Anda di halaman 1dari 38

ETNOMATEMATIKA PADA CANDI BATUJAYA KARAWANG

PROPOSAL
SKRIPSI

MOHAMMAD ALWI
NIM. 1415105072

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATICIREBON
2019 M / 1440H

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat, kehendak, kekuatan, pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.

Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah


SAW, keluarga dan para sahabat yang telah memberikan penerangan bagi umat
Islam.

Skripsi dengan judul “Etnomatematika pada Candi Batujaya Karawang” ini


disusun untuk memenuhi syarat kelulusan serta untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon. Penulis
menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, iringan do’a dan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. H. Sumanta, M. Ag., Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon.


2. Dr. H. Farihin, M, Pd., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Dr. Muhamad Ali Misri, M. Si., Ketua Jurusan Tadris Matematika IAIN Syekh
Nurjati Cirebon.
4. Arif Muchyidin, M. Si., sekretaris jurusan Tadris Matematika IAIN Syekh
Nurjati Cirebon.
5. Arif Muchyidin, M. Si, Dosen Pembimbing 1 yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk, bantuan, dan kesabaran dalam penyelesaian proposal ini.
6. Segenap dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, khususnya dosen Matematika
yang telah memberikan ilmunya dengan sabar dan tanpa pamrih kepada penulis
sehingga penulis mempunyai masa depan dan wawasan yang lebih dalam.
7. Ayah dan Ibu di rumah dan segenap keluarga yang telah mendoakan kelancaran
dalam penyelesaian penyusunan proposal ini.

i
8. Segenap sahabat-sahabat yang telah mendukung dan mensupport dalam
penyusunan penyelesain proposal ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah........................................................................................4
1.3. Pembatasan Masalah.......................................................................................5
1.4. Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.5. Tujuan Masalah...............................................................................................6
1.6. Manfaat Masalah.............................................................................................6
BAB II KAJIAN TEORI...............................................................................................8
2.1 Etnomatematika..............................................................................................8
2.2 Budaya..........................................................................................................10
2.3 Candi Batujaya..............................................................................................14
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................23
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................23
3.2 Jenis penelitian..............................................................................................24
3.3 Sumber Penelitian.........................................................................................26
3.4 Sumber Data..................................................................................................26
3.5 Instrumen Penelitian.....................................................................................27
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................27
3.7 Analisis Data.................................................................................................30
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................31
4.1 Kesimpulan...................................................................................................31
4.2 Saran.............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................32

iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika dan budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam
kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan yang utuh dan
menyeluruh, berlaku dalam suatu masyarakat sedangkan matematika
merupakan pengetahuan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan
masalah sehari-hari. Namun terkadang matematika dan budaya dianggap
sebagai sesuatu yang terpisah dan tidak berkaitan.

Pandangan bahwa matematika jauh dari aktivitas manusia sehari-hari


mengindikasikan adanya anggapan bahwa matematika tidak terkait dengan
budaya. Alasan logis bahwa masyarakat memandang matematika tidak terkait
dengan budaya dimulai dari perilaku siswa yang tidak tahu bagaimana
menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini semakin
menegaskan bahwa siswa kurang merasakan manfaat dari belajar matematika
(Nilah Karnilah, Dadang Juandi, 2012).

Hal inilah yang ditegaskan oleh Turmudi (Turmudi, 2009:4) yang


memandang bahwa matematika yang jauh dari kehidupan sehari hari ini adalah
buah dari paradigma absolut yang berkembang di masyarakat yaitu suatu
pandangan yang menganggap bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang
sempurna dengan kebenaran objektif, jauh dari urusan kehidupan manusia.

Dewasa ini, mulai banyak dikaji penelitian-penelitian yang


menghubungkan antara matematika dan budaya. Menurut Clement dalam
(Nilah Karnilah, Dadang Juandi, 2012), dari hasil pertemuan International
Community of Mathematics Education menyebutkan bahwa permasalahan yang
terkait dengan budaya mau tidak mau akan mengelilingi proses pembelajaran
matematika, bahkan semua bentuk-bentuk matematika.

1
Menurut (Hadi, 2005) matematika adalah suatu bentuk kegiatan
manusia yang dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan di dunia
nyata. Dimana dunia nyata disini didefinisikan sebagai segala sesuatu diluar
matematika, seperti aktivitas sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan
keterkaitannya dengan mata pelajaran lain sebagai titik tolak dalam
pembelajaran.

Salah satu tujuan pembelajaran matematika menurut TIM MKPBM


dalam (Nilah Karnilah, Dadang Juandi, 2012) adalah mempersiapkan siswa
agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Salah satu tujuan dalam mempelajari matematika adalah dengan menguasai dan
memahami proses berpikir matematika itu sendiri. Hal ini dipertegas oleh
pendapat (Jujun S. Suriasumantri, 1984) yang menyatakan bahwa berpikir
adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Bagaimana
mungkin seorang siswa dapat mengaplikasikan matematika yang sistematis dan
logis dalam kehidupan nyata jika cara berpikirnya kacau. Oleh karena itu, dunia
nyata adalah sarana yang paling tepat untuk mentransfer suatu konsep
matematika dalam pembelajaran ke siswa.

Sejalan dengan pendapat tersebut, (Sumarmo, 2012) menyatakan


bahwa hakekat pendidikan matematika mempunyai dua arah pengembangan,
yaitu pengembangan untuk kebutuhan masa kini dan masa akan datang.
Pengembangan kebutuhan masa kini yang dimaksud adalah pembelajaran
matematika mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya, sedangkan
yang dimaksud dengan kebutuhan di masa yang akan datang adalah
terbentuknya kemampuan nalar dan logis, sistematis, kritis, dan cermat serta
berpikir objektif dan terbuka. (Wahyuni, T, & Sani, 2013:2) menyatakan bahwa
salah satu yang dapat menjembatani antara budaya dan pendidikan matematika

2
adalah etnomatematika. Secara singkat, pengertian dari etnomatematika adalah
matematika dalam budaya.

On the other hand, there is a reasonable amount of literature on this


by anthropologists. Making a bridge between anthropologists and historians of
culture and mathematicians is an important step towards recognizing that
different modes of thoughts may lead to different forms of mathematics; this is
the field which we may call ethnomathematics.(D’Ambrosio, 1985)

Maksudnya, membuat jembatan antara budaya dan matematika adalah


langkah penting untuk mengenali berbagai cara berpikir yang dapat
menyebabkan berbagai bentuk matematika; Inilah bidang yang disebut
etnomatematika. Hal ini dapat diartikan bahwa berbagai konsep matematika
dapat digali dan ditemukan dalam budaya sehingga dapat memperjelas bahwa
matematika dan budaya saling berkaitan, matematika dapat lahir dari budaya,
matematika dapat digali dalam budaya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu sumber belajar matematika yang konkret dan ada di sekitar siswa.

Etnomatematika dapat dibagi menjadi enam kegiatan mendasar yang


selalu dapat ditemukan pada sejumlah kelompok budaya. Keenam kegiatan
matematika tersebut adalah aktivitas: menghitung/membilang, penentuan
lokasi, mengukur, mendesain, bermain dan menjelaskan.(Sylviyani, 2017)

Objek etnomatematika merupakan objek budaya yang mengandung


konsep matematika pada suatu masyarakat tertentu. Sebagaimana pendapat
Bishop, maka objek etnomatematika digunakan untuk kegiatan matematika
seperti aktivitas menghitung, penentuan lokasi, mengukur, mendesain, bermain
dan menjelas-kan. Objek etnomatematika tersebut dapat berupa permainan
tradisional, kerajinan tradisional, artefak, dan aktivitas (tindakan) yang
berwujud kebudayaan.

3
Salah satu artefak yang ada di Karawang adalah Candi Batujaya
“Komplek percandian Batujaya” berlokasi diantara dua Desa yaitu Desa
Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya.
Candi Jiwa Batujaya adalah Candi peninggalan Kerajaan Budha (Popy
Purnamasari & Suyitno, 2016) candi-candinya terbuat dari batu bata merah
setiap bangunan candi berbeda bentuk dan nama. Ditemukan pada Tahun 1984,
Candi Jiwa berasal dari dua masa yaitu Abad ke-5 hingga Abad ke-7 Kerajaan
Tarumanegara dan Abad ke-7 hingga Abad ke-10 masuk pengaruh Kerajaan
Sriwijaya, bedasarkan tes Karbon sampel bawah Candi menemukan
penanggalan yang lebih tua yaitu dari Abad ke-2. Sejak tahun 1984 hingga
tahun 2016 ditemukan 57 situs Candi namun baru 4 Candi selesai dipugar
(Popy Purnamasari & Suyitno, 2016)

Fungsi dari candi sendiri untuk tempat peribadatan orang-orang Budha


atau Hindu, candi juga memiliki bentuk yang berbeda-beda dari setiap
daerahnya tak terkecuali dengan motif-motif atau arsitektur bangunan atau
candi tersebut Berangkat dari keingintahuan, peneliti ingin meneliti lebih lanjut
mengenai etnomatematika terhadap komplek percandian Batujaya Candi
Blandongan, menggali lebih lanjut mengenai sejarah setempat, tata telat atau
kosmologi menggali unsur-unsur dan konsep matematika yang terdapat dalam
komplek percandian Batujaya yang menjadi salah satu-satunya komplek
percandian yang ada di Jawa Barat.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Belum tergalinya informasi yang detail mengenai etnomatematika dalam


kehidupan masyarakat.

4
2. Analisis candi yang ada di komplek percandian Batujaya dengan konsep
budaya dan matematika (etnomatematika).
3. Belum tergalinya konsep matematika yang terdapat di arsitektur percandian
Batujaya.

1.3. Pembatasan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dipaparkan sebelumnya, agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini
lebih terarah dan tidak menyimpang maka peneliti membatasi cakupan
permasalahan sebagai berikut :

1. Menggali sejarah terbentuknya Candi-candi yang ada di komplek


percandian Batujaya.
2. Unsur-unsur matematika dalam arsitektur Candi-candi yang ada di
komplek percandian Batujaya dibatasi berdasarkan konsep geometri
dibatasi pada geometri.
3. Konsep matematika dalam arsitektur Candi-candi yang ada di komplek
percandian Batujaya dibatasi berdasarkan konsep geometri dibatasi pada
geometri.
4. Analisis konsep dan unsur matematika pada Candi-candi yang ada di
komplek percandian Batujaya dibatasi pada Candi Blandongan dan Candi
jiwa.

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
dirumuskan yaitu :

1. Apakah terdapat unsur-unsur matematika pada arsitektur Candi-candi yang


ada di komplek percandian Batujaya.
2. Apakah terdapat konsep matematika pada arsitektur Candi-candi yang ada
di komplek percandian Batujaya.

5
3. Apalkah terdapat perbedaan arsitektur dari Candi Blandongan dan Candi
Jiwa?

1.5. Tujuan Masalah


1. Mengetahui unsur-unsur matematika pada Candi-candi yang ada di komplek
percandian Batujaya.
2. Mengetahui konsep matematika pada Candi-candi yang ada di komplek
percandian Batujaya.
3. Mengetahui perbedaan arsitektur dari Candi Blandongan dan Candi Jiwa.

1.6. Manfaat Masalah


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan
keilmuan dan memajukan pola pikir penelitian dan pembaca mengenai
Etnomatematika pada Candi-candi yang ada di komplek percandian
Batujaya.
2. Menfaat Praktis
a. Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti ketika
mengkaji Etnomatematika pada Candi-candi yang ada di komplek
percandian Batujaya.
b. Bagi pendidikan Matematka Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut
Agama Islam Negri Syekh Nurjati Cirebon, penelitian ini dapat
digunakan sebagai sumber bacaan dan referensi bagi mahasiswa dan
dapat memberikan sumbangan pemikiran terutama bagi bidang
Pendidikan Matematika.

6
c. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah wawasan umum
metematika yang berfungsi sebagai informasi tambahan dan referensi
bagi pembaca.

7
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Etnomatematika
1. Pengertian Etnomatematika
D’Ambrosio pada tahun 1985 memperkenalkan suatu istilah
etnomatematika. Ia menggunakan istilah ini untuk menyebutkan suatu
matematika yang berbeda dengan matematika sekolah.

“academic mathematics”, that is the mathematics which is taught


and learned in the schools. In contrast to this, we call ethnomathematics the
mathematics which is practiced among identifiable cultural groups, such as
national-tribal societies, labor groups, children of a certain age bracket,
professional classes, and so on”(D’Ambrosio, 1985:45) .

Artinya, matematika yang dibelajarkan di sekolah dikenal dengan


academic mathematics, sedangkan etnomatematika merupakan matematika
yang diterapkan pada kelompok budaya yang teridentifikasi seperti
masyarakat suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu,
kelas profesional, dan lain sebagainya.

Definisi etnomatematika menurut D'Ambrosio dalam Rosa, M &


Oray. D. C. adalah:

The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to
the socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes
of behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is difficult, but
tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as
ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix tics is
derived from techné, and has the same root as technique.(Rosa, Orey, &
Daniel, 2011)

8
Ia menyatakan secara bahasa, awalan “ethno” diartikan sebagai
sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk
bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema”
cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan
kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan
pemodelan. Akhiran “tics“ berasal dari techne, dan bermakna sama seperti
teknik.

Menurut Indah Rachmawati, dalam (Putri, 2107:23) menjelaskan


penelitiannya bahwa etnomatematika adalah cara-cara khusus yang digunakan
oleh suatu kelompok budaya atau masyarakat tertentu dalam aktivitas
matematika. Dimana aktivitas matematika adalah aktivitas yang didalamnya
terjadi peroses pengabstrakan dari pengalaman nyata ke dalam kehidupan
sehari-hari kedalam matematika atau sebaliknya, meliputi aktivitas,
mengitung, mengukur merancang bangunan atau alat, membuat pola,
membilang, menentukan lokasi permainan, menjelaskan dan sebagainnya.

Mengacu pada pendapat di atas etnomatematika merupakan suatu


bentuk perpaduan antara matematika dengan budaya. Matematika sebagai
bentuk budaya, sesungguhnya telah terintegrasi kepada seluruh aspek
kehidupan masyarakat di manapun berada. Hakekatnya matematika
merupakan teknologi simbolis yang tumbuh pada keterampilan atau aktivitas
lingkungan yang bersifat budaya. Jadi, menurut penulis etnomatematika
merupakan matematika yang tumbuh dan berkembang dalam kebudayaan
tertentu. Budaya yang dimaksud di sini budaya yang berlaku di masyarakat
dan mengacu pada kumpulan norma atau aturan umum yang berlaku
dimasyarakat tersebut, kepercayaan dan nilai yang diakui pada kelompok
masyarakat yang berbeda pada suku atau kelompok bangsa yang sama.

9
D‟Ambrosio menyatakan bahwa tujuan dari adanya etnomatematika
adalah untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan
matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik
yang telah dikembangkan oleh berbagai sektor masyarakat serta
mempertimbangkan modus yang berbeda di mana budaya yang berbeda
merundingkan praktek matematika mereka (cara mengelompokkan, berhitung,
mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain dan lainnya).
(Rachmawati, 2012:4).

Secara global banyak hal yang meliputi aktivitas matematika, seperti


berhitung, mengukur jarak, membangun sebuah bangunan, menentukan
lokasi, menghitung untung rugi dalam perdagangan dan lain sebahgainya.
Dengan demikian Matematika telah memegang peranan dalam kehidupan dan
telah manjadi aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. “Mathematics as
human activites” (Soedjadi, 2007:6).

2.2 Budaya
1. Pengertian Budaya

Kebudayaan = cultuur (Bahasa Belanda) = culture (Bahasa Inggris) =


tsaqafah (Bahasa Arab). Kebudayaan berasal dari bahasaa latin yaitu Colere
yang artinya yaitu mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti
berkembanglah arti culture yaitu “segala daya dan aktivitas manusia untuk
mengolah dan mengembangkan alam” (Prasetya, 2004:28). Ditunjau dari
sudut bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari Bahasa Sanskerta “
Budhayah” yakni bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Jadi
kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk mencapai
kesempurnaan hidup .(Abu Ahmadi, 2003:50)

10
Kebudayaan juga mempunyai nilai keindahan atau estetika. Estetika
yang dengan ungkapan lain yaitu “teori kesenian”, “ filsafat seni”, atau “teori
keindahan” merupakan sebuah bagian saja, meskipun bagian yang teramat
penting, dari keseluruhan pranata kesenian, dan pranata tersebut dapat dilihat
sebagai suatu keterpaduan sistemik. (Edi Sedyawati, 2010:125)

Kebudayaan menurut Edward B.Taylor adalah totalitas yang


kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral,
adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasa-kebiasaan yang diperoleh
orang sebagai anggota masyarakat.(M. Munandar Sulaiman, 2015:35)

Menurut (Koentjaraningrat, 1990:185) Kebudayaan itu akan berubah


terus sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu
dan teknologi, serta perkembangan kepandaian manusia. Prubahan itu bisa
bersumber dari ketiga hal tersebt :

a. Originasi, yaitu sesuatau yang baru atau penemuan-penemuan yang baru.


b. Difusi, ialah pembentukan kebudayaan baru akibat masuknya
elemenelemen budaya yang baru kedalam budaya yang lama.
c. Reinterpesi, ialah perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi
elemen-elemen kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan keadaan
zaman.

Masa modern ini. masalah kebudayaan dapat berpengaruh dalam


menggerakkan pemikiran orang banyak seperti para ahli pendidikan, di mana-
mana selalu menghadapi masalah. Dalam setiap soal daya kebudayaan
menampakkan diri sebagai faktor yang tak dapat dielakkan, yang mau tak mau
harus diperhatikan agar usaha-usaha tersebut tidak gagal. Dari dalam
kebudayaan orang menggali motif dan perangsang untuk menjunjung
perkembangan masyarakat, Tiada orang yang menolak bahwa fenomena

11
kebudayaan adalah sesuatu yang khusus bagi manusia. Bagi hewan dan
tumbuhan tidak diharapkan karya budaya.(Bakker SJ, 1992:11)

Menurut (H. Muhammad Bahar Akkase Teng, 2017) kebudayaan


merupakan ciptaan manusia yang berlangsung dalam kehidupan. Pendidikan
dan kehidupan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi, yaitu proses
pengambilalihan kebudayaan dalam arti membudayakan manusia, aspek lain
dari fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental,
tingkah laku, bahkan menjadi kepribadian anak didik, Sedangkan landasan
pendidikan adalah filsafat. Jadi hubungan pendidikan dengan kebudayaan
terdapat pada hubungan nilai demokrasi, dimana fungsi pendidikan sebagai
kebudayaan mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina
kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif yakni mampu
menciptakan kebudayaan. Kebudayaan adalah suatu hal yang terus
berlangsung dan belum berhenti pada titik tertentu. Ketika suatu kebudayaan
dalam kehidupan manusia telah berhenti di satu titik dan tidak berkembang
lagi, maka hal itu, disebut peradaban.

Kebudayaan merupakan hasil interaksi kehidupan bersama. Manusia


sebagai anggota masyarakat senantiasa mengalami perubahan-perubahan.
Suatu gerak konjungsi atau perubahan naik turunnya gelombang kebudayaan
suatu masyarakat dalam kurun waktu tertentu disebut dinamika kebudayaan.
Dalam proses perkembangannya, kreativitas dan tingkat peradaban
masyarakat sebagai pemiliknya sehingga kemajuan kebudayaan yang ada pada
suatu masyarakat sesungguhnya merupakan suatu cermin dari kemajuan
peradaban masyarakat tersebut. Perbedaan mendasar yang menempatkan
manusia sebagai makhluk yang tertinggi adalah manusia memiliki budi atau
akal pikiran sehingga manusia menjadi satusatunya makhluk hidup yang
memiliki kemampuan menciptakan hal-hal yang berguna bagi kelangsungan

12
kehidupannya (makhluk berbudaya). Manusia harus beradaptasi dengan
lingkungannya untuk mengembangkan pola-pola perilaku yang akan
membantu usahanya dalam memanfaatkan lingkungan demi kelangsungan
hidupnya. Manusia juga membuat perencanaan-perencanaan untuk
memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan. Semua yang dihasilkan dan
diciptakan oleh manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup itu
disebut kebudayaan.

(H. Muhammad Bahar Akkase Teng, 2017) mendefenisikan


kebudayaan sebagai “cara berfikir dan cara merasa,( kebudayaan bathiniah)
yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia,
yang membentuk kesatuan social dalam suatu ruang dan satu waktu”. Ketika
berbicara mengenai budaya, kita harus mau membuka pikiran untuk menerima
kritikan dan banyak hal baru. Budaya bersifat kompleks, luas dan abstrak.
Budaya tidak terbatas pada seni yang biasa dilihat dalam gedung kesenian
atau tempat bersejarah, seperti museum. Tetapi, budaya merupakan suatu pola
hidup menyeluruh. Budaya memiliki banyak kritis menilai kebudayaan yang
sedang berlangsung. Dan untuk bisa dicapai hasil ini, harus memiliki
gambaran yang lebih jelas mengenai perkembangan kebudayaan dewasa ini.
Untuk bisa diketahui hasil gambaran tersebut, manusia perlu melihat
perkembangannya sendiri latar belakang tahapan kebudayaan dulu. Adapun
tahaptahap dalam perkembangan kebudayaan, di bagi menjadi tiga tahap,
ialah : tahap mitis, tahap ontologis, dan tahap fungsionil. Pentingnya
kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasional
mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan
pranata sosial dalam menunjang proses pengembangan dan pembangunan
nasional serta melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

13
Kebudayaan dewasa ini dipengaruhi oleh perkembangan yang pesat,
dan manusia modern sadar akan hal ini. Kesadaran ini merupakan suatu
kepekaan yang mendorong manusia agar dia secara kebudayaan kebendaan
yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap
lingkungan di dalamnya. Melalui pendidikan yang berbasis kebudayaan,
menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan, diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran akan warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Oleh
sebab itu pendidikan secara dini dituntut dapat memberikan dan menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya dengan cara memasukan nilai-nilai atau estetika yang
terkandung dalam budaya yang dikemas dalam pembelajaran yang inovatif.

2.3 Candi Batujaya


a. Pengertian Candi
Candi, menurut Hardiati ES adalah peninggalan arsitektural yang
berasal dari masa klasik indonesia yaitu masa berkembangnya kebudayaan
yang berlatar belakang agama hindu dan Budha, dari abad ke-5M sampai ke-
15M.(Hidayati, Sunarto, & Guntur, 2014:60).
Candi-candi di Indonesia pada umumnya berbentuk massa yang
tertutup, ritualnya dilakukan di luar bangunan. Dengan demikian ruang luar
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung fungsi pada
candi-candi di Nusantara. Berkenaan dengan pola tata letaknya dapat
difahami bahwa pengolahan eksterior lebih dipentingkan dari pada
interiornya. Hal ini sangat berbeda dengan pemahaman ruang dalam
arsitektur Barat dan India yang melakukan ritual di dalam ruang.
Candi adalah bangunan dari masa lalu yang mana orang Hindu dan
Buddha menjadikan candi sebagai tempat suci, difungsikan sebagai tempat
peribadatan, dan melakukan ritual-ritual tertentu.
b. Lokasi Candi Batujaya

14
Komplek percandian Batujaya terletak di kecamatan Batujaya
Kabupaten Karawang. Candi Blandongan dan Candi jiwa sendiri terletak di
kawasan candi Batu Jaya tepatnya di Kampung Sumur, Desa Segaran,
Kecamatan Batu Jaya, Kabupaten Karawang.
Di kawasan Batujaya masa ini ditandai pula oleh aktivitas
pembangunan candi pembangunan percandian karena terdapat 49 candi yang
masa dalam sejarahnya (Rahmah, 2015) namun tidak semua candi masih
membentuk layaknya candi dan Candi Blandongan adaah salah satu candi
yang ada di kawasan batu jaya, keaslian dan bentuknya pula masih terjaga.

Candi Blandongan

Candi Jiwa

15
c. Sejarah Candi Batujaya
Candi Batujaya adalah sebuah komplek percandian yang ada di
kecamatan Batujaya Kabupaten Karawang. Komplek percandian ini terdapat
peninggalan peninggalan sejarah termasuk percandian yang tersebar di
kecamatan Batujaya. Uniknya batu bata merah disini menjadi bahan atau
unsur pembentuk candi tersebut berbeda dengan candi-candi yang lain yaitu
menggunakan batu-batu keras yang dibentuk dan dijadikan unsur
pembentukan candi.
Berdasarkan hasil analisa penelitian stratigrafi tersebut dapat
disusun kerangka kesejarahan dari masa perundagian hingga masa Hindia
Belanda ditandai oleh kehadiran kerajaan tertua di pulau Jawa,
Tarumanagara. Berdasarkan pertanggalan yang sudah diketahui oleh para
arkeologi dari ciri peleografi masa Hindu–Budha di wilayah ini dimulai dari
masa sekitar tahun 450 atau pertengahan abad ke-5.
Di kawasan Batujaya masa ini ditandai pula oleh aktivitas
pembangunan candi pembangunan percandian karena terdapat 49 candi yang
masa dalam sejarahnya Dari sumber-sumber Tionghoa zaman Dinasti T’ang
terjadi pertempuran antara kerajaan Tarumanagara dan kerajaan Sriwijaya
yang terjadi pada abad ke 10 .Dari daerah sebelah barat bogor, di Jawa barat,
yaitu di Kebon kopi (Kampung Muara). Dalam inskripsi tersebut telah
mengembalikan kekuasaan kepada Raja Sunda. Berdasarkan sumber sumber
sejarahnya dan hasil penelitian pakar arkeologi bahwa sejak sekitar abad ke-
7 hingga abad ke-10 kerajaan Sriwijaya mempunyai hubungan erat dengan
Nalanda, khususnya dalam perkembangan agama Buddha. Dengan demikian
tidaklah mustahil unsur unsur nalanda yang mempengaruhi perkembangan
agama dan kesenian kawasan Batujaya. (Rahmah, 2015:124)
d. Candi Blandongan

16
Temuan pada candi blandongan di batujaya adalah: struktur fondasi
bata berbentuk segi empat atau bujur sangkar yang masif dan membentuk
dinding kotak dengan bagian dalam yang diisi urugan, berupa tanah atau
pecahanbata yang dipadatkan, bentuk dari candi Blandongan sendiri
berbentuk cruciform atau salib.

Struktur badan candi pada candi mengindikasikasi adanya ruangan


atau bilik candi (garbha) didalam badan candi, sitemukan lantai bilik terbuat
dari plesteran stuko yang dicampur batu kerikil dan sedikit lapisan lepa
(perekat) yang masih menempel di pasangan bata.
Struktur Atap candi, hampir semua bangunan candi tidak
meninggalkan bagian atas atau atap bangunan. Hanya ada satu bangunan
yang masih menyisakan sedikit runtuhan yang berbentuk stupa. Sisa
runtuhan bagian atas candi tersebut berupa pecahan bulatan kubah stupa
(anda) bulatan kubah yang merupakan bagian dari stupa tersebut mempunyai
garis tengah lingkaran alasnya 6 meter dan terbuat dari beton stuko dengan
tebal sekitar 20 cm. Permukaan luar kubah genta stupa tersebut
permukaannyahalus, sedangkan permukaan dalamnya memperlihatkan
teraan bekas tempelan susunan bata yang masif.(Rahmah, 2015:128)

17
e. Candi Jiwa
Candi Jiwa atau biasa orang setempat menyebutnya dengan candi
Unur Jiwa sebagai sebuah gundukan tanah seperti bukit kecil.
Candi Unur Jiwa ini, ketinggiannya mencapai 4 meter dari
permukaan tanah di sekitarnya, dan luasnya sekitar 500 meter persegi. Situs
ini semula digarap oleh penduduk sebagai lahan pertanian yang ditanami
pohon Pisang dan Plawija (Hasan, 2010:45). Kondisi candi telah dapat
ditampakkan seluruh permukaan bangunan yang tersisa dan beberapa bagian
kaki candi. Candinya sudah tidak utuh, yang ditemukan hanya bagian kaki
candi berukuran 19 x 19 meter, dengan tinggi seluruh bangunan 4,70 meter,
dengan orientasi menghadap tenggara barat-laut (Mustafa Mansur,
2015:177). Di keempat sisi candi tidak terdapat tangga naik atau pintu
masuk. Kaki candi memiliki susunan perbingkaian atau pelipit yang terdiri

18
dari pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara), dan pelipit setengah
lingkaran (kumuda).
Bagian atas bangunan yang tersisa, tampak susunan pasangan bata
yang melingkar dengan diameter sekitar 6 meter. Susunan bata melingkar ini
dibatasai oleh susunan bata yang dipasang tegak (rolak) yang membentuk
bujur sangkar dengan panjang sekitar 10 meter (Mustafa Mansur, 2015:177).
Candi ini berbentuk stupa. Hal ini mengacu pada bentuk susunan
dasar sebuah bangunan berbentuk stupa. Hal ini bisa dilihat pada tubuh candi
yang tidak memiliki ruang atau bilik. Secara umum, candi-candi dalam
agama Buddha tidak memiliki ruang atau bilik, dan hanya dugunakan untuk
kepentingan peribadatan (Etty & Irama, 2009).
Candi Unur Jiwa ini tidak memiliki tangga dan pintu masuk, tetapi
memperlihatkan sebuah jalan yang dibuat mengililingi kaki candi. Karena itu
dapat dipastikan bahwa jalan yang mengililingi bangunan candi tersebut
adalah sebuah jalan (patha) untuk keperluan pradaksina (Hasan Djafar,
2010:46).

19
f. Kosmologi candi Batujaya
Tata letak candi Batujaya menunjukkan adanya suatu orientasi yang
berbeda dengan candi-candi di Jawa lainnya, yakni mengarah pada sudut
tertentu, tidak merujuk pada gunung ataupun arah mata angin Barat ataupun
Timur, tetapi ke arah tenggara. Pola Tenggara ini menjadi arah orientasi
semua bangunan candi di kompleks batujaya ini. Jika dihubungkan dengan
pembangunan suatu candi, arah dapat ditentukan oleh mata angin, namun
juga oleh pergerakan bintang tertentu. Perletakan candi ini dapat diduga
merujuk pada konstelasi bintang tertentu, karena di arah tenggara tidak
didapatkan gunung atau benda alam yang lain di bumi sebagai rujukan
orientasi (Rahadhiani, 2012).

20
Candi Jiwa dan Blandongan yang tersusun secara linier, dapat
diperkirakanterdapat hubungan erat antara aktivitas yang berlangsung pada
candi Jiwa dan Blandongan, seperti halnya pada Borobudur-Pawon-Mendut
atau Sewu-Bubrah-Lumbung. Analogi dengan candi-candi tersebut, maka
Candi Jiwa yang berbentuk stupa dapat diperkirakan menjadi pengakiran
dari aktivitas ritual di antara dua candi ini padakompleks Batujaya. Pola
susunan linier yang tercermin antara dua candi ini menunjukkan adanya pola
awalan pada komposisi candi Buda yang kemudian nantinya digunakan pada
masa Sailendra.(Rahadhiani, 2012)

21
Candi Blandongan

Candi Jiwa

22
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


A. Tempat Penelitian
penelitian Candi Blandongan ini terletak di kawasan candi Batu
Jaya tepatnya di Kampung Sumur, Desa Segaran, Kecamatan Batu Jaya,
Kabupaten Karawang. Alasan peneliti mengadakan penelitian di Batu Jaya
Karawang adalah sebagi berikut:
a. Narasumber yang dibutuhkan oleh peneliti bertempat tinggal di Batu
Jaya, narasumber memiliki data dan informasi yang dibutuhkan untuk
kepentingan penelitian.
b. Museum Batu Jaya
c. Kawasan Candi Batu Jaya
d. Candi Blandongan sendiri terletak di Kampung Sumur, Desa Segaran,
Kecamatan Batu Jaya, Kabupaten Karawang.
B. Waktu Penelitian
Waktu penelitian merupakan lamanya penelitian ini berlangsung,
mulai dari perencanaan sampai dengan menyusun laporan penelitian. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Tahap perencanaan.
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan perencanaan yang meliputi
pengajuan judul, penyusunan pra penelitian, penyusunan proposal,
penyusunan instrumen penelitian, seminar proposal, siding komprehensif
dan pengajuan izin penelitian, tahap ini dilakukan pada bulan Januari
2018 hingga Maret 2019.
b. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan pengambilan data. Tahap ini
dilakukan pada bulan April 2019.

23
c. Tahap penyelesaian
Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan analisis data dan menyusun
laporan penelitian. Tahap ini dilaksanakan pada bulan April sampai
dengan Mei 2019.
Tabel Perencanaan

2019
Tahap Penelitian
Jan Feb Mar Apr Mei
Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Penyelesaian

3.2 Jenis penelitian


Berdasarkan masalah yang diteliti, maka penelitian ini dapat
digolongkan kedalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan
penelitian dimana data dianalisis berupa data kualitatif. Penelitian kualitatif
(Qualitative research) bertolak dari filsafat konstruktivisme yang berasumsi
bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran
pengalaman sosial (a shared social experience) yang diinterprestasikan oleh
individu-individu (Komara Endang, 2012:1). penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya,
perilaku, persepsi, motifasi, tindakan dan lain-lain (Moleong, 2007:6). Dalam
penelitian kualitatif tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara
kuantitatif untuk menghasilkan prosedur analisis. Menurut (Sugiyono, 2015),
menjabarkan karakteristik penelitian kualitatif yaitu :
1. Dilakukan dalam kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan
peneliti adalah instrumen kunci.
2. Penelitian kualitatif lebih bersifat descriptif. Data yang terkumpul berbentuk
kata-kata atau gambar sehingga tidak menekankan pada angka.

24
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau
outcome.
4. Penelitian kualitatif melakukan data analisis data secara induktif.
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Mengapa dipilih disain studi kualitatif dalam penelitian ini? Selain


sesuai dengan penelitian yang bersifat eksploratif atau observasi berdasarkan
pendapat Maxwell dalam (Arisetyawan, 2015:76) disain studi kualitatif memiliki
beberapa keistimewaan sebagai berikut :

1. Pemahaman makna; perspektif responden dalam penelitian kualitatif tidak


terbatas pada laporan mereka ihwal satu kejadian atau fenomena saja,
melainkan juga pada apa di balik perspektif tersebut.
2. Pemahaman konteks tertentu; dalam penelitian kualitatif perilaku responden
dilihat dalam konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap perilaku.
3. Identifikasi fenomena dan pengaruh yang tidak terduga; bagi peneliti
kualitatif setiap informasi, kejadian, perilaku, suasana dan pengaruh bisa
berpotensi menjadi data untuk mendukung penelitian.
4. Kemunculan data berbasis data grounded theory; Teori yang sudah jadi
pesanan, atau apriori tidaklah mengesankan kaum naturalis,karena teori-teori
ini akan kewalahan jika disergap oleh informasi, kejadian, suasana, dan
pengaruh dalam konteks baru.
5. Pemahaman proses; para peneliti kualitatif lebih berupaya memahami proses
kejadian atau kegiatan yang diamati, bukan produk atau hasil dari kejadian
tersebut.

Adapun pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan


Etnografi (Sosial Budaya), yaitu pendekatan yang memfokuskan diri kepada
budaya dari sekelompok orang (Spradley, 2006) Etnografi jika ditinjau secara
harfiah, berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh

25
seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan selama sekian bulan atau
sekian tahun. peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitanya
tehdadap orang-orang biasa dan situasi tertentu (Kholidah, 2011:20)

Dalam penelitian ini dideskripsikan penelitian dengan memperhatikan


semua peristiwa yang terjadi, sejarah, dan menganalisis konstruksi Candi
Blandongan baik berupa bentuk secra keseluruhan, ataupun ornament-ornamen
yang melekat pada candi tersebut.

3.3 Sumber Penelitian


Sumber data dan informasi dalam penelitian ini diperoleh melalui
informan atau subjek penelitian yang terdiri dari :
1. Tokoh Masyarakat Kampung Sumur, Desa Segaran, Kecamatan Batu Jaya,
Kabupaten Karawang.
2. Budayawan Candi Blandongan
3. Musium Batu Jaya
4. Candi Blandongan

3.4 Sumber Data


Menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2006:157) dalam sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Oleh karenanya, yang dimaksud
dengan jenis data dalam penelitian ini dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,
sumber data tertulis, dan foto. Dalam penelitian ini, sumber data utama
penelitiannya adalah kata-kata dan tindakan yang dilakukan oleh pelaku budaya
dan pemuka adat yang menjadi subjek penelitian. Selain itu dimanfaatkan pula
berbagai studi literatur sebagai data pendukung. Sumber data yang diperlukan
dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder. Sumber primer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan
sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data

26
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen
(Moleong, 2006:175). Dalam penelitian ini data primer diambil dari subyek
penelitian yaitu tokoh masyarakat, dan pemuka adat, sedangkan data sekunder
diperoleh dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan
dengan materi penelitian dan mendukung data primer terutama Candi
Blandongan itu sendiri yang menjadi objek utama penelitian.

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan dalam penelitian. Dalam
penelitian, isi instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri
(Sugiyono, 2017:101). Peneliti mempersiapkan daftar pertanyaan sebagai
pedoman tetapi dalam pelaksanaannya dikembangkan dan disesuaikan dengan
kenyataan di lapangan. Penelitian ini bersifat subjektif dan reflektif, secara
subjektif peneliti tetap jujur dan disiplin mengenai setiap hasil data yang
diperoleh dimana peneliti membaur dengan objek yang akan diteliti. Dengan
reflektif peneliti berusaha untuk melakukan pengkajian yang cermat dan hati-hati
terhadap seluruh proses penelitian.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


B. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada
natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data premier, dan observasi
menjadi teknik pengumpulan data yang lebih banyak berperan serta
(participant observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan
dokumentasi. Dalam penelitian ini tiga teknik tersebut digunakan peneliti
dalam pengumpulan data.
1. Metode Observasi

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data


berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar.

27
(Sugiyono, 2017:106) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua
ilmu pengetahuan. Peneliti hanya dapat bekerja berdasar data, yaitu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Marshall (1995) menyatakan bahwa “through observation, the


researcher learn about behavior and the meaning attached to thouse
behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna
dari perilaku tersebut. (Sugiyono, 2017: 106)

Dengan observasi ini diharapkan peneliti mampu memahami


konteks data secara keseluruhan, memperoleh pengalaman langsung, peneliti
dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain terutama
orang yang berada dalam lingkungan tersebut, peneliti dapat menemukan
hal-hal yang di luar persepsi responden, memperoleh kesan-kesan pribadi,
dan merasakan suasana situasi lingkungan juga sosial yang diteliti.
(Sugiyono, 2017:110)

2. Metode Wawancara

Kegiatan yang dilakukan untuk mencari jawaban dalam suatu


permasalahan dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah jawaban dengan
cara mempertanyakan kepada seseorang terkait permasalahan tersebuat.
Dalam penelitian kegiatan ini disebut wawancara akan tetapi dalam teknik
wawancara pertanyaan-pertanyaan lebih terstruktur maupun terencana dan
selektifitas dalam memilih responden.

Esterberg (2002 mendefinisikan interview sebagai berikut. “a


meeting of two persons to exchange information and idea through question
and responses, resulting in communication and joint construction of
meaning about particural topic”, wawancara adalah merupakan pertemuan
dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga

28
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. (Sugiyono,
2017:114)

Esterberg (2002) mengemukakan beberapa macam wawancara,


yaitu wawancara terstruktur, semi terstruktur, dan tak terstruktur. Dalam
penelitian kali ini peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur karena
pelaksanaannya lebih terbuka dibandingkan wawancara terstruktur. Peneliti
mempersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman tetapi dalam
pelaksanaannya dikembangkan dan disesuaikan dengan kenyataan di
lapangan. Dengan tujuan mendapatkan permasalahan yang lebih terbuka.
(Sugiyono, 2017:15)

3. Metode Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.


Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dalam dokumen berbentuk tulisan misalnya catatan harian,
sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen
berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa
gambar, patung, film, dan lain-lain.

Dalam penelitian ini karena terkait bentuk benda atau monumental


sejarah, tentunya sangat dibutuhkan dokumen-dokumen mendalam untuk
mengungkap sejarah, mengumpulkan data. Dokumen berupa foto menjadi
sangat penting karena dari sini peneliti mengaitkan monument Candi
Blandongan atau arsitekturnya yang akan dianalisis konsep dan unsur-unsur
matematika yang terkandung di dalamnya.

29
3.7 Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman mengatakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan scara interaktif dan berlangsung terus menerus
sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh(Spradley, 2006:246)

Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif yang mengacu pada


model Spradley. Adapun langkah analisis data sesuai yang diungkapkan
(Moleong, 2010:305) meliputi kegiatan berikut:
1. Analisis Domain
Analisis domain dilakukan untuk memperoleh gambaran yang bersifat
umum dan relatif menyeluruh tentang apa yang terdapat difokus
penelitian.
2. Analisis Taksonomi
Setelah menyelesaikan analisis domain, selanjutnya dilakukan wawancara
terfokus berdasarkan fokus penelitian.
3. Analisis Komponen
Seletah analisis taksonomi selesai, langkah selanjutnya yaitu dilakukan
wawancara atau pengamatan terpilih untuk memeperdalam data yang telah
ditemukan melalui pengajuan sejumlah pertanyaan.
4. Analisis Tema
Analisis tema merupakan seperangkat prosedur untuk memahami secara
holistik pemandangan yang sedang diteliti

30
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Etnomatematika adalah kaitan antara matematika dengan budaya.
Budaya yang diambil dalam penelitian ini yaitu arsitektur Candi Blandongan.
Candi Blandongan ini terletak di kawasan candi Batu Jaya tepatnya di
Kampung Sumur, Desa Segaran, Kecamatan Batu Jaya, Kabupaten Karawang.
Salah satu Candi yang ada di kawasan Candi Batu Jaya Karawang dan
menjadi objek utama penelitian.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan etnografi. Berdasarkan rumusan masalah yang telah disajikan
pada Bab I, diharapkan peneliti dapat menemukan unsur-unsur dan konsep
matematika dalam Candi Blandongan, menggali lebih dalam sosial budaya
dan sejarah lebih mendalam.

4.2 Saran
Penulisan proposal pengajuan penelitian skripsi ini tentunya
penyusun menyadari masih mabanyak kekurangan baik dari aspek format
penulisan isi kandungan dan lain-lain, tentunya penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penyusunan proposal
ini agar lebih baik untuk kedepannya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. (2003). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Pt Rineka Cipta.


Arisetyawan, A. (2015). ETNOMATEMATIKA MASYARAKAT BADUY. Universitas
Pendidikan Indonesia. Retrieved from repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bakker SJ, J. W. . (1992). Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Pustaka Filsafat.
D’Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its place in the History and Pedagogy
of Mathematics, 45.
Edi Sedyawati. (2010). Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, Dan Sejarah. PT.
Raja Grafindo Persada.
Etty, S., & Irama, P. (2009). Sejarah Kebudayaan Indonesia.
H. Muhammad Bahar Akkase Teng. (2017). FILSAFAT KEBUDAYAAN DAN
SASTRA (DALAM PERSPEKTIF SEJARAH). JURNAL ILMU BUDAYA, 5(1).
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya.
Banjarmasin: Tulip.
Hasan Djafar. (2010). Kompleks Percandian Batujaya; Rekonstruksi Sejarah
Kebudayaan Daerah Pantai Utara Jawa Barat.
Hidayati, I. kusumawati, Sunarto, P., & Guntur, T. (2014). mengenal relief, Mudra
dan Stypa Candi Borobudur untuk anak-anak usia 9-12 tahun melalui Edugame,
6(1).
Jujun S. Suriasumantri. (1984). Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar. Jakarta: Sinar
Harapan.
Kholidah, U. (2011). PENDIDIKAN KARAKTER DALAM SISTEM BOARDING
SCHOOL DI MAN WONOSARI GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA.
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Komara Endang. (2012). Penelitian Tindakan Kelas dan Peningkatan
Profesionalisme Guru. Bandung: Refika Aditama.
M. Munandar Sulaiman. (2015). Ilmu Budaya Dasar (13th ed.). Bandung: PT Refika
Aditama.
Moleong, lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Moleong, lexy J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

32
Karya.
Moleong, lexy J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Mustafa Mansur. (2015). Situs Percandian Batujaya di Karawang Jawa Barat:
Analisis Manajemen Sumber Daya Arkeologi, 2.
Nilah Karnilah, Dadang Juandi, T. (2012). Eksplorasi Matematika dalam Produk
masyarakat Baduy.
Popy Purnamasari, & Suyitno, W. (2016). Pencarian Jalur Terpendek Dari Rumah
Menuju Candi Jiwa Batujaya Menggunakan Algoritma A-Star.
Prasetya, J. T. (2004). Ilmu budaya dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Putri, L. I. (2107). Eksplorasi Etnomatematika Kesenian Rebana Sebagai Sumber
Belajar Matematika pada Jenjang MI. Pendas, 4 no 1, 23.
Rachmawati, I. (2012). Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo. Ejournal
Unnes, 4.
Rahadhiani, P. (2012). Kajian Arsitektur Percandian Batujaya dan Cibuaya
Karawang. Universitas Khatolik Parahyangan.
Rahmah, N. (2015). Pelestarian Lingkungan Candi dengan Memadukan Teknik
Penanggulangan Banjir Studi Kasus Candi Blandongan di Kawasan Batujaya
Kabupaten Karawang, 7.
Rosa, M., Orey, C., & Daniel. (2011). Ethnomathematics: the cultural aspects of
mathematics. Revista Latinoamericana de Etnomatemática, 4.
Spradley, J. P. (2006). Metode Etnografi. In Metode Etnografi. yogyakarta: Tiara
Wacana.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kualitatif (3rd ed.). Bandung: Alfabeta.
Sumarmo, U. (2012). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. In Makalah pada Seminar Matematika
Tingkat Nasional. Bandung.
Sylviyani, H. (2017). ETNOMATEMATIKA: APLIKASI BANGUN DATAR
SEGIEMPAT PADA CANDI MUARO JAMBI, 8.
Turmudi. (2009). Lndasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika
Berparadigma Eksploratif dan Infestigatif. Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.

33
Wahyuni, A., T, A. A. W., & Sani, B. (2013). Peran Etnomatematika dalam
Membangun Karakter Bangsa.

34

Anda mungkin juga menyukai