Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar – Dasar Sains
Yang dibina oleh Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd
Disusun oleh :
Kelompok 5 Offering C 2017
1. Alfian Ramadhana (170342615101)
2. Dias Astari (170342615012)
3. Elistika Oktaviani (170342615062)
4. Eliza Fitri Kamaliya (170342615027)
5. Fustatul Qur’ani Anam (170342615080)
6. Putri Wahyuni Arofatun (170341615018)
DAFTAR ISI............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................. 1
1.2 Tujuan.......................................................................... 1
1.3 Batasan Tulisan............................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Keterbatasan Ilmu Kealaman....................................... 2
2.2 Sikap Ilmiah................................................................. 3
2.3 Hubungan Keterbatasan Ilmu Kealaman dengan
Pembentukan Sikap Ilmuwan................................... 7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 10
KATA PENGANTAR
i
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan paper ini dengan keadaan sehat. Makalah berjudul Keterbatasan
Ilmu Kealaman Dalam Hubungannya Dengan Pembentukan Sikap Ilmuwan
penulis susun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Sains. Dan juga
kami berterima kasih pada Ibu Prof. Dr. Utami Sri Hastuti M.Pd selaku Dosen
mata kuliah Dasar-Dasar Sains yang telah membimbing selama proses
perkuliahan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan mengenai ilmu kealaman. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Akhir kata, dengan menyadari banyaknya kekurangan dalam paper ini, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga paper ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Tim Penyusun
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu kealaman memiliki keterbatasan terhadap hal-hal yang nyata dan
konkrit. Hal yang nyata dan konkrit tersebut mengisyaratkan bahwa ilmu
kealaman banyak menggunakan pengamatan yang menggunakan panca indra.
Sedangkan panca indra sangatlah terbatas fungsinya dalam mengamati suatu
objek. Karena ada suatu objek yang tidak dapat diamati dengan panca indra.
Panca indra diciptakan sebagai alat untuk memberikan tanggapan terhadap
semua rangsangan atau kenyataan yang tejadi di hadapan kita. Pengamatan
yang dilakukan mewujudkan berupa pengalaman tersebut dapat muncul jika
manusia memiliki rasa ingin tahu terhadap kejadian di alam. Dari pengalaman
itulah kemudian mewujudkan pengetahuan.
Pada dasarnya setiap ilmu memiliki keterbatasan. Namun keterbatasan
tersebut dapat dipatahkan dengan berbagai teori yang dicetuskan oleh
ilmuwan. Hal ini dikarenakan sifat para ilmuwan yang selalu ingin tahu
terhadap hal-hal yang baru. Namun teori yang dicetuskan oleh ilmuwan
memilki beberapa kekurangan. Sehingga para ilmuwan mencoba menemukan
sebuah peralatan yang mendukung proses pengamatan yang mana peralatan
tersebut dapat meningkatkan kemampuan manusia dalam melihat kenyataan.
Aspek mendasar yang menjadi tantangan ilmuwan di era sekarang ini
adalah etika, ilmuwan sejati harus memiliki landasan etika yang kuat. Sikap
ilmuwan tersebut memiliki hubungan dengan keterbatasan ilmu kealaman
sehingga dapat menjadikan ilmu kealaman selalu berkembang dan dinamis.
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
keterbatasan ilmu kealaman dengan pembentukan sikap ilmuwan.
1.3 Batasan Tulisan
Agar makalah ini lebih terarah maka penyusun membatasi pada ruang
lingkup keterbatasan ilmu kealaman dan sikap ilmuwan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keterbatasan Ilmu Kealaman
Ilmu kealaman memiliki keterbatasan terhadap hal-hal yang nyata dan
konkrit. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa ilmu kealaman banyak
menggunakan pengamatan yang mengandalkan panca indra dan juga
pemikiran (otak). Sedangkan kemampuan panca indra sangatlah terbatas.
Menurut Sutarman, et al. (2016) keterbatasan alat indera manusia adalah
seperti berikut: (i) mata yang tidak mampu melihat pergerakan benda yang
sangat cepat atau tidak mampu melihat jasad yang ukurannya kurang dari 500
milimikron; (ii) alat pendengar manusia hanya mampu menangkap getaran
yang mempunyai ferkuensi 30 sampai 30.000 getaran perdetik, sehingga
frekuensi di luar kisaran itu tidak dapat didengar; (iii) bau dan rasa di luar rasa
manis, asam, asin dan pahit yang tidak dapat dideteksi indera pembau dan
perasa; (iv) rangsangan baik berbentuk suhu, kelembaban, tekstur pada tingkat
tertentu yang tidak terdeteksi oleh alat perasa. Karena keterbatasan inderanya
tersebut, manusia tidak dapat meneliti secara detail objek- objek yang diteliti.
Namun seiring berjalannya waktu selalu muncul fenomena baru, sehingga
dengan sifat selalu ingin tahunya para ilmuwan terus berusaha untuk
menciptakan sebuah peralatan yang digunakan untuk membantu indera
manusia untuk mengamati sebuah objek. Contohnya adalah penemuan sebuah
mikroskop oleh Zacharias Jansen (Putriyanti, 2015). Mata manusia tidak bisa
mengamati objek yang mikroskopis sehingga ilmuwan membuat alat yang
mampu melihat objek mikroskopis yang dinamakan mikroskop. Dengan
demikian mikroskop dapat membantu penglihatan manusia dalam mengamati
objek yang mikroskopis. Hal ini menjadikan ilmu kealaman selalu
berkembang dan dinamis. Disamping itu banyak pelurusan pola pikir manusia
yang mempercayai sebuah mitos menjadi berpikir rasional atau logik maupun
ilmiah (Suwono, 2014). Di dalam Suwono (2014) dicontohkan, dahulu orang
mempercayai bahwa saat terjadi gerhana bulan, maka di angkasa bulan
tersebut dimakan oleh kepala raksasa yang tubuhnya sudah jatuh dibumi
berubah wujud menjadi lesung (tempat menumbuk padi menjadi beras).
2
3
itu saja tidak cukup. Seorang ilmuwan harus juga memiliki integritas pribadi
dan moral kebangsaan yang tinggi. Moralitas yang ditopang oleh kesadaran
yang penuh atas fungsinya sebagai pengabdi kebenaran.
Adapun sikap yang dimiliki ilmuwan adalah sebagai berikut.
1. Sikap Jujur dan Objektif
Sikap ilmiah pertama yang harus dimiliki oleh setiap ilmuwan
adalah jujur dan obyektif. Nilai kejujuran dan obyektif ini merupakan nilai
interinsik yang ada di dalam ilmu pengetahuan, sehingga harus integral
masuk dalam etos semua aktor ilmu pengetahuan di dalam lembaga
akademis. Tanpa kejujuran tidak akan di dapat kebenaran sebagaimana apa
adanya, sedangkan motif dasar ilmu pengetahuan adalah memenuhi rasa
ingin tahu untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Sikap ilmiah
tercermin pada sikap jujur dan obyektif dalam mengumpulkan faktor dan
menyajikan hasil analisis fenomena alam dan sosial melalui cara berpikir
logis. Sikap jujur dan obyektif menghasilkan produk pemikiran berupa
penjelasan yang lugas dan tidak bias karena kepentingan tertentu
(Wilujeng, 2013). Seorang ilmuwan dalam melakukan pengamatan harus
mengutamkan kenyataan (obyektif), penalaran, kejujuran, dan kreatifitas
analisis.
2. Sikap Sadar Kebenaran Relatif
Kebenaran relatif atau tentatif adalah kebenaran yang tidak pernah
mutlak, artinya kebenaran bersifat sementara dan terus menerus dapat
diperbaiki. Dikatakan bersifat sementara karena seorang ilmuwan belum
dapat menemukan kebenaran baru yang dapat menumbangkan kebenaran
sebelumnya. Hal ini dikarenakan pancaindera manusia terbatas
kemampuannya, sehingga berdampak pada peningkatan manusia dalam
melihat kenyataan. Menyadari ciri dari kebenaran ilmu kealaman, seorang
ilmuwan harus mengembangkan antusiasme (keinginan terus-menerus)
dalam mengikuti perkembangan ilmu kealaman, selalu menghargai
pendapat orang lain, rendah hati atau tidak sombong, dan berani
melakukan penelitian-penelitian sebagai wujud dari realisasi sifat ingin
tahu (curiousity).
5
6. Sikap Optimis
Ilmu kealaman di masa lalu tentunya akan berlanjut ke masa yang
akan datang, maka sikap optimistis mengacu pada keberanian untuk
mencoba penelitian dengan masalah-masalah yang dianggap “tabu” bagi
ilmu kealaman atau dimustahilkan didekati dengan ilmu kealaman.
Implomentasi dari sikap optimistis ini adalah sikap tidak putus asa. Bagi
ilmuan yang senantiasa bekerja dengan metode ilmiah, sikap tidak putus
asa ini sudah sangat familiar. Sebagai gambaran, mekanisme operasi dari
metode ilmiah,dimana apabila hipotesis ditolak, maka harus ditelusuri
kembali dari awal hingga akhir untuk kemuadian dicoba kembali,
demikian seterusnya. Dengan demikian, para ilmuan telah terbiasa bekerja
dengan sabra, tekun, tidak putus asa, dan penuh optimistis karena pda
dasranya tidak ada permasalahan yang tidak dapat di pecahkan.
7. Sikap Teliti dan Hati-hati
Akar dari kata penilitan adalah “teliti” ; sehingga sikap teliti itu
sudah merupakan suatu keharusan pada ilmu kealaman. Implementasi dari
sikap teliti ini adalah sikap hati-hati. Bagi ilmuan yang senantiasa bekerja
dengan metode ilmiah, sikap teliti dan hati-hati ini sudah sangat familiar.
Dari aspek lain, dalam ilmu kealaman ketelitian dan kehati-hatian tersebut
ternyata mutlak diperlukan, mengingat banyak sekali materi ilmu
kealaman yang dapat menimbulkan bencana, karena fenomena kimia,
fisika, dan biologi. Sikap teliti dan hati-hati membentuk etos kerja ilmuan
yang metodik dan sistematik.
8. Sikap Ingin Tahu
Rasa ingin tahu yang merupakan naluri manusia tidak hanya
sekedar ingin tahu, tetapi mendalam dan secara terus menerus. Pada ingin
tahu yang mendalam, jawaban hal yang dipertanyakan tersebut tidak akan
dapat dicapai dengan panca indra saja, sehingga orang harus berpikir
mendalam melampaui batas kemampuan panca indra yang sifatnya fisik,
menembus sampai pada metafisik. Sebaliknya apabila pertanyaan-
pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu tersebut dapat terjawab dalam
jangkauan panca indra yang sifatnya fisik, nyata, atau obyektif, maka
7
lahirlah ilmu kealaman. Ciri dari rasa ingin tahu ilmu kelaman adalah yang
secara terus menerus yaitu apa yang telah diketahui akan diteliti lebih
lanjut, baik dari segi pendalaman maupun dari segi perluasan atau
perkembangannya. Hal tersebut dimungkinkan, karena bidang telaahilmu
kealaman begitu luas, yaitu alam semesta beserta isinya. Dengan
demikian, ilmu kealaman memberikan keleluasan setiap orang untuk
mengembangkan kreatifitasnya sesuai dengan intres masing-masing untuk
melakukan penelitian. Hal ini menyyebabkan ilmu terus berkembang,
sehingga ilmu sering dipandang sebagai kumpulan produk penelitian yang
dinamis selalu bertambah banyak, yang sering dijuluki sebagai badan
ilmu. Disamping itu sifat ingin tahu manusia dalam melihat kenyataan
memacu penciptaan alat peralatan yang semakin canggih dan akurat yang
digunakan untuk “menyambung” indra manusia, sehingga terjadi
perkembangan dan pendalaman temuan-temuan yang dihasilkan. Dampak
dari sikap raasa ingin tahu ini diharapkan akan menjadi pendorong
munculnya penelti-peneliti baru yang memiliki kemampuan untuk
berkontribusi pada “perbanyakan” badan ilmu yang merupakan ciri khas
ilmu kealaman yang dinamis terus berkembang.
2.5 Hubungan Keterbatasan Ilmu Kealaman dengan Pembentukan Sikap
Ilmuwan
Sebagaimana telah diterangkan bahwa manusia sebagai makhluk hidup
melalui panca inderanya memberikan tanggapan terhadap semua rangsangan,
termasuk gejala di alam semesta ini. Tanggapan terhadap gejala-gejala atau
peristiwa-peristiwa merupakan suatu pengalaman. Pengalaman tersebut dari
zaman ke zaman akan berakumulasi karena manusia mempunyai rasa ingin
tahu atau kuriositas terhadap segalanya di alam semesta ini. Pengalaman
merupakan salah satu cara terbentuknya pengetahuan yakni kumpulan fakta-
fakta. Pengalaman itu akan bertambah terus selama manusia ada dimuka bumi
ini dan mewariskan pengetahuan itu kepada generasi berikutnya.
Ilmu kealaman memiliki keterbatasan pada hal-hal yang nyata dan
konkret. Hal-hal nyata tersebut mengisyaratkan bahwa dalam ilmu kealaman
banyak menggunakan pengamatan yang berarti sangat mengandalkan kerja
8
9
DAFTAR RUJUKAN
Kurnia, ilham.2014.Tugas Ilmu Alamiah Dasar Catatan Kuliah.
(http://www.academia.edu/8083608/Tugas_ILMU_ALAMIAH_DASAR_C
ATATAN_KULIAH diakses pada 06 Desember 2017)
Maftukhin. 2015. Ilmuwan, Etika, dan Strategi Pengembangan Ilmu Kealaman di
Indonesia. Tulungagung : IAIN
Putriyani, N. 2015. Mikroskop. Pontianak.
Sutarman., Sartika, S., Wulandari, R., dan Wulandari, F. 2016. Buku Ajar Imu
Kealaman Dasar. Sidoarjo : Umsida Press.
Suwono, H. 2014. Filsafat Ilmu Kealaman dan Etika Lingkungan. Malang :
Penerbit & Percetakan UM.
10