Anda di halaman 1dari 20

1

MEMAHAMI KETERKAITAN ANTAR ILMU

(Makalah)

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Sains dan
Bioetika)

Dosen Pengampu:

Dr. Achyani, M.Si


                                   Dr. Muhfahroyin, S.Pd., M.T.A.

OLEH :

KELOMPOK 4

No Nama NPM
1. Ade Gunawan 17232009
2. Meita Dwi Solviana 17232014

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2017
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Filsafat Sains dan Bioetika”
dengan baik dan tepat pada waktu yang diharapkan. Penulis menyadari bahwa
tanpa kerjasama dan dukungan dari sesama anggota dan rekan-rekan
seperjuangan, tugas ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Achyani, M.Si., Dr. Muhfahroyin, S.Pd., M.T.A. selaku dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Sains dan Bioetika.
2. Rekan-rekan dan semua pihak baik langsung atau tidak langsung telah
membantu dan mendukung dalam penyelesaian tugas ini.
apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan, penulis memohon maaf dan
bersedia menerima kritik/saran yang membangun untuk bahan perbaikan
selanjutnya. Demikianlah makalah ini dibuat, penulis berharap kiranya tugas ini
dapat bermanfaat untuk kita semua.

Metro, November 2017


Penulis

DAFTAR ISI
3

COVER ........................................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 4


B. Rumusan Masalah .................................................................. 5
C. Tujuan ..................................................................................... 5
D. Manfaat .......................................................................................5

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pendekatan Monodisiplin .............................................................6


B. Pendekatan Multidisiplin dan Interdisiplin ....................................8
C. Pendekatan Transdisiplin ............................................................11
D. Implikasi dalam Pembelajaran ....................................................14

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan ....................................................................................16

B. Saran ..........................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
4

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi dan peradaban dunia yang pesat berbanding lurus


dengan kerumitan masalah yang ditimbulkannya. Masalah yang dihadapi
dunia saat ini adalah masalah global yang memerlukan penanganan yang
berbeda dengan yang telah dilakukan sebelumnya. Masalah-masalah yang
dihadapi dunia saat ini merupakan masalah yang bersifat multi sektoral dan
memiliki kaitan satu sama lain. Masalah yang kompleks tersebut tidak lagi
dapat diatasi hanya dengan menggunakan satu disiplin atau pendekatan
saja. Kita perlu mencari pendekatan baru yang lebih baik untuk mengatasi
masalah global yang bersifat multi sektoral.

Kenyataan yang tidak dapat disangkal adalah bahwa pendidikan dilakukan


kapan saja, di mana saja, dan merupakan suatu proses yang berpengaruh
dalam setiap sistem. Aktivitas pendidikan dilakukan oleh spesialis dalam
berbagai bidang pendidikan serta terungkap dalam sistem sosial apapun.
Berkembangnya isu pendidikan yang terpisah-pisah menjadikan makin
terkotak-kotaknya pendidikan kita saat ini. Untuk mengatasi problem tersebut
maka diperlukan sebuah pendekatan, dan pendekatan yang sesuai adalah
pendekatan transdisiplin, karena produksi ilmu pengetahuan adalah suatu
proses sosial yang mengalami diseminasi secara global maupun lokal
melalui berbagai bentuk dan tempat, maka di masa yang akan datang akan
terjadi rekonfigurasi ilmu pengetahuan. Dengan demikian, maka dalam
menghadapi berbagai masalah kehidupan di alam semesta ini, tak cukup
civitas akademika dipersiapkan dengan satu disiplin saja berdasarkan
kognisinya semata, melainkan diperlukan orientasi transdisipliner melalui
interpenetrasi antara rasio, emosi, intuisi dan cipta talent. Ini tidak berarti
bahwa satu-satunya disiplin tidak perlu diperdalam secara intensif,
melainkan kedalaman intensivitas maupun eksentivitas ilmu tersebut
mencari berbagai fungsi keterkaitannya dengan aneka dimensi kehidupan,
sehingga terwujud ilmu pengetahuan yang terobos menerobos.
Permasalahan global terutama didalam memecahkan persoalan pendidikan
seperti yang dianjurkan oleh UNESCO memerlukan berbagai disiplin ilmu,
5

kita perlu berperan serta secara aktif mencari solusi yang terbaik dalam
menghadapi masalah global yang dihadapi saat ini. Oleh sebab itu, makalah
ini dibuat guna mengetahui dan memahami pendekatan monodisiplin,
multidisiplin, interdisiplin, transdisiplin, dan implikasinya dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, masalah-masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu pendekatan monodisiplin?
2. Apa itu pendekatan multidisiplin dan interdisiplin?
3. Apa itu pendekatan transdisiplin?
4. Apa saja implikasi pendekatan monodisiplin, multidisiplin, interdisiplin,
dan transdisiplin dalam pembelajaran?

C.   Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah mengetahui dan
memahami:
1. Pendekatan monodisiplin.
2. Pendekatan multidisiplin dan interdisiplin.
3. Pendekatan transdisiplin.
4. Implikasi pendekatan monodisiplin, multidisiplin, interdisiplin, dan
transdisiplin dalam pembelajaran.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini adalah guna:
1. Memenuhi tugas mata kuliah filsafat sains dan bioetika tepat pada waktu yang
diharapkan.
2. Mengetahui dan memahami apa saja yang berkaitan dengan filsafat sains dan
bioetika, yang telah dipaparkan sebelumnya pada bagian tujuan dari
makalah.

BAB II
PEMBAHASAN
6

A. Pendekatan Monodisiplin

Pendekatan monodisiplin atau sering juga disebut sebagai pendekatan


struktural, yaitu suatu bentuk atau model pendekatan yang hanya
memperhatikan satu disiplin ilmu, tanpa menghubungkan dengan struktur
ilmu lain. Jadi, pengembangan materi berdasarkan ciri dan karakterisitik dari
bidang studi bersangkutan. Ilmu pengetahuan adalah suatu proses sosial
yang mengalami diseminasi secara global maupun lokal melalui berbagai
bentuk dan tempat, maka di masa yang akan datang akan terjadi
rekonfigurasi ilmu pengetahuan (Masitoh, 2013: 9).

Pendekatan monodisiplin adalah suatu pendekatan yang bahannya


diorganisasi dan bertitik tolak murni berdasarkan disiplin ilmu yang
bersangkutan tidak menggabungkan dengan cabang ilmu lainnya. Jadi,
misalnya pelajaran ekonomi tidak harus menghubungkan dengan ilmu lain
dalam rumpun bidang studi ilmu sosial/IPS. Demikian juga, misalnya dalam
pelajaran kimia, tidak harus dihubungkan dengan cabang ilmu eksakta
(Santosa, 2013: 4)

Apabila kita hanya menggunakan monodisiplin dalam memecahkan masalah


pendidikan, kita akan berhadapan dengan berbagai kelemahan yang muncul
dimana kita hanya memahami disiplin ilmu itu saja tanpa memahami disiplin
ilmu lain yang dapat dimanfaatkan untuk melengkapi disiplin ilmu yang kita
pahami. Di dalam dunia akademik saat ini ditandai dengan keberadaan
disiplin ilmu yang saling terpisah. Integrasi oleh karenanya merupakan kata
kunci yang diperlukan untuk meningkatkan pemahaman. Pendekatan
dengan memanfaatkan disiplin tunggal atau monodisiplin tidak lagi dapat
memberikan kontribusi yang optimal terhadap upaya-upaya yang diperlukan
untuk mengatasi masalah yang bersifat global dan menjadi semakin rumit.

Perkembangan teknologi dan peradaban dunia yang pesat berbanding lurus


dengan kerumitan masalah yang ditimbulkan. Masalah yang dihadapi dunia
saat ini adalah masalah global yang memerlukan pengananan yang berbeda
7

dengan yang telah dilakukan sebelumnya. Masalah-masalah yang dihadapi


dunia saat ini merupakan masalah yang bersifat multisektoral dan memiliki
kaitan satu sama lain. Misalnya, masalah kualitas lingkungan hidup yang kita
hadapi saat ini tidak dapat dipisahkan dari sektor-sektor lain seperti masalah
sosial dan masalah ekonomi. Masalah tersebut sepertinya saling tumpang
tindih.

Guna menghadapi masalah-masalah global yang semakin diperlukan


pendekatan yang lain yang bersifat integratif. Masalah yang kompleks
tersebut tidak lagi dapat diatasi hanya dengan menggunakan satu disiplin
atau pendekatan saja. Kita sebagai warga dunia, sebagaimana yang
dianjurkan oleh UNESCO, perlu berperan serta secara aktif dalam mencari
solusi yang terbaik dalam menghadapi masalah global yang ada saat ini.
Kita perlu mencari pendekatan baru yang lebih baik untuk mengatasi
masalah global yang bersifat multisektoral.

UNESCO sebagai organisasi dunia yang bersifat multisektoral, mencetuskan


penggunaan pendekatan transdisiplin untuk menghadapi masalah dunia
yang kita hadapi saat ini. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan
sebelumnya yang bersifat monodisiplin. Pendekatan ini berbeda dengan
pendekatan sebelumnya yang bersifat monodisiplin, pendekatan dengan
memanfaatkan disiplin tunggal atau monodisiplin tidak lagi dapat
memberikan kontribusi yang optimal terhadap upaya-upaya yang diperlukan
untuk mengatasi masalah yang bersifat global dan menjadi semakin rumit.
Ada empat isu utama tentang masalah-masalah yang kerap dibahas dan
memerlukan pendekatan multisektoral yaitu:
1. Agresi manusia
2. Distribusi sumber daya secara harmonis
3. Perkembangan pandangan dunia yang bersifat antroposentris
4. Realisasi potensi dan pemberdayaan manusia melalui pendidikan
Pendekatan monodisiplin untuk mengatasi masalah global yang kompleks,
seperti yang telah dilakukan sebelumnya sudah tidak memadai. Saat ini
diperlukan sebuah pendekatan multifacet untuk mengatasi masalah yang
bersifat multisektoral . Masalah lingkungan hidup yang dihadapi oleh dunia
saat ini tidak lagi memerlukan hanya ilmu pengetahuan alam semesta, tetapi
8

juga ilmu sosial, teknologi, dan humaniora. Kita sering kali berbicara tentang
disiplin yang kita miliki. Jika kita melakukan pendekatan monodisiplin, ada
dua kelemahan yang muncul, kita hanya memahami disiplin tersebut dan
tidak memahami disiplin yang lain. Kita tidak dapat memahami konsep-
konsep penting yang terdapat dalam disiplin lain, walaupun konsep-konsep
tersebut terlihat sama, namun pada dasarnya banyak mengandung
perbedaan (Rachmat, 2011: 48-49).

B. Pendekatan Multidisiplin dan Interdisiplin

Spesialisasi ilmu pengetahuan muncul pengkotakan-kotakan sebuah disiplin


ilmu, serta membedakannya dari disiplin ilmu pengetahuan lainnya. Impli-
kasinya adalah terjadinya pendangkalan ilmu, terutama di kalangan ilmu
sosial yang serta berpengaruh terhadap peranan ilmu tersebut dalam
menciptakan serta membuka lapangan pekerjaan baru dalam masyarakat.
Menurut Paisley, ada tiga hal yang semakin lama semakin mempertegas ciri-
ciri ilmu informasi sebagai multidisiplin, yaitu:
1. Informasi semakin diletakkan dalam konteks institusi, terutama
perpustakaan, sekolah, media massa, perencanaan sumberdaya
informasi, penyediaan jasa informasi, dan pengembangan sistem
informasi.
2. Teknologi komunikasi memainkan peranan penting dalam perubahan,
tetapi konteks sosial semakin diperhatikan juga. Perpustakaan digital,
misalnya, tetap adalah sebuah perpustakaan.
3. Konteks epistemologi semakin dipertegas, karena kenyataan bahwa Ilmu
Informasi juga mengandung beberapa cabang dari analisa sistem,
statistika linguistik, cybernetics, dan antarmuka manusia-mesin, terutama
yang dipengaruhi oleh pandangan kognitif dari bidang psikologi. 
4. Konteks sosial juga ikut dipertegas, terutama dengan mempelajari aspek
sosio-historis dan ekonomis dari penerapan teknologi informasi. Paisley
mengingatkan bahwa Royal Society’s Conference of Scientific
Information di tahun 1948 sudah bicara tentang bidang baru informasi
bahkan sebelum ada komputer. Tahun 1950an dan 1960an ada upaya
membangun sistem informasi untuk mendukung BigScience, dan baru
pada pertengahan upaya itu muncul komputer. Makanya computer
9

science dan information science berdekatan, sebelum akhirnya juga


mengait ke hukum, psikologi, dan sebagainya. Juga ada kaitan dengan
bisnis menjadi kajian khusus seperti business information dan
information industry.

Menurut Rusbiyanto (2013: 20), pendekatan multidisiplin dan interdisiplin


sebagai pendekatan yang bersifat integratif merupakan pendekatan
suatu konsep dari suatu cabang ilmu yang bahannya diorganisasi dari
berbagai cabang ilmu sosial secara terpadu. Ilmu pengetahuan secara
tipologis dibagi menjadi dua yaitu ilmu pengetahuan monodisiplin dan ilmu
pengetahuan multidisiplin.
1. Ilmu pengetahuan monodisiplin merupakan ilmu pengetahuan yang
menggunakan pendekatan dari satu perspektif saja sehingga membentuk
suatu ilmu. Misalnya ilmu ekonomi.
2. Ilmu pengetahuan multidisiplin merupakan ilmu pengetahuan yang
menggunakan pendekatan lebih dari satu perspektif sehingga membentuk
suatu ilmu. Misalnya ilmu kedokteran, yang awalnya hanya menggunakan
pendekatan anatomi, namun berkembang menjadi menggunakan
berbagai pendekatan seperti kimia kedoteran, toksikologi, mikrobiologi,
dan sebagainya sehingga menjadi ilmu kedokteran seperti yang kita kenal
saat ini.

Selanjutnya, ilmu pengetahuan multidisiplin ini ditipologikan menjadi dua


jenis yaitu ilmu pengetahuan multidisiplin dan ilmu pengetahun
interdisiplin.
1. Ilmu pengetahuan multidisiplin merupakan ilmu pengetahuan yang
menggunakan pendekatan dari banyak cabang ilmu lain dalam
melakukan pengkajian dan analisa terhadap suatu fakta atau obyek studi
dengan tidak membentuk suatu cabang ilmu pengetahuan baru. Hal ini
sering kita temui biasanya dalam riset-riset multi disiplin, dimana dalam
riset-riset ini suatu obyek studi dikaji masing-masing oleh cabang ilmu
pengetahuan yang berbeda sehingga menghasilkan perspektif hasil yang
multi perspektif.
2. Ilmu pengetahuan interdisiplin merupakan ilmu pengetahuan yang
menggunakan pendekatan dari banyak cabang ilmu lain dalam
10

melakukan pengkajian dan analisa terhadap suatu fakta atau obyek studi
dimana masing-masing pendekatan tersebut kemudian menjadi suatu
kumpulan yang membentuk suatu cabang pengetahuan baru. Sebagai
contohnya adalah ilmu kepolisian, yang merupakan ilmu yang disusun
dengan pendekatan dari cabang ilmu lain seperti hukum, sosiologi,
kriminologi, kedokteran dan lain-lain untuk membentuk suatu cabang ilmu
baru yaitu ilmu kepolisian, dimana ilmu baru yang bernama ilmu
kepolisian ini diarahkan sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari ilmu
sosial dalam upaya melakukan penegakan hukum dan keadilan serta
teknik-teknik penyelidikan dan penyidikan.

Ada 10 alasan mengapa pemerhati pendidikan perlu melakukan kajian


multi atau interdisiplin:
1. Kreativitas membutuhkan pengetahuan interdisipliner.
2. Pendatang baru seringkali memberikan kontribusi yang penting pada
bidangnya
3. Penganut disiplin ilmu tertentu seringkali melakukan kesalahan yang
hanya bisa terdeteksi oleh orang yang memahami dua atau lebih disiplin
ilmu
4. Banyak sekali topik-topik riset yang jatuh di persimpangan beragam
disiplin ilmu.
5. Banyak permasalahan intelektual, sosial dan praktikal memerlukan
pendekatan interdisipliner.
6. Pengetahuan dan riset interdisipliner berguna akan mengingatkan kita
akan idealnya kesatuan badan ilmu pengetahuan.
7. Pelaksana praktek interdisipliner menikmati fleksibilitas yang lebih besar
dalam risetnya.
8. Ketimbang terpaku pada satu disiplin ilmu yang sempit, penganut
interdisipliner sering merasakan sensasi intelektual yang mirip dengan
penjelajahan di lahan yang baru.
9. Pelaksana ilmu Interdisipliner bisa menjembatani jurang komunikasi
dalam akademi modern, karenanya membantu memobilisasi sumberdaya
intelektual yang besar dalam membangun rasionalitas yang lebih besar.
11

10. Dengan menjembatani disiplin ilmu yang terfragmentasi, interdisipliner


bisa berperan dalam membela kebebasan akademik (Rusbiyanto, 2013:
21).

C. Pendekatan Transdisiplin

Pendekatan transdisiplin memiliki perbedaan dengan pendekatan


multidisiplin. Pendekatan multidisiplin memperlihatkan disiplin yang
tersegmentasi. Pendekatan ini, tidak memiliki konsep integrasi yang
diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang ada.
Pendekatan multidisiplin masih memperlihatkan unsur-unsur monodisiplin
didalamnya. Belum memperlihatkan adanya keluasan pemikiran yang
terintegrasi yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang bersifat
global dan kompleks.

Pendekatan transdisiplin dapat dipandang sebagai ruang intelektual


atau “intellectual space” yang merupakan wilayah tempat isu-isu yang
dibahas saling dikaitkan, dieksplorasi, dan dibuka untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik. Dalam ruang intelektual isu-isu dibahas dan
juga dipikir ulang (rethinking) serta dianalisis untuk dapat
diimplementasikan. Transdisiplin mempunyai kesamaan makna dengan
transektoralitas yang juga memerlukan kajian. Tujuan dari pendekatan
trandisiplin adalah untuk membangun pandangan-panclangan yang
diperlukan untuk mengeksplorasi makna baru dan sebuah sinergi.

Penerapan transdisiplin digunakan untuk mencapai sesuatu di luar


dimensi kuantitatif Adanya sinergi dalam konsep transdisiplin dimaksudkan
untuk mencapai tingkat harmoni yang lebih tinggi dari integrasi ilmu
pengetahuan yang disebut dengan simponi. Ada banyak pendapat
mengenai makna transdisiplin. Menurut Julie Thompson Klein: “…
transdisiplin adalah pengetahuan praktis yang bersifat reflektif yang
mempertimbangkan pluralitas dan kompleksitas kondisi manusia.”
Pendekatan transdisiplin yang digunakan untuk mengatasi masalah-
masalah global yang bersifat kompleks memiliki beberapa elemen penting
yaitu:
12

a. Praksis yang bersifat aktif yang melibatkan aktivitas transformasi,


integrasi, dan rekonstutif;
b. Bersifat non-inklusif;
c. Memerlukan adanya proses refleksi diri;
d. Memiliki dimensi kompleksitas (kerumitan);
e. Bersifat plural dengan memanfaatkan perspektif pengetahuan yang
berbeda;
f. Berorientasi ke masa depan atau future oriented.
Trandisiplin merupakan pendekatan kolektif yang memanfaatkan
pengetahuan dan kemampuan analisis manusia dalam memahami sistem
yang lebih besar dan kompleks. Makna penting yang menandai
transdisiplin adalah proses integrasi dari multidisiplin yang digunakan
untuk membahas isu atau menghadapi permasalahan. Transdisiplin
mempunyai manfaat tidak hanya digunakan untuk menghadapai masalah-
masalah kompleks semata, tapi juga untuk melihat adanya problem baru
yang muncul akibat dari analisis yang mendalam dari proses interdisiplin.

Perbedaan penting antara interdisiplin dan transdisiplin adalah sebagai


berikut: dalam pendekatan interdisiplin analisis masalah yang dihadapi
dilakukan secara paralel, sedangkan dalam pendekatan transdisiplin,
disiplin yang terlibat di dalamnya menawarkan pendekatan yang spesifik
dan bahkan asumsi dasar untuk menciptakan dialog untuk memahami
isu-isu kompleks yang sedang dihadapi. Transdisiplin dengan kata lain
merupakan upaya gabungan untuk memahami masalah global yang
sering bersifat kompleks. Dalam memecahkan masalah pendidikan jika
kita hanya menggunakan monodisiplin, kita akan berhadapan dengan
berbagai kelemahan yang muncul dimana kita hanya memahami disiplin
ilmu itu saja tanpa memahami disiplin ilmu lain yang dapat dimanfaatkan
untuk melengkapi disiplin ilmu yang kita pahami.
Dunia akademik saat ini ditandai dengan keberadaan disiplin ilmu yang
saling terpisah. Integrasi oleh karenanya merupakan kata kunci yang
diperlukan untuk meningkatkan pemahaman. Transdisipliner adalah
konsep yang terintegrasi dan praktek pengetahuan, untuk menangani isu-
isu penting berdasarkan prosedur secara integratif. Saat kita bicara
disiplin maka terkait dengan dua masalah yaitu ketidakmengertian kita
13

terhadap bahasa yang digunakan oleh disiplin itu, kemungkinan kedua


adalah kita mengerti bahasa yang digunakan disiplin itu meskipun istilah
yang digunakan dalam disiplin itu berbeda.

Implementasi transdisiplin diasumsikan sebagai upaya kooperatif para


ilmuwan dalam mendudukkan persoalan-persoalan yang menyangkut
kehidupan manusia, sehingga melalui dialog tersebut dapat dicapai
analisis praksis berdasarkan metode yang dikembangkan masing-masing
disiplin ilmu tersebut karena masing-masing disiplin ilmu memiliki
keunggulannya sendiri-sendiri dalam mengatasi problem global. Dialog
antardisiplin dimaksud diharapkan dapat menyelesaikan persoalan-
persoalan kemanusiaan yang lebih produktif dibanding jika hanya
diselesaikan melalui solusi satu disiplin ilmu.

Contoh studi yang membutuhkan lintas bahasan antar disiplin ilmu ini
adalah pembahasan mengenai otak manusia. Masing-masing disiplin ilmu
dalam menyikapi masalah ini memiliki sudut pandang dan kajian yang
mendukung sudut pandang tersebut secara mandiri yang kesemuanya
didasarkan pada kekuatan metode ilmiah masing-masing disiplin.
Ternyata benturan antardisiplin pengetahuan telah terjadi dalam
memaknai perkembangan dan pertumbuhan otak manusia. Para filosuf,
ahli biologi dan psikologi masing-masing memiliki argumentasi ilmiah
dalam menterjemahkan masalah ini sampai seorang tokoh yang bernama
Changeux melontarkan ide agar para ilmuwan dari masing-masing disiplin
ilmu tersebut duduk satu meja untuk membuka dialog bahwa
sesungguhnya tidak terdapat benturan ilmu pengetahuan dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan global.

Transdisipliner bukanlah sebuah disiplin ilmu melainkan sebuah


pendekatan, sebuah proses untuk memperluas pengetahuan dengan
mengintegrasikan dan mentransformasikan perbedaan perspektif.
(Massimiliano Lattanzi, 1998). Tujuan dari pendekatan transdisiplin
adalah untuk membangun pandangan-pandangan yang diperlukan untuk
mengeksplorasi makna baru dan sebuah sinergi. Transdisiplin merupakan
pendekatan kolektif yang memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan
14

analisis manusia dalam memahami sistem yang lebih besar dan


kompleks. Makna penting yang menandai transdisiplin adalah proses
integrasi dari multidisiplin yang digunakan untuk membahas isu atau
menghadapi permasalahan. Transdisiplin mempunyai manfaat tidak
hanya digunakan untuk menghadapi masalah-masalah kompleks semata,
tetapi juga untuk melihat adanya problem baru yang muncul akibat dari
analisis yang mendalam dari proses interdisiplin (Rachmat, 2011: 50-54).

D. Implikasi dalam Pembelajaran


Di Indonesia, satu yang paling sulit adalah transformasi kultur. Sebagai
contoh tidak mengobrol saat di kelas dan dosen yang hanya berprofesi
sebagai pengajar bukan pendidik. Pendidikan selain menjadikan peserta
didik lebih berilmu dan terampil, juga harus dapat menciptakan perubahan
prilaku dalam diri peserta didik.Pengetahuan merupakan akumulasi dari
pengalaman. Pengalaman merupakan akumulasi dari persepsi,
sedangkan persepsi adalah cara pandang seseorang terhadap suatu
fenomena.
Sebagai contoh persepsi yakni stres. Stres merupakan kondisi/keadaan
yang dibuat sendiri, bergantung dengan cara pandang masing-masing
individu. Ia hadir karena distimulus oleh beban. Oleh karena penyebab
stres adalah cara pandang, maka cara menghilangkannya adalah dengan
mentrasformasikannya bukan sebagai beban melainkan proses. Proses
merupakan sesuatu yang harus dijalani. Contoh lain dari persepsi yakni
keimanan.Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh
melalui metode keilmuan. Sedangkan teknologi merupakan wujud (proses,
cara/metode, produk) dan bagaimana mencapai wujud tersebut.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana upaya untuk menjamin agar ketiga


unsur teknologi di atas bisa terwujud?. Cara pertama yakni melihat asas
kebermanfaatannya (aksiologi), terkait bagaimana teknologi dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Jadi teknologi
itu tak hanya untuk teknologi itu sendiri melainkan teknologi harus mampu
menyelesaikan permasalahan manusia (bebas nilai). Teknologi tidak
boleh dimanfaatkan oleh segelintir kelompok/negara untuk
menghancurkan kelompok/negara lain. Tragedi Bom atom Hiroshima dan
15

Nagasaki harus dijadikan pelajaran yang berharga bagi kita semua.


Tragedi ini bukti terjadinya penyelewengan hakikat teknologi itu sendiri.
Sarjana merupakan seorang yang memiliki rasa kepedulian kepada orang
lain. Itulah wujud kompetensi yang dimiliki oleh sarjana. Oleh karenanya
jika sarjana ditanya seseorang, tidak akan pernah jawab "tidak tahu",
namun ia akan selalu memberikan jawaban biarpun pada dasarnya bukan
jawaban yang saklek (pasti) (Rachmat, 2011: 50-54).

Selain itu, implikasi pembelajaran terdapat pada desain


pembelajarannya. Secara sederhana desain pembelajaran
(instructional design) dipahami sebagai cara mentransfer
pengetahuan atau keterampilan kepada peserta didik, sehingga
peserta didik dapat mentransform diri mereka untuk tahu dan
mampu melakukan sesuatu (Mager,1988: 5). Desain pembelajaran
dengan demikian harus dibuat sedemikian rupa sehingga mampu
mengantarkan peserta didik untuk melakukan transformasi
tersebut. Karena pada
prinsipnya, dalam pendidikan, siswa tidak “menerima” pengetahuan
, melainkan menyerap untuk menguasai pengetahuan dan
keterampilan. Pendekatan transdisiplinaritas dalam pendidikan
dengan kurikulum yang terintegrasi menghendaki agar berbagai
persoalan dilihat dari berbagai
perspektifsecara bersamaan. Oleh karena itu, desain pembelajaran 
harus dirancang agar siswa tidak  melihat tema yang diajarkan
secara parsial. Salah satu tantangan dalam membuat yang
dihadapi pendidikan dengan pola kurikulum terintegrasi adalah
bahwa selama ini guru telah dididik dan dipersiapkan
untuk memberikan pembelajaran secara terpisah, sehingga mereka
memiliki keterbatasan untuk melihat sebuah tema atau persoalan
dari berbagai perspektif. Untuk itu ada dua hal
yang perlu dilakukan agar desain pembelajaran untuk kurikulum ya
ng terintegrasi dapat berlangsung, yaitu memperluas wawasan guru 
dan mengajar secara kolektif (teamteaching).Pada level pendidikan
16

dasar, tuntutan untuk penguasaan pengetahuan lintas


disiplin belum terlalu berat dibandingkan pada level pendidikan men
engah atau tinggi. Untuk memastikan pendidikan transdisiplinaritas
dapat diterapkan pada level ini cukup dengan memastikan agar
para pendidik memiliki wawasan yang luas dalam melihat
berbagai persoalan sederhana. Pengenalan terhadap pesawat telev
isi, misalnya, harus dijelaskandalam perspektif teknologi, budaya,
komunikasi dan pendidikan. Pada level pendidikan menengah dan
tinggi, penjelasan dari seseorang dengan
latar  belakang disiplin tertentu akan kurang memadai untuk melihat 
sebuah persoalan yang kompleks. Tema “kenakalan remaja”
misalnya, tentu tidak cukup jika hanya dilihat daridisiplin ilmu
hokum, karena hanya melihat benar dan salah. Untuk itu,
diperlukan beragam pendekatan untuk dapat memahaminya secara 
komprehensif. Misalnya pendekatan psikologi
(dorongan apa yang menyebabkan remaja
melakukan kenakalan?),sosiologi (bagaimana perilaku sosial para
remaja yang cenderung melakukan kenakalan), teknologi (berbagai
jenis dan alat yang digunakan untuk melakukan kenakalan),
ekonomi(adakah pengaruhnya tingkat ekonomi tehadap
kenakalan), pendidikan (dari manamereka belajar melakukan itu?)
dan seterusnya. Ketika menghadapi tema yang multidimensi seperti
di atas, sementara pendidik memiliki keterbatasan wawasan, maka
perludibentuk tim pengajar (team teaching) yang masing-masing
saling melengkapi. Disamping kesiapan guru, faktor strategi
pembelajaran juga menjadi salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan. Mengingat sekat-sekat disiplin tidak diberlakukan
dalam pola kurikulum terintegrasi, maka diperlukan suasana kelas
yang dialogis dan inspiratif. Dengan kata lain, pendidik, di samping
harus memiliki wawasan lintas disiplin yang kuat, juga perlu
memiliki kemampuan menciptakan suasana belajar yang kondusif.
17

Ada berbagai metode pembelajaran yang mungkin dikembangkan


untuk mengembangkan pola integrasi lintas disiplin dalam pembelajaran.
Dua diantaranya adalah metode kuliah interaktif/diskusi dan penugasan
(proyek). Dua metode tersebut dapat memberikan keleluasaan bagi para
peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya.
Ini penting agar setiap peserta didik dapat mengemukakan sudut pandang 
mereka masing-masing dalam melihat sebuah persoalan. Keberagaman
sudut pandang inilah yangdiperlukan dalam penerapan transdisiplinaritas
dalam pendidikan.
18

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari makalah ini, antara lain:
1. Pendekatan monodisiplin atau sering juga disebut sebagai
pendekatan struktural, yaitu suatu bentuk atau model pendekatan
yang hanya memperhatikan satu disiplin ilmu, tanpa
menghubungkan dengan struktur ilmu lain. Jadi, pengembangan
materi berdasarkan ciri dan karakterisitik dari bidang studi
bersangkutan.
2. Ilmu pengetahuan multidisiplin merupakan ilmu pengetahuan yang
menggunakan pendekatan dari banyak cabang ilmu lain dalam
melakukan pengkajian dan analisa terhadap suatu fakta atau
obyek studi dengan tidak membentuk suatu cabang ilmu
pengetahuan baru.
3. Ilmu pengetahuan interdisiplin merupakan ilmu pengetahuan yang
menggunakan pendekatan dari banyak cabang ilmu lain dalam
melakukan pengkajian dan analisa terhadap suatu fakta atau
obyek studi dimana masing-masing pendekatan tersebut
kemudian menjadi suatu kumpulan yang membentuk suatu
cabang pengetahuan baru.
4. Transdisiplinaritas merupakan suatu strategi penelitian dengan
tujuan untuk memahami suatu masalah dan memecahkannya
secara holistik dengan melibatkan lebih dari dua disiplin (lintas
disiplin). Secara sederhana, “transdisiplinaritas didefinisikan
sebagai suatu proses yang dicirikan dengan adanya integrasi
upaya dari berbagai disiplin (multi-disciplines) untuk memahami
isu atau masalah.
19

5. Transdisiplin adalah pendekatan integrasi dari multidisiplin yang


digunakan untuk membahas isu atau mengahadapi suatu
permasalahan.
6. Transdisiplin mempunyai manfaat tidak hanya digunakan untuk
menghadapi masalah-masalah kompleks semata, tetapi juga untuk
melihat adanya problem baru yang muncul akibat dari analisis yang
mendalam dari proses interdisiplin.

B. Saran
Belajar dari konsep transdisiplin, nampaknya sistem pendidikan
nasional perlu dibenahi, baik dari sisi kurikulum, sumber daya
tenaga pendidikan kependidikan, sarana dan prasarana, kebijakan
dan lain-lain yang selaras dengan semangat memanusiakan
manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
20

DAFTAR PUSTAKA

Masitoh, Arbangatun. 2013. Paper Akademik Pendekatan Monodisiplin,


Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin. Jakarta: Universitas Negeri
Jakarta. 15 hlm.

Rachmat, Aceng. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 254 hlm.

Rusbiyanto, Sugeng. 2013. Paper Akademik Monodiscipline - Multidiscipline,


Interdiscipline – Transdiscipline. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. 35
hlm.

Santosa, Agus. 2013. Paper Akademik Pendekatan Monodisiplin, Multi dan


Interdisiplin, serta Transdisiplin dalam Pendidikan. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia. 11 hlm.

Anda mungkin juga menyukai