Anda di halaman 1dari 17

MATEMATIKA SEBAGAI PENGETAHUAN A PRIORI : TINJAUAN

TERHADAP HAKEKAT ILMU MATEMATIKA

NiluhYastuti1, Regina Sintia2, Putri Aisun3, Dinda Aisqa Salsyabillah4

Program Studi Sarjana Pendidikan Matematika


Universitas Tadulako
Email: niluhyastuti9@gmail.com1, putriaisun92@gmail.com2,

Abstrak:

Tujuan artikel ini adalah memberikan informasi mengenai pengertian

filsafat matematika, pengertian apriori dan hakikat ilmu matematika.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kajian

kepustakaan (literatur review). Temuan dalam artikel ini adalah

matematika sebagai pengetahuan a priori terhadap ilmu matematika.

Kebenaran analitik bersifat intuitif a priori. Tetapi, kebenaran

matematika sebagai kebenaran sintetik yang merupakan konstruksi

dari suatu konsep atau beberapa konsep yang menghasilkan

informasi baru, jika konsep murni di turunkan dari data empiris maka

putusan yang di dapat adalah a posteriori. Sintesis yang di turunkan

dari intuisi murni menghasilkan putusan a priori. Matematika bersifat

sintetik a priori, yaitu putusan yang pertama-tama di peroleh secara a

priori dari pengalaman, tetapi konsep yang di peroleh tidaklah

bersifat empiris melainkan bersifat murni. Hakikat ilmu matematika

menguraikan apa sebenarnya matematika itu, dan arti kata


matematika, karakteristiknya, maupun peran dan kedudukan

matematika di cabang ilmu pengetahuan serta manfaatnya.

Kata Kunci :
Matematika, A priori, Pengetahuan, Hakikat

Abstract:
The purpose of this article is to provide information regarding the
meaning of the philosophy of mathematics, the meaning of a priori
and the nature of mathematical science. The type of research used
is literature review research. The findings in this article are
mathematics as a priori knowledge of mathematics. Analytical
truths are intuitive a priori. However, mathematical truth is a
synthetic truth which is a construction of a concept or several
concepts that produce new information. If pure concepts are
derived from empirical data then the decision obtained is a
posteriori. Synthesis derived from pure intuition produces a priori
decisions. Mathematics is synthetic a priori, that is, decisions are
first obtained a priori from experience, but the concepts obtained
are not empirical but pure. The essence of mathematics explains
what mathematics actually is, and the meaning of the word
mathematics, its characteristics, as well as the role and position of
mathematics in branches of science and its benefits.
Keywords:
Mathematics, A priori, Knowledge, Essence
A. PENDAHULUAN

Secara etimologis (arti menurut kata) istilah filsafat berasal dari

bahasa Yunani philosophia. Kata ini adalah kata majemuk philos yang

berarti kekasih atau sahabat pengetahuan, dan sophia yang berarti kearifan

atau kebijaksanaan. Sedangkan matematika telah lama dianggap sebagai

sumber pengetahuan tertentu yang paling

dikenal umat manusia (Simangunsong dkk, 2021). (Fedi, 2021) berpendapat

bahwa filsafat adalah ilmu yang mengkaji secara rasional untuk memahami

kebenaran mendasar tentang diri mereka sendiri, dunia tempat mereka

tinggal, dan hubungan mereka dengan dunia dan satu sama lain, melalui

penyelidikan rasional tentang suatu objek.

Filsafat dan ilmu matematika memiliki keterkaitan yang tidak bisa

dibantahkan lagi, begitupun penerapannya dalam pembelajaran

matematika. Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji

tentang anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar dan dampak-dampak

matematika. Filsafat dan ilmu pendidikan memiliki peran yang sangat

penting dalam pembentukan karakteristik

pembelajaran matematika (Herlina 2022). Begitu pula pendapat (Albar dkk,

2023) bahwa hubungan matematika dengan filsafat ilmu merupakan

hubungan yang saling berkesinambungan satu sama lain. Filsafat dan

matematika sudah tidak diragukan lagi bahwa sejak dulu sampai sekarang

kedua bidang pengetahuan ini sangat erat hubungannya. Filsafat

matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan

filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika (Zalukhu dkk, 2023).


(Sinaga 2021) Matematika dan filsafat memiliki hubungan yang

cukup erat, dibandingkan ilmu lainnya. Alasannya, filsafat merupakan

pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu

dari segala ilmu. Menurut (Sadewo, dkk 2022) Filsafat matematika

merupakan refleksi terhadap ilmu matematika itu sendiri sekaligus

mempertegas makna dari suatu kebenaran dalam matematika. Ditinjau dari

filsafat matematika, pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari input,

process, dan output tidak bisa lepas dari peran dan kedudukan filsafat

matematika. Kendala dalam pelaksanaan pembelajaran dapat

diakibatkan karena tidak tersambungnya peran dari ilmu filsafat

matematika dalam proses pembelajaran.

(Asri & Noer 2015) mengemukakan bahwa matematika adalah cara

berfikir yang digunakan untuk memecahkan semua jenis persoalan di

dalam sains, pemerintahan, dan industri. Sebagai sains, matematika dapat

dipandang sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui penalaran yang

hirarkis, aksiomatik deduktif, akurat, formal, dan abstrak. Sebagai alat,

matematika dapat dipandang sebagai bahasa matematika serta sebagai

sarana untuk mengembangkan cara-cara pemikiran yang dibutuhkan dalam

kehidupan sehari-hari untuk menangani dan menjelaskan fenomena ilmu

matematika itu sendiri, serta untuk menghadapi kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi di masa depan. Dengan demikian, dapat

dipahami bahwa proses pelaksanaan pembelajaran matematika di setiap

tingkat pendidikan membutuhkan perhatian secara komprehensif.

Menurut (M.Taufik dkk, 2022) Matematika terlibatkan dalam banyak

sekali upaya umat manusia untuk memperoleh pengetahuan, interaksi


antara matematika dan sains bersifat ekstensif, jauh lebih daripada sekedar

beberapa cabang yang kadang-kadang disebut matematika terapan.

Sebagian besar cabang matematika secara sangat langsung menerangi

bagian dari alam. Namun demikian, berbeda dari pernyataan-pernyataan

dalam sains, pernyataan dalam matematika dipandang memiliki kebenaran

yang bersifat mesti, karena matematika berkembang melalui bukti.

Matematika sering dipandang sebagai suatu paradigma pengetahuan

apriori, pengetahuan yang mendahului, dan lepas dari, pengalaman.

Pengetahuan apriori terdiri dari proposisi hanya berdasarkan alasan

saja, tanpa pengamatan dari dunia. Alasannya terdiri dari penggunaan

logika deduktif dan makna istilah, biasanya dapat ditemukan dalam definisi.

Sebaliknya, empiris atau pengetahuan posteotori terdiri dari proposisi yang

menjelaskan berdasarkan pengalaman, yaitu dengan pengamatan dunia.

Sejalan dengan pendapat (Mahendrawan dkk, 2021) pengetahuan

matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan priori, karena terdiri dari

proposisi yang menjelaskan atas dasar alasan saja. Alasannya, termasuk

logika deduktif dan yang digunakan sebagai definisi, hubungannya dengan

aksioma matematika atau postulat, adalah sebagai dasar untuk

menyimpulkan pengetahuan matematika. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa pengetahuan dasar matematika yaitu dasar untuk

menyatakan kebenaran proposisi matematika, yang terdiri

dari bukti deduktif.

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kajian kepustakaan (literatur

review). Metode kajian kepustakaan dapat diartikan suatu prosedur


pemecahan masalah yang dipelajari dengan cara mengumpulkan sejumlah

artikel dan juga pendapat spesialis filsafat matematika, yang kemudian

dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai temuan yang ada. Hasil

penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan untuk dapat

mencari informasi tentang matematika sebagai pengetahuan apriori.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat Matematika

Filsafat Matematika Berdasarkan perspektif epistemologi,

kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan

absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran

matematika secara absolut, bahwa „ mathematics is the one and perhaps

the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟ ,

sedangkan menurut fallibilis mathematicak truth is corrigible, and can never

regarded as being above revision and correction. Pada dasarnya awal dari

pemikiran filsafat adalah pengetahuan, hal ini mengeani pengetahuan

dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu

dan filsafat dimulai dengan keduaduanya. Ilmu merupakan bagian dari

pengetahuan yang dipelajari untuk bisa mengetahui segala sesuatu di

dalam kehidupan. Sering kali seseorang mempunyai keinginan untuk

mengetahui sesuatu. Sesuatu yang ingin diketahui itu ada dalam kehidupan

sehari-hari. Ada kalanya, rasa ingin tahu itu hanya sekedar keingintahuan

yang sebentar. Di sisi lain, terkadang ada juga seseorang yang ingin

mengetahui suatu hal karena memang benar-benar ingin tahu. Sehingga dia

akan mencari apa yang ingin diketahuinya yang nantinya akan

menghasilkan suatu kepastian. Setelah hal yang dicari itu didapatkan, itulah

yang dinamakan ilmu pengetahuan. Ada lagi saat-saat ketika seseorang


ingin mendapatkan suatu pengetahuan, orang itu akan menemui keraguan

dalam mengambil keputusan. Rasa ragu-ragu inilah yang nantinya akan

menghasilkan suatu kepastian. Pada saat rasa ingin tahu sesorang muncul

dan menemui keraguan dalam membuat keputusan itulah yang memulai

adanya filsafat. Pemikiran filsafat didorong untuk mengetahui apa yang

telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Pemikiran filsafat berarti

berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam

kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Filsafat Ilmu dibagi menjadi

filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial, namun tidak terdapat

perbedaan yang secara prinsip antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu social

dimana keduanya memiliki ciri-ciri keilmuan yang sama (Nurroh 2017).

(Sadewo 2022) Filsafat matematika juga harus dipahami sebagai

fenomena maupun aktivitas sosial manusia dan merupakan bagian dari

kebudayaan hidup, Pengertian Filsafat Matematika juga disampaikan oleh

(Nugraheni et al., 2021) Sadewo yaitu sebagai pemikiran reflektif

mengenai pendidikan matematika sehingga memperjelas

komponen-komponen dalam pendidikan matematika. Lebih lanjut

(Mahendrawan et al., 2021) Sadewo mendeskripsikan filsafat

matematika secara tegas sebagai cabang dari filsafat dengan tujuan

merenungkan dan menjelaskan sifat matematika. Berdasarkan pengertian

yang telah dipaparkan di atas maka dapat diketahui bahwa filsafat

matematika berkedudukan sebagai sebuah cara, upaya, maupun jalan untuk

mengupas kedudukan dari ilmu matematika. (Sinaga 2021) Filsafat

matematika tidak menambahkan sejumlah teorema matematika baru atau

teories, jadi filosofi matematika bukanlah matematika. Filsafat matematika

adalah arefleksi tentang matematika. Setelah belajar untuk waktu yang


lama, seseorang perlu merefleksikan hasil belajar dengan merefleksikannya

ke dalam filsafat matematika. Matematika dan filsafat memiliki hubungan

yang cukup erat, dibandingkan ilmu lainnya. Alasannya, filsafat merupakan

pangkal untuk mempelajari ilmu dan matematika adalah ibu dari segala

ilmu. Ada juga yang beranggapan bahwa fil safat dan matematika adalah

ibu dari segala ilmu yang ada.

2. Pengetahuan A priori

Menurut Woozley (dalam Ernest, 1991), pengetahuan terbagi dalam

dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori

(empirical). Pengetahuan a priori memuat proposisi yang didasarkan atas,

tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat

penggunaan logika 4 deduktif dan makna dari istilah-istilah, secara tipikal

dapat ditemukan dalam definisi. Secara kontras pengetahuan a posteriori

memuat proposi yang didasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan

observasi dunia (Sukasari 1994). “ Apriori” adalah predikat epistemologis,

apa yang terutama bersifat apriori adalah suatu item

pengetahuan (Tennantÿ 2013). Kant memberikan pengertian sebagai

berikut, pengetahuan a priori adalah pengetahuan atas genetika manusia

yang menjadi bagian perpanjangan dari universalitas ruang-waktu.

Pengetahuan a priori adalah pengetahuan keharusan akan kebenaran yang

tidak bisa salah. Keharusan dan universalitas yang ketat, adalah

tanda-tanda sebuah kognisi a priori (Jaya 2014).

(Wahyudin 2011) Frasa “ a priori” kurang lebih berarti “ sebelum

pengalaman” atau “ tidak terikat oleh pengalaman.” Suatu pernyataan

didefinisikan sebagai diketahui a priori jika pengetahuan itu tidak


didasarkan pada sebarang “ pengalaman atas serangkaian khusus

kejadian di dunia nyata” Contoh-contoh paling khas dari pernyataan

semacam ini barangkali adalah pernyataan-pernyataan dalam logika dan

matematika. Di sisi lain, suatu pernyataan diketahui “ a posteriori” atau

“ secara empiris” jika ia tidak diketahui secara a priori. Suatu pernyataan

yang benar adalah a priori jika ia dapat diketahui secara a priori, dan suatu

pernyataan yang benar adalah a posteriori jika ia tidak dapat diketahui

secara a priori jika pengalaman dengan dunia (di luar apa yang diperlukan

untuk menangkap konsep-konsep itu) diperlukan untuk mengetahui

pernyataan tersebut. Matematika bersifat esensial bagi pendekatan sains

terhadap dunia, dan sains bersifat empirik, terlepas dari pengaruh-pengaruh

rasionalisme. Jadi, bagaimana pengetahuan a priori tentang

kebenaran-kebenaran yang bersifat mesti ternyata menjadi bagian penting

dalam pengumpulan pengetahuan yang bersifat empirik? Di sisi lain,

terdapat sebuah alternatif pandangan, yang seringkali disebut pandangan

non-tradisional. Beberapa empiris mengemukakan bahwa prinsip-prinsip

matematis tidak bersifat mesti atau diketahui a priori, barangkali karena

selayaknya tidak ada pernyataan mana pun mendapatkan posisi yang

istimewa seperti itu. Namun demikian, sebagai konsekuensinya, para

penganut pandangan ini memikul beban pertanyaan mengapa tampak

bahwa matematika adalah mesti dan a priori. Kita tidak dapat mengabaikan

begitu saja anggapan yang telah sedemikian lama bertahan tentang status

istimewa dari matematika. Maksudnya, seandainya pun

anggapan-anggapan tradisional tentang matematika keliru, tetapi tentu ada

sesuatu tentang matematika yang telah membuat sedemikian banyak

orang yakin bahwa ia bersifat mesti dan dapat diketahui secara a priori.
Anda memperoleh pengetahuan tersebut hanya menggunakan

kekuatan penalaran, Anda tidak harus mempertimbangkan bukti indra Anda.

Pengetahuan yang dibenarkan oleh pengalamandisebut posteriori atau

pengetahuan empiris. sedangkan pengetahuan a priori adalah pengetahuan

yang tidak memerlukan justifikasi berdasarkan pengalaman. Pengetahuan a

priori diperolehdengan menggunakan penalaran.Berbagai ahli filosofi

mengklaim bahwa hal – hal berikut a priori yang umumdikenal.1. Kedua

kebenaran matematika sederhana seperti 2 +2 = 4, dan lainya yang lebih

kompleksseperti Teori Phytagoras : jumlah kuadrat dua sisi yang lebih

pendek dari segitiga siku-siku samadengan kuadrat dari sisi terpanjang. 2.

Kebenaran yang ditangkap oleh definisi seperti : "Semua bujangan adalah

laki-laki yangbelum menikah” .3. Klaim Metafisik seperti, tidak ada yang

merah seluruhnya dan hijau seluruhnya. Semuanyamemiliki sebab, dan

Tuhan itu ada.4. Kebenaran etis seperti membunuh adalah salah (Casullo

2012).

Ada dua karakteristik dari pengetahuan a priori yang akan

membedakannya dengan empiris yaitu self evident dan certainty. Pertama,

diklaim bahwa pengetahuan a priori bersifatjelas, dan ada aspek

pengalaman dan epistemologis untuk mengakuinya. Ada keyakinan atau

“ phenomenology” yang merupakan akumulasi atas ketakutan akan

sesuatu kebenaran dimanadidalamnya mengandung “ kejelasan “ dan

“ kebenaran” . Ahli filosofi mencoba untukmempelajari aspek dari

pemikiran a priori ini dengan menggunakan pengamatan metafora. Locke

menyebutkan bahwa beberapa kebenaran memiliki kejelasan dan cahaya

yang terang bagipikiran. Self-evident digunakan untuk justifikasi atas

keyakinan dalam memahami klaim dalamsuatu pertanyaan. Kebenaran


empiris menunjukkan sesuatu yang jelas. Contoh yang dipakaiyaitu

Birmingham terletak di London bagian Utara. Guna memahami pernyataan

ini kita harusmelakukan justifikasi untuk meyakini kebenarannya dan harus

didukung pula dengan buktiempiris. Beberapa kebenaran a priori tidak

merupakan self-evident karena caranya untukmeyakinkan tidak

memberikan suatu kejelasan. Misalnya teorema Phytagoras yang

menyebutkanbahwa “ panjang sisi terpanjang dari segitiga siku – siku

merupakan jumlah kuadrat dari dua sisiyang lebih pendek “ . Hal ini tidak

memberikan suatu kejelasan, dan saya tidak meyakinikebenarannya. Untuk

itu dilakukan beberapa langkah membuktikan kebenarannya

meskipunkebenaran itu sudah merupakan self-evident. Dinyatakan bahwa a

priori merupakan self- evidentdimana keyakinan dijustifikasi secara

mendasar untuk memahami klaim dalam suatupertanyaan. Self-evident

baik dalam bentuk phenomenology atau epistemology bukan

merupakankarakteristik yang penting dari pengetahuan a priori.

Karakteristik kedua yakni kepastian (certainty) dimana kita tidak hanya

yakin bahwaa priori itu benar tapi juga benar – benar percaya bahwa

sesuatu itu benar. Certainty adalahsuatu keadaan dimana kita benar –

benar percaya dan tidak meragukan sesuatu itu sama sekali. (Casullo 2012).

3. Hakikat Ilmu Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang

mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti

mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti

pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike

berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein
atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal

katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang

didapat dengan berpikir (bernalar) (DEAS 1960).

Hakikat matematika artinya menguraikan apa sebenarnya

matematika itu, baik ditinjau dari arti kata matematika, karakteristik

matematika sebagai suatu ilmu, maupun peran dan kedudukan matematika

diantara cabang ilmu pengetahuan serta manfaatnya. Matematika Adalah

Ilmu Deduktif Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses

mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu

pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian

kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara

induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan

eksperimen. Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat

dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar

untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif. Dalam

matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima

kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif. Matematika Adalah Ilmu

Terstruktur. Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan.

Hal ini karena matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan,

kemudian unsur yang didefinisikan ke aksioma/postulat dan akhirnya pada

teorema. Konsep-konsep amtematika tersusun secara hierarkis, terstruktur,

logis, dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada

konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari

matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus

benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya.

Matematika Adalah Ilmu Tentang Pola dan Hubungan Matematika disebut


sebagai ilmu tentang pola karena pada matematika sering dicari

keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan pola dari sekumpulan

konsep-konsep tertentu atau model yang merupkan representasinya untuk

membuat generalisasi. Matematika sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu.

Matematika sebagai ratu ilmu artinya matematika sebagai alat dan pelayan

ilmu yang lain (Kk 1996).

Pandangan Kant tentang matematika dapat memberi sumbangan

yang berarti ditinjau dari sisi filsafat matematika terutama tentang peranan

intuisi dan konstruksi konsep matematika. Michael Friedman (Shabel, L.,

1998) menyebut bahwa apa yang dicapai Kant telah memberi kedalaman

dan ketepatan tentang landasan matematika, dan oleh karena itu

pencapaiannya tidak dapat diabaikan begitu saja. Secara ontologi maupun

epistemologi, setelah era Kant, matematika telah dikembangkan dengan

pendekatan-pendekatan yang sedikit banyak dipengaruhi oleh pandangan

Kant. Menurut Kant (Kant, I., 1781),, pemahaman maupun konstruksi

matematika diperoleh dengan cara terlebih dulu menemukan “ intuisi

murni” pada akal atau pikiran kita. Matematika yang bersifat “ sintetik a

priori” dapat dikonstruksi melalui 3 tahap intuisi yaitu “ intuisi

penginderaan” , “ intuisi akal” , dan “ intuisi budi” . Intuisi penginderaan

terkait dengan obyek matematika yang dapat dicerap sebagai unsur a

posteriori (Marsigit 2012).

Salah satu cara untuk menunjukkan bahwa intuisi benar-benar

merupakan bukti adalah dengan menggunakan berbagai intuisi kasus

konkrit tentang hal-hal apa yang memenuhi syarat sebagai bukti; berbagai

intuisi kasus konkrit ini menunjukkan secara langsung bahwa intuisi itu

sendiri memenuhi syarat sebagai bukti (Prior Bealer 2000). Intuisi akal
(Verstand) mensintetiskan hasil intuisi penginderan ke dalam intuisi

“ ruang” dan “ waktu” . Dengan intuisi budi “ Vernuft” , rasio kita

dihadapkan pada putusan-putusan argumentasi matematika. Menurut Kant

(Kant, I., 1781) matematika merupakan suatu penalaran yang berifat

mengkonstruksi konsep-konsep secara synthetic a priori dalam konsep

ruang dan waktu. Oleh karena itu, Kant berpendapat bahwa matematika

dibangun di atas intuisi murni yaitu intuisi ruang dan waktu dimana

konsep-konsep matematika dapat dikonstruksi secara sintetis. Intuisi murni

(Kant, I, 1783) tersebut merupakan landasan dari semua penalaran dan

keputusan matematika. Jika tidak berlandaskan intuisi murni maka

penalaran tersebut tidaklah mungkin. Menurut Kant (Kant, I, 1783)

matematika sebagai ilmu adalah mungkin jika kita mampu menemukan

intuisi murni [reine Anschaoung] sebagai landasannya; dan matematika

yang telah dikonstruksinya bersifat sintetik a priori (Marsigit 2012).


DAFTAR PUSTAKA


Albar, Muhammad, Siti Masitoh Mochamad Nursalim. 2023. 《 Hubungan

Matematika dan Filsafat》 .

6(3):1393– 96. doi: 10.54371/jiip.v6i3.1417.

Asri, Eka Yulia, 和Sri Hastuti Noer. 2015. 《 Guided Discovery Learning
dalam Pembelajaran Matematika》 .

891– 96.

Casullo, Albert. 2012. 《 A Priori Knowledge》 .

1(1491662041):108– 52. doi:

10.1093/acprof:oso/9780199777860.003.0006.

DEAS, HERBERT D. 1960. 《 ‘ What Is Mathematics?’ 》 .

14(1):35– 41. doi: 10.1111/j.1468-2273.1960.tb01726.x.

Fedi, Sebastianus, Valeria Kurnila, Vera Susanti, Ririn Hutneira, Rochmad 和


Isnarto. 2021. 《 Pembelajaran Matematika Berbasis Filsafat Humanis》

. 5(1):10090– 104.

Herlina, T. 2022. 《 Pendekatan Ontologis, Epistimologis, Dan Aksiologi

Sebagai Filsafat Ilmu Dalam Pembelajaran Matematika》 .

2(1):1– 9.

Jaya, PBWK. 2014. 《 Konsep Representasi Dalam Diskursus Epistemologis》

. 1– 5.

Kk. 1996. 《 15. Hakikat Matematika dan pembelajaran matematika》 .

18(1):99.


Mahendrawan, Ersam, Maghfiroh Yanuarti Endah Asmarawati. 2021.
《 Kritik Terhadap Kemutlakan Filsafat Matematika》 .

1(1):7– 12.

Marsigit. 2012. 《 Peran Intuisi dalam Matematika menurut Immanuel Kant》

. 1– 9.

Matematika, Bidang. 2022. 《 Received : Februari 2022;

Accepted : Maret 2022》 . 9(1):439– 53.

Nurroh, Syampadzi. 2017. 《 Studi Kasus Telaah Buku Filsafat ilmu oleh

Jujun S. Suriasumantri》 .

1– 24.

和George Bealer. 2000. 《 TEORI》 . 81:1– 30.


Priori, Sebuah,

Sadewo, Yosua Damas, Pebria Dheni Purnasari和Suyitno Muslim. 2022.

《 Filsafat Matematika: Kedudukan, Peran, Dan Persepektif

Permasalahan Dalam Pembelajaran Matematika》 .

10(01):15– 28. doi:

10.35450/jip.v10i01.269.

Simangunsong, Venny Herawati. 2021. 《 Hubungan Filsafat Pendidikan

Dan Filsafat Matematika Dengan Pendidikan》 . 2(2):14– 25.

doi: 10.36655/sepren.v2i2.513.


Sinaga, Wita, Bung Heri Parhusip, Robin Tarigan Suryati Sitepu. 2021.

《 Perkembangan Matematika Dalam Filsafat dan Aliran Formalisme

Yang Terkandung Dalam Filsafat Matematika [The Development of

Mathematics in Philosophy and the School of Formalism Contained in

Mathematical Philosophy]》 .

02(02):17– 22.
和Electronic Remote Tem-. 1994. 《 No 主観的健康
Sukasari, D. I. Kelurahan,

感を中⼼とした在宅⾼齢者における 健康関連指標に関する共分散構造
分析Title》 . (Suppan):1– 16.
Tennantÿ, Neil. 2013. 《 Logika , Matematika dan A Priori , Masalah

Realisme》 . 8– 9.

Wahyudin. 2011. 《 Kemestian, Pengetahuan a priori, Objek dan Objektivitas

dalam Matematika, serta Hubungan antara Matematika dan Sains》 .

(1923):5– 8.

Zalukhu, Alianus, Herman Herman, Doni Berkat Tabah Hulu, Nesti Surya


Astuti Zebua, Tutiarni Naibaho Ruthmayasari Simanjuntak. 2023.

《 Kedudukan dan Peran Filsafat dalam Pembelajaran Matematika》 .

5(3):6054– 62. doi: 10.31004/joe.v5i3.1371.

Anda mungkin juga menyukai