Anda di halaman 1dari 14

UJIAN AKHIR SEMESTER ( UAS )

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN

MUTU PENIDIKAN MADRASAH

Oleh : Pera Periska (2223210105)/PAI 1 E

1. PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
1. Apa itu Manajemen Kepemimpinan?
2. Bagaimana bentuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah?
3. Bagaimana manajemen kepemimpinan dalam meningkatkan mutu
pendidikan Madrasah ?
B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bentuk Manajemen Kepemimpinan.
2. Untuk mengetahui bentuk peningkatan mutu pendidikan madrasah.
3. Untuk dapat mengetahui manajemen kepemimpinan dalam meningkatkan
mutu pendidikan.
C. Metode Penulisan
Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan model evaluasi
kesenjangan.

2. PEMBAHASAN
A. Manajemen Kepemimpinan
1.1. Pegertian manajemen kepemiminan
Manajemen berasal dari kata “to manage“ yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari
fungsi-fungsi manajemen itu, jadi manajemen itu merupakan suatu proses
untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan (Hasibuan, 2004). Menurut
Kristiawan dkk (2017) manajemen merupakan ilmu dan seni dalam
mengatur, mengendalikan, mengkomunikasikan dan memanfaatkan semua
sumber daya yang ada dalam organisasi dengan memanfaatkan fungsi-
fungsi manajemen (Planing, Organizing, Actuating, Controling) agar
organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris
management. Akar kata tersebut adalah manage atau managiare, yang
memiliki makna: melatih kuda dalam melangkahkan kakinya. Selanjutnya
dalam kata manajemen tersebutSecara etimologis, kata manajemen berasal
dari bahasa Inggris management. Akar kata tersebut adalah manage atau
managiare, yang memiliki makna: melatih kuda dalam melangkahkan
kakinya. Selanjutnya dalam kata manajemen tersebut.
manajemen kepemimpinan suatu lembaga masalah yang sangat
penting dalam pengelolaan. Maju tidaknya suatu lembaga sangat
tergantung pada sistem dan manajemen tata kelola. Artinya jika
manajemen kepemimpinannya positif maka dapat menghasilkan
“Manusia“ yang berkualitas. Otomatis lembaga tersebut akan maju, dan
berkembang. Sebaliknya jika manajemen kepemimpinan kurang positif
maka lembaga tersebut akan terbelakang disegala bidang. Dewasa ini
lembaga Pendidikan tengah menghadapi isu krusial. Isu yang paling
sensitif terkait dengan mutu pendidikan, relevansi pendidikan,
akuntabilitas, professionalisme, efisiensi, debirokrasi dan prilaku
pemimpin dalam mengambil kebijakan pada lembaga pendidikan .
Dalam manajemen kepemimpinan lembaga pendidikan Islam,
fungsi dan peranan pemimpin adalah sebagai motivator, event Organizer,
bahkan penentu arah kebijakan yang akan menentukan bagaimana tujuan-
tujuan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Untuk mewujutkan hal
tersebut maka pemimpin yang efektif adalah yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:

1. Mampu memberdayakan bawahannya untuk melaksanakan tugas


dan kewajiban sesuai dengan prosedur yang baik, lancar dan
pruduktif.
2. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan.
3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujutkan tujuan lembaga pendidikan yang diharapkan.
4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan
tingkat kedewasaan.
5. Bekerja dengan Tim manajemen.
6. Berhasil mewujutkan visi dan misi pada lembaga tersebut secara
produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.

Manajemen kepemimpinan pada suatu lembaga pendidikan


merupakan tolak ukur dalam mengelola bagus tidaknya mutu sebuah
lembaga pendidikan. Ini sangat tergantung pada manajemennya banyak
problem yang terjadi dalam dunia lembaga pendidikan dikarenakan oleh
tidak tepatnya sasaran dan kebijakan yang diambil oleh manajer dalam
sebuah lembaga pendidikan, untuk dapat menyelesaikan berbagai
persoalan tersebut maka perlu adanya suatu kajian atau penelitian ke arah
itu supaya lembaga pendidikan Islam mempunyai mutu yang baik dan
signifikan bagi kehidupan bermasyarakat.1

1
Husaini, H., & Fitria, H. (2019). Manajemen Kepemimpinan Pada Lembaga Pendidikan
Islam. JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan), 4(1), 43-54.
1.2. Bentuk manajemen kepemimpinan

Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan


proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara
pemimpin yang satu dengan yang lainnya, hal sebagaimana menurut G. R.
Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe
kepemimpinan menjadi 6, yaitu :

a. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership).


Dalam system kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu
dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu
dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh
pemimpin yang bersangkutan.
b. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership).
Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-
bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga
pengawasan.
c. Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership).
Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti
dan tertib. Ia bekerja menurut peraturanperaturan yang berlaku
secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
d. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership).
Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian
dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya
berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama.
Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh
anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan,
penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota
dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian
tujuan.
e. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership).
Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat
kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya
adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti
halnya seorang bapak kepada anaknya.
f. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership).
Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di
mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system kompetisi,
sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang
bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang
mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok
tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur
berkecimpung.

Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas


mengemukakan tipetipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-


sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang
berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
b. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya
sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan
kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan
tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap
kegiatankegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan
penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga
dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.
c. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah
tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan
sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya
akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau
turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua
pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para
bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat
memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas
tanpa kekangan.

Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada


kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis, demokratis, dan
laissezfaire, banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam
berbagai macama organisasi, yang salah satunya adalah dalam
bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin
di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan
yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari
bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang pada
akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para
pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan benar-benar
mencerminkan sebagai seorang pemimpinan yang profesional2

B. Bentuk peningkatan mutu pendidikan madrasah


1.1 Pengertian mutu pendidikan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia”mutu” berarti kerat .baik
buruknya sesuatu, kualitas, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan)
Pengertian mutu secara umum adalah gambaran atau karakteristik
menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya

2
Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999) h.
253
dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Pendidikan yang bermutu
bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, dia merupakan hasil dari
suatu proses pendidikan berjalan dengan baik, efektif dan efisien.
Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang
atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang diharapkan dalam konteks pendidikan, pengertian mutu
mencakup input, proses dan output pendidikan. Ace Suryadi dan H.A.R
Tilaar menjelaskan bahwa mutu pendidikan adalah merupakan
kemampuan sistem pendidikan yang diarahkan secara efektif untuk
meningkatkan nilai tambah faktor input agar menghasilkan output yang
setinggitingginya.3
1.2 Strategi peningkatan mutu pendidikan madrasah
Ada beberapa strategi dalam mengelola dan mengembangkan
lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren, madrasah atau sekolah,
yaitu: Pertama, merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga yang jelas,
serta berusaha keras mewujudkannya melalui kegiatan riil sehari hari.
Kedua, membangun kepemimpinan yang benar-benar profesional (terlepas
dari intervensi ideologi, politik, organisasi, dan mazhab dalam menempuh
kebijakan lembaga). Ketiga, menyiapkan pendidik yang benar- benar
berjiwa pendidik sehingga mengutamakan tugas-tugas pendidikan dan
bertanggung jawab terhadap kesuksesan peserta didiknya. Keempat,
menyempurnakan strategi rekrutmen siswa Kelima, berusaha keras untuk
memberi kesadaran pada para siswa bahwabelajar merupakan kewajiban
paling mendasar yang menentukan masa depan mereka. Keenam,
merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat. Ketujuh, menggali strategi pembelajaran yang dapat
mengakselerasi kemampuan siswa yang masih rendah menjadi lulusan

3
Ace suryadi dan H. A.R. Tilaar, analisis kebijakan pendidikan suatu pengantar (Bandung: PT.
Remaja Roesda Karya, 2008), 108.
yang kompetitif. Kedelapan, menggali sumber-sumber keuangan dan
mengembangkannya secara produktif. Kesembilan, membangun sarana
dan prasarana yang memadai untuk kepentingan proses pembelajaran,
terutama ruang kelas, perpustakaan, dan laboratorium. Kesepuluh,
mengorientasikan strategi pembelajaran pada tradisi pengembangan ilmu
pengetahuan, kreativitas, dan keterampilan. Kesebelas, memperkuat
metodologi baik dalam hal pembelajaran, pemikiran maupun penelitian.
Keduabelas, mengkondisikan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan
menstimulasi belajar. Ketigabelas, mengkondisikan lingkungan yang
islami baik dalam beribadah, bekerja, pergaulan sosial, maupun
kebersihan. Keempatbelas, berusaha meningkatkan kesejahteraan pegawai
diatas rata- rata kesejahteraan pegawai lembaga pendidikan lain.
kelimabelas, mewujudkan etos kerja yang tinggi di kalangan pegawai
melalui kontrak moral dan kontrak kerja. Keenambelas, berusaha
memberikan pelayanan yang prima kepada siapapun, baik jajaran
pimpinan, guru, karyawan, siswa maupun tamu serta masyarakat luas.
Ketujuhbelas, meningkatkan promosi untuk membangun citra (image
building). Kedelapanbelas, mempublikasikan kualitas proses dan hasil
pembelajaran kepada publik secara terbuka. Kesembilanbelas,
membangun jaringan kerja sama dengan pihak-pihak lain yang
menguntungkan, baik secara finansial maupun sosial. Keduapuluh,
menjalin hubungan erat dengan masyarakat untuk mendapat dukungan
secara maksimal. Keduapuluhsatu, beradaptasi dengan budaya lokal dan
kebhinekaan. Keduapuluhdua, menyinkronkan kebijakan- kebijakan
lembaga dengan kebijakankebijakan pendidikan nasional.
Di samping itu dalam penyelenggaraan pendidikan Islam harus
menuju metode pendekatan, maupun strategi yang mampu mempercepat
pemberdayaan peserta didik secara maksimal. Hal ini dapat dicapai
melalui langkah-langkah:
1. Mengidentifikasi problem peserta didik, baik problem personal,
intelektual, maupun hubungan sosial.
2. Menerapkan pendekatan persuasif yang berorientasi pada upaya
menyadarkan peserta didik.
3. Menerapkan pemberdayaan intelektual peserta didik.
4. Membuat kondisi sekolah dan pembelajaran yang aman, nyaman,
dan menarik bagi peserta didik.
5. Berupaya meningkatkan mutu pada semua aspek secara terus
menerus4

C. Manajemen kepemimpinan dalam meningkatkan mutu pendidikan


Berbicara masalah peningkatan mutu pendidikan memang sangat
kompleks dan majemuk karena antara faktor yang satu dengan lainnya saling
mempengaruhi. Namun faktor kunci yang paling dominan adalah pimpinan
dalam hal ini kepala sekolah. Mutu sekolah yang diharapkan, tentulah kita
akan menginginkan sesuatu yang ideal. Ideal maksudnya memenuhi standar
yang sesuai dengan kebutuhan minimal sekolah yang dikategorikan bermutu.
Kepemimpinan sekolah yang ideal adalah kepala sekolah memenuhi standar
kompetensi kepala sekolah. Seorang kepala sekolah harus mempunyai
kemampuan manjerial sekolah yang baik serta mempunyai peranan sebagai
educator, manager, administrator supervisor, leader, innovator dan motivator.
Dalam pengelolaan sekolah yang efektif dan berorientasi pada mutu
pendidikan memerlukan suatu komitmen yang penuh kesungguhan dalam
peningkatan mutu, berjangka panjang (human investment) dan membutuhkan
peralatan dan teknik-teknik tertentu. Komitmen ini harus dipegang teguh
oleh pimpinan dengan didukung oleh dedikasi yang tinggi terhadap mutu
melalui penyempurnaan proses yang berkelanjutan oleh semua pihak yang
terlibat yang dikenal dengan istilah MMT (Manajemen Mutu Terpadu).
4
Qomar Mujammil, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 55-57.
MMT sering disebut sebagai manajemen yang didukung oleh sejumlah fakta
dan data yang relevan dan utuh, artinya data dan fakta tersebut benar dan
bukan hasil rekayasa yang dibuat untuk memenuhi kepentingan satu pihak
atau persyaratan tertentu.
Ketika aspek-aspek dan indikator pengelolaan lembaga pendidikan
dapat dijalankan dan diarahkan ke sebuah mutu yang tinggi, maka
keberhasilan dan pencapaian mutu tersebut harus merupakan integrasi dari
semua keinginan dan partisipasi stakeholder (semua yang berkepentingan)
dalam pencapaian hasil akhirnya. Kekuatan dalam perubahan
memperlihatkan fenomena yang terus berkelanjutan dalam pemenuhan akan
perubahan tersebut. Akhirnya akan mendorong dalam upaya pemilihan
strategi yang dapat diterapkan pada kondisi-kondisi yang terduga maupun tak
terduga yang kemudian muncul. Keberhasilan strategi sangat bergantung
pada kemampuan dalam kepemimpinan untuk membangun komitmen,
menghubungkan strategi dan visi yang tetap, mengatur sumber-sumber yang
mendukung terlaksananya strategi. Alat/media dasar yang akan bermanfaat
dalam menguji posisi sekolah sekarang dalam kerangka penentuan strategi.
Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan analisis SWOT. Tujuan analisis
ini untuk mengetahui posisi sekolah, apakah sudah maju atau masih
tertinggal dalam mutu pendidikannya.
Dalam rangka perubahan dan transformasi diperlukan seorang
pemimpin yang memiliki mental kuat dan prima, mampu mengatasi masalah
dan tantangan, memiliki visi, dan berani mencoba inovasi. Kepemimpinan
merupakan sumber daya yang paling pokok dalam organisasi dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan juga merupakan pola hubungan
dan bentuk kerja sama antara orang-orang yang dinamis. Kepemimpinan juga
harus mampu memberikan arah rangsangan kepada kelompoknya, demi
kemajuan organisasi. 5
5
Rahman,H, (2005), Manajemen Pendidikan Indonesia, PT,Ardadijaya, Jakarta
Menurut Sallis (2006; 96) dengan mengutip pendapat Peter dan
Austin: Pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif sebagai
berikut :
a) visi dan symbol-simbol. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan
nilai-nilai institusi kepada staf, siswa dan kepada komunitas yang
lebih luas.
b) menerapkan MBWA (management by walking about,
c) dekat dengan pelanggan:”dalam pendidikan”,
d) otonomi, eksperimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan,
e) menciptakan rasa kekeluargaa, dan
f) ketulusan, kesabaran, semangat intensitas dan antusiasme yang
merupakan sifat essensial yang dibutuhkan pemimpin pendidikan.

Sementara itu dalam PP no.18 disebutkan pemimpin sekolah, harus


memiliki kompetensi sebagai berikut :

a) memiliki kualifikasi sebagai pendidik (Pasal 28),


b) memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan (Pasal 38),
c) memiliki kualifikasi sebagai pengawas (Pasal 39),
d) memiliki kemampuan mengelola dan melaksanakan satuan
pendidikan (Pasal 49),
e) memiliki kemampuan menyusun program (Pasal 52),
f) memiliki kemampuan menyusun perencanaan (Pasal 53).

Disamping itu dalam meningkatkan mutu pendidikan, seorang


pemimpin harus berupaya meningkatkan mutu kurikulum sekolah karena
kurikulum itu merupakan sarana dari suatu system pendidikan. Banyak
persepsi yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana pendidikan dan
pengajaran atau program pendidikan. Sering kali kurikulum hanya terdiri dari
mata pelajaran tertentu yang menyampaikan kebudayaan “tempoe doeloe”
yang hanya menyadur dari buku-buku pelajaran tertentu yang dipandang baik
bagi kurikulum. Namun dibalik itu anak didik hanya diajak untuk menelusuri
daya imajinatif dengan mengabaikan pengalamanpengalaman iderawi anak
didik. Hal tersebut akan membatasi pengalaman anak kepada situasi belajar
didalam kelas dan tidak menghiraukan pengalaman-pengalaman edukatif
diluar kelas. Menurut PP No.25 tahun 2000 tentang kebijakan kurikulum
adalah menetapkan standar nasional yang kemudian dijelaskan dalam GBHN
1999 pemerintah melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk
kurikulum berupa verifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta
didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional (kurikulum nasional) dan
lokal sesuai dengan kepentingan setempat (kurikulum muatan lokal). Melihat
keragaman potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam serta
kebhinekaan bangsa kita, kurikulum uniform akan tidak sesuai kebutuhan
masyarakat.6

3. KESIMPULAN
Manajemen kepemimpinan pada suatu lembaga pendidikan merupakan
tolak ukur dalam mengelola bagus tidaknya mutu sebuah lembaga pendidikan. Ini

6
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
sangat tergantung pada manajemennya banyak problem yang terjadi dalam dunia
lembaga pendidikan dikarenakan oleh tidak tepatnya sasaran dan kebijakan yang
diambil oleh manajer dalam sebuah lembaga pendidikan, untuk dapat
menyelesaikan berbagai persoalan tersebut maka perlu adanya suatu kajian atau
penelitian ke arah itu supaya lembaga pendidikan Islam mempunyai mutu yang
baik dan signifikan bagi kehidupan bermasyarakat
Kepemimpinan dalam pendidikan memiliki kriteria-kriteria yang harus
dimiliki. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi individu atau
kelompok orang untuk melakukan sesuatu sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan. Agar tujuan sekolah dapat dicapai secara efektif dan efesien
dibutuhkan indikator-indikator pencapaian tujuan baik itu dari pemimpin maupun
anggota yang dipimpin dalam suatu lembaga pendidikan.

4. REFRENSI
Husaini, H., & Fitria, H. (2019). Manajemen Kepemimpinan Pada Lembaga
Pendidikan Islam. JMKSP (Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan
Supervisi Pendidikan), 4(1), 43-54.

Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa


Promo, 1999) h. 253

Ace suryadi dan H. A.R. Tilaar, analisis kebijakan pendidikan suatu pengantar
(Bandung: PT. Remaja Roesda Karya, 2008), 108.

Qomar Mujammil, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Penerbit Erlangga,


2007), 55-57.

Rahman,H, (2005), Manajemen Pendidikan Indonesia, PT,Ardadijaya, Jakarta

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai