

6
dengan menggali matematika pada budaya di Pulau Kasu yaitu Tarian Dikir Barat. Hal ini
menghasilkan dua keuntungan, yaitu membuat siswa tertarik dalam mempelajari materi
matematika karena sering dilihat dalam dunia realita dan melestarikan tari Dikir Barat agar
terus dipelajari dan diminati oleh setiap generasi.
Pada Tarian Dikir Barat apabila diteliti lebih mendalam termuat konsep dan nilai
matematika di dalamnya, karena tarian ini menerapkan beberapa gerak, kombinasi pakaian,
posisi penari, dan tepukan serta pukulan musik yang memiliki pola berbeda pada setiap
penarinya. Maka dari itu peneliti mendapati dalam tarian Dikir Barat ini memiliki potensi
etnomatematika yang bisa diteliti lebih mendalam, adapun potensi yang peneliti amati
secara umum yaitu: a) Pola gerak penari yang menyerupai bentuk segitiga dalam
memberikan tepukan siku berayun, b) Pola susunan penari yang menyerupai bidang datar
yang berbentuk persegi panjang, c) dan gerakan pukulan musik gong disetiap pukulan genap
yang memuat nilai pola bilangan genap.
Dengan demikian peneliti terinspirasi untuk melakukan kajian lebih mendalam dengan
melakukan penelitian yang berjudul “Eksplorasi Etnomatematika Pada Tarian Dikir Barat
di Pulau Kasu”. Harapan penulis adalah agar ilmu matematika terus termuat dan
berkembang pada budaya di Pulau Kasu.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan diatas, agar penelitian yang
dilakukan terhindar dari perluasan masalah maka peneliti perlu memfokuskan pada masalah
yang diteliti. Fokus pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Eksplorasi etnomatematika yang terdapat pada gerak tari Dikir Barat.
2. Hasil eksplorasi etnomatematika pada gerak tari Dikir Barat sebagai sumber belajar
matematika sekolah.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah pada
penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana Etnomatematika pada gerak tari Dikir Barat ?
2. Bagaimana perancangan sumber belajar matematika berdasarkan hasil eksplorasi
etnomatematika pada gerak tari Dikir Barat ?

7
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan, tujuan penelitian ini ialah :
1. Mendeskripsikan etnomatematika pada gerak tari Dikir Barat.
2. Mendeskripsikan perancangan sumber belajar matematika berdasarkan hasil
eksplorasi etnomatematika pada gerak tari Dikir Barat.

E. Manfaat Penelitian
Dalam Penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi serta
wawasan dan pengetahuan dalam dunia pendidikan bahwa pelajaran matemati tidak
hanya berupa ilmu sains, namun sangat erat kaitannya dengan praktik kehidupan
sehari-hari seperti tarian tradisional Dikir Barat.

2. Manfaat Praktis
Pada penelitian ini berfokus pada dunia pendidikan maka secara praktis
memberikan manfaat pada yang berkaitan sebagai berikut :
a. Guru
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa terdapat konsep nilai
matematis pada Tarian Dikir Barat sehingga dapat dimuat pada sumber belajar
matematika yang bersifat kontekstual dan mengembangkan budaya lokal.
b. Peserta Didik
Pada pelajaran matematika dikaitkan dengan budaya yang bersifat
kontekstual dapat membantu peserta didik untuk mudah memahami materi yang
diberikan dan mengurangi tingkat kebosanan siswa sehingga menimbulkan
motivasi serta semangat yang tinggi bagi peserta didik untuk belajar lebih giat
karena menyenangkan dan tidak membosankan.
c. Peneliti
Penelitian ini memberikan pemahaman dan wawasan terkait
etnomatematika yang terkandung pada tarian Dikir Barat serta meningkatkan
rasa cinta dan kepedulian terhadap budaya lokal disekitar.

8
F. Defenisi Operasional
1. Eksplorasi
Eksplorasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah proses mencari dan
menggali suatu pengetahuan atau informasi secara mendalam dengan tujuan
memperoleh suatu informasi baru untuk kepentingan penelitian.
2. Etnomatematika
Etnomatematika yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah
mengintegrasikan budaya lokal yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari ke
dalam pelajaran Matematika.
3. Tarian Dikir Barat
Tarian Dikir barat adalah salah satu kesenian tradisional yang terdapat di Kota
Batam. Tarian Dikir barat selalu ditampilkan pada setiap acara atau perayaan sebagai
salah satu bentuk pertunjukan dan hiburan.
4. Pulau Kasu
Pulau Kasu adalah salah satu Kelurahan yang terdapat di wilayah Kecamatan
Belakang Padang Kota Batam.
5. Sumber Belajar Matematika
Sumber Belajar Matematika yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah hasil
dari penemuan eksplorasi etnomatematika pada tarian Dikir barat bisa dijadikan
sumber belajar matematika di sekolah.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Eksplorasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eksplorasi ialah penjelajahan
lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan),
terutama sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu, penyelidikan, dan penjajakan.
Sedangkan menurut Islamiah dalam Lestari mengatakan bahwa Eksplorasi adalah suatu
aktivitas menggali informasi untuk hal yang berkaitan dengan kepentingan masa
mendatang Lestari (2019:9).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa eksplorasi ialah sebuah
kegiatan atau proses untuk mencari dan menggali sesuatu informasi baru lebih
mendalam. Dalam hal ini, eksplorasi yang dimaksudkan ialah mencari dan menggali
suatu informasi baru yang bertujuan mendapatkan informasi baru guna kepentingan
penelitian. Eksplorasi pada penelitian ini terfokus pada pencarian informasi terkait nilai-
nilai matematika yang terkandung pada tarian Dikir Barat.

2. Etnomatematika
Istilah Etnomatematika atau Ethnomathematics mulai diperkenalkan pada tahun
1985 oleh seorang matematikawan Brasil, D'Ambrosio. Menurut D'Ambrosio (1990)
etnomatematika adalah:
“The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the
socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes of
behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is difficult, but tends
to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as
ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix tics is
derived from techné, and has the same root as technique”( Rosa & Clark Orey,
2011).

Secara bahasa, terdapat tiga penggalan kata dari Etnomatematika yaitu awalan
kata“ethno” yang diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada
konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol.
Selanjutnya yang kedua “mathema” cenderung berarti menjelaskan, mengetahui,
memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi,

10
menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tics” berasal dari kata techne, yang bermakna
sama seperti teknik.

Menurut Rachmawati (2012:4) etnomatematika dapat diartikan sebagai matematika


yang dipraktikkan oleh kelompok budaya, seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan,
kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat adat, dan lainnya.
D'Ambrosio (1985) dalam Rachmawati (2012:4) menyatakan bahwa tujuan dari adanya
etnomatematika adalah untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan
matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik yang
dikembangkan oleh berbagai sektor masyaraka serta dengan mempertimbangkan modus
yang berbeda dimana budaya yang berbeda merundingkan praktek matematika mereka
(cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain
dan lainnya).

Berdasarkan penjelasan diatas terkait etnomatematika, maka peneliti


menyimpulkan etnomatematika ialah suatu hal yang mengintegrasikan antara budaya
dan matematika. Etnomatematika muncul dari suatu kebiasaan tingkah laku masyarakat
dikehidupan sehari-hari yang memuat nilai matematis. Pada Tarian Dikir Barat salah
satunya, suatu budaya yang terkenal di Provinsi Kepulauan Riau khususnya Kota Batam
yang memiliki keindahan dari gerak, musik dan lantunan syairnya.

Menurut Sirate dalam Wicaksono (2019:10) ada beberapa aktivitas di dalam


etnomatematika, yang dijelaskan sebagai berikut :

1) Aktivitas menghitung
Menghitung berhubungan dengan pertanyaan yang berupa “berapa banyak”.
Beberapa dari jenis alat yang sering digunakan untuk alat ukur diantaranya yaitu jari
tangan, tangan, batu, dan tongkat. Misalkan pada jari tangan seperti ibu jari mewakili
angka satu, telunjuk mewakili angka dua, dan jari tengah mewakili angka tiga dan
begitupun seterusnya. Menghitung berupa pengucapan terhadap angka 1, 2, 3, 4, 5,
dan seterusnya yang menjelaskan tentang keberadaan dari suatu bilangan tersebut
dengan jumlah nilai tertentu.
2) Aktivitas mengukur
Berkaitan dengan pertanyaan “berapa”. Pada etnomatematika akan sangat
sering ditemui alat ukur tradisional seperti potongan bambu dan ranting pohon.

11
Namun umumnya masyarakat tradisional menggunakan tangannya sebagai alat ukur
paling praktis dan efektif.
3) Aktivitas Menentukan Lokasi
Banyak konsep dasar geometri yang diawali dengan menentukan lokasi yang
digunakan untuk rute perjalanan, menentukan arah tujuan atau jalan pulang dengan
tepat dan cepat. Penentuan lokasi berfungsi untuk menentukan titik daerah tertentu.
Umumnya masyarakat tradisional menggunakan batas alam sebagai batas lahan,
penggunaan tanaman tahunan masih sering digunakan sebagai batas lahan.
4) Aktivitas Membuat Rancang Bangun
Gagasan lain dari Etnomatematika yang bersifat universal dan penting adalah
kegiatan membuat rancang bangun yang telah diterapkan oleh semua jenis budaya
yang ada. Jika kegiatan menentukan letak berhubungan dengan posisi dan orientasi
seseorang didalam lingkungan alam, maka kegiatan merancang bangun berhubungan
dengan semua benda-benda pabrik dan perkakas yang dihasilkan budaya untuk
keperluan rumah tinggal, perdagangan, perhiasan, peperangan, permainan, dan
tujuan keagamaan.
5) Aktivitas bermain
Aktivitas bermain yang dipelajari dalam etnomatematika adalah kegiatan yang
menyenangkan dengan alur yang mempunyai pola tertentu serta mempunyai alat dan
bahan yang mempunyai keterkaitan dengan matematika.
6) Aktifitas menjelaskan
Membuat penjelasan merupakan kegiatan yang mengangkat pemahaman
manusia yang berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh dari lingkungannya
yang berkenaan dengan kepekaan seseorang dalam membaca gejala alam. Dengan
demikian aktivitas lingkungan yang ada senantiasa menggunakan bilangan. Dalam
matematika, penjelasan berkaitan dengan “mengapa” bentuk geometri itu sama atau
simetri, mengapa keberhasilan yang satu merupakan kunci keberhasilan yang lain,
dan beberapa gejala alam di jagad raya ini mengikuti hukum matematika. Dalam
menjawab pertanyaan ini digunakan simbolisasi, misalnya dengan bukti nyata.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang diterapkan
menggunakan etnomatematika dalam pendidikan khususnya matematika dapat
membantu meningkatkan pemahaman dan semangat siswa dalam mempelajarinya.
Disisi lain siswa lebih memaknai budaya lokal yang ada di sekitarnya serta memiliki
jiwa untuk melestarikan budaya sehingga tidak punah terbawa arus zaman.
12
3. Tarian Dikir Barat
Tarian dikir barat merupakan salah satu tarian tradisional yang berkembang di Kota
Batam. Kesenian Dikir Barat sering dipentaskan pada acara perkawinan, penyambutan
tamu, panggung seni, dan acara-acara lainnya yang dinikmati oleh berbagai kalangan
berbagai usia, dari anak kecil, orang dewasa, dan orangtua. Hal ini diminati masyarakat
dikarenakan memuat tarian dan nyanyian melayu (Pantun dan Syair). Tarian Dikir Barat
berfungsi sebagai religius, fungsi seni, fungsi budaya, dan fungsi hiburan.
Nama kesenian itu sangat menarik sebab bahasa dan asal kata dari seni itu
menggunakan bahasa Melayu yaitu dikir barat. Kesenian dikir barat adalah satu bentuk
persembahan nyanyian dan tarian. Sebutan dikir dapat diartikan sebagai kata merupakan
perkataan yang bunyinya ada persamaan dengan kata "zikir" yang bermakna do’a atau
amalan keagamaan. Kata barat dapat diartikan sebagai suatu tempat dari suatu wilayah
geografi. Untuk menyebut kesenian dikir barat ini sebenarnya terjadi perbedaan bagi
daerah-daerah tertentu, seperti dibeberapa negara penyebutan untuk dikir barat
diantaranya dikir karut, dikir pantun dan dikir syair Namun demikian, di Kepulauan Riau
sendiri penyebutan Dikir Barat telah pun dimodifikasi ada yang tetap mrnyebutnya dikir
barat ada juga yang menyebutnya sebagai Dikir "Kepri Bermadah” Zulkifli (2015:43).
Menurut Syaifullah (2019:3) dalam penelitiannya mengatakan, secara struktur
gerak tarian Dikir Barat memiliki berbagai macam motif-motif yang unik dan lucu,
karena gerakan tarian ini mengambarkan kegiatan nelayan yang sedang pergi melaut
yang terkenak ombak terombang ambing dan menangkap ikan. Gerak-geraknya bisa
membuat penonton yang melihatnya menjadi tertawa, di antaranya motif sembah
bertepuk tangan, motif mendayung sampan, motif merentang samping bawah, motif
merentang samping atas, motif siku berayun, dan lain sebagainya. Struktur motif tersebut
diambil dari keseharian masyarakat Melayu yang mata pencahariannya adalah nelayan.
Dapat dikatakan bahwa tarian Dikir Barat memiliki struktur-struktur yang sangat dekat
hubungannya dengan kehidupan masyarakat yang ada di pulau Kasu.
Tarian Dikir Barat kini tidak hanya menjadi sebagai sarana hiburan masyarakat
hinterland di wilayah Kota Batam, tarian dikir barat dalam beberapa tahun belakangan
sering menjadi salah satu perlombaan oleh Pemko Batam melalui Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan di setiap tahun nya pada event tertentu. Selain itu tarian dikir barat kini
sering dipentaskan oleh pemerintah apabila menyambut tamu penting dengan penari
yang di panggil dari wilayah hinterland.
13
Dengan demikian, tarian dikir barat kini sangat dilestarikan sebagai salah satu khas
khas dari Kepulauan Riau khususnya Kota Batam. Meski terdapat beberapa wilayah
memiliki kesamaan dan perbedaan dari segi gerak dan penyebutan nama, namun secara
mendasar tariannya adalah sama, hanya berbeda variasi dan khas daerah masing-masing.

4. Sumber Belajar
Sumber belajar (Learning Resources) merupakan sebuah alat yang dapat
memberikan informasi berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat dipakai peserta
didik guna mempermudah dalam mencapai tujuan belajar dan kompetensi tertentu.
Pada hakikatnya sumber belajar begitu luas dan kompleks, lebih dari sekedar media
pembelajaran. Segala hal yang sekiranya diprediksikan akan mendukung dan dapat
dimanfaatkan untuk keberhasilan pembelajaran bisa dipertimbangkan menjadi sumber
belajar. Dengan pemahaman ini, maka guru bukanlah satu-satunya sumber belajar, tetapi
hanya salah satu dari sekian sumber belajar lainnya Suryanti (2021:68)
Terkait dengan sumber belajar, dalam Suryanti (2021:68) Hamalik mengatakan:
“Sumber belajar merupakan suatu sistem atau perangkat materi yang sengaja diciptakan
atau disiapkan dengan maksud memungkinkan (memberi kesempatan) siswa belajar”.
Hal ini diperkuat oleh Sanjaya yang mengemukakan: “Sumber belajar adalah segala
sesuatu yang ada disekitar lingkungan belajar yang secara fungsional dapat digunakan
untuk membantu optimalisasi hasil belajar”.
Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sumber belajar secara
ringkas ialah suatu bahan atau sumber yang digunakan dalam proses pembelajaran
dengan tujuan agar mempermudah peserta didik dalam meningkatkan pemahaman dan
memperoleh hasil belajar yang maksimal. Dalam hal ini, kajian nilai matematis yang
akan digali oleh peneliti pada budaya tarian Dikir Barat di Pulau Kasu diharapkan
mampu menjadi suatu solusi yang digunakan sebagai sumber belajar matematika yang
dapat memudahkan peserta didik dalam memahami suatu konsep karena bersifat
kontekstual yang bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari dilngkungan sekitar.

14
B. Penelitian yang Relevan
1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh ( Maryati & Wira Pratiwi, 2019) yang berjudul
“Etnomatematika: Eksplorasi Dalam Tarian Tradisional pada pembukaan
ASIAN GAMES 2018” adapun hasil etnomatematika yang terdapat dalam penelitian
tersebut ialah :
A. Formasi
Dalam formasi tari saman terdapat dua bentuk bangun datar yaitu persegi
panjang, himpunan, dan belah ketupat. Dalam persegi panjang memiliki beberapa
unsur pembangun antara lain.
a. Sifat Persegi Panjang
- Banyaknya penari yang tampak dari depan dan yang tampak dari belakang sama
yaitu 80 penari, sedangkan yang tampak dari samping kanan dan kiri juga sama
yaitu 40 penari, hal ini menunjukkan bahwa sisi-sisi yang berhadapan sama
panjang.
- formasi penari yang berada di 4 sisi pojok membentuk sudut 90˚, hal ini
menunjukkan bahwa keempat sisinya sama besar.
b. Luas Persegi Panjang
- Konsep luas persegi panjang dapat ditemukan dengan menghitung jumlah penari
seluruhnya yaitu 1.600. Untuk mendapatkan angka 1.600 dapat menggunakan
cara mengalikan jumlah penari yang tampak dari depan dan jumlah baris ke
belakang. Diketahui bahwa jumlah penari yang tampak dari depan adalah 80
penari, kemudian jumlah baris ke belakang adalah 20 baris, berarti dapat
dituliskan: 80 × 20 = 1.600. Jadi, dapat disimpulkan bahwa rumus menghitung
luas persegi panjang adalah 𝑀 = 𝑝 × 𝑙
c. Keliling Persegi Panjang.
- Konsep keliling persegi panjang dapat ditemukan dengan menjumlah
banyaknya penari yang tampak dari depan, samping kanan, samping kiri, dan
belakang. Jumlah penari yang tampak dari depan adalah 80 penari, yang
tampak dari samping kanan adalah 20 penari, yang tampak dari samping kiri
adalah 20 penari, dan yang tampak dari belakang adalah 80 penari, berarti
dapat dituliskan: 80 + 20 + 20 + 80 = 200. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
rumus menghitung keliling persegi adalah 𝐿 = 2 × (𝑝 + 𝑙 )

15
B. Kostum
Pada tarian saman terdapat dua kostum oranye, dan ungu. Konsep matematis
yang terdapat ialah materi himpunan yang antara lain.
- Himpunan semua penari Saman (himpunan semesta).
- Himpunan penari Saman yang mengenakan kostum berwarna ungu (himpunan
bagian).
- Himpunan penari Saman yang mengenakan kostum berwarna oranye
(himpunan bagian).
2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Puja Lestari, Nur Izzati, & Linda Rosmery
Tambunan, 2019) dengan judul “Eksplorasi Etnomatematika pada Tari
Tradisional Zapin Penyengat Sebagai Sumber Belajar Matematika Sekolah”
Pada penelitian ini menjelaskan konsep matematika yang terdapat pada tari zapin
penyengat, yaitu :
1. Sudut yang terdapat pada posisi tangan dan kaki penari.
2. Transformasi geometri yang terdapat pada gerak tari Zapin Penyengat yaitu refleksi
(pencerminan) , rotasi (perputaran), dan translasi (pergeseran), Konsep ini terdapat
pada gerakan yang dilakukan penari.
3. Garis, yang terdapat pada posisi penari

Berikut adalah temuan etnomatematika dari setiap gerak tari Zapin Penyengat:
A. Sudut
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, peneliti menemukan
konsep geometri berupa sudut pada posisi tangan dan kaki penari. Salah satunya
pada posisi tangan penari yang berada diantara pusar dan dada, dapat dilihat
bahwa pada posisi tangan penari tersebut membentuk suatu daerah yang di bentuk
dari dua buah garis lurus yaitu pada bagian lengan atas penari sampai ke siku dan
bagian lengan bawah penari dari mulai siku sampai ke bagian tangan penari.
Sejalan dengan definisi sudut adalah suatu daerah yang dibentuk dari dua buah
garis lurus yang bertemu di satu titik pangkal yang sama dan titik tersebut bisa
disebut sebagai titik vertex. Sudut memiliki beberapa jenis yaitu sudut lancip,
sudut siku-siku, sudut lurus dan sudut tumpul.
B. Transformasi geometri
Transformasi geometri adalah suatu pemetaan yaitu memetakan suatu titik
yang disebut bayangan. Jika dilihat dari posisi tangan, posisi tubuh dan gerak
16
penari pada tari Zapin Penyengat penari menerapkan konsep matematika
didalamnya yaitu refleksi (pencerminan) dan rotasi (perputaran).
a. Refleksi
Berdasarkan hasil analisis peneliti terdapat konsep refleksi
(pencerminan) pada gerak tari Zapin Penyengat yaitu terdapat pada posisi
tangan, posisi kaki, dan posisi tubuh penari yang selalu berlawanan arah,
serta pada saat penari melakukan gerakan juga dilakukan dengan berlawanan
arah. Maka jika dilihat, posisi penari tersebut seperti cerminan dari diri penari
itu sendiri.
Refleksi atau pencerminan yaitu suatu transformasi dengan membalik
suatu benda terhadap sumbu refleksi. Sebuah objek yang mengalami refleksi
akan memiliki bayangan benda yang dihasilkan oleh sebuah cermin. sifat-
sifat refleksi pada garis yaitu, besar bayangan sama dengan besar benda, jarak
bayangan terhadap cermin sama dengan jarak benda terhadap cermin, garis
yang menghubungkan benda dan bayangan tegak lurus terhadap cermin.
b. Rotasi
Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi dan observasi, peneliti
memperoleh data berupa perputaran penari ± 180˚ dan ± 360˚ yang terdapat
pada beberapa gerak tari Zapin Penyengat yang dilakukan dengan perputaran
searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam . Hal ini dapat kita adanya
perputaran pada penari yang dilakukan dengan setengah putaran. Untuk itu,
peneliti menyimpulkan bahwa hampir keseluruhan gerak pada tari Zapin
Penyengat menerapkan konsep matematika yaitu rotasi (perputaran).
Rotasi adalah transformasi dengan memutar semua titik pada suatu
bidang terhadap titik tetap yang menjadi titik pusat rotasi melalui titik pusat
yang berlawanan arah jarum jam atau searah jarum jam.
C. Garis Lurus
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan konsep
geometri berupa garis lurus yang terdapat pada posisi antar penari, Jika tari
Zapin Penyengat ditarikan dengan 1 pasang penari maka posisi kedua penari
tersebut akan membentuk satu buah garis lurus. Dimana, garis merupakan
kumpulan titik-titik yang anggotanya lebih dari satu titik.

17
Jika tari Zapin Penyengat ditarikan oleh dua pasang penari maka akan
membentuk 2 buah garis yang saling sejajar. Dua garis sejajar merupakan dua
garis yang terletak pada satu bidang yang sama dan keduanya tidak mempunyai
titik perpotongan walaupun garis tersebut diperpanjang.
3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Zainudin Ahmad Yani, Nur Izzati, Alona
Dwinata, 2019) dengan judul “Eksplorasi Etnomatematika Pada Kesenian Tari
Sekapur Sirih Kepulauan Riau Sebagai Sumber Belajar Matematika Sesuai
Kurikulum 2013” Dalam penelitian ini menjelaskan Etnomatematika yang terdapat
sebagai berikut :
A. Bangun Datar
Pada tarian sekapur sirih Kepulauan Riau terdapat konsep bangun datar yang
terletak pada pola lantai. Berikut macam-macam bangun datar yang terdapat
pada pola lantai tari sekapur sirih Kepulauan Riau.
a. Pola Lantai menjunjung tepak, bangun datar yang terdapat adalah persegi
panjang dan segitiga
b. Pola gerak tapak sapudi, bangun datar yang terdapat adalah segitiga sama
sisi
c. Pola lantai layang layang, bangun datar yang terdapat adalah layang-layang
d. Pola lantai pagar negeri, bangun datar yang terdapat adalah jajar genjang.
B. Sudut
Tarian Sekapur sirih pada pola gerak tangan penari memuat konsep matematika
geometri yaitu sudut. Adapun sudut yang terdapat sebagai berikut.
a. Pola gerak menjunjung tepak, pola gerak ini membentuk sudut siku-siku
dengan ukuran 90˚.
b. Pola gerak tapak sapuidi, pola gerak ini mmbentuk sudut lancip dengan
ukuran < 90˚
c. Pola gerak salam buka, pola gerak ini membentuk sudut lancip dengan
ukuran < 90˚
d. Pola gerak putri, pola gerak ini membentuk sudut tumpul dengan ukuran >
90˚ dan kecil dari < 180˚
C. Refleksi (pencerminan)
Tarian Sekapur sirih pada pola gerak tangan penari dan pola lantai memuat
konsep matematika transformasi geometri berupa refleksi. Adapun refleksi pada

18
pola gerak dan pola lantai ini ialah.
a. Pola lantai jermal buka, Dikatakan refleksi karena pola lantai penari bagian
kiri dan kanan memiliki kesamaan jarak, bentuk dan ukuran.
b. Pola lantai kubah kembar, hal ini dikatakan refleksi karena membentuk
sebuah garis yang sama besar pada sayap kiri dan kanan.
c. Pola lantai jermal tutup, hal ini dikatakan refleksi karena membentuk
sebuah garis yang sama besar pada sayap kiri dan kanan.
d. Pola gerak puteri, dikatakan refleksi karena penari melakukan gerak tangan
yang membentuk suatu sudut, yang dilakukan dengan bersamaan oleh
tangan kiri dan kanan.
D. Kekongruenan
Pada tarian sekapur sirih Kepulauan Riau terdapat konsep matematis berupa
kekongruenan.
a. Pola lantai kubah kembar, pada pola ini dikatakan kongruen karena
membentuk dua buah segitiga yang memiiki panjang sisi dan sudut yang
sama besar.
Pola lantai pagar negeri, pada pola ini dikatakan kongruen karena
membentuk dua buah segitiga yang memiiki panjang sisi dan sudut yang sama
besar.
4. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rahmat Wastio Wicaksono, Nur Izzati, Linda
Rosmery Tambunan, 2020) dengan judul “Eksplorasi Etnomatematika pada
Gerakan Pukulan Seni Pencak Silat Kepulauan Riau” pada penelitian ini
menjelaskan tentang etnomatematika yang terdapat pada pencak silat Sendeng
Cekak dari gerakan pukulan pada posisi tangan dan posisi kaki, yang dipaparkan
sebagai berikut.
1. Pada gerakan awal Hang Jebat, gerakan ini membentuk bangun datar segitiga dan
membentuk garis saling tegak lurus pada gerakan tangannya.
2. Pada gerakan tangkis, gerakan ini membentuk sudut lancip pada gerakan
tangannya.
3. Gerakan tangkisan mengelak pukulan dalam, gerakan ini membentuk sudut dan
saling tegak lurus pada gerakan tangannya.
4. Gerakan membunuh pukulan, pada gerakan ini membentuk konsep matematika
yaitu sudut dan garis berpotongan pada gerakan tangannya.

19
5. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Muhammad Syaifullah, 2020) pada judul
“Fungsi Tari Dikir Barat Di Dalam Masyarakat Pulau Kasu” pada penelitian ini
menjelaskan tentang fungsi tarian dzikir barat pada kehidupan sehari-hari
masyarakat pulau kasu yang diuraikan sebagai berikut.
A. Fungsi Ritual
1. Sebagai Sarana Religi
Tarian ini biasa dipentaskan pada acara-acara keagamaan contohnya
pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW, yang dipentaskan guna
memeriahkan acara maulid nabi dengan lantunan syair-syair pemujaan untuk
nabi muhammad SAW.
2. Sebagai Sarana Pendidikan
Pada sektor pendidikan tarian ini kerap dijadikan bahan pembelajaran
khususnya daerah Kecamatan Belakang Padang, pelajaran seni dan budaya
contohnya. Hal ini dilakukan guna mempelajari dan melestarikan kesenian dan
kebudayaan lokal daerah.
B. Fungsi Sosial
1. Sebagai Sarana Pergaulan
Tarian ini berfungsi sebagai sarana pergaulan karena pada pementasan
tarian ini terjadi interaksi antar penari yang merupakan bentuk umum proses
sosial, dan interaksi pada tarian ini bukan hanya antar penari namun juga
interaksi antara penari dengan penonton yang sedang menikmati tarian
tersebut.
2. Sebagai Sarana Hiburan
Tarian Dzikir Barat dikatakan berfungsi sebagai sarana hiburan karena
tarian ini sering kali ditampilkan pada acara-acara kesenian dan pernikahan.
Apabila tarian Dzikir Barat ini akan tampil maka pastinya masyarakat akan
berbondong-bondong untuk menyaksikan pertunjukan Dzikir Barat tersebut.
C. Fungsi Estetik
Pada sebuah tarian tentunya memiliki nilai estetik tersendiri didalamnya,
begitu pula pada Dzikir Barat yang terlihat dari pola gerak, pola iringan, Syair
(pantun), dan busana yang memiliki ciri khas tersendiri. Selain itu pola gerakan
tarian ini khas karena terinspirasi dari gerakan nelayan yang sedang melaut,
sebagai mata pencaharian utama masyarakat Kasu.
Syair atau pantun memiliki nilai estetis tersendiri bagi tarian ini, karena syair
20
dan pantun itu diciptakan dengan kata-kata yang sesuai pada acara yang akan
ditampilkan, contohnya pada acara pernikahan maka kata-kata syair akan
bertemakan tentang pernikahan. Kemudian syair dan pantun ini akan dilantuntan
dengan nyanyian yang menggunakan nada yang indah untuk mengiringi tarian,
hal ini juga terinspirasi dari kegemaran masyarakat pulau kasu yang
menggunakan syair dan pantun.
Busana pastinya sudah pasti memiliki nilai estetis dalam pertunjukan tari,
dalam tarian Dzikir Barat yang digunakan penari adalah busana melayu diantara
nya yaitu baju kurung melayu, kain songket dan tanjak. Busana yang dikenakan
mulai dari warna, motif dan pola dalam busana ini menambah nilai estetis dalam
tarian Dzikir Barat. Hal ini terinspirasi ciri masyarakat pulau Kasu yang
menggunakan busana Melayu.

C. Kerangka Berpikir
Pelajaran matematika erat kaitan dengan kehidupan sehari-hari, hampir segala aktivitas
manusia terdapat konsep matematika. Hal yang paling berkaitan dengan konsep matematika
ada terletak di budaya. Namun pada kenyataannya masyarakat tidak menyadari bahwa ia
telah menggunakan konsep dan aktivitas matematika pada budayanya. Sehingga
beranggapan bahwa matematika adalah suatu hal yang tidak penting dan cukup sekedar
materi yang dipelajari dibangku sekolah. Disamping itu banyak siswa yang ditemukan
kesulitan menghadapi pelajaran matematika yang berakibat kebosanan pada siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurangnya kreativitas guru
dalam mengembangkan sumber belajar yang menarik dan bersifat kontekstual, sumber
belajar yang diterapkan masih terfokus pada teori dan latihan-latihan yang membuat jenuh
tanpa memanfaatkan lingkungan sekitar yang dapat dikaitkan pada materi pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan diatas terlihat bahwa perlunya sumber belajar yang bersifat
kontekstual, salah satunya ialah dengan eksplorasi etnomatematika pada budaya. Eksplorasi
etnomatematika dilakukan dengan tujuan menemukan nilai-nilai matematis yang terdapat
pada suatu budaya tersebut. Dalam hal ini peneliti melakukan eksplorasi etnomatematika
pada tarian Dikir Barat di Pulau Kasu, yang selanjutnya hasil eksplorasi dalam penelitian
ini dirancang menjadi Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) untuk dijadikan sebagai salah
satu sumber belajar.

21
Kurangnya sumber belajar yang berkaitan
dengan budaya disekitar khususnya pada
pembelajaran matematika

Menjadikan budaya yang ada di Kepulauan


Riau sebagai sumber belajar matematika yang
berbasis budaya

Melakukan eksplorasi etnomatematika pada


tarian Dikir Barat di Pulau Kasu

Melakukan eksplorasi etnomatematika pada


tarian Dikir Barat di Pulau Kasu

Perancangan hasil eksplorasi etnomatametika


menjadi sumber belajar yang berupa Lembar
Kerja Peserta Didik (LKPD) sebagai salah
satu alternatif pada proses pembelajaran

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

22

Anda mungkin juga menyukai