PROPOSAL
SKRIPSI
MOHAMMAD ALWI
NIM. 1415105072
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat, kehendak, kekuatan, pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
i
8. Segenap sahabat-sahabat yang telah mendukung dan mensupport dalam
penyusunan penyelesain proposal ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah........................................................................................4
1.3. Pembatasan Masalah.......................................................................................5
1.4. Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.5. Tujuan Masalah...............................................................................................6
1.6. Manfaat Masalah.............................................................................................6
BAB II KAJIAN TEORI...............................................................................................8
2.1 Etnomatematika..............................................................................................8
2.2 Budaya..........................................................................................................10
2.3 Candi Batujaya..............................................................................................14
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................23
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................23
3.2 Jenis penelitian..............................................................................................24
3.3 Sumber Penelitian.........................................................................................26
3.4 Sumber Data..................................................................................................26
3.5 Instrumen Penelitian.....................................................................................27
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................27
3.7 Analisis Data.................................................................................................30
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................31
4.1 Kesimpulan...................................................................................................31
4.2 Saran.............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................32
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika dan budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam
kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan yang utuh dan
menyeluruh, berlaku dalam suatu masyarakat sedangkan matematika
merupakan pengetahuan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan
masalah sehari-hari. Namun terkadang matematika dan budaya dianggap
sebagai sesuatu yang terpisah dan tidak berkaitan.
1
Menurut (Hadi, 2005) matematika adalah suatu bentuk kegiatan
manusia yang dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan di dunia
nyata. Dimana dunia nyata disini didefinisikan sebagai segala sesuatu diluar
matematika, seperti aktivitas sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan
keterkaitannya dengan mata pelajaran lain sebagai titik tolak dalam
pembelajaran.
2
adalah etnomatematika. Secara singkat, pengertian dari etnomatematika adalah
matematika dalam budaya.
3
Salah satu artefak yang ada di Karawang adalah Candi Batujaya
“Komplek percandian Batujaya” berlokasi diantara dua Desa yaitu Desa
Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya.
Candi Jiwa Batujaya adalah Candi peninggalan Kerajaan Budha (Popy
Purnamasari & Suyitno, 2016) candi-candinya terbuat dari batu bata merah
setiap bangunan candi berbeda bentuk dan nama. Ditemukan pada Tahun 1984,
Candi Jiwa berasal dari dua masa yaitu Abad ke-5 hingga Abad ke-7 Kerajaan
Tarumanegara dan Abad ke-7 hingga Abad ke-10 masuk pengaruh Kerajaan
Sriwijaya, bedasarkan tes Karbon sampel bawah Candi menemukan
penanggalan yang lebih tua yaitu dari Abad ke-2. Sejak tahun 1984 hingga
tahun 2016 ditemukan 57 situs Candi namun baru 4 Candi selesai dipugar
(Popy Purnamasari & Suyitno, 2016)
4
2. Analisis candi yang ada di komplek percandian Batujaya dengan konsep
budaya dan matematika (etnomatematika).
3. Belum tergalinya konsep matematika yang terdapat di arsitektur percandian
Batujaya.
5
3. Apalkah terdapat perbedaan arsitektur dari Candi Blandongan dan Candi
Jiwa?
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan
keilmuan dan memajukan pola pikir penelitian dan pembaca mengenai
Etnomatematika pada Candi-candi yang ada di komplek percandian
Batujaya.
2. Menfaat Praktis
a. Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti ketika
mengkaji Etnomatematika pada Candi-candi yang ada di komplek
percandian Batujaya.
b. Bagi pendidikan Matematka Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut
Agama Islam Negri Syekh Nurjati Cirebon, penelitian ini dapat
digunakan sebagai sumber bacaan dan referensi bagi mahasiswa dan
dapat memberikan sumbangan pemikiran terutama bagi bidang
Pendidikan Matematika.
6
c. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah wawasan umum
metematika yang berfungsi sebagai informasi tambahan dan referensi
bagi pembaca.
7
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Etnomatematika
1. Pengertian Etnomatematika
D’Ambrosio pada tahun 1985 memperkenalkan suatu istilah
etnomatematika. Ia menggunakan istilah ini untuk menyebutkan suatu
matematika yang berbeda dengan matematika sekolah.
The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to
the socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes
of behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is difficult, but
tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as
ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix tics is
derived from techné, and has the same root as technique.(Rosa, Orey, &
Daniel, 2011)
8
Ia menyatakan secara bahasa, awalan “ethno” diartikan sebagai
sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk
bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema”
cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan
kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan
pemodelan. Akhiran “tics“ berasal dari techne, dan bermakna sama seperti
teknik.
9
D‟Ambrosio menyatakan bahwa tujuan dari adanya etnomatematika
adalah untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan
matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik
yang telah dikembangkan oleh berbagai sektor masyarakat serta
mempertimbangkan modus yang berbeda di mana budaya yang berbeda
merundingkan praktek matematika mereka (cara mengelompokkan, berhitung,
mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain dan lainnya).
(Rachmawati, 2012:4).
2.2 Budaya
1. Pengertian Budaya
10
Kebudayaan juga mempunyai nilai keindahan atau estetika. Estetika
yang dengan ungkapan lain yaitu “teori kesenian”, “ filsafat seni”, atau “teori
keindahan” merupakan sebuah bagian saja, meskipun bagian yang teramat
penting, dari keseluruhan pranata kesenian, dan pranata tersebut dapat dilihat
sebagai suatu keterpaduan sistemik. (Edi Sedyawati, 2010:125)
11
kebudayaan adalah sesuatu yang khusus bagi manusia. Bagi hewan dan
tumbuhan tidak diharapkan karya budaya.(Bakker SJ, 1992:11)
12
kehidupannya (makhluk berbudaya). Manusia harus beradaptasi dengan
lingkungannya untuk mengembangkan pola-pola perilaku yang akan
membantu usahanya dalam memanfaatkan lingkungan demi kelangsungan
hidupnya. Manusia juga membuat perencanaan-perencanaan untuk
memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan. Semua yang dihasilkan dan
diciptakan oleh manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup itu
disebut kebudayaan.
13
Kebudayaan dewasa ini dipengaruhi oleh perkembangan yang pesat,
dan manusia modern sadar akan hal ini. Kesadaran ini merupakan suatu
kepekaan yang mendorong manusia agar dia secara kebudayaan kebendaan
yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap
lingkungan di dalamnya. Melalui pendidikan yang berbasis kebudayaan,
menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan, diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran akan warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Oleh
sebab itu pendidikan secara dini dituntut dapat memberikan dan menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya dengan cara memasukan nilai-nilai atau estetika yang
terkandung dalam budaya yang dikemas dalam pembelajaran yang inovatif.
14
Komplek percandian Batujaya terletak di kecamatan Batujaya
Kabupaten Karawang. Candi Blandongan dan Candi jiwa sendiri terletak di
kawasan candi Batu Jaya tepatnya di Kampung Sumur, Desa Segaran,
Kecamatan Batu Jaya, Kabupaten Karawang.
Di kawasan Batujaya masa ini ditandai pula oleh aktivitas
pembangunan candi pembangunan percandian karena terdapat 49 candi yang
masa dalam sejarahnya (Rahmah, 2015) namun tidak semua candi masih
membentuk layaknya candi dan Candi Blandongan adaah salah satu candi
yang ada di kawasan batu jaya, keaslian dan bentuknya pula masih terjaga.
Candi Blandongan
Candi Jiwa
15
c. Sejarah Candi Batujaya
Candi Batujaya adalah sebuah komplek percandian yang ada di
kecamatan Batujaya Kabupaten Karawang. Komplek percandian ini terdapat
peninggalan peninggalan sejarah termasuk percandian yang tersebar di
kecamatan Batujaya. Uniknya batu bata merah disini menjadi bahan atau
unsur pembentuk candi tersebut berbeda dengan candi-candi yang lain yaitu
menggunakan batu-batu keras yang dibentuk dan dijadikan unsur
pembentukan candi.
Berdasarkan hasil analisa penelitian stratigrafi tersebut dapat
disusun kerangka kesejarahan dari masa perundagian hingga masa Hindia
Belanda ditandai oleh kehadiran kerajaan tertua di pulau Jawa,
Tarumanagara. Berdasarkan pertanggalan yang sudah diketahui oleh para
arkeologi dari ciri peleografi masa Hindu–Budha di wilayah ini dimulai dari
masa sekitar tahun 450 atau pertengahan abad ke-5.
Di kawasan Batujaya masa ini ditandai pula oleh aktivitas
pembangunan candi pembangunan percandian karena terdapat 49 candi yang
masa dalam sejarahnya Dari sumber-sumber Tionghoa zaman Dinasti T’ang
terjadi pertempuran antara kerajaan Tarumanagara dan kerajaan Sriwijaya
yang terjadi pada abad ke 10 .Dari daerah sebelah barat bogor, di Jawa barat,
yaitu di Kebon kopi (Kampung Muara). Dalam inskripsi tersebut telah
mengembalikan kekuasaan kepada Raja Sunda. Berdasarkan sumber sumber
sejarahnya dan hasil penelitian pakar arkeologi bahwa sejak sekitar abad ke-
7 hingga abad ke-10 kerajaan Sriwijaya mempunyai hubungan erat dengan
Nalanda, khususnya dalam perkembangan agama Buddha. Dengan demikian
tidaklah mustahil unsur unsur nalanda yang mempengaruhi perkembangan
agama dan kesenian kawasan Batujaya. (Rahmah, 2015:124)
d. Candi Blandongan
16
Temuan pada candi blandongan di batujaya adalah: struktur fondasi
bata berbentuk segi empat atau bujur sangkar yang masif dan membentuk
dinding kotak dengan bagian dalam yang diisi urugan, berupa tanah atau
pecahanbata yang dipadatkan, bentuk dari candi Blandongan sendiri
berbentuk cruciform atau salib.
17
e. Candi Jiwa
Candi Jiwa atau biasa orang setempat menyebutnya dengan candi
Unur Jiwa sebagai sebuah gundukan tanah seperti bukit kecil.
Candi Unur Jiwa ini, ketinggiannya mencapai 4 meter dari
permukaan tanah di sekitarnya, dan luasnya sekitar 500 meter persegi. Situs
ini semula digarap oleh penduduk sebagai lahan pertanian yang ditanami
pohon Pisang dan Plawija (Hasan, 2010:45). Kondisi candi telah dapat
ditampakkan seluruh permukaan bangunan yang tersisa dan beberapa bagian
kaki candi. Candinya sudah tidak utuh, yang ditemukan hanya bagian kaki
candi berukuran 19 x 19 meter, dengan tinggi seluruh bangunan 4,70 meter,
dengan orientasi menghadap tenggara barat-laut (Mustafa Mansur,
2015:177). Di keempat sisi candi tidak terdapat tangga naik atau pintu
masuk. Kaki candi memiliki susunan perbingkaian atau pelipit yang terdiri
18
dari pelipit rata (patta), pelipit penyangga (uttara), dan pelipit setengah
lingkaran (kumuda).
Bagian atas bangunan yang tersisa, tampak susunan pasangan bata
yang melingkar dengan diameter sekitar 6 meter. Susunan bata melingkar ini
dibatasai oleh susunan bata yang dipasang tegak (rolak) yang membentuk
bujur sangkar dengan panjang sekitar 10 meter (Mustafa Mansur, 2015:177).
Candi ini berbentuk stupa. Hal ini mengacu pada bentuk susunan
dasar sebuah bangunan berbentuk stupa. Hal ini bisa dilihat pada tubuh candi
yang tidak memiliki ruang atau bilik. Secara umum, candi-candi dalam
agama Buddha tidak memiliki ruang atau bilik, dan hanya dugunakan untuk
kepentingan peribadatan (Etty & Irama, 2009).
Candi Unur Jiwa ini tidak memiliki tangga dan pintu masuk, tetapi
memperlihatkan sebuah jalan yang dibuat mengililingi kaki candi. Karena itu
dapat dipastikan bahwa jalan yang mengililingi bangunan candi tersebut
adalah sebuah jalan (patha) untuk keperluan pradaksina (Hasan Djafar,
2010:46).
19
f. Kosmologi candi Batujaya
Tata letak candi Batujaya menunjukkan adanya suatu orientasi yang
berbeda dengan candi-candi di Jawa lainnya, yakni mengarah pada sudut
tertentu, tidak merujuk pada gunung ataupun arah mata angin Barat ataupun
Timur, tetapi ke arah tenggara. Pola Tenggara ini menjadi arah orientasi
semua bangunan candi di kompleks batujaya ini. Jika dihubungkan dengan
pembangunan suatu candi, arah dapat ditentukan oleh mata angin, namun
juga oleh pergerakan bintang tertentu. Perletakan candi ini dapat diduga
merujuk pada konstelasi bintang tertentu, karena di arah tenggara tidak
didapatkan gunung atau benda alam yang lain di bumi sebagai rujukan
orientasi (Rahadhiani, 2012).
20
Candi Jiwa dan Blandongan yang tersusun secara linier, dapat
diperkirakanterdapat hubungan erat antara aktivitas yang berlangsung pada
candi Jiwa dan Blandongan, seperti halnya pada Borobudur-Pawon-Mendut
atau Sewu-Bubrah-Lumbung. Analogi dengan candi-candi tersebut, maka
Candi Jiwa yang berbentuk stupa dapat diperkirakan menjadi pengakiran
dari aktivitas ritual di antara dua candi ini padakompleks Batujaya. Pola
susunan linier yang tercermin antara dua candi ini menunjukkan adanya pola
awalan pada komposisi candi Buda yang kemudian nantinya digunakan pada
masa Sailendra.(Rahadhiani, 2012)
21
Candi Blandongan
Candi Jiwa
22
BAB III METODE PENELITIAN
23
c. Tahap penyelesaian
Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan analisis data dan menyusun
laporan penelitian. Tahap ini dilaksanakan pada bulan April sampai
dengan Mei 2019.
Tabel Perencanaan
2019
Tahap Penelitian
Jan Feb Mar Apr Mei
Tahap Perencanaan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Penyelesaian
24
3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau
outcome.
4. Penelitian kualitatif melakukan data analisis data secara induktif.
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).
25
seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan selama sekian bulan atau
sekian tahun. peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitanya
tehdadap orang-orang biasa dan situasi tertentu (Kholidah, 2011:20)
26
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen
(Moleong, 2006:175). Dalam penelitian ini data primer diambil dari subyek
penelitian yaitu tokoh masyarakat, dan pemuka adat, sedangkan data sekunder
diperoleh dari berbagai dokumen resmi maupun tidak resmi yang berhubungan
dengan materi penelitian dan mendukung data primer terutama Candi
Blandongan itu sendiri yang menjadi objek utama penelitian.
27
(Sugiyono, 2017:106) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua
ilmu pengetahuan. Peneliti hanya dapat bekerja berdasar data, yaitu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.
2. Metode Wawancara
28
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. (Sugiyono,
2017:114)
3. Metode Dokumentasi
29
3.7 Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman mengatakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan scara interaktif dan berlangsung terus menerus
sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh(Spradley, 2006:246)
30
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Etnomatematika adalah kaitan antara matematika dengan budaya.
Budaya yang diambil dalam penelitian ini yaitu arsitektur Candi Blandongan.
Candi Blandongan ini terletak di kawasan candi Batu Jaya tepatnya di
Kampung Sumur, Desa Segaran, Kecamatan Batu Jaya, Kabupaten Karawang.
Salah satu Candi yang ada di kawasan Candi Batu Jaya Karawang dan
menjadi objek utama penelitian.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan etnografi. Berdasarkan rumusan masalah yang telah disajikan
pada Bab I, diharapkan peneliti dapat menemukan unsur-unsur dan konsep
matematika dalam Candi Blandongan, menggali lebih dalam sosial budaya
dan sejarah lebih mendalam.
4.2 Saran
Penulisan proposal pengajuan penelitian skripsi ini tentunya
penyusun menyadari masih mabanyak kekurangan baik dari aspek format
penulisan isi kandungan dan lain-lain, tentunya penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penyusunan proposal
ini agar lebih baik untuk kedepannya.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Karya.
Moleong, lexy J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Mustafa Mansur. (2015). Situs Percandian Batujaya di Karawang Jawa Barat:
Analisis Manajemen Sumber Daya Arkeologi, 2.
Nilah Karnilah, Dadang Juandi, T. (2012). Eksplorasi Matematika dalam Produk
masyarakat Baduy.
Popy Purnamasari, & Suyitno, W. (2016). Pencarian Jalur Terpendek Dari Rumah
Menuju Candi Jiwa Batujaya Menggunakan Algoritma A-Star.
Prasetya, J. T. (2004). Ilmu budaya dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Putri, L. I. (2107). Eksplorasi Etnomatematika Kesenian Rebana Sebagai Sumber
Belajar Matematika pada Jenjang MI. Pendas, 4 no 1, 23.
Rachmawati, I. (2012). Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo. Ejournal
Unnes, 4.
Rahadhiani, P. (2012). Kajian Arsitektur Percandian Batujaya dan Cibuaya
Karawang. Universitas Khatolik Parahyangan.
Rahmah, N. (2015). Pelestarian Lingkungan Candi dengan Memadukan Teknik
Penanggulangan Banjir Studi Kasus Candi Blandongan di Kawasan Batujaya
Kabupaten Karawang, 7.
Rosa, M., Orey, C., & Daniel. (2011). Ethnomathematics: the cultural aspects of
mathematics. Revista Latinoamericana de Etnomatemática, 4.
Spradley, J. P. (2006). Metode Etnografi. In Metode Etnografi. yogyakarta: Tiara
Wacana.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kualitatif (3rd ed.). Bandung: Alfabeta.
Sumarmo, U. (2012). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. In Makalah pada Seminar Matematika
Tingkat Nasional. Bandung.
Sylviyani, H. (2017). ETNOMATEMATIKA: APLIKASI BANGUN DATAR
SEGIEMPAT PADA CANDI MUARO JAMBI, 8.
Turmudi. (2009). Lndasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika
Berparadigma Eksploratif dan Infestigatif. Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.
33
Wahyuni, A., T, A. A. W., & Sani, B. (2013). Peran Etnomatematika dalam
Membangun Karakter Bangsa.
34