PROPOSAL PENELITIAN
oleh :
192151002
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan proposal penelitian yang berjudul “Eksplorasi Etnomatematika
pada Aksara Sunda” tepat pada waktunya. Tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etnomatematika. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan proposal penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta arahan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Mega Nur Prabawati, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah
etnomatematika;
2. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan berupa moril dan
materil.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini jauh dari kata sempurna serta masih
banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan didalamnya. Sehingga penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun supaya kedepan menjadi lebih baik. Semoga proposal
ini bisa bermanfaat dan menjadi motivasi dalam melestarikan kebudayaan-kebudayaan
yang ada di daerah masing-masing.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu umum yang menjadi dasar kebutuhan bagi ilmu
lainnya sekaligus berperan penting dalam membantu perkembangan ilmu tersebut.
Banyak konsep matematika yang digunakan dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari baik itu yang disadari maupun yang tidak
disadari. Matematika adalah alat dalam membantu ilmu lain untuk menemukan solusi
dari berbagai permasalahan yang ada baik yang bersifat kompleks terhadap ilmu
pengetahuan ataupun yang bersifat kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari.
Secara bahasa, “ethno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu
pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan
symbol. Kata dasar “mathema” berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan
melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan,
dan pemodelan. Akhiran “tics “berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik.
Sedangkan secara istilah etnomatematika diartikan sebagai mode, gaya, dan teknik
(tics) menjelaskan, memahami, dan menghadapi lingkungan alam dan budaya
(mathema) dalam sistem budaya yang berbeda (ethnos)” (D’Ambrosio, 1999, 146).
4
Sardjiyo Paulina Pannen (melalui Supriadi, 2005) mengatakan bahwa
pembelajaran berbasis budaya merupakan suatu model pendekatan pembelajaran yang
lebih mengutamakan aktivitas siswa dengan berbagai ragam latar belakang budaya
yang dimiliki, diintegrasikan dalam proses pembelajaran bidang studi tertentu, dan
dalam penilaian hasil belajar dapat menggunakan beragam perwujudan penilaian.
Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu belajar
tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya.
Aksara Sunda merupakan bentuk penulisan dari bahasa Sunda yaitu bahasa daerah
yang berasal dari Jawa Barat, salah satu aksara tradisi hasil karya ortografi masyarakat
Sunda melalui perjalanan sejarahnya sejak 5 abad yang lalu hingga saat ini. Aksara
tersebut digunakan untuk sarana komunikasi yang dikenal dengan Bahasa Sunda, salah
satu bahasa yang memiliki jenis huruf tersendiri yang di kenal dengan aksara
Ngalagena atau Konsonan, aksara Swara atau Vocal, aksara Rarangken dan aksara
Angka, yang saat ini kurang dipahami masyarakat Jawa Barat. Hal ini terjadi karena
minimnya pengetahuan tentang pengenalan huruf tersebut. Pengenalan aksara Sunda
biasanya dimulai dari jenis aksara Ngalagena yang merupakan aksara dasar sebagai
5
proses pembelajaran. Aksara Ngalagena terdiri dari 18 buah aksara yang merupakan
huruf untuk bunyi dalam bahasa Sunda yaitu ka, ga, nga, ca, ja, nya, ta, da, na, pa, ba,
ma, ya, ra, la, wa, sa, ha , fa, qa, va, xa, za , kha, sya. Setiap huruf memiliki perbedaan
bentuk satu dengan lainnya namun ada beberapa huruf yang mempunya kesamaan.
Dengan banyaknya jenis huruf dan kurangnya pembelajaran dalam pengenalan aksara
Sunda dalam hal ini sangat menyulitkan sebagian masyarakat Jawa Barat untuk
mengenali terutama yang bukan masyarakat Sunda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah disampaikan di atas, ada beberapa
rumusan masalah yang disusun diantaranya :
1. Bagaimanakah konsep matematika yang terdapat pada pola aksara sunda?
2. Apa sajakah aktivitas etnomatematika pada masyarakat Sunda?
C. Definisi Operasional
a. Etnomatematika
6
7
D. Tujuan Penelitian
Meninjau pada rumusan masalah yang telah disusun ada beberapa tujuan yang
hendak dicapai oleh penulis, diantaranya :
1. Untuk mengetahui aktivitas etnomatematika pada masyarakat yang menggunakan
aksara Sunda
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep matematika yang terdapat pada Aksara
Sunda
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bisa memberikan data informasi dan pengetahuan, sumber
pembelajaran, studi literatur maupun bahan kajian berkaitan dengan penerapan
8
matematika berbasis budaya. Dengan adanya penelitian ini bisa menjadi pengetahuan
bahwa banyak aktivitas-aktivitas masyarakat yang dilakukan menggunakan konsep-
konsep matematika secara tidak disadari. Serta bisa membuka paradigma masyarakat
mengenai matematika yang sebenarnya mudah dipelajari dan mudah digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
a. Etnomatematika
Etnomatematika pertama kali diperkenalkan oleh D'Ambrosio, seorang
matematikawan Brasil pada tahun 1977.Definisi etnomatematika menurut
D'Ambrosio adalah: Secara bahasa, awalan "ethno" diartikan sebagai sesuatu
yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa,
jargon, kode perilaku, mitos, dan symbol.
1) Aktivitas Membilang
Aktivitas membilang berkaitan dengan bentuk pertanyaan “berapa
banyak”. Beberapa jenis alat yang sering digunakan adalah penggunaan
bagian tubuh dan benda benda disekitar yang digunakan 7 sebagai alat
ukur. Unsur pembentuk aktivitas membilang dapat menggunakan jari
tangan, tangan, batu, tongkat, daun, tali rotan atau bahan alam lainnya
secara tradisional. Selain itu aktivitas membilang juga dapat dibentuk
dengan gerakan atau pukulan. Aktivitas membilang umumnya
menunjukkan aktivitas penggunaan dan pemahaman bilangan ganjil dan
genap serta lainnya.
2) Aktivitas Mengukur
Mengukur umumnya berkaitan dengan pertanyaan “berapa (panjang,
lebar, tinggi, banyak)”. Alat yang digunakan pun berafariasi baik jenis
maupun penggunaannya. Alat ukur yang sering digunakan untuk ukuran
banyaknya sering digunakan satu ikat/satu batang. Ukuran lainnya yang
11
matematis. Seperti halnya aksara Sunda yang merupakan salah satu budaya
di Indonesia, dimana hampir setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri.
b. Budaya/kebudayaan
Ditijau dari bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta
“Budhayah” yang artinya bentuk jamak dari “Budhi” yang berarti budi atau
akal. Jadi kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil budi atau akal manusia
untuk mencapai kesempurnaan hidup. Kebudayaan akan terus berubah seiring
dengan perkembangan zaman, serta perkembangan ilmu dan teknologi.
Menurut Melville J.Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat itu
sendiri. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun
temurun dari suatu generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic.
c. Aksara Sunda
Aksara dapat diartikan sebagai huruf atau sistem tanda-tanda grafis yang
dipakai manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili ujaran,
aksara merupakan salah satu ciri adab serta alat untuk mempersatukan suku
bangsa. Masyarakat Sunda sebelum mengenal aksara, kehidupan sehari-
harinya masih termasuk sederhana, tetapi setelah mengenal aksara kehidupan
masyarakatnya menjadi lebih meningkat dan maju. Aksara juga selain
memperlihatkan jati diri bangsa bisa dianggap selaku batas kehidupan
manusia antara zaman prasejarah ke zaman sejarah. Aksara Sunda baku atau
saat ini lazim disebut aksara sunda adalah sistem penulisan aksara sunda kuno
yang dipergunakan untuk menuliskan Bahasa sunda kontemporer yang
13
Aksara Sunda berjumlah 32 buah yang terdiri atas 7 aksara swara „vokal
mandiri‟ (a, é, i, o, u, e, dan eu) dan 23 aksara ngalagena„konsonan‟ (ka-ga-
nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za,) [4].
Aksara swara adalah tulisan yang melambangkan bunyi fonem vokal mandiri
yang dapat berperan sebagai sebuah suku kata yang bisa menempati posisi
awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Sedangkan aksara ngalagena adalah
tulisan yang secara silabis dianggap dapat melambangkan bunyi fonem
konsonan dan dapat berperan sebagai sebuah kata maupun suku kata yang bisa
menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata. Jadi, aksara Sunda
ini bersifat silabik, yakni tulisan yang dapat mewakili sebuah kata dan
sukukata [4]. Perlu dijelaskan bahwa aksara ngalagena dalam sistem tata tulis
aksara Sunda Kuno berjumlah 18 buah. Namun, dalam upaya memenuhi
fungsi aksara Sunda sebagai alat rekam bahasa Sunda yang senantiasa
berkembang akibat terjadinya proses serapan unsur kosa kata asing, maka para
pakar di bidang paleografi Sunda dan pihak birokrat di lingkungan Provinsi
Jawa Barat beserta para tokoh masyarakat sepakat untuk mengaktifkan 5
lambang aksara ke dalam sisten tata tulis aksara Sunda Baku, sehingga
jumlahnya menjadi 23 buah. Kelima buah aksara dimaksud bukan berarti
sebagai ciptaan baru, akan tetapi dengan cara mengaktifkan beberapa varian
lambang aksara Sunda Kuno yang intensitas kemunculannya tidak begitu
tinggi. Lambang aksara fa dan va merupakan varian lambang aksara pa;
lambang aksara qa dan xa adalah varian lambang aksara ka; lambang aksara
za adalah varian lambang aksara ja. Dalam sistem tata tulis aksara Sunda
dikenal adanya tanda vokalisasi, yaitu rarangkén atau penanda bunyi yang
dapat berfungsi untuk mengubah, menambah maupun menghilangkan bunyi
vokal pada aksara ngalagena. Lambang vokalisasi yang dimaksud berjumlah
13 macam yang dalam penempatannya terbagi ke dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama, sebanyak 5 buah yang ditempatkan di atas aksara dasar.
Kelompok kedua, sebanyak 3 buah yang ditempatkan di bawah aksara dasar.
Kelompok ketiga, sebanyak 5 buah yang ditempatkan sejajar dengan aksara
dasar, yang dibagi lagi menjadi: 1 buah ditempatkan di sebelah kiri aksara
dasar, 2 buah ditempatkan di sebelah kanan aksara dasar, dan sebanyak 2 buah
ditempatkan di sebelah kanan dengan sedikit menjulur ke bagian bawah aksara
14
C. Kerangka Penelitian
Etnomatematika merupakan suatu kajian yang mengkolaborasikan antara
matematika dengan budaya. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan
menjadi salah satu bentuk dari pelestarian budaya yang ada di provinsi Jawa Barat
maka akan digali lagi mengenai aksara Sunda yang mengandung aspek geometris.
Beberapa indikator yang ada pada etnomatematika mengukur, membilang,
menentukan arah dan lokasi, membuat rancangan bangun, dan bermain, karena
matematika merupakan teknologi simbolis yang tumbuh pada keterampilan atau
aktivitas lingkungan yang bersifat budaya.
D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah etnomatematika pada Aksara
Sunda uuntuk mengungkap mengenai pola bentuk aksara Sunda pada aspek kajian
geometris, berupa geometri dimensi satu, sudut dan garis. Maka dari ituu peneliti
tertarik untuk mengungkap konsep-konsep matematika yang ada dalam aksara
Sunda. Maka diharapkan dengan adanya penelitian ini bisa menunjukan adanya
keselarasan antara budaya dan matematika.
16
17
Bab III
METODE PENELITIAN
A. Prosedur Penelitian
a. Metode Penelitian
1. Dilakukan dalam kondisi yang alamiah, langsung kesumber data dan peneliti
adalah instrumen kunci.
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau atau
aoutcome.
1) Tempat
2) Pelaku
Pelaku dari penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri dan sumber datanya
yaitu pengrajin salah satu tokoh masyarakat yang mendalami Aksara Sunda di
zaman sekarang.
3) Aktivitas
b. Metode Wawancara
19
Jenis wawancara yang akan digunakan oleh penulis untuk penelitian jenis
ini yaitu menggunakan teknik wawancara semiterstruktur yang sudah in-depth
interviewing untuk memperoleh berbagai data bersifat primer yang berkaitan
dengan masalah penelitian. Namun demikian, pertanyaan-pertanyaan dalam
wawancara disusun dulu sebagai pedoman dalam pelaksanaannya.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang lainnya.
Teknik mengkaji dokumen dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencatat apa
yang tertulis dalam dokumen atau arsip yang berhubungan dengan masalah yang
sedang diteliti, kemudian, berusaha untuk memahami maksud ataupun maknanya.
Tujuan dari metode ini digunakan untuk mencari data sekunder dari aksara Sunda
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah human instrument, yaitu peneliti berperan
sebagai instrumen yang tidak dapat digantikan oleh orang lain.Berperan sebagai
pengumpulan data yang berkaitan dengan bentuk atau pola aksara Sunda.
Peneliti mengumpulkan data secara verbal diperkaya dan diperdalam dengan
hasil pengelihatan, pendengaran, persepsi, penghayatan dari peneliti mengenai
berbagai bentuk aksara Sunda. Dalam penelitian ini peneliti membuat instrumen
pengumpulan data yang terdiri dari instrument utama dan instrument bantu.
Instrument utama berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan
instrumen bantu yaitu berupa lembar observasi, lembar dokumentasi, lembar
cek dan data lapangan. Berikut adalah pasangan antara metode dengan
instrumen pengumpulan data.
No Metode Instrumen
1. Wawancara Pedoman Wawancara
2. Observasi Lembar Observasi
3. Dokumentasi Lembar Dokumentasi
D’Ambrosio, U. (1997). Ethnomathematics and its Place in the History and Pedagogy of
Mathematics. Dalam Ethnomathematics Challenging Eurocentrism in
Mathemathics Education (hlm. 13-24). Albany:State University of New York
Ruth Mayasari Simanjuntak. " Eksplorasi Etnomatematika Pada Aksara Batak." Journal of
Mathematics Education and Applied (2020): 52-59.
Arisetyawan, A., Suryadi, D., Herman, T., Rahmat, C., & No, J. D. S. (2014). Study of
Ethnomathematics: A lesson from the Baduy Culture. International Journal of
Education and Research, 2(10), 681-688
21