Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PANCASILA

KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA

OLEH :
KELOMPOK 1
1. NURI FIGALBI (23090820003)
2. AKBAR RIZKY RAMADHAN (23090820015)
3. INTAN FIDDININGSIH(23090820018)
4. YAKHFAD ANJABI (23090820019)
5. MUHAMMAD AHSANUL IHSAN (23090820050)
6. BAWENDA AMARTYA KARUNIA ESA (23090820052)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL-D4


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA “ ini
dengan baik dan selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Johan Dwi Saputro M.Pd. selaku
dosen pengampu kewarganegaraan yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman kami yang berperan dalam
pembuatan makalah ini.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.
Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari dosen maupun teman-teman. Demi tercapainya
makalah yang sempurna.

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR…………….………………………………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................ iiii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MAKALAH ............................................................................................................. 1
C. TUJUAN ....................................................................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................................................. 2
A. PENGETAHUAN, ILMU EMPIRIS DAN FILSAFAT ................................................................ 2
B. KEBENARAN ILMIAH DALAM PANCASILA ........................................................................ 3
C. CIRI-CIRI BERPIKIR DALAM PANCASILA ........................................................................... 4
BAB III. PENUTUP ...................................................................................................................... 7
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................. 7
B. SARAN ......................................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kajian ilmiah terhadap Pancasila adalah sebuah aktivitas pembelajaran yang
memiliki tujuan untuk menggali pemahaman yang lebih dalam dan objektif tentang
Pancasila melalui pendekatan yang bersifat ilmiah dan filosofis. Pendekatan ini mencakup
eksplorasi empiris dan refleksi filosofis mengenai berbagai gagasan, peristiwa, serta aspek-
aspek sosial dan budaya yang berkaitan dengan Pancasila. Pancasila menjadi subjek yang
esensial untuk diinvestigasi secara akademis karena sebagai landasan negara, Pancasila
memiliki fungsi utama yang memegang peran besar dalam mengatur berjalannya negara
Republik Indonesia. Lebih lanjut, Pancasila juga memiliki nilai-nilai yang sangat penting
untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti semangat gotong royong, prinsip
keadilan sosial, dan demokrasi.
Tujuan utama dari kajian ilmiah terhadap Pancasila adalah untuk mendapatkan
wawasan yang lebih mendalam mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan
bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kajian ilmiah terhadap Pancasila dapat membantu mengokohkan pemahaman
dan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat serta menjaga kesatuan negara
Republik Indonesia.
Pendekatan yang dapat digunakan dalam kajian ilmiah terhadap Pancasila meliputi
teori kebenaran koherensi, teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran pragmatisme,
dan teori kebenaran konsensus. Proses pencarian pengetahuan tentang Pancasila melalui
studi empiris dan filosofis terhadap berbagai ide, peristiwa, serta fenomena sosial dan
budaya juga menjadi objek kajian ilmiah yang bersifat koheren. Oleh karena itu, studi
ilmiah mengenai Pancasila sangatlah signifikan untuk dijalankan agar dapat menggali
pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan
bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara.
B. RUMUSAN MAKALAH
1. Apa maksud dari pengetahuan, ilmu empiris, dan filsafat?
2. Bagaimana kebenaran ilmiah dalam Pancasila?
3. Apa ciri berpikir ilmiah dalam Pancasila?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu :
1. Untuk mahasiswa dapat memberikan referensi, gambaran lebih baik lagi dan
mengetahui serta lebih memahami dan dapat mengimplementasikan Pancasila sebagai
dasar negara, pedoman hidup, dan falsafah Indonesia.
2. Untuk masyarakat dapat memberikan pemahaman mengenai Pancasila
3. Untuk siswa dapat dijadikan bahan tambahan materi Pelajaran.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGETAHUAN, ILMU EMPIRIS DAN FILSAFAT
Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir. Aristoteles menyatakan dengan
istilah animal rationale. Sehingga, manusia dapat memahami dan memperoleh
pengetahuan. Penetahuan merupakan hasil penggunaan panca Indera, dan tingkat
kebenarannya dapat dibuktikan dengan pikiran. Pengetahuan diperoleh karena adanya
interaksi antara manusia sebagai subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui.
Pengetahuan manusia ada yang diperoleh secara spontan dan ada yang diperoleh secara
sistematis-reflektif. Pengetahuan spontan diperoleh secara langsung berdasarkan hasil
tangkapan inderawi yang bersifat sangat terikat oleh perubahan ruang dan waktu.
Sedangkan pengetahuan reflektif diperoleh manusia melalui proses panjang trial and error,
diuji berulang-ulang secara kritis, disusun secara sistematis menjadi sistem pengetahuan
yang kebenarannya bersifat umum, relatif tidak terikat ruang dan waktu.
Proses penemuan pengetahuan Pancasila ini diperoleh melalui kajian empiris dan filosofis
terhadap berbagai ide atau gagasan, peristiwa dan fenomena sosio-kultural religius
masyarakat Indonesia.
Ilmu empiris memfokuskan diri pada gejala-gejala alam dan sosial secara
mendalam, tetapi bersifat spesifik (parsial). Dalam sejarah pengetahuan manusia,
pengetahuan ilmiah bersifat komulatif dan berkembang terus menerus. Dalam dunia ilmiah
dikenal tiga kelompok besar ilmu, yaitu ilmu-ilmu alam (natural sciences), ilmu-ilmu sosial
(social sciences), dan ilmu-ilmu kemanusiaan/humaniora (the humanities). Dari tiga
cabang besar ini dibagi lagi menjadi disiplin ilmu masing-masing yang mempunyai
ciri/karakteristik dan metodologi tersendiri untuk menemukan dan mengungkapkan
pengetahuan baik yang menyangkut tentang alam, manusia, dan juga Tuhan.
Ilmu filsafat adalah pengetahuan yang bersifat radikal (mandasar) dan umum
menyangkut masalah-masalah hakiki tentang manusia, alam dan Tuhan. Seseorang dapat
memahami Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah-filosofis dari perspektif verbalis,
konotatif, dan denotatif. Hubungan langsung antara sisi verbalis dan konotatif terjadi
karena keduanya memungkinkan setiap orang untuk memahami apa yang diucapkan. Sisi
denotatif tidak memiliki hubungan langsung karena apa yang diucapkan tidak selalu terjadi
secara langsung.
Sebagian orang sering salah memahami Pancasila. Misalnya, istilah "kekeluargaan"
sering disalahartikan sebagai "kroni" atau persekongkolan, yang pada gilirannya
menyebabkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, sering terjadi ketidaksesuaian
antara pengetahuan seseorang dan tingkah laku atau tindakan mereka dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, seseorang mengetahui bahwa merokok membahayakan kesehatan,
tetapi pengetahuan tersebut tidak mempengaruhi perilakunya, sehingga orang tersebut
tetap merokok. Dengan cara yang sama, para pejabat negara menyadari bahwa Pancasila
memberikan nilai dan sumber hukum dalam menjalankan tugasnya tetapi masih banyak
yang melanggarnya.

2
B. KEBENARAN ILMIAH DALAM PANCASILA
Keterbatasannya manusia dalam daya pikir, kemampuan, pengetahuan manusia tidak akan
mencapai pengetahuan yang mutlak, termasuk pengetahuan tentang Pancasila.
Pengetahuan yang dicari manusia sama dengan mencari kebenaran.
Pengetahuan manusia adalah siklus yang panjang yang dimulai dengan purwa-madya-
wasana.
Dari kriteria ini diperoleh empat macam teori kebenaran :
1. Teori kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi ditandai dengan fakta bahwa pernyataan saling berkaitan,
konsisten, dan runtut (logis). Pernyataan tidak boleh bertentangan satu sama lain.

Contoh kebenaran koherensi :

Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia, jadi segala undang-undang


yang berlaku di Indonesia harus berasal dari Pancasila dan tidak boleh bertentangan
dengan prinsip-prinsipnya. Ini mirip dengan air dari pencucian atap jatuh ke
pelimbahan.
2. Teori kebenaran korespondensi
Kebenaran korespondensi ditandai dengan adanya kesesuaian antara pernyataan dan
kebenaran.

Contoh kebenaran korespondensi :

Pernyataan dalam sila ketuhanan yang maha esa, sesuai dengan kenyataan bahwa
terdapat berbagai penyembahan terhadap sang pencipta, menjalankan perintahnya, dan
menjauhi segala larangannya sesuai agama dan keyakinan.

3. Teori kebenaran pragmatism


Kebenaran pragmatis berdasarkan kriteria bahwa pernyataan-pernyataan yang dibuat
harus membawa kemanfaatan bagi sebagian besar umat manusia. Pernyataan harus
dapat ditindaklanjuti dalam perbuatan (dapat dilaksanakan) dan dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi.

Contoh kebenaran pragmatis dalam Pancasila :

Dapat dilihat dari fungsi nyata Pancasila sebagai pemersatu bangsa dari
keanekaragaman etnis, agama, budaya, bahasa daerah yang ada di Indonesia. Tanpa
adanya Pancasila sebagai pemersatu bangsa, maka yang akan terjadi adalah
disintegrasi bangsa.

3
4. Teori kebenaran consensus
Kebenaran konsensus didasarkan pada kesepakatan bersama. Suatu pernyataan
dikatakan benar apabila disetujui secara Bersama-sama antar kelompok atau individu
setelah adanya perdebatan dan penelitian yang dilakukan dalam kolektif intelijen untuk
mendapatkan consensus pengambilan keputusan. Akan tetapi tidak semua kesepakatan
umum itu menjadi consensus yang benar, karena ada syarat-syarat tertentu untuk
terwujudnya kebenaran konsensus. Menurut Jurgen Habermas, ada empat syarat untuk
mencapai konsensus, yaitu keterpahaman, diskursus/wacana, ketulusan/kejujuran dan
otoritas

Contoh: kebenaran consensus dalam Pancasila

Pancasila itu sendiri sebagai konsensus nasional yang meupakan hasil kesepakatan
seluruh bangsa indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa rumusan Pancasila sebelum
disahkan telah mengalami berbagai perubahan rumusan yang dilakukan dengan
berbagai sidang (dialog/wacana).
C. CIRI-CIRI BERPIKIR DALAM PANCASILA
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan dari usaha manusia untuk memahami kenyataan sejauh
dapat dijangkau oleh daya pemikiran manusia berdasarkan pengalaman secara empirik dan
reflektif. Ada pula syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga pengetahuan
tersebut dapat dikatakan sebagai ilmu. Poedjawijatna menyebutnya sebagai syarat ilmiah
(Kaelan, 1998), yaitu:
1. Berobjek
Syarat utama bagi suatu kajian ilmiah ialah berobjek. Objek tersebut dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu objek formal dan objek material. Objek formal Pancasila
ialah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila, atau dari sudut
pandang apakah Pancasila tersebut dibahas. Pada hakikatnya Pancasila dapat dibahas
dari berbagai sudut pandang, misalnya dari sudut pandang ‘moral’ maka terdapat
bidang pembahasan moral Pancasila dan lain sebagainya. Sedangkan Objek material
Pancasila ialah suatu objek yang merupakan sasaran pembahasan Pancasila baik
bersifat empiris maupun nonempiris. Objek tersebut ialah pernyataan-pernyataan, ide,
kenyataan sosio-kultural yang terwujud dalam hukum, teks sejarah, adat-istiadat,
sistem nilai, karakter, kepribadian manusia/masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga
sekarang. Oleh karena itu objek material pembahasan Pancasila adalah bangsa
Indonesia dengan segala aspek budayanya, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Objek material empiris dari pembahasan Pancasila dapat berupa hasil
budaya bangsa Indonesia yang berupa, lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-
benda sejarah, maupun adat-istiadat bangsa Indonesia sendiri. Ada pula objek-objek
yang bersifat non empiris antara lain meliputi nilai-nilai budaya, nilai moral, serta
nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian sifat, karakter dan pola-pola
budaya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4
2. Bermetode
Setiap ilmu harus memiliki metode atau seperangkat cara atau sistem pendekatan
untuk membahas objek material agar mendapatkan kebenaran yang objektif. Begitu
pula dengan Pancasila. Jika Pancasila dibahas dari segi sejarah, maka metode yang
dipakai adalah metode ilmu sejarah. Selain itu bisa juga secara filosofis dengan
metode analisis-sintesis. Metode analisis-sintesis yaitu menguraikan dan memerinci
pernyataan-pernyataan yang kemudian disimpulkan menjadi suatu pengetahuan baru.
Ada pula metode induksi dan deduksi, yang merupakan metode berpikir untuk
mengkaji Pancasila. Metode induksi ialah metode berpikir yang dimulai dari hal-hal
yang bersifat khusus dan kejadian berulang-ulang untuk kemudian ditarik kesimpulan
yang bersifat umum. Sedangkan metode deduksi adalah metode berpikir yang bertitik
tolak dari pernyataan umum untuk ditarik kesimpulan secara khusus. Ada pula metode
hermeneutika merupakan metode menafsirkan. Objek materialnya adalah pernyataan-
pernyataan teks dan simbol. Tujuannya untuk memperoleh makna atau hakikat dari
hal yang ditafsirkan.

3. Bersistem
Pemahaman Pancasila secara ilmiah merupakan satu kesatuan dan keutuhan,
bahkan Pancasila itu sendiri pada dasarnya merupakan kebulatan yang sistimatis,
logis, dan tidak bertentangan di dalam sila-silanya (Kaelan, 1998). Notonagoro
mengatakan bahwa sila-sila Pancasila tersusun secara hierarkis, piramidal, dan
bersifat majemuk-tunggal.
Hierarkis Piramidal adalah sila-sila Pancasila yang ditempatkan sesuai luas
cakupan dan keberlakuan pengertian yang terkandung di dalamnya. Sila Ketuhanan
diletakkan pada urutan pertama, karena menunjuk pada eksistensi Tuhan sebagai sang
Pencipta. Sila Kemanusiaan diletakkan pada urutan kedua, karena manusia hanyalah
sebagian dari ciptaan Tuhan di samping makhluk lain yang ada di alam semesta. Inti
dari sila ketiga adalah Persatuan, yang menunjuk adanya kelompok-kelompok
manusia sebagai makhluk sosial. Sila keempat berintikan Kerakyatan, artinya dalam
kelompok manusia yang berbangsa dan bernegara memerlukan sistem pengelolaan
hidup bersama atas dasar kedaulatan. Sila kelima berintikan Keadilan, hal ini dapat
dijelaskan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan bersatu membentuk bangsa dan
negara mempunyai tujuan bersama yaitu untuk mencapai keadilan. Dengan demikian
sila kelima ini merupakan realisasi dari eksistensi manusia yang hidup berkelompok
di sebuah negara.

5
4. Bersifat umum/universal
Kebenaran pengetahuan ilmiah relatif berlaku secara universal yang berarti
kebenaran tidak terbatas oleh ruang, waktu, keadaan, situasi, kondisi, maupun jumlah
tertentu. Demikian juga dengan kajian terhadap Pancasila. Masing-masing sila
Pancasila bersifat universal, yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan,
dan Keadilan. Kata Ketuhanan memiliki makna yang hampir sama dengan
religiusitas. Kemanusiaan analog dengan kata humanisme. Persatuan analog dengan
kata nasionalisme. Kerakyatan analog dengan demokrasi. Sedangkan Keadilan
analog dengan kesejahteraan. Arti universal tidak sama dengan absolut, karena
pengetahuan manusia tidak akan pernah mencapai kebenaran yang mutlak.
Di samping Pancasila memiliki nilai-nilai dasar yang universal, Pancasila juga
memiliki nilai-nilai yang berlaku hanya untuk rakyat Indonesia dalam bentuk UUD
1945.

6
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir atau disebut animal rationale.
Sehingga, manusia dapat memahami dan memperoleh pengetahuan. Penetahuan
merupakan hasil penggunaan panca Indera, dan tingkat kebenarannya dapat dibuktikan
dengan pikiran. Pengetahuan ada yang diperoleh secara spontan dan ada yang secara
sistematis-reflektif. Pengetahuan spontan diperoleh secara langsung berdasarkan hasil
tangkapan inderawi yang bersifat sangat terikat oleh perubahan ruang dan waktu.
Sedangkan pengetahuan reflektif diperoleh manusia melalui proses panjang trial and error,
diuji berulang-ulang secara kritis, disusun secara sistematis menjadi sistem pengetahuan
yang kebenarannya bersifat umum, relatif tidak terikat ruang dan waktu. Proses penemuan
pengetahuan Pancasila ini diperoleh melalui kajian empiris dan filosofis terhadap berbagai
ide atau gagasan, peristiwa dan fenomena sosio-kultural religius masyarakat Indonesia.
Keterbatasannya manusia dalam daya pikir, kemampuan, pengetahuan manusia tidak akan
mencapai pengetahuan yang mutlak, termasuk pengetahuan tentang Pancasila. Ada
beberapa teori kebenaran yaitu teori kebenaran koherensi, korespondensi, pragmatism, dan
consensus.
Ada pula syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga pengetahuan tersebut
dapat dikatakan sebagai ilmu, yaitu berobjek, bermetode, bersistem, dan bersifat
umum/universal.

B. SARAN
Sebaiknya materi dibagikan langsung setelah mata kuliah berakhir, agar hasil diskusi
lebih baik.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://prezi.com/p/76ene1hewrc_/kajian-ilmiah-terhadap-pancasila/?fallback=1

http://inspirasikubersama.blogspot.com/2015/04/ciri-ciri-berpikir-ilmiah-bentuk-
dan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai