Anda di halaman 1dari 10

FILOSOFI ILMU DAN BIOETIKA

Oleh

I Gede Mahatma Yuda Bakti


(NIM. I361184052)

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Filosofi Ilmu dan Bioetika
I Gede Mahatma Yuda Bakti (NIM. I361184052)
Mahasiswa Doktor Ilmu Penyuluhan
Universitas Pertanian Bogor

Pendahuluan

Sampai saat ini ilmu pengetahuan telah berkembang sangat pesat. Ilmu

pengetahuan juga telah berkontribusi besar dalam menyelesaikan berbagai

masalah kehidupan manusia. Meskipun begitu, beberapa masalah baru muncul

terkait kemajuan ilmu pengetahuan. Salah satu masalah tersebut adalah terkait

dengan etika dalam ilmu pengetahuan. Beberapa isu yang menjadi perdebatan

dikalangan ilmuawan di bidang bioteknologi, antara lain kloning, designer babies,

stem-cell research, human-animal hybrids, genetic engineering, genetic testing,

etc. (Azariah 2009; Talbot 2012). Dari kondisi tersebut, dapat dilihat bahwa

penting bagi ilmuwan untuk memahami bioetika dalam suatu penelitian.

Dalam literatur telah disebutkan bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai,

sedangkan bioetika penuh dengan nilai. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan tidak

menyatakan nilai apa pun sedangkan bioetika menggarisbawahi kehidupan moral

dan nilainya untuk bertahan hidup (Azariah 2009). Berdasarkan kondisi tersebut,

tulisan ini bertujuan untuk membahas beberapa hal seputar bioetika dan filosofi

ilmu. Lebih lanjut, makalah ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan, seperti :

(1) sesuaikah jika materi filosofi bioetika dimasukan dalam lingkup mata kuliah

filsafat sains? (2) seberapa jauh jangkauan keilmuan dan wawasan filosofi yang
akan diperoleh untuk mengisi karakter mumpuni seorang kandidat strata

pendidikan S3 melalui materi tersebut? (3) bagaimanakah kesan “pertarungan”

religi dan invensi dalam perspektif filosofi bioetika ?, dan (4) perlukah materi

filosofi bioetika didiseminasikan lebih jauh untuk kemaslahatan bangsa dan

bagaimana caranya?

1. Sesuaikah jika materi Filosofi Bioetika dimasukan dalam lingkup mata

kuliah Filsafat Sains?

Sebelum penulis menjawan “setuju” atau “tidak setuju”. Penting bagi kita untuk

memahami bioetika secara mendalam, mulai dari latar belakangnya sampai

dengan keterkaitan antara bioetika dan filsafat sains. Menurut Azariah (2009)

konsep bioetika lahir dari gerakan etika penelitian pada tahun 1870-an. Lebih

lanjut, bioetika muncul karena adanya perubahan paradigma dari beberapa

kalangan ilmuan bahwa sesuatu itu benar ketika cenderung menjaga integritas,

stabilitas, dan keindahan komunitas biotik. Dengan kata lain kebenaran harus

mengarah pada keseimbangan kehidupan dan bukan sebaliknya (Azariah, 2009).

Azariah (2009) juga menjelaskan bahwa kata “bioetika” diciptakan oleh

Van Rensslaer Potter II dari departemen onkologi, University of Wisconsin yang

mana kata tersebut berasal dari dua kata, yaitu (1) “bios” = kehidupan, dan

“ethic” (tindakan moral; benar atau salah). Dari dua kata tersebut dapat dipahai

bahwa bioetika adalah ilmu yang mempelajari etika penelitian yang mempelajari

kehidupan. Lebih spesifik, Talbot (2012) menjelaskan bahwa bioetika adalah

disiplin ilmu yang mempelajari tindakan-tindakan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam penelitian bioteknologi. Dengan kata lain, bioetika berkaitan

dengan pemahan terhadap moral dari penelitian bioteknologi agar penelitian

tersebut dapat diterima secara sosial, melindungi hak-hak makhluk hidup, dan

memperlakukannya secara adil (Talbot, 2012).

Disisi lain, filsafat ilmu berupaya menelisik struktur-struktur fundamental

yang menjadi pijakan ilmu pengetahuan, baik itu : objek ilmu pengetahuan,

asumsi, konsep, dan metodenya (Zaprulkhan2019). Fisalsat ilmu juga mengkaji

sejauhmana nilai signifikansi dan aktualisasi berbagai ilmu pengetahuan bagi

kehidupan manusia secara kontekstual (Zaprulkhan2019). Dari penjelasan tersebut

dapat dipahami bahwa filsafat ilmu tidak hanya menelusuri esensi ilmu

pengetahuan, melainkan juga dapat melihat berbagai kelemahan dan

kekurangannya yang kemudian berusaha untuk menawarkan konstruktif dengan

perkembangan ilmu pengetahuan yang lebih baik bagi kehidupan manusia. Oleh

karena itu, filsafat ilmu juga mencakup mengenai filsafat moral, termasuk etika

penelitian (Nurroh, 2017).

Berdasarkan uraian diatas, bisa kita lihat bahwa terdapat keselarasan antara

bioetika dan filsafat ilmu, dimana salah satu konsep yang harus dipahami seorang

ilmuwan dalam melakukan penelitian adalah etika penelitian. Hal ini juga

mencakup bioetika dalam penelitian bioteknologi. Hubungan keduannya adalah

filsafat ilmu berperan sebagai metode yang digunakan ilmuwan untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dan bioetika berperan agar proses penelitian

tidak merusak kehidupan manusia dan dapat menjadikeseimbangan kehidupan

umat manusia (Azariah, 2009).


2. Seberapa jauh jangkauan keilmuan dan wawasan filosofi yang akan

diperoleh untuk mengisi karakter mumpuni seorang kandidat Strata

pendidikan S3 melalui materi tersebut?

Untuk menjadi kandidat doktor yang mumuni dalam memahami filsafat ilmu,

setidakanya mahasiswa doktor harus memahami pada dua hal penting, yatu : (1)

pilar filsafat ilmu, dan (2) pilar penelitian (Suriasumantri, 2007; Nurroh, 2017).

Hal ini dikarenakan dua hal tersebut yang akan menuntun kita bagaimana mencari

kebenaran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Pilar filsafat ilmu adalah

proses bagiamana keterkaitan aspek-aspek yang mempengaruhi ilmu dan

sebaliknya. Pada aspek ini terdapat 3 pondasi dalam memahami filasafat ilmu,

yaitu ontologi, epistomologi, dan aksiologi. Menurut Zaprulkhan (2019), ontologi

adalah ilmu atau studi yang membahas tentang inti keberdaan. Lebih lanjut,

ontologi dapat dipahami sebagai ilmu yang berhubung dengan apa yang akan

dikaji dalam ilmu pengetahuan atau hakikat apa yang dikaji.

Selanjutnya, epistemologi merupakan ilmu yang bermaksud mengkaji dan

mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia

(Zaprulkhan, 2019). Contoh pertanyaan terkait dengan aspek epistemologi, seperti

: bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan diuji kebenarannya ?,

atau Manakah ruang lingkup atau batas-batas kemampuan manusia untuk

mengetahui ?. Dari penjelsan tersebut dapat dibahami bahwa epistemologi

berkaitan erat dengan cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar

(Suriasumantri, 2007; Nurroh, 2017).


Aspek Aksiologi adalah aspek ilmu yang membatasi arti, ciri-ciri, asal, tipe,

kriteria dan status epistemologi dari nilai-nilai tersebut (Zaprulkhan, 2019),.

Aksiologi juga berkaitan dengan studi yang yang menyangkut segala yang bernilai

(hakikat nilai). Penjelasan tersebut, aksiologi adalah pilar ilmu yang membahas

tentang nilai kegunaan ilmu bagi manusia itu sendiri (Suriasumantri, 2007;

Nurroh, 2017). Aspek etika penelitian atan bioetika juga manjadi perhatian pada

pilar aksiologi ini.

Pada aspek penelitian, seorang mahasiswa doktor juga harus memahami

pilar penelitian dan pendekatan metodenya, yaitu terkait proses bagiamana

keterkaitan aspek-aspek yang mempengaruhi penelitian dan sebaliknya. Lebih

lanjut, pilar penelitian dikategorikan menjadi 2 klasifikasi, yaitu : logika dan

empiris dengan pendekatan metode berupa : spatial (keruangan), ecological

(ekologis), dan regional complex (kompleks kewilayahan), dimana masing-

masing mempunyai hubungan yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama

lain (Suriasumantri, 2007; Nurroh, 2017). Untuk memahami lebih mendalam

terkait dengan pilar penelitian dan pendekatan metode penelitian, kita bisa

mempelajarinya dari buku Suriasumantri (2007).

3. Bagaimanakah kesan “pertarungan” Religi dan Invensi dalam perspektif

Filosofi Bioetika?

Pertarungan antara religi dan invensi sebenarnya sudah ada sejak menculnya para

filsuf pertama kali, dimana mereka menolak sesuatu yang terkati dengan

supranatural (Talboot, 2012). Dengan kata lain, mereka tidak percaya bahwa
segala sesuatu ditemukan oleh kehendak tuhan. Hal ini dikarenakan mereka tidak

dapat menerima secara logis. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk

menemukan hukum dan mekanisma yang dapat menjelaskan sesuatu (Talboot,

2012).

Sampai saat ini, proses pengembangan ilmu pengetahuan bisa mendukung

atau bertentangan dengan aspek religi. Diperkirakan hubungan kedudukan antara

religi dan invensi (ilmu pengetahuan) akan tetap menjadi perdebatan diwaktu

yang akan datang. Hal tersebut dapat terjadi karena terdapat perbedaan antara

ilmuwan dalam menyakini tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi yang

(Zaprulkhan, 2019).

Bagi Saya, religi dan invensi sebenarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu

membawa manusia menjadi lebih baik. Dengan demikian, kedudukan religi dan

invensi seharusnya dapat berjalan bersama-sama untuk memajukan kehidupan

manusia. Hal ini dikarenakan tidak semua hal dapat dijelaskan dalam konsep

religi. Untuk itu, pencarian kebenaran melalui pengembangan ilmu pengetahuan

(invensi) berguna untuk menjelaskan sesuatu yang tidak disampaikan dalam

konsep religi tersebut. Meskipun begitu, pengembangan ilmu pengetahuan

(invensi) kita tidak boleh bertentangan dengan konsep religi. Dengan kata lain,

religi akan mamandu seorang ilmuan ke ranah yang benar dalam proses

pengambangan ilmu pengetahuan (invensi).

Hal tersebut juga berlaku pada penelitian-penelitian bioteknologi, seorang

ilmuan harus berpegang teguh pada religi yang diyakininya. Dengan kata lain,

meskipun penelitian bioteknologi memberikan manfaat bagi kehidupan manusia,


penelitian tersebut harus dihentikan jika terdapat proses penelitian yang

bertentangan dengan aspek religi.

Contohnya, saat ini kemajuan penelitian bioteknologi telah menghasilkan

temuan yang sangat signifikan pada kehidupan manusia, seperti temuan kloning.

Jika kloning berlaku untuk manusia maka hal tersebut akan merusak

keseimbangan kehidupan manusia. Keberadaan bioetika justru akan mengatur hal-

hal yang tidak boleh dilakukan dalam penelitian bioteknologi. Lebih lanjut,

bioetika biasanya mengacu pada nilai-nilai yang ada pada konsep religi.

4. Perlukah materi Filosofi Bioetika didiseminasikan lebih jauh untuk

kemaslahatan bangsa dan bagaimana caranya?

Berbagai literatur telah menunjukan pentingnya peran bioetika dalam mendukung

pengembangan ilmu pengetahuan (Khan dan Mastroianni, 2007; Tubbs, 2009).

Oleh karena itu, melakukan diseminasi lebih jauh adalah salah satu upaya yang

tepat untuk memperkuat keberadaan bioetika pada masyarakat. Hal ini

dikarenakan bioetika adalah bukan ilmu pasti tapi ilmu yang bisa berubah dari

waktu ke waktu. Hal ini dikarenakan bioetika juga memprtimbangkan nilia-nilai

yang ada pada masyarakat dimana nilai tersebut bisa berubah-ubah. Dengan

semakin banyaknya para pihak terkait memahami dan menjalankan prinsip

bioetika maka keseimbangan kehidupan manusia akan tetap terjaga (Azariah,

2009).

Terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mendesimenasikan

konsep bioetika ke masyarakat luas. Salah satu caranya adalah dengan


menggunakan media massa, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Hanya

saja, diseminasi dengan media massa hanya mempengaruhi pada level kesadaran

masyarakat terhadap bioetika. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan

pelatihan atau pendidikan, khusunya kepada pelaku kesehatan. Dengan pelatihan

dan pendidikan diharapakan mereka dapat menerapkan prinsip-prinsip bioetika.

Penutup

Perkembanga ilmu pengetahuan saat ini telah banyak membantu menyelesaikan

masalah kehidupan manusia. Meskipun begitu, beberapa masalah baru muncul

terkait kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat ini. Masalah tersebut adalah

adalah kedudukan bioetika dalam ilmu pengetahuan. Bioetika adalah disiplin

ilmu yang mempelajari tindakan-tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan

dalam penelitian bioteknologi. Hal ini dikarenakan beberapa temuan yang ada

dibidang bioteknologi bertentangan dengan nilai-nilai religi. Meskipun, begitu

makalah ini telah menunjukan bahwa bioetika bukan menjadi penghambat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan. Lebih lanjut, bioetika juga bisa berjalan

bersaman dengan ilmu pengetahuan (invensi) untuk menghasilkan sesuatu yang

lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia. Untuk itu, makah ini juga mndukung

agar bioetika dapat didisemikasikan lebah jauh ke masyarakat.


Daftar Pustaka

Azariah, J. (2009) Bioethics Science: Is it?. Journal of Medical Ethics and

History Medicine, 2 (18).

Khan, J. & Mastroianni, A. (2007). The Implications of Public Health for

Bioethics, dalam Steinbock, B. (2007) The Oxford Handbook of Bioethics,

Oxford University Press, New York

Marianne Talbot, M. (2012) Bioethics – An Introduction, Cambridge University

Press, Cambridge (UK)

Nurroh, S. (2017) Filsafat Ilmu - Studi Kasus: Telaah Buku Filasafat Ilmu

(Sebuah Pengantar Populer) oleh Jujun S. Suriasumantri, Universitas Gajah

Mada

Suriasumantri, S.J. (2007) Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta

Tubbs, J.B. Jr (2009) A Handbook of Bioethics Terms, Georgetown University

Press, Washington, D.C.

Zaprulkhan, (2019) Filsafat Ilmu – Sebuah Analisis Kontemporer, Rajawali Pers,

Depok.

Anda mungkin juga menyukai