Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FILSAFAT ILMU

KAJIAN FILSAFAT ILMU : EPISTEMOLOGI BAGIAN II


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Dr. Ajid Hakim, M.Ag dan Hafiz Fadhlan, M.Hum

Disusun Oleh :
Kelompok V / SPI 3E

NO NIM NAMA LENGKAP


1 1215010189 SHIAMUL IHSAN ARIFIN
2 1215010194 SITI SABILA AZAHRA
3 1215010197 SRI MASRUROH

SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat beserta salam tak lupa penulis panjatkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah sampai pada zaman
yang terang benderang ini.
Makalah ini disusun guna melengkapi salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu yang diampu oleh Bapak Dr . Ajid Hakim ,M.Ag dan Bapak Hafiz
Fadhlan ,M.Pd. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan
bagi kami maupun pembaca tentang Kajian Filsafat Ilmu : Epistemologi , Aliran
epistemologi.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita , kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan dimasa mendatang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, 10 Oktober 2022

Kelompok V

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
A. Pengertian Ilmu..........................................................................................................................2
B. Syarat-Syarat Ilmu dan Dimensi Ilmu........................................................................................4
C. Struktur Pengetahuan Ilmiah dan Pembagian Sistematis Pengetahuan Ilmiah...........................6
BAB III PENUTUP...............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................10

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu?
2. Apa saja syarat-syarat ilmu dan dimensi ilmu?
3. Apa struktur pengetahuan Ilmiah dan pembagian sistematis pengetahuan
ilmiah

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu ilmu.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat ilmu dan dimensi ilmu
3. Untuk struktur pengetahuan Ilmiah dan pembagian sistematis pengetahuan
ilmiah

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu
Asal kata ilmu adalah dari Bahasa Arab, ‘alama. Arti dari kata ini
adalah pengetahuan. Dalam bahasa Indo-nesia, ilmu sering disamakan dengan
sains yang berasal dari bahasa Inggris “science”. Kata “science” itu sendiri
berasal dari Bahasa Yunani yaitu “scio”, “scire” yang artinya pengetahuan
“Science”dari bahasa Latin “scientia”, yang berarti “pengetahuan” adalah
aktivitas yang sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam
bentuk penjelasan dan prediksi tentang alam semesta. Berdasarkan Oxford
Dictionary, ilmu didefinisikan sebagai aktivitas intelektual dan praktis yang
meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku dari dunia fisik dan
alam melalui pengamatan dan percobaan”.
Dalam kamus bahasa Indonesia ilmu didefinisikan sebagai
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di
bidang pengetahuan.
Mohamad Hatta mendefinisikan ilmu sebagai sebuah pengetahuan
yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah
yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar,
maupun menurut bangunannya dari dalam. Sedangkan Karl Pearson,
mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan
konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan
untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana.
Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan
yang disistemasikan dan suatu pendekatan terhadap seluruh dunia empiris
yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada
prinsipnya dapat diamati oleh pancaindrea manusia.
Sembilan ciri utama science menurut Mondal (2018) adalah sebagai
berikut:
1. Objektivitas
Pengetahuan ilmiah bersifat objektif. Objektivitas berarti
kemampuan untuk melihat dan menerima fakta apa adanya.
Untuk menjadi objektif, seseorang harus waspada terhadap bias,
keyakinan, harapan, nilai, dan preferensi sendiri. Objektivitas
menuntut bahwa seseorang harus menyisihkan segala macam
pertimbangan subyektif dan prasangka.

2
2. Verifiability
Sains bersandar pada data indra, yaitu data yang dikumpulkan
melalui indera kita, yaitu mata, telinga, hidung, lidah, dan
sentuhan. Pengetahuan ilmiah didasarkan pada bukti yang dapat
diverifikasi, melalui pengamatan faktual konkret sehingga
pengamat lain dapat mengamati, menimbang atau mengukur
fenomena yang sama dan memeriksa observasi untuk akurasi.

3. Netralitas Etis Sains bersifat etis netral.


Ilmu hanya mencari pengetahuan. Bagaimana pengetahuan ini
akan digunakan akan ditentukan oleh nilai-nilai kemasyarakatan.
Pengetahuan dapat digunakan berbeda. Etika netralitas tidak
berarti bahwa ilmuwan tidak memiliki nilai. Di sini hanya berarti
bahwa ia tidak boleh membiarkan nilai-nilainya mengubah
desain dan perilaku penelitiannya. Dengan demikian, pengetahuan
ilmiah adalah netral terhadap nilai-nilai atau bebas-nilai.

4. Eksplorasi sistematis
Sebuah penelitian ilmiah mengadopsi prosedur sekuensial
tertentu, rencana yang terorganisir atau desain penelitian untuk
mengumpulkan dan menganalisis fakta tentang masalah yang
diteliti. Umumnya, rencana ini mencakup beberapa langkah
ilmiah, seperti perumusan hipotesis, pengumpulan fakta, analisis
fakta, dan interpretasi hasil.

5. Keandalan atau Reliabilitas


Pengetahuan ilmiah harus terjadi di bawah keadaan yang
ditentukan tidak sekali tetapi berulang kali dan dapat
direproduksi dalam keadaan yang dinyatakan di mana saja dan
kapan saja. Kesimpulan berdasarkan hanya ingatan tanpa bukti
ilmiah sangat tidak dapat diandalkan.

6. Presisi
Pengetahuan ilmiah harus tepat, tidak samar-samar seperti
beberapa tulisan sastra. Presisi membutuhkan pemberian angka,
data atau ukuran yang tepat.

7. Akurasi Pengetahuan ilmiah itu akurat.


Akurasi secara sederhana berarti kebenaran atau kebenaran
suatu pernyataan, menggambarkan hal-hal dengan kata-kata yang
tepat sebagaimana adanya tanpa melompat ke kesimpulan yang
tidak beralasan, harus ada data dan bukti yang jelas.
8. Abstrak Sains berlanjut pada bidang abstraksi.
Prinsip ilmiah umum sangat abstrak. Tidak tertarik untuk
memberikan gambaran yang realistis.

3
9. Prediktabilitas Para ilmuwan tidak hanya menggambarkan
fenomena yang sedang dipelajari, tetapi juga berusaha untuk
menjelaskan dan memprediksi juga.

B. Syarat-Syarat Ilmu dan Dimensi Ilmu


1. Syarat-syarat Ilmu
a. Objektif
Ilmu harus mempunyai kajian yang terdiri dari permasalahan
yang sama sifat hakikatnya. Objeknya dapat bersifat ada atau mungkin
ada hakena harus diteliti atau diuji keberadaannya. Dalam mengkaji
sebuah objek, yang dicari adalah kebenarannya, yaitu kesesuaian
antara apa yang diketahui dengan objek tersebut, sehingga dapat
disebut kebenaran objektif dalam suatu ilmu, tidak bersifat subjektif
berdasarkan subjek peneliti atau penunjang penelitian.

b. Metodis
Metodis ini adalah upaya yang dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya penyimpangan dalam menemukan kebenaan.
Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian
dan kebenaran dari hasil pengkajian. Secara umum metodis ini
merujuk pada metode ilmiah, dalam suatu pengkajian.

c. Sistematis
Sebuah lmu harus sistematis, artinya sebuah ilmu itu hany
tersusun baik itu dalam perjalannan penelitiannya dan penjelasan suatu
objek itu harus terurai dan tersusun secara sistematis secara utuh,
menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan sebab akibat terkait
suatu objek yang dikaji.

d. Universal
Kebenaran suatu ilmu itu harus mencapai kebenaran yang
universal dan ber sifat umum tidak bersifat tertentu. Ada juga beberapa
ilmu yang kadar keumumannya atau keuniversalannya berbeda dengan
ilmu-ilmu sosial yang harus tersedia konteks, seperti ilmu alam karena
objek nya merupakan kejadian alamiah.

2. Dimensi Ilmu
a. Dimensi ontologis
Ontologi juga disebut metafisika, adalah cabang filsafat yang
mempelajari hakikat realitas. Kedua istilah tersebut sering digunakan
secara sinonim, sedangkan istilah ontology juga dibedakan dari
metafisika. Ontologi adalah bentuk metafisika secara umum dan
berbeda dari spesialisasi metafisika lainnya (teologi metafisik,
kosmologi metafisik, antropologi metafisik).

4
Dalam pembahasan sains sebagai bentuk pengetahuan manusia
(scientific knowledge) ontologi seperti halnya epistemologi dan teori
publik merupakan elemen fundamental dari setiap sains. Semua ilmu
memiliki landasan atau landasan filosofis, seperti dasar ontologis,
dasar epistemologis, dan dasar nilai. Eksistensi dan upaya
pengembangan ilmu pengetahuan secara normatif harus bertumpu pada
ketiga landasan tersebut. Landasan ini juga menjelaskan aspek ilmu
pengetahuan.
Dimensi ontologis, dimensi epistemologis, dan dimensi teori
nilai. Pembahasan ketiga dasar atau dimensi ini merupakan salah satu
karya penting dalam filsafat ilmu. Pembahasan dimensi ontologis ilmu
mencakup pertanyaan-pertanyaan seperti sifat ilmu pengetahuan, objek
penelitian ilmiah, sifat dan karakteristik ilmu itu sendiri, dan masalah
ilmiah penting yang terkait dengannya dibahas. Namun sebelum itu,
saya perlu menjelaskan secara singkat interpretasi metafisik realitas.

b. Dimensi Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang mengkaji
tentang pengetahuan pada umumnya, baik terkait sumber, otoritas,
validasi, kebenaraan, dan terutama cara dalam memperoleh
pengetahuan tersebut. Dimensi epistemologi memeparkan tentang tata
cara suatu ilmu menhasilkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah.
Dimensi epistemologi ini sekaligus mejadi sebuah landasan
penyelidikan ilmiah, yang mesti dimilki setiap ilmu. Pembahasan
epistemologi sendiri menyangkut dua aspek, yaitu ;
1. Pengetahuan dan kebenaran
Kebenaran dibedakan menjadi lima jenis, yaitu
kebenaran pengalaman atau indrawi, kebenaran intuitif,
kebenaran religius, kebenaran filosofis, dan kebenaran
ilmiah. Kelima kebenaran tersebut dinyatakan benar apabila
menyangkut beberapa teori, diantaranya teori koherensi,
teori korespondensi, dan teori pragmatis. Ketiga teori ini
menjelaskan kebenaran yang terkait dengan pernyataan atau
proporsi, kesesuaian pernyataan dengan fakta
korespondensi, kesesuaian antar pernyataan yang benar atau
koherensi, dan kesesuaian pernyataan dengan kegunaan
praktis atau pragmatis. Makna kebenaran disini ditunjukan
oleh pertanyaan, dan pertanyaan tersebut mengandung
pengetahuan.
Berdasarkan paparan diatas hubungan antara
pengetahuan dengan kebenaran, tidak dapat dipisahkan.
Karena berbicara masalah pengetahuan akan memunculkan
persoalan kebenaran sebagai konsekuensinya. Ilmu
dikembangkan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar
atau kebenaran ilmiah, dan pengetahuan yang benar

5
tersebut harus ditempuh melalui suatu tata cara atau
prosedur tertentu.

2. Metode Ilmiah
Selain fakta didalam ilmu juga terdapat teori, buku,
prinsip, dan lainnya yang diperoleh melaalui prosedur
tertentu yaitu metode ilmiah. Memandang ilmu bukan
hanya sebagai produk saja, tapi setelah dikaji berbagai
pendapat tentang ilmu menyatakan bahwa ilmu itu dapat
dipandang sebagai proses, prosedur, dan produk. Sebagai
proses, ilmu terwujud dalam aktivitas penelitian. Sebagai
prosedur, ilmu merupaka metode ilmiah. Lalu sebagai
prosuk, ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara sistematis.
Ketiga dimensi ilmu tersebut merupakan kesatuan yang
harus ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan
aktivitas tertentu, yaitu dengan melakukan penelitian ilmiah
untuk menghasilkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah.

c. Dimensi Aksiologis
Sebagaimana halnya dimensi ontologis dan epistemologis,
setiap ilmu juga memiliki landasan yang berdimensi aksiologis.
Dimensi aksiologis ilmu menjelaskan muatan-muatan nilai atau tujuan-
tujuan hakiki dari berbagai kegiatan ilmiah. Aksiologis sendiri
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan sifat nilai-
nilai dan jenis nilai seperti dalam bidang moral, estetikaa, etika, agama,
dan metafisika.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa aksiologis
berhubungan dengan ragam dan kriteria nilai serta keputusan atau
pertimbangan dalam menilai, terutama etika dan estetika. Lalu,
aksiologi juga merupakan suatu paradigma yang berpengaruh penting
dalam penelitian ilmiah. Setiap penelitian ilmiah memberi landasan
arah dan tujuan yang diharapkan bisa dicapai oleh penelitian ilmiah.

C. Struktur Pengetahuan Ilmiah dan Pembagian Sistematis Pengetahuan Ilmiah


1. Struktur Pengetahuan Ilmiah
a. Perumusan masalah.
Setiap penyelidikan ilmiah dimulai dengan masalah yang
dirumuskan secara tepat dan jelas dalam bentuk pertanyaan agar
ilmuwan mempunyai jalan untuk mengetahui fakta-fakta apa saja
yang harus dikumpulkan.
b. Pengamatan dan pengumpulan data/observasi.
Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris
dan induktif di mana seluruh kegiatan diarahkan pada pengumpulan
data dengan melalui pengamatan yang cermat sambil didukung oleh

6
berbagai sarana yang canggih. Hasil observasi ini kemudian
dituangkan dalam bentuk pernyataanpernyataan.
c. Pengamatan dan klasifikasi data.
Dalam tahap ini ditekankan penyusunan fakta-fakta dalam
kelompok tertentu, jenis tertentu, kelas tertentu berdasarkan sifat
yang sama. Kegiatan inilah yang disebut klasifikasi. Dengan
klasifikasi, menganalisa, membandng-bandingkan dan membeda-
bedakan data-data yang relevan.
d. Perumusan pengetahuan (definisi)
Dalam tahap ini, ilmuwan mengadakan analisa dan sintesa
secara induktif. Lewat analisa dan sintesa ilmuwan mengadakan
generalisasi (kesimpulan umum). Generalisasi merupakan
pengetahuan umum yang dituangkan dalam pernyataan-pernyataan
umum/universal. Dari sinilah teori terbentuk.
e. Tahap ramalan (prediksi)
Dalam tahap ini, deduksi mulai memainkan peranan. Disini dari
teori yang sudah terbentuk tadi, diturunkan hipotesa baru dan dari
hipotesa ini, lewat deduksi pula, ilmuwan mulai Menyusun
implikasi-implikasi logis agar ia dapat mengadakan ramalan-
ramalan tentang gejala-gejala yang perlu diketahui atau yang masih
terjadi. Deduksi ini selalu dirumuskan dalam bentuk silogisme.
f. Pengujian kebenaran hipotesa (verifikasi)
Dalam tahap ini dilakukan pengujian kebenaran hipotesa dan
itu artinya menguji kebenaran ramalanramalan tadi melalui
pengamatan/observasi terhadap fakta yang sebenarnya atau
percobaanpercobaan. Dalam hal ini keputusan terakhir terletak pada
fakta. Jika fakta tidak mendukung hipotesa, maka hipotesa itu harus
dibongkar dan diganti dengan hipotesa lain dan seluruh kegiatan
ilmiah harus dimulai lagi dari permulaan. Itu berarti data empiris
merupakan penentu bagi benar tidaknya hipotesa. Dengan demikian
langkah terakhir dari seluruh kegiatan ilmiah adalah pengujian
kebenaran ilmiah dan itu artinya menguji konsekuensi-konsekuensi
yang telah dijabarkan secara deduktif.

2. Pembagian Sistem Pengetahuan Ilmiah


Menurut Archi J. Bahm untuk mendukung metode berfikir
secara ilmiah juga harus memperhatikan adanya masalah, sikap dan
aktivitas ilmiah. Berikut uraian yang dapat memberikan gambaran utuh
tentangnya.
Pertama, masalah. Dengan adanya masalah dan pertanyaan-
pertanyaan tersebut,akan dihasilkan sebuah ilmu. Menurut Djawad
Dahlan menyebutkan masalah sebagai motif yang menjadi pendorong
kenapa seseorang melakukan penelitian terhadap sesuatu yang
dianggap bertentangan dan sesuatu yang dianggap berbeda.38
Pembagian yang paling penting dari batas kekuasaannya adalah bahwa
ilmu tidak berurusan dengan nilai. Ilmu ortodoks telah ditetapkan

7
sebagai bebas nilai sebagai tidak punya apa-apa untuk dikatakan
tentang tujuan, sasaran, maksud, ganjaran atau justivikasi kehidupan.
Pertanyaan yang timbul dalam wawasan mempunyai 3 ciri. Ketiga ciri
yang dimaksud yakni dapat diucapkan dan menjadi informasi secara
umum, dapat ditangani dengan dikap ilmiah, dan dapat diatasi dengan
cara ilamiah.
Kedua, sikap ilmiah. Sikap ilmiah meliputi 6 karakteristik.
Keenam karaktristik itu antara lain rasa ingin tahu, spekulatif, objektif,
keterbukaan, kesediaan untuk menunda penilaian, tentatif artinya tidak
menganggap hasil dari apa yang diteliti selalu sempurna. Ketiga,
aktivitas ilmiah. Untuk mendapatkan apa yang disebut bener atau
kebenaran, para ilmiwan pasti dan melakukan penelitian (research)
pada masalah-masalah tertentu. Pekerjaan ilmuwan yang terus menerus
melakukan riset itu disebut aktivitas ilmiah. 40
Walter R.Borg and Meredith D.Gall menyebutkan 7 langkah
yang ditempuh seorang peneliti dalam melekukan penelitian. Ketujuh
langkah yang dimaksud adalah: (1) racrgnition of the problem
(menyusun sesuatu yang disebut sebagai masalah). (2) definition of the
problem in clean specific terms. (3) development of hypothesis. (4)
development of tecnuques and measuring instrument that will provide
objective date pertinent to the hypothesis. (5) collection of date. (6)
analysis of date. (7) drawing conclusion relative to the hypotheses base
upon the date.

8
BAB III PENUTUP

B.Saran
Dalam penulisan makalah ini kami dari tim kelompok 4 sangat sadar akan banyaknya
kekurangan, namun terlepas dari banyaknya kekurangan kami sudah berusaha dalam
mencari di berbagai sumber. Dengan demikian saran dan masukan dari para pembaca
sangat diperlukan demi kesempurnaan dan kelengkapan data yang mana berpengaruh
terhadap proses penulisan makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abraham Moslow, Psikologi Sains (Bandung: Mizan Media Utama, 2004),170.


Cecep, Filsafat Ilmu, 159.
Beerling, 1988
Jurnal Pendidikan Islam (E-ISSN: 2550-1038), Vol. 4, No. 1, Juni 2020, Hal.
130-141. Website: Journal Unipdu.ac.id/index.php/jpindex.
Muhammad, R. (2019). MAKALAH TENTANG EPISTEMOLOGI FILSAFAT
ILMU (Revisi). Makalah Tentang Epistemologi.
Ivan Eldes Davrita, Ilmu dan Hakekat Ilmu Pengetahuan dalam Bidang Agama.
Website:
https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/322/272

10

Anda mungkin juga menyukai