Anda di halaman 1dari 24

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN

IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN

Mustangin
Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Islam Malang
Email: must_tangin9@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Dalam Al-Qur’an surat As-Shaff (QS 61:2-3) yang artinya: Wahai orang-orang
yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak mengerjakan? (Itu)
sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan .
Pesan moral yang bisa ditangkap dari ayat ini adalah perlunya konsistensi dan
tanggungjawab yang harus dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari baik
sebagai pribadi maupun sebagai profesional. Implikasi yang bisa ditarik dari pernyataan
tersebut adalah, jika seseorang mengetahui dan mengatakan sesuatu, maka kewajiban
yang bersangkutan untuk mengerjakannya. Jika seseorang memiliki pengetahuan, maka
kewajiban yang bersangkutan untuk mengajarkannya. Jika seseorang mengajarkan
sesuatu, maka kewajiban yang bersangkutan untuk mengerjakannya. Namun demikian,
memberitahu, mengajak, dan mengajarkan terhadap sesuatu yang tidak diketahui dan
tidak dikerjakan adalah kesalahan yang sangat besar.

Berdasarkan paparan tersebut dapat dikonstruksi suatu analogi ( qiyas) dengan


tugas-tugas profesi guru. Guru sebagai profesional, berkewajiban untuk mendidik
dengan mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang baik kepada
siswanya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki setidaknya empat kompetensi,
yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi personal, dan
kompetensi sosial (UURI Nomor 4 Tahun 2005). Guru harus memiliki kepribadian yang
unggul dan keterampilan sosial yang baik sebagai modal utama menanamkan tata nilai
dan sikap yang baik kepada siswanya. Guru juga harus menguasai secara baik tentang
hakikat materi atau bahan ajar yang akan diajarkannya dan terampil dalam
menyampaikan materi tersebut kepada siswanya.

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 1


Kompetensi profesional bagi seorang guru, merupakan salah satu dari empat
kompetensi yang critical. Kompetensi profesioanl guru memiliki dampak sangat luas dan
sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Mengetahui dan memahami hakikat
matematika bagi guru matematika adalah keniscayaan dan tidak terelakkan ( inevitable).
Pemahaman yang baik tentang hakikat matematika merupakan pondasi dasar yang
sangat diperlukan oleh guru matematika. Guru matematika yang profesional harus
memiliki landasan filosofis yang kuat dalam tugas mengajarnya, di samping landasan
pedagogis dan landasan psikologis.

Landasan filosofis pendidikan matematika berakar dan bersumber dari


pertanyaan-pertanyaan mendasar dan radikal tentang matematika. Pertanyaan-
pertanyaan hakikat matematika itu apa? Matematika itu ilmu atau bukan? Matematika
itu diciptakan atau ditemukan? merupakan pertanyaan-pertanyaan filsafat yang harus
bisa dijawab oleh semua guru matematika. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan memberikan landasan yang kuat bagi guru matematika untuk
melaksanakan tugas mengajarnya. Pengetahuan tentang hakikat matematika, akan
memberikan inspirasi bagaimana seharusnya matematika diajarkan oleh guru kepada
siswanya.

Dalam makalah ini akan dibahas beberapa topik yang terkait dengan landasan
filosofis pendidikan matematika dan implikasinya dalam pembelajaran. Topik-topik
yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi: latar belakang historis, hakikat filsafat,
aliran-aliran filsafat matematika, hakikat matematika, dan implikasi landasan filosofis
dalam pembelajaran matematika.

LATAR BELAKANG HISTORIS

Pembahasan tentang filsafat pendidikan matematika tidak bisa dilepaskan dari


latar belakang historis munculnya ilmu pengetahuan. Dalam sejarahnya, pada abad ke-
17 telah terjadi revolusi besar dalam sains dan matematika. Pada waktu itu ada dua
mazhab utama filsafat, yaitu Rasionalisme dan Empirisme. Di benua Eropa, kaum
rasionalis seperti Descartes, Baruch Spinoza, dan Leibniz adalah ahli waris Plato. Mereka
menekankan peran nalar, sebagai lawan dari pengalaman indrawi, dalam memperoleh
Kuliah Umum UIN SUKA 2016 2
pengetahuan. Secara ekstrim mereka memiliki pandangan bahwa semua pengetahuan
secara ideal harus berdasarkan atas penalaran.

Empirisme sebagai lawan utama dari rasionalisme berusaha untuk memperoleh


dasar pengetahuan yang berbasis pada pengalaman panca indera. Tokoh utama pada
periode tersebut adalah John Locke, George Berkeley, David Hume, dan Thomas Reid,
yang semuanya tinggal di Kepulauan Inggris. Secara umum penganut aliran empirisme
menyatakan bahwa apa pun yang kita ketahui tentang dunia harus berasal dari
pengamatan yang netral dan tidak memihak. Akses terhadap alam semesta hanya
melalui mata, telinga, dan seterusnya. Ahli empiris menggambarkan pikiran seseorang
sebagai tablet kosong, di mana informasi tercetak melalui indera. Manusia adalah
pengamat pasif, memilah-milah data yang masuk dan mencoba untuk memahami dunia
sekitar (Shapiro, 2000).

Selama periode tersebut, tidak ada catatan filosofis yang substansial dan rinci
tentang matematika. Tentu saja, para rasionalis mengagumi matematika dengan
Descartes dan Leibniz sebagi matematikawan utama. Ahli empiris cenderung
meremehkan pentingnya matematika, mungkin karena tidak mudah mencocokkan
matematika dengan sejumlah pengetahuan mereka. Namun, mengingat peran
matematika dalam sains, ahli empiris harus memperhitungkan hal-hal tersebut.
Selanjutnya kedua mazhab rasionalis dan empiris mengambil matematika menjadi
besaran fisika atau objek-objek yang diperluas. Objek-objek tersebut ditemukan secara
empiris. Kedua mazhab, berbeda pandangan atas ide-ide objek yang diperluas dan atas
penalaran tentang ide-ide tersebut. Pandangan ini menegaskan keyakinan rasionalis
bahwa intelektual manusia merupakan alat yang berguna untuk penalaran (matematis)
untuk substansi sebuah kesimpulan a priori tentang dunia fisik.

Di dalam filsafat matematika, adanya pertentangan antara kaum rasionalis dan


kaum empiris menimbulkan pengakuan mendalam akan sintesis yang heroik dari
Immanuel Kant (1723-804) yang menyatakan bahwa matematika adalah ilmu yang
bersifat sintetik a priori. Pengetahuan matematika di satu sisi bersifat “subserve” yaitu
hasil dari sistesis pengalaman inderawi, di sisi lain matematika bersifat “superserve”
yaitu pengetahuan a priori sebagai hasil dari konsep matematika yang bersifat

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 3


immanent (tetap ada) dikarenakan di dalam pikiran sudah terdapat kategori-kategori
yang memungkinkan dapat memahami matematika tersebut. Pertanyaan tentang
matematika itu ilmu atau bukan, dapat dipahami dalam perspektif ini.

Matematika merupakan produk atau buah pikiran manusia (Sumardyono, 2004).


Matematika diperoleh melalui penalaran deduktif dan a priori. Kebenaran matematika
bersifat koheren, suatu kebenaran yang didasarkan pada kebenaran yang sudah
diterima sebelumnya. Sementara itu, pada umumnya suatu pengetahuan disebut sebagai
ilmu (sains) jika dihasilkan melalui proses penelitian ilmiah yang empiris, induktif dan a
posteriori. Meskipun demikian, ada pula ahli yang mendekatkan jarak antara pengertian
ilmu dan sifat ilmiah suatu pengetahuan yang telah diterima manusia sesuai dengan
logika berpikirnya. Walaupun matematika bukan produk penelitian ilmiah, tetapi
kebenaran matematika bersifat universal dalam semestanya. Kebenarannya yang
universal, menempatkan matematika sebagai ilmu yang kedudukannya lebih tinggi dari
produk ilmiah yang mana pun juga. Matematika menjadi pelayan ilmu, sebab dengan
matematika ilmu dapat berkembang jauh bahkan melebihi perkiraan manusia pada
umumnya.

HAKIKAT FILSAFAT

Filsafat merupakan suatu kegiatan pemikiran terhadap masalah-masalah yang


mendasar. Hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi, pengetahuan, nilai, alasan, dan
bahasa merupakan objek--objek filsafat. Filsafat membahas permasalahan-
permasalahan dengan telaah kritis dan radikal menggunakan pendekatan umum yang
sistematik, dan berdasarkan argumen-argumen yang rasional. Kata “filsafat” atau
philosophy dari Bahasa Yunani, yaitu philosophia yang berarti “mencintai kebijaksanaan
atau kearifan”. Pertanyaan “apakah filsafat itu?” merupakan pertanyaan yang tidak ada
kesatuan atau bahkan bertentangan satu sama lain dalam jawabannya. Setiap filosuf,
sesuai aliran filsafatnya memberikan definisi yang berlainan sesuai dengan aspek-aspek
yang menjadi pusat perhatiannya. Secara etimologis filsafat atau philosophy berasal dari
akar kata philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan) yang berarti cinta kearifan. Kata
philosophia dikemukakan awalnya oleh Phytagoras (572-497 SM) dan dia menyebut

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 4


dirinya sebagai “philosophos” (pecinta kearifan). Kearifan yang sejati sesungguhnya
hanyalah dimiliki Tuhan, sehingga dia menyatakan sebagai pecinta kearifan, bukanlah
orang yang arif.

Secara terminologis, filsafat dipahami dalam banyak pengertian. Banyaknya


macam pengertian filsafat, memotivasi perlunya memilih salah satu atau lebih
pandangan sesuai dengan bidang ilmu yang terkait dengan filsafat itu sendiri. Menurut
Suriasumantri (2003), filsafat diartikan sebagai suatu cara berpikir yang radikal,
menyeluruh, dan mengupas sesuatu yang sedalam-dalamnya. Secara umum untuk
pembahasan ini, filsafat diartikan sebagai suatu kajian yang kritis dan rasional untuk
menjawab pertanyaan tentang sesuatu yang menyeluruh, mendalam, dan mendasar.
Filsafat berkaitan dengan ilmu. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan pengetahuan-pengetahuan
lainnya (Suriasumantri, 2003). Ciri-ciri keilmuaan itu didasarkan pada jawaban yang
diberikan ilmu tersebut terhadap ketiga pertanyaan yang mendasar.

Pertanyaan pertama merupakan pertanyaan yang terkait dengan ontologi.


Ontologi membahas tentang apa ilmu itu atau menyangkut eksistensi ilmu. Pertanyaan
kedua terkait dengan epistemologis (teori pengetahuan), yaitu bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan itu. Sedang pertanyaan ketiga menyangkut oxiologi (teori
tentang nilai), yaitu tentang apa nilai kegunaan ilmu itu. Pertanyaan mengenai apa
matematika disebut ontologi matematika, bagaimana belajar atau mempelajari
matematika disebut epistemologi matematika, dan untuk apa belajar matematika
disebut aksiologi matematika (Abdusysyakir, 2007). Contoh yang terkait dengan
ontologi, misalnya, agama merupakan ilmu yang membahas hal-hal di luar jangkauan
manusia. Biologi membahas pengetahuan yang bersifat empirik dan terkait dengan
mahluk hidup. Contoh yang terkait epistemologis, misalnya, agama diperoleh melalui
wahyu ilahi, sedang Biologi didasarkan pada metode ilmiah yang bersifat empiris.
Logika atau matematika didasarkan pada logika deduktif untuk menurunkan
pengetahuan-pengetahuan baru dari pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah
diketahui. Contoh yang terkait dengan aksiologi, misalnya, agama berguna untuk
mengembangkan moral, akhlaq, atau keyakinan seseorang, sehingga ia mendapatkan
ketenteraman batin dan kebahagiaan.
Kuliah Umum UIN SUKA 2016 5
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT MATEMATIKA

Filsafat matematika merupakan cabang filsafat yang bertujuan untuk merenungkan


dan menjelaskan hakikat matematika. Hal ini merupakan kasus khusus dari tugas
epistemologi yang menjelaskan pengetahuan manusia secara umum. Dalam filsafat
matematika terdapat pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa dasar untuk pengetahuan
matematika? Apakah sifat kebenaran matematika? Apa ciri kebenaran matematika? Apa
pembenaran untuk pernyataan mereka? Mengapa kebenaran matematika kebenaran yang
diperlukan? (Ernest, 1991). Filsafat matematika berperan untuk memberikan landasan yang
sistematis dan absolut untuk pengetahuan matematika, yaitu dalam nilai kebenaran
matematika. Filsafat matematika berfungsi untuk memberikan dasar-dasar tertentu untuk
pengetahuan matematika.
Pemahaman tentang hakikat matematika sangat dipengaruhi oleh landasan
filsafat matematika. Perbedaan-perbedaan pemahaman tentang hakikat matematika
sebagian besar dilatarbelakangi oleh perbedaan aliran filsafat yang digunakan. Dalam
memahami hakikat matematika, terdapat 5 aliran yang populer di samping aliran-aliran
lain yang banyak digunakan sebagai landasan dalam belajar dan pembelajaran
matematika. Lima aliran dimaksud adalah absolutisme, fallibilisme, formalisme,
logisisme, dan intuisionisme. Berikut ini akan dijelaskan secara sepintas beberapa aliran
filsafat dan pandangannya tentang matematika yang dapat digunakan sebagai landasan
filosofis pendidikan dan atau pembelajaran matematika.

1. Aliran Absolutisme

Matematika merupakan pengetahuan yang sudah pasti kebenaran dan tidak dapat
diubah. Kebenaran matematika bersifat absolut (mutlak) dan merupakan satu-
satunya realitas pengetahuan yang sudah pasti. Kebenaran matematika hanya
tergantung pada logika yang terkandung dalam term-term-nya. Kebenaran
matematika diturunkan dari definisi-definisi dan tidak dapat dikonfirmasi dengan
fakta empiris.

Metode deduktif memberikan jaminan untuk melakukan asersi pengetahuan


matematika dengan benar. Klaim bahwa matematika (dan logika) adalah

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 6


pengetahuan yang pasti benar secara mutlak, ditopang oleh pernyataan dasar
yang digunakan dalam pembuktian sebagai pernyataan yang benar. Untuk tujuan
mengembangkan sebuah sistem matematika berdasarkan kesepakatan, aksioma-
aksioma matematika diasumsikan benar. Dengan demikian definisi matematika benar
by fiat, dan teorema-teoremanya secara logika diterima sebagai benar. Selain itu,
aturan-aturan logika yang digunakan untuk menarik pengetahuan baru adalah benar,
menolak segala sesuatu, kecuali bahwa kebenaran diturunkan dari kebenaran pula.

Munculnya aliran absolutisme dalam matematika dipicu oleh adanya perbedaan


setidaknya dalam dua hal berikut (Sukardjono, 2000). Pertama, pandangan umum
bahwa matematika merupakan resultan antara sistem aksiomatik dan sistem
logika. Pandangan ini menyatakan eratnya hubungan antara matematika dengan
logika. Sebagian menganggap logika tercakup dalam matematika (aliran formalisme)
dan sejalan dengan hal itu, intuisionisme berpendapat logika adalah cabang dari
matematika. Sementara yang tidak setuju menyatakan bahwa logika adalah
segalanya, sedangkan matematika adalah sebagian kecil dari logika, atau matematika
adalah cabang dari logika (aliran logisisme). Kedua, terjadinya krisis landasan
metamatika, yang melanda pondasi teori himpunan dan logika formal, membawa
matematikawan mencari landasan filsafat untuk merekonstruksi matematika agar
diperoleh landasan yang lebih kokoh. Kedua kenyataan ini memunculkan tiga arus
utama filsafat matematika yaitu aliran logisisme dipimpin oleh Russell dan
Whitehead, aliran intuisionisme dipimpin oleh Brouwer, dan aliran formalisme
dipimpin oleh David Hilbert.

2. Aliran Fallibilisme

Menurut fallibilisme, kebenaran matematika dapat menjadi subyek yang begitu


sederhana, dan dalam banyak hal dapat dikritisi. Kebenaran matematika bersifat
tidak sempurna (fallibel), tidak kokoh, dan di masa depan dapat dikoreksi serta
direvisi.

Tesis aliran fallibilisme dinyatakan dalam dua pernyataan (Ernest, 1991). Dalam
bentuk negatif, aliran fallibilisme fokus untuk menolak pandangan
absolutisme, dinyatakan sebagai kebenaran matematika bukanlah kebenaran yang
Kuliah Umum UIN SUKA 2016 7
mutlak dan kebenarannya tidak mempunyai validasi yang mutlak. Dalam bentuk
positif, fallibilisme menyatakan bahwa kebenaran matematika adalah tidak kokoh
dan setiap saat terbuka untuk direvisi sampai tak hingga kali.

Aliran Fallibilisme menyatakan bahwa isi matematika murni pada akhirnya


diturunkan dari dunia material. Menurutnya, matematika menangani hubungan
kuantitaif dalam dunia nyata, sehingga asumsi kebenaran seperangkat aksioma
baru akan nampak terbukti setelah melalui masa-masa panjang pengamatan dan
pengalaman atas realitas, bukan berdasarkan pembuktian secara deduktif-
aksiomatik. Hal ini didukung oleh kemampuan operasi matematika y a n g
diterapkan pada dunia nyata dan mendapatkan hasil yang bermakna, dan
memperlihatkan adanya tarik menarik (affinity) antara matematika dan dunia nyata,
sehingga matematika memiliki kegunaan praktis.

3. Aliran Logisisme

Aliran logisisme dikembangkan oleh filosuf Inggris Bertrand Arthur William Russell
(1872-1970). Prinsipnya menjelaskan bahwa matematika semata-mata merupakan
deduksi-deduksi dengan prinsip-prinsip logika. Matematika dan logika merupakan
bidang yang sama, karena seluruh konsep-konsep dan teorema-teorema diturunkan
dari logika.

Tesis Logisisme adalah matematika sebagai cabang dari logika. Menurut aliran ini,
seluruh matematika dari sejak jaman kuno perlu dikonstruksi kembali ke dalam
term-term logika dan tentu saja programnya adalah mengubah seluruh matematika
ke dalam logika. Semua konsep matematika haruslah dirumuskan dalam term-
term logika dan semua teorema matematika harus dikembangkan sebagai teorema
logika. Tesis ini muncul sebagai upaya untuk meletakkan pondasi matematika ke
tempat yang paling dasar dan paling dalam. Pondasi matematika yang saat ini
digunakan dibangun dengan sistem bilangan real, didorong ke sistem bilangan asli,
dan akhirnya didorong lagi ke teori himpunan.

Bertrand Russell berhasil memperlihatkan bahwa dua buah klaim aliran logisisme
berikut dapat diselesikan dengan logika (Sukardjono, 2000) yaitu (1) seluruh konsep

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 8


matematika secara mutlak dapat direduksi ke dalam konsep logika, tercakup dalam
konsep teori himpunan atau beberapa sistem yang kekuatannya sama, dan (2)
seluruh kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan-aturan
inferensi dalam logika.

Tujuan kedua klaim ini adalah jika seluruh matematika dapat diekspresikan
ke dalam term-term logika secara murni dan dapat dibuktikan menggunakan prinsip-
prinsip logika, maka kepastian pengetahuan matematika dapat direduksi ke dalam
logika. Tugas logisisme adalah menyediakan dasar logika untuk pengetahuan
matematika secara pasti dan meyakinkan serta mengukuhkan kembali kemutlakan
kepastian dalam matematika.

4. Aliran Formalisme

Aliran formalisme dikembangkan oleh filosoh Jerman David Hilbert (1862-1943).


Menurut pandangannya sifat alami matematika adalah sebagai sistem lambang yang
formal. Matematika berhubungan dengan sifat-sifat struktural dari simbol-simbol dan
proses pengolahan terhadap lambang-lambang itu. Simbol-simbol dianggap mewakili
berbagai sasaran yang menjadi objek matematika. Bilangan, misalnya, dipandang
sebagai sifat-sifat struktural yang paling sederhana. Dengan simbol abstrak yang
dilepaskan dari suatu sifat tertentu dan hanya bentuknya saja, aliran ini berusaha
menyelediki berbagai sistem matematika. Menurut pandangan aliran ini matematika
merupakan ilmu tentang sistem-sistem formal.

Aliran formalisme menganjurkan pendekatan murni abstrak, berangkat dari


prinsip awal, dan mendeduksi segalanya dari prinsip awal tersebut. Karya- karya
yang dihasilkannya sama sekali tidak mempunyai (dan memang tidak perlu
mempunyai) hubungan dengan ilmu pengetahuan dan dunia nyata, sesuatu yang
sangat membanggakan aliran ini. Menurut aliran formalisme, matematika sekedar
rekayasa simbol berdasarkan aturan tertentu untuk menghasilkan sebuah sistem
pernyataan tautologis, yang memiliki konsistensi internal, tetapi kosong dari
makna. Matematika direduksi hanya menjadi sebuah permainan intelektual. Dalam
bahasa populer, formalisme memandang matematika sebagai permainan formal

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 9


penuh makna yang dimainkan dengan lambang-lambang di atas kertas menggunakan
aturan tertentu.

Tesis aliran formalisme ada dua (1) matematika murni dapat diekspresikan dalam
bentuk sistem formal yang kosong dari arti, dan di dalamnya mengandung kebenaran
matematika yang direpresentasikan dalam bentuk teorema formal, dan (2) untuk
menunjukkan bahwa sistem formal yang dibangun bebas dari segala macam
kontradiksi dan paradok, digunakan alat yang disebut meta-matematika dengan cara
mendemonstrasikan bahwa term-termnya bebas dari inkonsistensi.

Secara ringkas, tesis kaum Formalis adalah membangun matematika yang berpusat
pada penggunaan sistem lambang formal. Programnya adalah membangun
konsistensi seluruh matematika dengan menggunakan teori bukti. Tesisnya
bahwa matematika harus dikonstruksi kembali atas dasar kaidah konsistensi dengan
lambang-lambang formal.

Kaum formalis memandang matematika sebagai koleksi perkembangan abstrak, di


mana term-term matematika semata-mata hanyalah lambang-lambang dan
pernyataan adalah rumus-rumus yang melibatkan lambang-lambang tersebut. Dasar
untuk aritmatika tidak terletak pada logika tetapi pada koleksi tanda-tanda pralogis
atau lambang-lambang dalam seperangkat operasi dengan tanda-tanda ini. Oleh
karena itu, menurut aliran Formalisme, matematika kosong dari muatan konkrit
dan hanya memuat elemen-elemen lambang ideal, sehingga membangun konsistensi
dari berbagai cabang matematika menjadi sangat penting. Tanpa disertai bukti
konsistensi, seluruh penyelidikan matematika tidak berarti sama sekali. Dengan tesis
kaum Formalis ini, perkembangan matematika aksiomatis terdorong ke puncak
kejayaan tertinggi.

5. Aliran Intusionisme

Aliran intuisionisme dipelopori oleh ahli matematika dari Belanda Luitzen Egbertus
Jan Brouwer (1881-1966). Intuisionis berpandangan bahwa matematika merupakan
bagian eksak dari pemikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika terletak pada
akal manusia (human intelect) dan tidak pada simbol-simbol di atas kertas.

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 10


Matematika didasarkan pada suatu intuisi dasar ( basic intuition). Intuisi pada
hakikatnya sebagai suatu aktivitas berpikir yang tak tergantung pada pengalaman,
bebas dari bahasa simbol, dan bersifat objektif.

Intuisionisme merupakan aliran filsafat dalam tradisi Kant yang berpandangan


bahwa semua pengetahuan manusia diawali oleh intuisi yang menghasilkan konsep-
konsep dan diakhiri dengan ide-ide. Setidaknya untuk semua tujuan praktis, segala
sesuatu, termasuk matematika, hanya ada dalam pikiran. Brouwer menyatakan
bahwa matematika adalah kreasi pikiran manusia. Bilangan, misalnya, hanyalah
entitas mental, yang tidak akan pernah ada, kecuali dalam pikiran manusia yang
memikirkannya.

Aliran Intuisionisme tidak memandang kebenaran matematis sebagai struktur


objektif seperti pendapat aliran Formalisisme dan Logisisme. Menurut aliran ini,
matematika tidak akan dapat seluruhnya dilambangkan. Berpikir matematis tidak
tergantung pada bahasa tertentu yang digunakan untuk mengungkapkannya.

Bagi kaum Intuisionis, suatu himpunan tak boleh dipikirkan sebagai koleksi yang
telah siap jadi, akan tetapi harus dipandang sebagai hukum yang elemen-elemennya
dapat atau harus dikonstruksi selangkah demi selangkah. Konsep himpunan seperti
ini dapat membebaskan matematika dari kemungkinan terjadinya kontradiksi,
seperti munculnya kontradiksi pada pernyataan ”himpunan semua himpunan”.

HAKIKAT MATEMATIKA

Apa sebenarnya matematika itu? Pembahasan tentang matematika, pada


umumnya dikaitkan dan diasosiasikan dengan “bilangan”, “angka”, “simbol-simbol”, atau
“perhitungan”. Hal ini sebagai akibat dari pandangan para ahli yang sangat tertarik
dengan perilaku bilangan dan melihat matematika dari sudut bilangan. Sementara pakar
lain lebih mencurahkan perhatian kepada struktur-struktur, dengan melihat matematika
dari sudut pandang struktur-strukturnya. Pakar yang lain lagi, lebih tertarik pada pola
pikir atau sistematika, maka mereka melihat matematika dari sudut pandang
sistematikanya.

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 11


Adakah definisi matematika yang disepakati bersama? Sejauh ini, beberapa
definisi atau ungkapan pengertian matematika hanya dikemukakan terutama berfokus
pada sudut pandang masing-masing pakar yang merumuskan definsi tersebut. Hal
demikian dikemukakan dengan maksud agar pembaca dapat menangkap dengan mudah
keseluruhan pandangan para ahli matematika. Dengan kata lain tidak terdapat satu
definisi yang tunggal dan disepakati oleh semua tokoh atau pakar matematika. Berikut
ini disajikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika.
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara
sistematik.
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasinya.
3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan
bilangan.
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang
ruang dan bentuk.
5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logis.
6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut tergambar betapa banyak dan luasnya


bidang kajian matematika. Bagaimana kita dapat menggambarkan matematika secara
sederhana? Jika kita harus menjawab pertanyaan matematika itu apa, maka kita hanya
bisa mendeskripsikan beberapa sifatnya. Cara seperti ini yang pada umumnya dipakai
para ahli untuk mendeskripsikan matematika. Beberapa definisi begitu sederhana dan
sebagian yang lain cukup kompleks, tetapi tidak ada deskripsi yang menjadi suatu
definisi formal matematika yang sudah disepakati oleh para ahli. Apa saja sifat-sifat yang
sering digunakan para ahli untuk mendeskripsikan matematika? Berkut ini akan dibahas
karakteristik matematika, objek kajian matematika, sistem dan struktur matematika,
serta implikasinya dalam pembelajaran.

1. Karakteristik Matematika

Matematika memiliki pengertian yang beragam, sehingga cukup sulit untuk


didapat pengertian yang tunggal. Akan tetapi bisa dirumuskan ciri-cirinya. Matematika
sebagai ilmu memiliki ciri-ciri, yaitu (1) memiliki objek abstrak, (2) bertumpu pada

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 12


kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) memiliki simbol-simbol yang kosong dari
arti, (5) memperhatikan semesta pembicaraan, dan (6) konsisten dalam sistemnya
(Soedjadi, 2000). Berikut ini dikemukakan uraian masing-masing karakteristik
matematika tersebut dengan contohnya.

1) Memiliki Objek Abstrak

Objek dasar yang dipelajari matematika merupakan sesuatu yang abstrak atau sering
disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Fakta, konsep,
prinsip, dan operasi merupakan contoh dari objek dasar matematika. Dari objek
dasar itulah dapat disusun pola dan struktur matematik.

2) Bertumpu pada Kesepakatan

Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Lambang


bilangan seperti 1, 2, dan 3 merupakan contoh kesepakatan dalam matematika.
Penggunaan kata ”satu” untuk lambang ”1” atau ”sama dengan” untuk ”=” juga
merupakan suatu kesepakatan.

Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Dalam
geometri dikenal aksioma yang menyatakan bahwa ”melalui dua titik dapat dibuat
tepat satu garis”. Dari pernyataan tersebut langsung tergambar nilai kebenarannya
yakni, ”benar” sehingga tidak perlu dibuktikan.”Titik” dan ”garis” merupakan contoh
konsep primitif sehinggga tidak perlu didefinisikan.

3) Berpola Pikir Deduktif

Matematika sebagai ”ilmu” hanya diterima jika berpola pikir deduktif. Pola pikir
deduktif secara sederhana dapat dikatakan sebagai pemikiran ”yang berpangkal dari
hal yang bersifat umum diterapkan dan diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”.
Berikut ini dikemukakan dua contoh pola pikir deduktif.

Contoh 1: Seorang siswa yang telah memahami konsep ”lingkaran”, ketika berada di
dapur dapat menggolongkan peralatan dapur yang berbentuk lingkaran dan yang
bukan lingkaran. Ketika siswa mampu menunjukkan peralatan yang berbentuk

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 13


lingkaran dan yang bukan maka siswa tersebut telah menggunakan pola pikir
deduktif secara sederhana.

Contoh 2: Banyak teorema dalam matematika yang ”ditemukan” melalui pengamatan-


pengamatan khusus, misalnya teorema Pythagoras. Jika hasil pengamatan tersebut
dimasukkan dalam suatu struktur matematika tertentu dalam bentuk teorema,
teorema yang ditemukan itu harus dibuktikan secara deduktif antara lain dengan
menggunakan teorema dan definisi terdahulu yang telah diterima sebagai kebenaran
yang ”benar”.

4) Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti

Dalam matematika banyak simbol yang digunakan, baik yang berupa huruf ataupun
bukan huruf. Simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk model matematika.
Model matematika dapat berupa persamaan, pertaksamaan, bangun geometri, dan
sebagainya.

Contoh simbol yang kosong dari arti adalah huruf-huruf yang dipergunakan dalam
model persamaan x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan. Demikian
juga tanda + belum tentu berarti operasi tambah untuk dua bilangan. Makna “huruf”
dan “tanda” itu tergantung dari masalah yang mengakibatkan terbentuknya model
itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong dari arti,
terserah kepada yang akan memanfaatkan model-model metematika itu. Hal ini
justru memungkinkan ”intervensi” matematika ke dalam berbagai pengetahuan.
Kekosongan arti itu memungkinkan matematika memasuki medan garapan ilmu
ekonomi, teknik, bahkan ilmu bahasa (linguistik).

5) Memperhatikan Semesta Pembicaraan

Pernyataan tentang kekosongan arti simbol dan tanda dalam matematika


sebagaimana disebutkan sebelumnya, ditunjukkan dengan jelas bahwa dalam
penggunaan matematika diperlukan kejelasan lingkup model yang dipakai. Jika
lingkup pembicaraannya bilangan, maka simbol-simbol itu diartikan suatu bilangan.
Jika lingkup pembicaraannya transformasi, simbol-simbol itu diartikan suatu
transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta
Kuliah Umum UIN SUKA 2016 14
pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model
matematika ditentukan oleh semesta pembicaraannya.

Contoh: Dalam semesta himpunan bilangan bulat, persamaan 2x + 3 = 4 tidak


memiliki selesaian. Persamaan 2x + 3 = 4 memiliki selesaian jika semesta
pembicaraannya himpunan bilangan real. Selesaian x = 0,5 merupakan anggota
himpunan bilagan real, tetapi x = 0,5 bukan anggota himpunan bilangan bulat.

6) Konsisten dalam Sistemnya

Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu
sama lain, tetapi ada juga sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain,
misalnya, dikenal sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan
sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi di dalam
sistem aljabar sendiri terdapat beberapa subsistem yang lebih ”kecil” yang terkait
satu sama lain.

Dalam aljabar terdapat sistem aksioma dari group, sistem aksioma dari ring, sistem
aksioma dari field dan sebagainya. Tiap-tiap sistem aksioma itu memiliki keterkaitan
tertentu. Dalam tiap-tiap sistem dan strukturnya berlaku ketaatasasan atau
konsistensi. Ini juga dikatakan bahwa dalam setiap sistem dan strukturnya tersebut
tidak boleh terdapat kontradiksi.

Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu berlaku baik dalam makna maupun
dalam hal penilaian kebenarannya. Jika ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x
dan x + y = p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.

2. Objek Kajian Matematika

Gagne (1983) membagi objek-objek matematika yang dipelajari siswa menjadi


objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsungnya adalah fakta, konsep, prinsip,
dan keterampilan. Sedangkan objek tak langsungnya adalah kemampuan yang secara tak
langsung akan dipelajari siswa ketika mempelajari objek langsung matematika seperti

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 15


kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, sikap positif terhadap
matematika, ketekunan, ketelitian, dan lain-lain (Gagne, 1983; Bell, 1981).

Berikut ini akan dibahas secara sepintas tentang fakta, konsep, prinsip, dan
keterampilan dengan ilustrasi contoh dalam matematika.

1) Fakta

Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti lambang, notasi,


ataupun aturan. Lambang “1” untuk menyatakan banyaknya sesuatu yang tunggal
merupakan contoh fakta dalam matematika. Demikian juga, lambang “+”, “–“, dan ”×”
untuk operasi penjumlahan, pengurangan, dan perkalian. Aturan urutan operasi
seperti 5 + 2 × 10 = 5 + 20, di mana operasi perkalian didahulukan dari operasi
penjumlahan juga merupakan contoh fakta dalam matematika.

2) Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi


suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan
contoh dari ide tersebut. Dalam mempelajari matematika, terdapat banyak konsep
seperti bilangan, persegi panjang, bola, lingkaran, segitiga, sudut siku-siku, dan
perkalian. Siswa dikatakan telah mempelajari konsep segitiga jika ia telah dapat
membedakan segitiga dari yang bukan segitiga.

3) Prinsip

Prinsip adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau
lebih. Luas segitiga merupakan contoh dari prinsip dalam matematika. Pada rumus
luas segitiga, terdapat beberapa konsep yang digunakan, yaitu konsep luas, konsep
panjang alas segitiga, dan konsep tinggi segitiga.

Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip luas segitiga jika siswa tersebut:

(1) Ingat rumus luas segitiga; (2) Memahami beberapa konsep yang digunakan serta
lambang atau notasinya; dan (3) Dapat menggunakan rumus atau prinsip yang
bersesuaian pada situasi yang tepat.

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 16


4) Keterampilan

Keterampilan adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau


memperoleh suatu hasil tertentu. Seorang siswa dinyatakan belum menguasai suatu
keterampilan jika ia tidak menghasilkan suatu penyelesaian yang benar atau tidak
dapat menggunakan dengan tepat suatu prosedur atau aturan yang ada. Seorang
siswa dinyatakan telah menguasai suatu keterampilan jika ia dapat menggunakan
dengan tepat suatu prosedur atau aturan dan dapat menghasilkan suatu
penyelesaian yang benar.

3. Sistem dan Struktur Matematika

Sistem diartikan sebagai ”sekumpulan unsur atau elemen yang terkait satu sama
lain dan mempunyai tujuan tertentu”. Unsur atau elemen dalam sistem itu sangat
tergantung kepada semesta pembicaraan. Sistem aksioma, misalnya, unsurnya adalah
aksioma. Dalam matematika terdapat juga sistem geometri, sistem bilangan, sistem
persamaan dan sebagainya. Dalam hal ini, struktur merupakan suatu sistem yang di
dalamnya memuat hubungan yang hirarkis. Suatu sistem aksioma yang diikuti dengan
teorema-teorema yang dapat diturunkan dari padanya membentuk suatu struktur. Di
dalam suatu struktur matematika yang lengkap terdapat ”konsep primitif”, ”aksioma”,
”konsep lain yang didefinisikan” dan ”teorema”.

Aksioma diperlukan untuk menghindari berputar-putarnya pembuktian,


sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindari berputar-putarnya
pendefinisian. Aksioma juga disebut sebagai postulat atau pernyataan-pangkal
(pernyataan yang kebenarannya tidak perlu dibuktikan). Konsep primitif yang juga
disebut sebagai undefined term ataupun pengertian pangkal yaitu unsur yang tidak
perlu didefinisikan. Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem aksioma, yang
selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tertentu terdapat
konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk konsep
baru melalui pendefinisian. Suatu struktur matematika secara umum dapat ditunjukkan
dengan skema di bawah ini.

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 17


Gambar 1: Struktur Matematika

Cara membuat skema itu dapat berbeda namun pada intinya sama. Lajur kiri
adalah lajur yang memuat pernyataan (aksioma sering disebut juga ”pernyataan
pangkal”). Lajur kanan adalah lajur ”pengertian” atau ”konsep” (konsep primitif sering
disebut juga ”pengertian pangkal”). Beberapa aksioma, yang terdiri atas beberapa
pernyataan, dapat membentuk suatu sistem apabila memenuhi syarat tertentu, yaitu
(1) independen atau bebas, (2) konsisten atau taat asas atau non-kontradiksi, dan (3)
lengkap. Sebagai contoh, misalnya, empat aksioma A 1, A2, A3, A4, dapat membentuk
sebuah sistem aksioma, jika memenuhi syarat berikut: (1) Independen, artinya tidak ada
satupun dari keempat aksioma itu yang dapat diperoleh atau dapat diturunkan dari
aksioma yang lain. Bila ada satu saja aksioma dari keempat aksioma itu, misalkan A 3
dapat diturunkan dari A1, keempat aksioma tersebut tidak dapat membentuk sistem
aksioma. Agar terbentuk sistem aksioma A 3 harus dikeluarkan dari strukturnya dan
dapat diangkat menjadi salah satu teorema; (2) Konsisten, artinya tidak ada satupun
dari keempat aksioma itu yang bertentangan atau kontradiksi dengan aksioma yang
lain; (3) Lengkap, artinya dari keempat aksioma itu dapat dibentuk atau diturunkan
teorema-teorema baru.

IMPLIKASI LANDASAN FILOSOFIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 18


Pada dasarnya pola pikir matematika sebagai ilmu adalah deduktif. Sifat atau
teorema yang ditemukan secara induktif dan empiris harus dibuktikan kebenarannya
dengan langkah-langkah deduktif sesuai dengan strukturnya. Dalam matematika
sekolah, kalaupun siswa pada akhirnya tetap diharapkan mampu berpikir deduktif,
namun dalam proses pembalajarannya dapat digunakan pola pikir induktif. Pola pikir
induktif yang digunakan sebagai bentuk penyesuaian dengan tahap perkembangan
intelektual siswa.

Pola induktif dan empiris dalam pembelajaran matematika pada tahap tertentu
sangat diperlukan. Karakteristik objek matematika yang abstrak, menuntut guru untuk
memilih pola-pola pembelajaran yang bisa membanu siswa belajar matematika. Sifat
abstrak objek matematika tersebut tetap ada pada matematika sekolah. Hal itu
merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan matematika
sekolah. Seorang guru matematika harus berusaha untuk mengurangi sifat abstrak dari
objek matematika itu sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran matematika di
sekolah. Dengan demikian, seorang guru matematika harus mengusahakan agar fakta
konsep, prinsip, dan keterampilan (operasi) dalam matematika itu terlihat konkret
sesuai dengan perkembangan penalaran siswanya. Pada jenjang SD/MI, sifat konkret
objek matematika tersebut diusahakan lebih banyak atau lebih besar dibandingkan
jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi jenjang sekolahnya, semakin besar atau
banyak sifat abstraknya. Pembelajaran matematika tetap diarahkan kepada pencapaian
kemampuan berfikir abstrak para siswa.

Dalam pembelajaran matematika pola pikir deduktif sangat penting dan


merupakan salah satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan kepada
penataan nalar. Namun demikian, dalam pembelajaran matematika terutama di jenjang
SD/MI dan SMP/MTs, masih sangat memerlukan penggunaan pola pikir induktif. Ini
berarti dalam penyajian matematika di kedua jenjang pendidikan tersebut perlu dimulai
dengan contoh-contoh, yaitu hal-hal yang khusus, selanjutnya secara bertahap menuju
kepada suatu kesimpulan atau sifat yang umum. Simpulan itu dapat saja berupa suatu
definisi ataupun teorema yang diangkat dari contoh-contoh tersebut.

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 19


Suatu teorema yang diperoleh dengan cara induktif, jika kondisi siswa
memungkinkan, dapat dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Namun jika
pembuktian tersebut dipandang berat bagi siswa SMP/MTs, pola deduktif dapat
diperkenalkan melalui penggunaan definisi atapun teorema tersebut dalam
penyelesaian masalah. Pada jenjang SMP/MTs untuk menyajikan topik-topik tertentu
tidak harus menggunakan pola pikir induktif. Pengenalan pola pikir deduktif sudah
dapat dimulai secara terbatas dan selektif, sedangkan pada jenjang sekolah menegah
khususnya SMA/MA, tentunya penggunaan pola pikir induktif dalam penyajian sesuatu
topik sudah semakin dikurangi. Pola number sense dan symbol sense serta pola abstrak-
konkret-abstrak, dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran matematika di
sekolah.

1. Number Sense dan Symbol Sense

Dalam menentukan materi matematika untuk setiap jenjang sekolah akan lebih baik
jika dipahami benar materi matematika yang dapat dipandang sebagai titik
peralihan. Tentu saja hal tersebut terkait erat dengan tujuan institusional yang
ditetapkan untuk dicapai. Namun tidaklah mudah terlihat materi yang dapat
dipandang sebagai titik peralihan. Banyak guru (mahasiswa) yang tidak menyadari
adanya materi matematika yang merupakan titik peralihan dari “aritmetika” ke
”aljabar”, dan dari “aljabar” ke ”kalkulus” meskipun telah terampil menyelesaikan
soal-soal tersebut.

Dalam pelajaran kalkulus jelas banyak dijumpai bentuk-bentuk aljabar seperti


fungsi, polinom atau suku banyak, dan sebagainya. Tetapi kalkulus sendiri berbicara
tentang pendekatan-pendekatan suatu nilai yang diawali dengan bagian hitung
differensial. Ini hanya mungkin bila ada materi peralihan yang menjembatani bagian
matematika yang baru dengan bagian matematika yang lain. Guru dapat mengatur
pembelajarannya dengan lebih berhati-hati.

Bagaimana dengan ”Aritmetika” dan ”Aljabar”? Aritmetika dan aljabar yang


dimaksud adalah yang menjadi inti pelajaran matematika di jenjang pendidikan
dasar, bukan dalam arti yang lebih tinggi seperti ”aritmetika transfinit” ataupun
”aljabar abstrak”. Dalam aritmetika lebih ditekankan pada sifat-sifat bilangan. Pada
Kuliah Umum UIN SUKA 2016 20
aljabar, meskipun masih didominasi oleh penggunaan bilangan, sudah banyak
digunakan simbol-simbol yang tidak langsung berupa bilangan. Nah, adakah materi
atau objek matematika yang menjadi titik peralihan dari aritmetika ke aljabar?
Objek matematika yang dapat dipandang sebagai titik peralihan dari aritmetika ke
aljabar adalah ”variabel” atau sering juga disebut ”peubah”. Variabel atau peubah
adalah suatu simbol atau tanda yang belum menunjukkan anggota tertentu dari
suatu himpunan. Himpunan yang dimaksud biasanya masih hanya himpunan
bilangan. Notasi atau penulisan variabel itu dapat beranekaragam. Pada tahap awal
tidak perlu langsung menggunakan huruf, tetapi dapat berupa tanda, misalnya 
atau  atau ...., yang dapat diucapkan dengan kata ”berapa”? Setelah siswa
memahami kegunaan tanda-tanda itu barulah diubah menjadi huruf x, y, dan
sebagainya. Penggunaan huruf sebagai variabel akan semakin banyak dalam
pelajaran aljabar di SMP/MTs, yang umumnya masih terbatas diartikan bilangan
yang belum tertentu atau belum diketahui.

Pada jenjang SD/MI penekanan materi masih terbatas pada aritmatika. Pengetahuan
tentang bilangan di SD/MI tidak selalu dikaitkan dengan operasi atau pengerjaan
hitung, sehingga digunakan istilah ”number sense” atau ”pemahaman bilangan” atau
”kepekaan atas bilangan”. Dengan demikian number sense meliputi hitung
menghitung dan penggunaan bilangan yang tidak perlu dijumlah ataupun dikurangi
dan sebagainya. Penggunaan bilangan tanpa pengerjaan hitung itu dapat dijumpai
pada pemberian nomor rumah, nomor telepon, mementukan perkiraan tertentu dan
lain-lain.

Kalau di SD/MI penekanan kepada ”number sense” maka di SMP/MTs penekanan


kepada ”symbol sense” karena simbol-simbol yang tidak selalu berarti bilangan itu
banyak digunakan dalam matematika di SMP/MTs. Bagian ini merupakan
pendasaran matematika yang teramat penting karena dengan aneka ragamnya
semesta, memungkinkan matematika digunakan di berbagai bidang kerja atau
keilmuan.

2. Abstrak–Konkret-Abstrak
Kuliah Umum UIN SUKA 2016 21
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa objek matematika adalah
abstrak. Bilangan adalah konsep abstrak. Segitiga adalah konsep abstrak. Kata
”bilangan” dan ”segitiga” adalah nama satu konsep. Bilangan dan segitiga itu hanya
ada di pikiran manusia. Selain itu juga telah dikemukakan bahwa ke-abstrakan objek
matematika itulah yang merupakan penyebab mendasar yang berakibat seseorang
guru tidak mudah mengajar matematika. Sesuai dengan keperluan dapat dilakukan
penggolongan yang lebih cermat, khususnya kalau akan mengajarkan suatu topik.
Kecermatan itu misalnya, konkret  semi konkret/semi abstrak  abstrak, atau
dapat lebih cermat lagi, seperti contoh berikut.

Seorang guru akan memperkenalkan kepada siswanya tentang gajah beserta


anggota tubuhnya. Guru tersebut mengajak siswanya pergi ke kebun binatang yang
memiliki gajah untuk menunjukkan gajah secara konkret. Kemudian di dalam kelas
guru melanjutkan penjelasannya dengan menggunakan ”patung gajah”. Tentu saja
langkah itu masih cukup konkret meski sudah lebih abstrak dari pada melihat gajah
langsung di kebun binatang. Selanjutnya jika hanya menggunakan ”tulisan gajah”
untuk lebih memantapkan pengertian tentang gajah, berarti guru tersebut sudah
melangkah lebih abstrak. Demikian selanjutnya jika hanya menggunakan ”tulisan
gajah” bahkan ”kata gajah” saja berarti sudah abstrak. Hal ini berarti, untuk
menjelaskan tentang gajah dapat ditempuh:

Gajah  patung gajah  gambar gajah  tulisan gajah  kata gajah

Manakah yang akan dipakai sebagai titik tolak sangat tergantung dari sifat topik
yang akan disampaikan/dipelajari serta keadaan lingkungan tempat belajarnya.
Dengan analog di atas, guru matematika dituntut memikirkan dan melakukan usaha
yang kreatif agar dapat ”mengkonkretkan” objek matematika yang abstrak itu
sehingga dapat mudah ditangkap atau dipahami oleh siswanya. Namun, untuk
pelajaran matematika harus diakhiri dengan kemampuan melakukan abstraksi.
Proses abstrak  konkret  abstrak ini merupakan tugas penting guru matematika
dan bukan tugas matematikawan.

PENUTUP

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 22


Setelah memahami hakikat matematika berdasarkan perbedaan-perbedaan
pandangan filsafat yang digunakan, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana
membelajarkan matematika kepada siswa di kelas. Membelajarkan matematika dengan
menggunakan salah satu landasan aliran filsafat secara ekstrim dengan mengabaikan
aliran filsafat yang lain bukanlah cara yang konstruktif. Dalam memahami matematika,
setiap aliran filsafat memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam pembelajaran
matematika guru dituntut untuk secara kreatif dan bertanggungjawab menggunakan
kelebihan suatu pandangan filsafat untuk menutup kelemahan pandangan filsafat yang
lain.

Guru yang memandang matematika hanya sebagai kumpulan angka-angka dan


rumus-rumus, secara tidak sengaja telah terjebak dalam pandangan aliran formalisme
matematika secara ekstrim. Guru yang demikian, akan mengajarkan prosedur-prosedur
matematika dengan mengabaikan kebermknaan matematika yang syarat dengan logika.
Namun demikian, penggunaan logika yang berlebihan atas dasar pandangan aliran
logisisme akan mengabaikan bahwa matematika dikonstruksi dengan basis kesepakatan
dalam suatu semesta pembicaraan. Sementara itu, menggunakan landasan intuisionisme
dengan mengabaikan struktur dan logika matematika akan berakibat menurunkan
kredibilitas dan universalitas kebenaran matematika sebagai ilmu. Menggunakan
pandangan dari berbagai aliran filsafat dalam pendidikan dan pembelajaran matematika
akan memperkaya khzanah wawasan guru dalam tugas profesinya. Kekayaan
pemahaman yang mendalam dan radikal tentang matematika, bagi guru, merupakan
modal utama untuk mecapai tujuan pendidikan dan pemebelajaran matematika.
Insyaalloh!

BAHAN BACAAN

Abdusysyakir. 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN-MALANG Press

Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics. Iowa: WBC.

Ernest, P. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. London: The Palmer Press.
Gagne, R.M. 1983. The Condition of Learning.. Japan: Holt Sounders

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 23


Saepul, Asep dkk. 2009. Bahan Perkuliahan Matematika I. Surabaya: LAPIS-PGMI IAIN
Sunan Ampel Surabaya

Shapiro, S. 2000. Thinking about Mathematics The Philosophy of Mathematics. New


York: Oxford University Press Inc.

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika, Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju
Masa Depan. Jakarta: Ditjen DIKTI

Sukardjono. 2000. Filsafat dan Sejarah Matematika. Jakarta: Penerbit Universitas


Terbuka
Sumardyono. 2004. Karakteristi Matematika dan Implikasi terhadap Pembelajaran
Matematika. Yogjakarta: PPPG Matematika
Suriasumantri, J.S. 2003. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.

Kuliah Umum UIN SUKA 2016 24

Anda mungkin juga menyukai