Mustangin
Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Islam Malang
Email: must_tangin9@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
Dalam Al-Qur’an surat As-Shaff (QS 61:2-3) yang artinya: Wahai orang-orang
yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak mengerjakan? (Itu)
sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan .
Pesan moral yang bisa ditangkap dari ayat ini adalah perlunya konsistensi dan
tanggungjawab yang harus dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari baik
sebagai pribadi maupun sebagai profesional. Implikasi yang bisa ditarik dari pernyataan
tersebut adalah, jika seseorang mengetahui dan mengatakan sesuatu, maka kewajiban
yang bersangkutan untuk mengerjakannya. Jika seseorang memiliki pengetahuan, maka
kewajiban yang bersangkutan untuk mengajarkannya. Jika seseorang mengajarkan
sesuatu, maka kewajiban yang bersangkutan untuk mengerjakannya. Namun demikian,
memberitahu, mengajak, dan mengajarkan terhadap sesuatu yang tidak diketahui dan
tidak dikerjakan adalah kesalahan yang sangat besar.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa topik yang terkait dengan landasan
filosofis pendidikan matematika dan implikasinya dalam pembelajaran. Topik-topik
yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi: latar belakang historis, hakikat filsafat,
aliran-aliran filsafat matematika, hakikat matematika, dan implikasi landasan filosofis
dalam pembelajaran matematika.
Selama periode tersebut, tidak ada catatan filosofis yang substansial dan rinci
tentang matematika. Tentu saja, para rasionalis mengagumi matematika dengan
Descartes dan Leibniz sebagi matematikawan utama. Ahli empiris cenderung
meremehkan pentingnya matematika, mungkin karena tidak mudah mencocokkan
matematika dengan sejumlah pengetahuan mereka. Namun, mengingat peran
matematika dalam sains, ahli empiris harus memperhitungkan hal-hal tersebut.
Selanjutnya kedua mazhab rasionalis dan empiris mengambil matematika menjadi
besaran fisika atau objek-objek yang diperluas. Objek-objek tersebut ditemukan secara
empiris. Kedua mazhab, berbeda pandangan atas ide-ide objek yang diperluas dan atas
penalaran tentang ide-ide tersebut. Pandangan ini menegaskan keyakinan rasionalis
bahwa intelektual manusia merupakan alat yang berguna untuk penalaran (matematis)
untuk substansi sebuah kesimpulan a priori tentang dunia fisik.
HAKIKAT FILSAFAT
1. Aliran Absolutisme
Matematika merupakan pengetahuan yang sudah pasti kebenaran dan tidak dapat
diubah. Kebenaran matematika bersifat absolut (mutlak) dan merupakan satu-
satunya realitas pengetahuan yang sudah pasti. Kebenaran matematika hanya
tergantung pada logika yang terkandung dalam term-term-nya. Kebenaran
matematika diturunkan dari definisi-definisi dan tidak dapat dikonfirmasi dengan
fakta empiris.
2. Aliran Fallibilisme
Tesis aliran fallibilisme dinyatakan dalam dua pernyataan (Ernest, 1991). Dalam
bentuk negatif, aliran fallibilisme fokus untuk menolak pandangan
absolutisme, dinyatakan sebagai kebenaran matematika bukanlah kebenaran yang
Kuliah Umum UIN SUKA 2016 7
mutlak dan kebenarannya tidak mempunyai validasi yang mutlak. Dalam bentuk
positif, fallibilisme menyatakan bahwa kebenaran matematika adalah tidak kokoh
dan setiap saat terbuka untuk direvisi sampai tak hingga kali.
3. Aliran Logisisme
Aliran logisisme dikembangkan oleh filosuf Inggris Bertrand Arthur William Russell
(1872-1970). Prinsipnya menjelaskan bahwa matematika semata-mata merupakan
deduksi-deduksi dengan prinsip-prinsip logika. Matematika dan logika merupakan
bidang yang sama, karena seluruh konsep-konsep dan teorema-teorema diturunkan
dari logika.
Tesis Logisisme adalah matematika sebagai cabang dari logika. Menurut aliran ini,
seluruh matematika dari sejak jaman kuno perlu dikonstruksi kembali ke dalam
term-term logika dan tentu saja programnya adalah mengubah seluruh matematika
ke dalam logika. Semua konsep matematika haruslah dirumuskan dalam term-
term logika dan semua teorema matematika harus dikembangkan sebagai teorema
logika. Tesis ini muncul sebagai upaya untuk meletakkan pondasi matematika ke
tempat yang paling dasar dan paling dalam. Pondasi matematika yang saat ini
digunakan dibangun dengan sistem bilangan real, didorong ke sistem bilangan asli,
dan akhirnya didorong lagi ke teori himpunan.
Bertrand Russell berhasil memperlihatkan bahwa dua buah klaim aliran logisisme
berikut dapat diselesikan dengan logika (Sukardjono, 2000) yaitu (1) seluruh konsep
Tujuan kedua klaim ini adalah jika seluruh matematika dapat diekspresikan
ke dalam term-term logika secara murni dan dapat dibuktikan menggunakan prinsip-
prinsip logika, maka kepastian pengetahuan matematika dapat direduksi ke dalam
logika. Tugas logisisme adalah menyediakan dasar logika untuk pengetahuan
matematika secara pasti dan meyakinkan serta mengukuhkan kembali kemutlakan
kepastian dalam matematika.
4. Aliran Formalisme
Tesis aliran formalisme ada dua (1) matematika murni dapat diekspresikan dalam
bentuk sistem formal yang kosong dari arti, dan di dalamnya mengandung kebenaran
matematika yang direpresentasikan dalam bentuk teorema formal, dan (2) untuk
menunjukkan bahwa sistem formal yang dibangun bebas dari segala macam
kontradiksi dan paradok, digunakan alat yang disebut meta-matematika dengan cara
mendemonstrasikan bahwa term-termnya bebas dari inkonsistensi.
Secara ringkas, tesis kaum Formalis adalah membangun matematika yang berpusat
pada penggunaan sistem lambang formal. Programnya adalah membangun
konsistensi seluruh matematika dengan menggunakan teori bukti. Tesisnya
bahwa matematika harus dikonstruksi kembali atas dasar kaidah konsistensi dengan
lambang-lambang formal.
5. Aliran Intusionisme
Aliran intuisionisme dipelopori oleh ahli matematika dari Belanda Luitzen Egbertus
Jan Brouwer (1881-1966). Intuisionis berpandangan bahwa matematika merupakan
bagian eksak dari pemikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika terletak pada
akal manusia (human intelect) dan tidak pada simbol-simbol di atas kertas.
Bagi kaum Intuisionis, suatu himpunan tak boleh dipikirkan sebagai koleksi yang
telah siap jadi, akan tetapi harus dipandang sebagai hukum yang elemen-elemennya
dapat atau harus dikonstruksi selangkah demi selangkah. Konsep himpunan seperti
ini dapat membebaskan matematika dari kemungkinan terjadinya kontradiksi,
seperti munculnya kontradiksi pada pernyataan ”himpunan semua himpunan”.
HAKIKAT MATEMATIKA
1. Karakteristik Matematika
Objek dasar yang dipelajari matematika merupakan sesuatu yang abstrak atau sering
disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Fakta, konsep,
prinsip, dan operasi merupakan contoh dari objek dasar matematika. Dari objek
dasar itulah dapat disusun pola dan struktur matematik.
Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Dalam
geometri dikenal aksioma yang menyatakan bahwa ”melalui dua titik dapat dibuat
tepat satu garis”. Dari pernyataan tersebut langsung tergambar nilai kebenarannya
yakni, ”benar” sehingga tidak perlu dibuktikan.”Titik” dan ”garis” merupakan contoh
konsep primitif sehinggga tidak perlu didefinisikan.
Matematika sebagai ”ilmu” hanya diterima jika berpola pikir deduktif. Pola pikir
deduktif secara sederhana dapat dikatakan sebagai pemikiran ”yang berpangkal dari
hal yang bersifat umum diterapkan dan diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”.
Berikut ini dikemukakan dua contoh pola pikir deduktif.
Contoh 1: Seorang siswa yang telah memahami konsep ”lingkaran”, ketika berada di
dapur dapat menggolongkan peralatan dapur yang berbentuk lingkaran dan yang
bukan lingkaran. Ketika siswa mampu menunjukkan peralatan yang berbentuk
Dalam matematika banyak simbol yang digunakan, baik yang berupa huruf ataupun
bukan huruf. Simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk model matematika.
Model matematika dapat berupa persamaan, pertaksamaan, bangun geometri, dan
sebagainya.
Contoh simbol yang kosong dari arti adalah huruf-huruf yang dipergunakan dalam
model persamaan x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan. Demikian
juga tanda + belum tentu berarti operasi tambah untuk dua bilangan. Makna “huruf”
dan “tanda” itu tergantung dari masalah yang mengakibatkan terbentuknya model
itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dari arti,
terserah kepada yang akan memanfaatkan model-model metematika itu. Hal ini
justru memungkinkan ”intervensi” matematika ke dalam berbagai pengetahuan.
Kekosongan arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan ilmu
ekonomi, teknik, bahkan ilmu bahasa (linguistik).
Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu
sama lain, tetapi ada juga sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain,
misalnya, dikenal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan
sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi di dalam
sistem aljabar sendiri terdapat beberapa subsistem yang lebih ”kecil” yang terkait
satu sama lain.
Dalam aljabar terdapat sistem aksioma dari group, sistem aksioma dari ring, sistem
aksioma dari field dan sebagainya. Tiap-tiap sistem aksioma itu memiliki keterkaitan
tertentu. Dalam tiap-tiap sistem dan strukturnya berlaku ketaatasasan atau
konsistensi. Ini juga dikatakan bahwa dalam setiap sistem dan strukturnya tersebut
tidak boleh terdapat kontradiksi.
Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu berlaku baik dalam makna maupun
dalam hal penilaian kebenarannya. Jika ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x
dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.
Berikut ini akan dibahas secara sepintas tentang fakta, konsep, prinsip, dan
keterampilan dengan ilustrasi contoh dalam matematika.
1) Fakta
2) Konsep
3) Prinsip
Prinsip adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau
lebih. Luas segitiga merupakan contoh dari prinsip dalam matematika. Pada rumus
luas segitiga, terdapat beberapa konsep yang digunakan, yaitu konsep luas, konsep
panjang alas segitiga, dan konsep tinggi segitiga.
Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip luas segitiga jika siswa tersebut:
(1) Ingat rumus luas segitiga; (2) Memahami beberapa konsep yang digunakan serta
lambang atau notasinya; dan (3) Dapat menggunakan rumus atau prinsip yang
bersesuaian pada situasi yang tepat.
Sistem diartikan sebagai ”sekumpulan unsur atau elemen yang terkait satu sama
lain dan mempunyai tujuan tertentu”. Unsur atau elemen dalam sistem itu sangat
tergantung kepada semesta pembicaraan. Sistem aksioma, misalnya, unsurnya adalah
aksioma. Dalam matematika terdapat juga sistem geometri, sistem bilangan, sistem
persamaan dan sebagainya. Dalam hal ini, struktur merupakan suatu sistem yang di
dalamnya memuat hubungan yang hirarkis. Suatu sistem aksioma yang diikuti dengan
teorema-teorema yang dapat diturunkan dari padanya membentuk suatu struktur. Di
dalam suatu struktur matematika yang lengkap terdapat ”konsep primitif”, ”aksioma”,
”konsep lain yang didefinisikan” dan ”teorema”.
Cara membuat skema itu dapat berbeda namun pada intinya sama. Lajur kiri
adalah lajur yang memuat pernyataan (aksioma sering disebut juga ”pernyataan
pangkal”). Lajur kanan adalah lajur ”pengertian” atau ”konsep” (konsep primitif sering
disebut juga ”pengertian pangkal”). Beberapa aksioma, yang terdiri atas beberapa
pernyataan, dapat membentuk suatu sistem apabila memenuhi syarat tertentu, yaitu
(1) independen atau bebas, (2) konsisten atau taat asas atau non-kontradiksi, dan (3)
lengkap. Sebagai contoh, misalnya, empat aksioma A 1, A2, A3, A4, dapat membentuk
sebuah sistem aksioma, jika memenuhi syarat berikut: (1) Independen, artinya tidak ada
satupun dari keempat aksioma itu yang dapat diperoleh atau dapat diturunkan dari
aksioma yang lain. Bila ada satu saja aksioma dari keempat aksioma itu, misalkan A 3
dapat diturunkan dari A1, keempat aksioma tersebut tidak dapat membentuk sistem
aksioma. Agar terbentuk sistem aksioma A 3 harus dikeluarkan dari strukturnya dan
dapat diangkat menjadi salah satu teorema; (2) Konsisten, artinya tidak ada satupun
dari keempat aksioma itu yang bertentangan atau kontradiksi dengan aksioma yang
lain; (3) Lengkap, artinya dari keempat aksioma itu dapat dibentuk atau diturunkan
teorema-teorema baru.
Pola induktif dan empiris dalam pembelajaran matematika pada tahap tertentu
sangat diperlukan. Karakteristik objek matematika yang abstrak, menuntut guru untuk
memilih pola-pola pembelajaran yang bisa membanu siswa belajar matematika. Sifat
abstrak objek matematika tersebut tetap ada pada matematika sekolah. Hal itu
merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan matematika
sekolah. Seorang guru matematika harus berusaha untuk mengurangi sifat abstrak dari
objek matematika itu sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran matematika di
sekolah. Dengan demikian, seorang guru matematika harus mengusahakan agar fakta
konsep, prinsip, dan keterampilan (operasi) dalam matematika itu terlihat konkret
sesuai dengan perkembangan penalaran siswanya. Pada jenjang SD/MI, sifat konkret
objek matematika tersebut diusahakan lebih banyak atau lebih besar dibandingkan
jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolahnya, semakin besar atau
banyak sifat abstraknya. Pembelajaran matematika tetap diarahkan kepada pencapaian
kemampuan berfikir abstrak para siswa.
Dalam menentukan materi matematika untuk setiap jenjang sekolah akan lebih baik
jika dipahami benar materi matematika yang dapat dipandang sebagai titik
peralihan. Tentu saja hal tersebut terkait erat dengan tujuan institusional yang
ditetapkan untuk dicapai. Namun tidaklah mudah terlihat materi yang dapat
dipandang sebagai titik peralihan. Banyak guru (mahasiswa) yang tidak menyadari
adanya materi matematika yang merupakan titik peralihan dari “aritmetika” ke
”aljabar”, dan dari “aljabar” ke ”kalkulus” meskipun telah terampil menyelesaikan
soal-soal tersebut.
Pada jenjang SD/MI penekanan materi masih terbatas pada aritmatika. Pengetahuan
tentang bilangan di SD/MI tidak selalu dikaitkan dengan operasi atau pengerjaan
hitung, sehingga digunakan istilah ”number sense” atau ”pemahaman bilangan” atau
”kepekaan atas bilangan”. Dengan demikian number sense meliputi hitung
menghitung dan penggunaan bilangan yang tidak perlu dijumlah ataupun dikurangi
dan sebagainya. Penggunaan bilangan tanpa pengerjaan hitung itu dapat dijumpai
pada pemberian nomor rumah, nomor telepon, mementukan perkiraan tertentu dan
lain-lain.
2. Abstrak–Konkret-Abstrak
Kuliah Umum UIN SUKA 2016 21
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa objek matematika adalah
abstrak. Bilangan adalah konsep abstrak. Segitiga adalah konsep abstrak. Kata
”bilangan” dan ”segitiga” adalah nama satu konsep. Bilangan dan segitiga itu hanya
ada di pikiran manusia. Selain itu juga telah dikemukakan bahwa ke-abstrakan objek
matematika itulah yang merupakan penyebab mendasar yang berakibat seseorang
guru tidak mudah mengajar matematika. Sesuai dengan keperluan dapat dilakukan
penggolongan yang lebih cermat, khususnya kalau akan mengajarkan suatu topik.
Kecermatan itu misalnya, konkret semi konkret/semi abstrak abstrak, atau
dapat lebih cermat lagi, seperti contoh berikut.
Manakah yang akan dipakai sebagai titik tolak sangat tergantung dari sifat topik
yang akan disampaikan/dipelajari serta keadaan lingkungan tempat belajarnya.
Dengan analog di atas, guru matematika dituntut memikirkan dan melakukan usaha
yang kreatif agar dapat ”mengkonkretkan” objek matematika yang abstrak itu
sehingga dapat mudah ditangkap atau dipahami oleh siswanya. Namun, untuk
pelajaran matematika harus diakhiri dengan kemampuan melakukan abstraksi.
Proses abstrak konkret abstrak ini merupakan tugas penting guru matematika
dan bukan tugas matematikawan.
PENUTUP
BAHAN BACAAN
Ernest, P. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. London: The Palmer Press.
Gagne, R.M. 1983. The Condition of Learning.. Japan: Holt Sounders
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika, Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju
Masa Depan. Jakarta: Ditjen DIKTI