Anda di halaman 1dari 22

LITERASI SAINS

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Konsep-Konsep Dasar MIPA dengan dosen pengampu
Bapak Acep Sulaiman, M.Pd.

Disusun oleh :

Nama NPM
Dian Wijaya 20187270226
Ahmad Jumaedi 20187270219
Bekti Sugihandayani 20187270207

UNIVERSITAS INDRAPRSATA PGRI

FAKULTAS PASCASARJANA

PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala karunia yang
diberikan-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Literasi Sains”.
Makalah ini merupakan tugas yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan mata
kuliah Konsep-Konsep Dasar MIPA. Semoga dengan disusunnya makalah ini akan
memberikan manfaat kepada pembaca dan memberikan pemahaman tentang Literasi
Sains.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada semua


pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Secara khusus, ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada bapak Acep Sulaiman, selaku dosen pengampu mata
kuliah Konsep-Konsep Dasar MIPA.

Makalah ini tak luput dari kesalahan yang tak disadari oleh penulis. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan guna memperbaiki penulisan
makalah di masa yang akan dating.

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .......................................................................................... 3

C. Tujuan Makalah ................................................................................................ 3

D. Kegunaan Makalah ........................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 5

A. Definisi Literasi Sains ...................................................................................... 5

B. Komponen dan Aspek-aspek dalam Literasi Sains .......................................... 8

C. Pengukuran Literari Sains ................................................................................ 9

D. Urgensi Literasi Sains ....................................................................................... 10

E. Implikasi Keterampilan Proses dalam Proses Pembelajar ................................ 11

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 17

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 17

B. Saran ................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perubahan selalu terjadi di dunia dari zaman sebelum manusia ada
sampai saat ini dan perubahan makin pesat akibat kehadiran manusia. Saat ini kita
berada pada abad XXI saat dunia industri berkembang pesat akibat dari kemajuan
sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pesatnya perkembangan
industri pada abad XXI ini juga menimbulkan banyak permasalahan politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Contoh permasalahan yang terjadi adalah
pemanasan global, pencemaran lingkungan, krisis energi, krisis ekonomi, dan
berbagai konflik antargolongan. Permasalahan tersebut terjadi akibat kurangnya
kesadarpahaman akan sains. Manusia sering kali memanfaatkan sains dan teknologi
dengan mengeksploitasi alam tanpa memahami akibatnya bagi lingkungan dan masa
depan bumi. Contohnya, pemanfaatan bahanbahan kimia dan produk-produk
teknologi dalam kehidupan sehari-hari tanpa diimbangi dengan pemahaman
dampak-dampak pemakaiannya terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.
Sains adalah upaya sistematis untuk menciptakan, membangun, dan
mengorganisasikan pengetahuan untuk memahami alam semesta.
Upaya ini berawal dari sifat dasar manusia yang penuh dengan rasa ingin
tahu. Rasa ingin tahu ini kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan dalam rangka
mencari penjelasan yang paling sederhana, tetapi akurat dan konsisten untuk
menjelaskan dan memprediksi manusia dan alam semesta. Penyelidikan ini
dilakukan dengan mengintegrasikan kerja ilmiah dan keselamatan kerja yang
meliputi kegiatan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,
merancang percobaan, mengumpulkan data, menganalisis, akhirnya menyimpulkan
dan memberikan rekomendasi, serta melaporkan hasil percobaan secara lisan dan
tulisan. Dengan kata lain, sains hadir untuk membentuk pola ikir, perilaku, dan
membangun karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya,
masyarakat, dan alam semesta.
Kehadiran sains yang membentuk perilaku dan karakter manusia untuk
peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat, dan alam semesta inilah
yang didefinisikan sebagai literasi sains. Namun, hal utama perlu dipahami dalam
literasi sains abad ini adalah bahwa penggunaan sains dan teknologi bukan hanya
untuk memahami alam semesta. Literasi sains terdiri atas beberapa tingkatan.
Tingkat literasi sains yang terendah disebut literasi sains praktis atau fungsional yang

1
2

merujuk pada kemampuan seseorang untuk dapat hidup sehari-hari, sebagai


konsumen dari produk-produk sains dan teknologi. Ini dihubungkan dengan
kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, kesehatan, dan perumahan. Literasi sains
tingkat tinggi, seperti literasi kewargaan mengacu pada keterampilan seseorang
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan menggunakannya secara
bijak terkait isu politik, ekonomi, sosial, budaya, dan kenegaraan.
Fakta hasil PISA 2015 menunjukkan rata-rata nilai sains Negara OECD
adalah 493, sedangkan Indonesia baru mencapai skor 403. Hal ini menunjukkan
bahwa ada kesenjangan dalam memperlakukan pendidikan sains. Dalam sistem
pendidikan nasional, konsep dan pola pikir pendidikan sains sudah tersurat dan
menggunakan pendekatan saintifik dan inkuiri. Namun, faktanya hal tersebut belum
diterapkan di kelas-kelas pembelajaran.
Literasi sains dalam pembelajaran di Indonesia dipersepsikan hanya
dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA pun sebagian besar terbatas pada buku
ajar/teks. Hal ini disebabkan oleh adanya interpretasi sempit terkait dengan PP No.
13 Tahun 2015 Pasal I ayat 23 yang menjelaskan bahwa “buku teks pelajaran adalah
sumber pembelajaran utama untuk mencapai kompetensi dasar dan kompetensi inti”.
Sebagian besar memahami bahwa buku teks pelajaran menjadi satu-satunya bahan
ajar sehingga pembelajaran IPA belum menerapkan pendekatan saintifik dan inkuiri.
Jika dalam konteks pelajaran IPA saja literasi sains belum diterapkan secara tepat
dan komprehensif, penerapannya dalam pembelajaran lain perlu dipertanyakan.
Fakta ini membuat banyak orang Indonesia tidak terbiasa mencari beragam sumber.
Literasi sains merupakan kunci utama untuk menghadapi berbagai
tantangan pada abad XXI untuk mencukupi kebutuhan air dan makanan,
pengendalian penyakit, menghasilkan energi yang cukup, dan menghadapi
perubahan iklim (UNEP, 2012). Banyak isu yang timbul di tingkat lokal ketika
individu berhadapan dengan keputusan berkaitan dengan praktik-praktik yang
memengaruhi kesehatan dan persediaan makanan, penggunaan bahan dan teknologi
baru yang tepat, dan keputusan tentang penggunaan energi. Sains dan teknologi
memiliki kontribusi utama terkait dengan semua tantangan di atas dan semua
tantangan tidak akan terselesaikan jika individu tidak memiliki kesadaran sains. Hal
ini tidak berarti mengubah setiap orang menjadi pakar sains, tetapi memungkinkan
mereka untuk berperan dalam membuat pilihan yang berdampak pada lingkungan
dan dalam arti yang lebih luas memahami implikasi sosial dari perdebatan para pakar.
Hal ini juga berarti bahwa pengetahuan sains dan teknologi berbasis sains
3

berkontribusi signifikan terhadap kehidupan pribadi, sosial, dan profesional. Literasi


sains membantu kita untuk membentuk pola pikir, perilaku, dan membangun karakter
manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat, dan alam
semesta, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat modern yang sangat
bergantung pada teknologi.
Individu yang literat sains harus dapat membuat keputusan yang lebih
berdasar. Mereka harus dapat mengenali bahwa sains dan teknologi adalah sumber
solusi. Sebaliknya, mereka juga harus dapat melihatnya sebagai sumber risiko,
menghasilkan masalah baru yang hanya dapat diselesaikan melalui penggunaan sains
dan teknologi. Oleh karena itu, individu harus mampu mempertimbangkan manfaat
potensial dan risiko dari penggunaan sains dan teknologi untuk diri sendiri dan
masyarakat. Literasi sains tidak hanya membutuhkan pengetahuan tentang konsep
dan teori sains, tetapi juga pengetahuan tentang prosedur umum dan praktik terkait
dengan inkuiri saintifik dan bagaimana memajukan sains itu sendiri. Untuk semua
alasan tersebut, literasi sains dianggap menjadi kompetensi kunci yang sangat
penting untuk membangun kesejahteraan manusia di masa sekarang dan masa depan.
Melihat penjelasan di atas, perlu disadari literasi sains dalam
pembelajaran perlu dilakukan agar masyarakat paham akan penggunaan sains erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan alas an demikian, penulis
merumuskan makalah dengan judul “Literasi Sains”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan literasi sains?
2. Apa sajakah komponen-komponen dan aspek-aspek dalam literasi sains?
3. Bagaimana cara mengukur literasi sains?
4. Seberapa pentingkah literasi sains?
5. Bagaimana mengimplikasikan literasi sains dalam pembelajaran?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat disampaikan tujuan dari
makalah ini yaitu pembaca mampu:
1. Menjelaskan definisi dari literasi sains;
2. Menjelaskan komponen-komponen dan aspek-aspek literasi sains;
3. Mengetahui cara mengukur literasi sains;
4. Menjelaskan urgensi literasi sains; dan
4

5. Mengimplikasikan literasi sains dalam pembelajaran.


D. Kegunaan Makalah
Secara umum Pembuatan makalah ini berguna untuk memberikan
gambaran pemahaman mengenai literasi sains. Sehingga makalah ini menjadi
referensi untuk memahami literasi sains dalam pembelajaran MIPA.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Literasi Sains


Literasi sains (scienceliteracy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin
yaitu literatus artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan dan
scientia, yang artinya memiliki pengetahuan. menurutC.E de Boer (1991), orang
yang pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hurt dari Stanford
University. Menurut Hurt, science literacyberarti tindakan memahami sains dan
mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, Notional Science Teacher Assosiation (1971)
mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki literasi sains adalah orang yang
menggunakan konsep sains, mempunyai keterampilan proses sains untuk dapat
menilai dalam membuat keputusan sehari-hari kalau ia berhubungan dengan orang
lain, lingkungannya, serta memahami interaksi antara sains, teknologi dan
masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi. Litersai sains didefinisikan
pula sebagai kapasitas untuk menggunkan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi
pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan data untuk memahami
alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas
manusia (OECD, 2003).
Holbrook & Rannikmae (2009) menggambarkan bahwa ada dua
kelompok utama orang yang memiliki pandangan tentang scientific literacy, yaitu
kelompok “science literacy” dan kelompok “scientific literacy”. Kelompok pertama
“science literacy” memandang bahwa komponen utama literasi sains adalah
pemahaman konten sains yaitu konsep-konsep dasar sains. Pemahaman kelompok
pertama inilah yang banyak dipahami oleh guru-guru sains saat ini baik di Indonesia
maupun di luar negeri. Kelompok kedua, scientific literacy, memandang literasi sains
searah dengan pengembangan life skills (Rychen & Salganik, 2003), yaitu pandangan
yang mengakui perlunya keterampilan bernalar dalam konteks sosial dan
menekankan bahwa literasi sains diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya
kepada orang yang memilih karir dalam bidang sains atau spesialis dalam bidang
sains.
Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah
untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru,
menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar fakta, memahami

5
6

karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan


alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-
isu yang terkait sains (OECD, 2016). National Research Council (2012) menyatakan
bahwa rangkaian kompetensi ilmiah yang dibutuhkan pada literasi sains
mencerminkan pandangan bahwa sains adalah ansambel dari praktik sosial dan
epistemik yang umum pada semua ilmu pengetahuan, yang membingkai semua
kompetensi sebagai tindakan.
Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai “ the capacity to use
scientific knowledge , to identify questions and to draw evidence-based conclusions
in order to understand and help make decisions about the natural world and the
changes made to it through human activity”. Literasi sains didefinisikan sebagai
kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan
menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta
membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap
alam melalui aktivitas manusia. Definisi literasi sains ini memandang literasi sains
bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains,
melainkan lebih dari itu. PISA juga menilai pemahaman peserta didik terhadap
karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan
teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta keinginan
untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains, sebagai manusia yang reflektif. Literasi
sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi
semua siswa, apakah meneruskan belajar sains atau tidak setelah itu. Berpikir ilmiah
merupakan tuntutan warga negara, bukan hanya ilmuwan. Keinklusifan literasi sains
sebagai suatu kompetensi umum bagi kehidupan merefleksikan kecenderungan yang
berkembang pada pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknologis.
Sesuai dengan pandangan di atas, penilaian literasi sains dalam PISA
tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan
sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi
peserta didik, baik sebagai individu, anggota masyarakat, serta warga dunia.
National Teacher Association (1971) mengemukakan bahwa seorang
yang literat sains adalah orang yang menggunakan konsep sains, keterampilan
proses, dan nilai dalam membuat keputusan sehari-hari kalau ia berhubungan dengan
orang lain atau dengan lingkungannya, dan memahami interelasi antara sains,
teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi.
7

Pengetahuan yg biasanya dihubungkan dengan literasi sains adalah:


1. Memahami ilmu pengetahuan alam – norma dan metode sains dan pengetahuan
ilmiah
2. Memahami kunci konsep ilmiah
3. Memahami bagaimana sains dan teknologi bekerja bersama-sama
4. Menghargai dan memahami pengaruh sains dan teknologi dalam masyarakat
5. Hubungan kompetensi-kompetensi dalam konteks sains- kemampuan membaca,
menulis dan memahami sistem pengetahuan manusia
6. Mengaplikasikan beberapa pengetahuan ilmiah dan kemampuan
mempertimbangkan dalam kehidupan sehari-hari (Thomas and Durant dalam
Shwartz, 2005).
Kemampuan literasi sains siswa Indonesia dari hasil studi internasional
PISA tahun 2006, diperoleh hasil bahwa (Tjalla, 2009)
1. Kemampuan literasi sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57
negara. Skor rata-rata sains yang diperoleh siswa Indonesia adalah 393. Skor
rata-rata tertinggi dicapai oleh Finlandia (563) dan terendah dicapai oleh
Kyrgyzstan (322). Kemampuan literasi sains rata-rata siswa Indonesia tidak
berbeda secara signifikan dengan kemampuan literasi sains siswa dari
Argentina, Brazil, Colombia, Tunisia, dan Azerbaijan. Kemampuan literasi
sains rata-rata siswa Indonesia lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
dengan kemampuan literasi sains siswa dari Qatar dan Kyrgyzstan. Dua negara
yang berada dua peringkat di atas Indonesia adalah Mexico dan Montenegro.
2. Secara internasional skala kemampuan literasi sains dibagi menjadi 6 level
kemampuan. Berdasarkan level kemampuan ini, sebanyak 20,3% siswa
Indonesia berada di bawah level 1 (skor di bawah 334,94), 41,3% berada pada
level 1 (skor 334,94 – 409,54), 27,5% berada pada level 2 (skor 409,54 –
484,14), 9,5% berada pada level 3 (skor 484,14 – 558,73), dan 1,4% berada
pada level 4. Tidak ada siswa Indonesia yang berada pada level 5 dan level 6.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar (41,3%) siswa Indonesia memiliki
pengetahuan ilmiah terbatas yang hanya dapat diterapkan pada beberapa situasi
yang familiar. Mereka dapat mempresentasikan penjelasan ilmiah dari fakta
yang diberikan secara jelas dan eksplisit. Sebanyak 27,5% siswa Indonesia
memiliki pengetahuan ilmiah yang cukup untuk memberikan penjelasan yang
mungkin dalam konteks yang familiar atau membuat kesimpulan berdasarkan
pengamatan sederhana. Siswa-siswa dapat memberikan alasan secara langsung
8

dan membuat interpretasi seperti yang tertulis dari hasil pengamatan ilmiah
yang lebih mendalam atau pemecahan masalah teknologi.
3. Dibandingkan dengan kemampuan literasi sains gabungan, kompetensi siswa
Indonesia dalam mengidentifikasi masalah ilmiah lebih rendah (-0,4),
menjelaskan fenomena secara ilmiah lebih tinggi (1,1 poin), dan menggunakan
fakta ilmiah lebih rendah (-7,8). Sementara itu, pengetahuan siswa Indonesia
tentang sains lebih rendah (-6,4), bumi dan antariksa lebih tinggi (8,3), sistem
kehidupan lebih rendah (-2,5), dan sistem fisik lebih rendah (-7,4). Hal ini
menunjukkan bahwa siswa Indonesia memiliki kompetensi paling tinggi dalam
menjelaskan fenomena secara ilmiah dan memiliki pengetahuan sains tertinggi
dalam bumi dan antariksa.
4. Berdasarkan jenis kelamin, kemampuan literasi sains rata-rata siswa Indonesia
laki-laki (skor 399) lebih tinggi daripada kemampuan literasi sains rata-rata
siswa Indonesia perempuan (skor 387). Perbedaan skor rata-rata siswa laki-laki
dan perempuan adalah 12.
5. Dibandingkan dengan hasil studi PISA tahun 2000/2001 dan 2003,
kemampuan literasi sains siswa Indonesia pada tahun 2006 relatif stabil atau
tidak mengalami peningkatan. Skor literasi sains rata-rata siswa Indonesia pada
tahun 2000/2001 adalah 393 dan tahun 2003 adalah 395.
B. Komponen dan Aspek-aspek dalam Literasi Sains
Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab
suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan
menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan (Rustaman et al., 2004). PISA
(2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains,yaitu:
a. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki secara
ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh sains.
b. Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah.
Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang diperlukan
untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penyelidikan sains, atau prosedur
yang diperlukan untukmemperoleh bukti itu.
c. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan
kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari
atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
d. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan
secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
9

e. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni


kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda
dari apa yang telah dipelajarinya.
Dari hasil akhir proses sains ini, siswa diharapkan dapat menggunakan
konsep-konsep sains dalam konteks yang berbeda dari yang telah dipelajarinya. PISA
memandang pendidikan sains untuk mempersiapkan warganegara masa depan, yang
mampu berpartisipasi dalam masyarakat yang akan semakin terpengaruh oleh
kemajuan sains dan teknologi, perlu mengembangkan kemampuan anak untuk
memahami hakekat sains, prosedur sains, serta kekuatan dan keterbatasan sains.
Termasuk di dalamnya kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains,
kemampuan untuk memperoleh pemahaman sains dan kemampuan untuk
menginterpretasikan dan mematuhi fakta. Alasan ini yang menyebabkan PISA
tahun 2003 menetapkan 3 komponen proses sains berikut ini dalam penilaian literasi
sains.
1. Mendiskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains.
2. Memahami penyelidikan sains
3. Menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains.
C. Pengukuran Literari Sains
Pengukuran terhadap pencapaian literasi sains berdasarkan standar PISA
yakni :
1. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab
suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidenifikasi dan
menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk juga
mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains,
mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta
mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang ada.
2. Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk
memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam
melalui akitivitas manusia.
3. Situasi atau konteks adalah area aplikasi konsep-konsep sains yang
dikelompokkan menjadi tiga area sains yaitu kehidupan dan kesehatan, bumi
dan lingkungan dan teknologi (Toharudin., et al, 2011: 9)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan literasi sains
seseorang. Menurut Hariadi (2009) beberapa faktor yang mempengaruhi literasi sains
pada seseorang yaitu:
10

1) sikap siswa/mahasiswa terhadap sains,


2) latar belakang pendidikan orang tua,
3) kepercayaan diri dan motivasi belajar sains,
4) waktu untuk belajar sains,
5) strategi belajar mengajar sains.
Sejalan dengan pendapat tersebut Sujana, (2004) dan Özdem., et al
(2010) menyebutkan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan guna
meningkatkan kemampuan literasi sains yaitu dengan meningkatkan kualitas
pembelajaran.
D. Urgensi Literasi Sains
Terwujudnya masyarakat melek sains (scientific literate) adalah salah
satu tujuan utama pendidikan sains selain itu peningkatan literasi sains siswa di
sekolah juga telah menjadi tujuan kurikulum dan para pengajar sains lebih dari satu
abad ini (Millar, 2008)
Berbagai upaya reformasi pendidikan sains telah banyak dilakukan di
berbagai negara. Sebagai contoh, reformasi yang dilakukan di negara Amerika
menekankan pada pengembangan pemahaman yang akurat tentang sains dan literasi
sains.
Pentingnya literasi sains juga sudah menjadi perhatian pemerintah dan
para praktisi pendidikan sains di Indonesia. Meskipun istilah literasi sains tidak
dicantumkan secara eksplisit pada Kurikulum 2013, namun dari kandungan
kompetensi inti dan kompetensi dasar mencerminkan pengembangan literasi sains
peserta didik sebagai salah satu tujuan pendidikan IPA di SMP.
National Science Education Standards (NSES) dalam NRC (1996)
menyatakan bahwa seseorang yang melek sains akan memiliki pemahaman terhadap
enam unsur utama dari literasi sains, yaitu:
(1) sains sebagai inkuri,
(2) konten sains,
(3) sains dan teknologi,
(4) sains dalam perspektif pribadi dan sosial,
(5) sejarah dan sifat sains, dan
(6) kesatuan konsep dan proses.
Pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat di
bidang teknologi juga merupakan urgensi literasi sains. Literasi sains akan dapat
menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains, mengenal
11

teknologi yang ada beserta dampaknya di sekitar, mampu menggunakan produk


teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat produk teknologi sederhana, dan
mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai.Dengan literasi sains ini,
perkembangan teknologi akan terus berkembang dan terus mengalami peningkatan,
karena antara sains dan teknologi saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Literasi sains akan memperoleh Penemuan dalam sains yang memungkinkan
pengembangan teknologi, dan teknologi menyediakan instrument yang baru lagi
yang memungkinkan mengadakan observasi dan eksperimentasi dalam sains.
Masih rendahnya tingkat literasi sains siswa menjadi salah satu
permasalahan pendidikan di Indonesia. Meskipun pentingnya literasi sains sudah
diakui oleh semua pendidik, tidak berarti bahwa literasi sains siswa terlatihkan
dengan baik. Hal ini didukung oleh data pencapaian literasi sains siswa Indonesia
dalam asesmen literasi sains PISA. Selama tiga kali mengikuti assesmen literasi sains
PISA tahun 2006, 2009, dan 2012, rata-rata pencapaian skor literasi sains siswa
masih dalam rentang skor 382 – 395. Hal ini berarti bahwa kemampuan literasi sains
siswa Indonesia masih rendah dibandingkan rata-rata kemampuan literasi sains siswa
dari negara-negara peserta yang lainnya (Toharudin, dkk., 2011).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya literasi sains
siswa. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah, pertama, rendahnya kemampuan
literasi sains siswa dapat disebabkan kebiasaan pembelajaran IPA yang masih
bersifat konvensional serta mengabaikan pentingnya kemampuan membaca dan
menulis sains sebagai kompetensi yang harus dimiliki siswa. Kedua, kemampuan
siswa dalam menginterpretasikan grafik/tabel yang disajikan dalam soal. Siswa
terbiasa hanya mengisi tabel yang telah disediakan oleh guru, sehingga kemampuan
siswa dalam menginterpretasikan grafik/tabel juga terbatas. Ketiga, siswa tidak
terbiasa mengerjakan soal tes literasi sains. Faktor-faktor tersebut menunjukkan
bahwa proses pembelajaran di sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian
literasi sains siswa. Selain itu, guru mempunyai peran penting dalam
mengembangkan literasi sains siswa dalam proses pembelajaran (Morris &Pillips,
2003).
E. Implikasi Keterampilan Proses dalam Proses Pembelajaran
Programme for International Student Assessment (PISA) mendefinisikan
literasi sains sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi
pertanyaan dan mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka
memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahannya
12

(OECD, 1999: 60). Perubahan yang dimaksud dapat bersifat alamiah dan dapat pula
sebagai akibat dari aktivitas manusia. National Science Education Standars (1995)
mendefinisikan literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-
konsep ilmiah dan proses yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi,
partisipasi dalam urusan sipil, budaya dan produktivitas ekonomi. Termasuk tipe
kemampuan lainnya.
Strategi yang digunakan untuk membantu individu untuk memahami
sains menurut Settlage, J., and Southerland, S.A, (2007 : 2) adalah membantu
masyarakat menggunakan cara berpikir sains dalam memahami kehidupannya. Cara
berpikir sains dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
Penyampaian hakikat sains oleh guru biasanya membingungkan peserta didik,
sehingga dalam benak peserta didik terkesan bahwa bahwa sains tidak berbeda
dengan mistik dan biasanya dipelajari secara hafalan. Untungnya ada dimensi-
dimensi dalam pembelajaran sains untuk memperjelas hakikat tersebut. Dimensi
dimensi atau sudut pandang ini dapat digunakan untuk melaksanakan, dan
menganalisis pembelajaran sains. Berdasarkan kedalaman cara mempelajarinya sains
memiliki 4 dimensi, yaitu:
(1) sains sebagai cara berpikir;
(2) sains sebagai cara untuk menyelidiki;
(3) sains sebagai pengetahuan;
(4) sains dan interaksinya dengan teknologi dan masyarakat (Chiapetta
and Koballa, 2006).
Menurut Shen (1975) dalam Bybee (1986), ada 3 bentuk melek Sains
yang berbeda namun berkaitan Yaitu : Praktis, yang bersifat kewarganegaraan, dan
yang bersifat kultural.
a. Melek Sains Praktis ditandai dengan dimilikinya pengetahuan ilmiah dan
pengetahuan teknis yang juga dapat digunakan untuk membantu
memecahkan kebutuhan manusia yang paling dasar dalam bidang
kesehatan dan kelangsungan hidup.

b. Melek Sains yang bersifat kewarganegaraan ditandai dengan adanya


kesadaran bahwa Sains dan teknologi itu berkaitan dengan masalah-
masalah sosial, yang memungkinkan waga negara dan wakil-wakilnya
menerapkan isu-isu sosial.
13

c. Melek Sains yang bersifat kultural ditandai dengan pemahaman bahwa


Sains dan teknologi merupakan hasil kerja manusia yang utama. Melek
Sains secara kultural tidak hanya memecahkan masalah praktis atau
memecahkan isu-isu kewarganegaraan tetapi menjembatani kesenjangan
antara kedua kebudayaan ini.
Perbedaan sudut pandang ini dapat mengarahkan kepada guru seperti apa
cara pembelajaran sains yang dipilih. Sains sebagai cara berpikir meliputi
keyakinan,rasa ingin tahu, imaginasi, penalaran, hubungan sebab-akibat, pengujian
diri dan skeptis, keobjektifan dan berhati terbuka . Sains sebagai cara untuk
menyelidiki dapat berupa metode ilmiah, yang titik beratnya adalah berhipotesis,
pengamatan, melakukan eksperimen, dan menggunakan matematika. Sains sebagai
pengetahuan ( body of knowledge) meliputi fakta, konsep- konsep, hukum-hukum
dan prinsip-prinsip, teori -teori dan model – model. Sains dalam interaksinya dengan
teknologi dan masyarakat telah banyak dipelajari dalam berbagai bentuk
pembelajaran seperti STS, serta pembelajaran sains kontektual seperti CTL(Liliasari,
2011).
Pembelajaran sains di sekolah masih lebih banyak terfokus pada dimensi
pembelajaran sains sebagai pengetahuan, sedangkan dimensi pembelajaran sains
lainnya masih kurang disentuh. Untuk memperbaiki hal tersebut Light and Chox,
2001 (dalam Liliasari, 2010) menyatakan bahwa ada 5 hal yang merupakan learning
gaps yang perlu diubah khususnya di Perguruan Tinggi dalam rangka peningkatan
kualitas pembelajaran yaitu dari:
(1) hafalan menjadi pemahaman;
(2) pemahaman menjadi kemampuan;
(3) kemampuan menjadi keinginan untuk melakukan;
(4) keinginan untuk melakukan menjadi secara nyata melakukan;
(5) secara nyata melakukan menjadi dalam proses berubah dan selalu
berubah
Oleh sebab itu pembelajaran IPA yang berbasis literasi sains adalah
pembelajaran yang bukan sekedar memindahkan konsep yang dimiliki oleh guru
berupa menghafal rumus, latihan soal tanpa makna dan sebagainya yang berlaku
selama ini, tetapi pembelaran sains harus tanggap dalam berbagai hal (Hasrudin,
2009 : 37). Pembelajaran sains masa kini dan masa datang ditujukan untuk
membentuk individu-individu yang melek sains, yang paham sains, teknologi dan
masyarakat, saling mempengaruhi dan saling bergantung, dan mampu
14

mempergunakan pengetahuannya dalam membuat keputusan-keputusan yang tepat


dalam kehidupan sehari-hari. Sikap ilmiah yang terbentuk dalam diri individu
meliputi menghargai pembuktian, sabar, kritis, kreatif, berdaya cipta, tidak
berprasangka, mawas diri, jujur, bertanggung jawab, peka terhadap lingkungan,
dapat bekerja sama, rasa mencintai serta menghargai kebesaran dan keagungan Allah
SWT dan dapat memecahkan masalah secara sistematis dan rasional.
Ilmu pengetahuan merupakan pemahaman mengenai konsep dan proses
sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan
pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan
pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya.
Melek MIPA dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi
kebutuhan masyarakat (Widyatiningtyas, 2008). Sehingga dalam pengertian tersebut
kita dapat mengetahui bagaimana ciri ciri orang yang melek sains yaitu :
1. Memiliki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama
dalam IPA dan mampu menggunakannya secara tepat atau menggunakan
proses IPA untuk memecahkan keputusan, membuat keputusan dan hal-hal
lain, dengan cara-cara yang tepat.
2. Memiliki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama
dalam IPA dan mampu menggunakannya secara tepat atau menggunakan
proses IPA untuk memecahkan keputusan, membuat keputusan dan hal-hal
lain, dengan cara-cara yang tepat.
3. memiliki sikap dan nilai yang selaras degan konsep, prinsip, hukum, dan nilai
IPA dan nilai masyarakat luas.
4. Mengembangkan minat terhadap kita yang akan membawanya ke kehidupan
yang lebih kaya dan lebih memuaskan, yaitu kehidupan yang memanfaatkan
IPA dan konsep belajar seumur hidup.
Sedangkan menurut Holdzkom (1984: 31) memberikan ciri-ciri orang
yang melek Sains sebagai berikut:
1. Memilki pengetahuan mengenai konsep, prinsip, hukum dan teori utama dalam
Sains dan mampu mengunakannya secara tepat.
2. Mengunakan proses sains untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan
hal-hal lain, dengan cara yang tepat.
3. Memahami sifat dasar Sains (the nature of Scvience) dan metode ilmiah
4. Memahami keterkaitan antara sains dan teknologi dan interaksinya dengan
masyarakat.
15

5. Telah memiliki ketrampilan yang berhubungan dengan sains memungkinkannya


berfungsi secara efektif dalam karier, kegiatan dalam waktu luang, dan dalam
peran lain.
6. Memiliki sikap dan nilai yang selaras dengan konsep, prinsip, hukum dan nilai
sains dan nilai masyarakat luas.
7. Mengembangkan minat terhadap sains yang akan membawanya kehidupan yang
lebih kaya dan lebih memuaskan, yaitu kehidupan yang memanfaatkan sains dan
konsep belajar seumur hidup.
Berpikir sains dapat membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini dapat dibekalkan untuk membentuk karakter
bangsa. Misalnya bila warganegara mampu berpikir kritis, maka tak akan begitu
mudah terjadi benturan kelompok-kelompok sosial seperti tawuran, karena setiap
individu dalam masyarakat tidak akan mudah tertipu oleh isu. Menurut Moore dan
Parker (2009) berpikir kritis memiliki sejumlah karakteristik, yaitu:
(1) menentukan informasi mana yang tepat atau tidak tepat;
(2) membedakan klaim yang rasional dan emosional;
(3) memisahkan fakta dari pendapat;
(4) menyadari apakah bukti itu terbatas atau luas;
(5) menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam argumentasi orang lain;
(6) menunjukkan analisis data atau informasi;
(7) menyadari kesalahan logika dalam suatu argumen;
(8) menggambarkan hubungan antara sumber-sumber data yang terpisah dan
informasi;
(9) memperhatikan nformasi yang bertentangan, tidak memadai, atau
bermakna ganda;
(10) membangun argumen yang meyakinkan berakar lebih pada data daripada
pendapat,
(11) memilih data penunjang yang paling kuat;
(12) menghindarkan kesimpulan yang berlebihan,
(13) mengidentifikasi celah-celah dalam bukti dan menyarankan
pengumpulan informasi tambahan;
(14) menyadari ketidak-jelasan atau banyaknya kemungkinan jawaban suatu
masalah;
(15) mengusulkan opsi lain dan mempertimbangkannya dalam pengambilan
keputusan;
16

(16) mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau sebagiannya


dalam mengusulkan penyebab tindakan;
(17) menyatakan argumen dan konteks untuk apa argumen itu;
(18) menggunakan bukti secara betul dan tepat untuk menyanggah argumen;
(19) menyusun argumen secara logis dan kohesif;
(20) menghindarkan unsurunsur luar dalam penyusunan argumen;
(21) menunjukkan bukti untuk mendukung argumen yang meyakinkan.
Adapun implikasi yang timbul dari diterapkannya pendekatan
keterampilan proses dalam proses belajar mengajar diantaranya adalah (bagi siswa):
a) Memperoleh pengalaman melalui keterampilan proses sains seperti
identifikasi, seleksi, dan pemecahan masalah nyata secara bermakna dan
relevan dengan masalah-masalah yang ditemuinya.
b) Mempelajari dan memperdalam konsep-konsep dasar dengan bermakna
c) Memanipulasikan informasi yang diperoleh
d) Mengembangkan keterampilan berpikir tinggi
e) Mengembangkan metodologi dengan menggunakan perangkat penelitian
f) Menumbuhkan minat dan kepercayaan diri melalui Problem Solving
g) Mempelajari bagaimana ilmu pengetahuan itu tumbuh dan diciptakan.
Sedangkan sikap guru seharusnya :
h) Memfasilitasi minat siswa seluas mungkin
i) Mengembangkan sistem kurikulum terpadu/interdisipliner
j) Meresapkan keterampilan berpikir tinggi ke dalam kurikulum
k) Menumbuhkan jiwa sosialisasi dan organisasi melalui pembentukan group-
group kecil yang mandiri
l) Menanamkan pemahaman akan keterkaitan antara berbagai disiplin ilmu,
teknologi, dan sosial kemasyarakatan dengan memfokuskan perhatian pada
masalah-masalah nyata dan relevan dengan masalah yang ditemuinya.
m) Melibatkan siswa secara aktif selama belajar-mengajarnya.
n) Memberi kredit kepada pertanyaan siswa
o) Memberi kesempatan siswa untuk memilih dan menetapkan berbagai
metodologi penelitiannya selama belajarnya.
p) Memupuk keterampilan seperti proses, sosial, kepemimpinan, tanggung
jawab, pengambilan keputusan, dan komunikasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan
makalah ini adalah:
1. Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah
untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan
baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar
fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan
teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta
kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains
2. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab
suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi
dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan (Rustaman et
al., 2004). PISA (2000) menetapkan lima komponen proses sains dalam
penilaian literasi sains,yaitu:
a. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki
secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat
dijawab oleh sains.
b. Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah.
Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti yang
diperlukan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penyelidikan
sains, atau prosedur yang diperlukan untukmemperoleh bukti itu.
c. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan
kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang
mendasari atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.
d. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni mengungkapkan
secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.
e. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains,
yakni kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang
berbeda dari apa yang telah dipelajarinya.
2. Pengukuran terhadap pencapaian literasi sains berdasarkan standar PISA
yakni : Proses sains, Konten sains, dan Situasi atau konteks

17
18

3. National Science Education Standards (NSES) dalam NRC (1996)


menyatakan bahwa seseorang yang melek sains akan memiliki pemahaman
terhadap enam unsur utama dari literasi sains, yaitu:
a. sains sebagai inkuri,
b. konten sains,
c. sains dan teknologi,
d. sains dalam perspektif pribadi dan sosial,
e. sejarah dan sifat sains, dan
f. kesatuan konsep dan proses.
4. Light and Chox, 2001 (dalam Liliasari, 2010) menyatakan bahwa ada 5 hal
yang merupakan learning gaps yang perlu diubah khususnya di Perguruan
Tinggi dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dari:
(1) hafalan menjadi pemahaman;
(2) pemahaman menjadi kemampuan;
(3) kemampuan menjadi keinginan untuk melakukan;
(4) keinginan untuk melakukan menjadi secara nyata melakukan;
(5) secara nyata melakukan menjadi dalam proses berubah dan selalu
berubah
B. Saran

Penulis berharap para mahasiswa dapat lebih memahami perspektif


tentang Literasi Sains. Penulis berharap mahasiswa dapat mencari sumber
referensi lain yang relevan dengan pembahasan literasi sains. Sehingga, mampu
memahami lebih baik tentang materi literasi sains.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis srta
dapat menjadi bahan perbandingan. Penulis menyadari dalam penyusunan dan
penulisan makalah masih banyak kekurangan dan jauh dari persoalan yang
diharapkan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun berguna untuk penulisan makalah di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Toharudin, U. dkk. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: UPI
Liliasari. 2011. Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa Melalui
Pembelajaran. Makalah yang disajikan pada nasional Universitas Negeri
Semarang. (Online),(http://liliasari.staf.upi.edu/files/2011/05/Makalah
Semnas-UNNES-2011.Liliasari.pdf), diakses 12 Februari 2017
Tim Gerakan Literasi Sains. 2017. Gerakan Literasi Sains. Jakarta: Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan.

19

Anda mungkin juga menyukai