Anda di halaman 1dari 27

KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU: MATEMATIKA DAN

PENDIDIKAN MATEMATIKA

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A

Oleh

Sasqia Ulimaz Maghfiroh (23031140052)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023
Filsafat dan ilmu pengetahuan berjalan beriringan. Pertanyaan tentang ilmu pada
hakikatnya terdiri dari apa, bagaimana dan apa tujuan dari pengetahuan tersebut. Terlihat jelas
bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut merupakan kajian dari dimensi filsafat. Dengan
mengerti jawaban tersebut, manusia akan mengetahui pengetahuan secara menyeluruh dan
utuh. Filsafat bukan ilmu yang langsung ada, oleh sebab itu kita perlu memahami bagaimana
filsafat dibangun hingga saat ini kita dapat mempelajarinya. Begitu pun matematika, kita perlu
mengetahui sejarah perkembangan matematika dari zaman Sebelum Masehi hingga saat ini
masih bisa kita rasakan keberadaannya meskipun para tokoh matematika telah wafat. Evolusi
matematika seiring dengan evolusi cara pengajaran matematika. Pada saat ini, konstruktivisme
merupakan pendekatan pembelajaran yang sangat relevan karena siswa yang menjadi subjek
pembelajaran sehingga siswa dituntut aktif dalam belajar agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai yakni menjadi pembelajaran yang bermakna. Berikut akan dijelaskan tentang
konstruksi dan implementasi filsafat ilmu dalam matematika dan pendidikan matematika.

I. Filsafat Umum
Ilmu tidak terlepas dari peran filsafat. Ilmu bertujuan untuk menggambarkan sesuatu
yang ada sedangkan filsafat untuk memperjelas fenomena yang digambarkan oleh ilmu
pengetahuan agar mengetahui kebenarannya. Namun, tidak sedikit seseorang yang memahami
peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan. Aspek filsafat terdiri dari tiga macam antara lain,
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Berikut penjelasan mengenai ketiga aspek filsafat
tersebut.

A. Ontologi (apa)
Ontologi adalah bidang ilmu filsafat yang mempelajari segala sesuatu yang tampak
secara fisik maupun yang tidak tampak atau abstrak. Dalam filsafat, sesuatu itu disebut apa.
Namun ontologis filsafat tidak hanya membahas tentang apa yang ingin diketahui dari sesuatu
melainkan tentang hubungan antar sesuatu yang berkaitan dan apa metodologi yang digunakan
untuk menjawab ontologis tersebut. Ontologi juga membahas tentang perbedaan antara benda
dan makhluk hidup. Ada tiga teori yang mencakup ontologi, antara lain:

1) Idealisme
Idealisme merupakan ada yang benar-benar ada di dunia. Segala sesuatu yang terlihat nyata
di dunia.
2) Materialisme
Materialisme adalah ada yang sesungguhnya dan keberadaannya bersifat material. Realita
yang sebenarnya adalah segala sesuatu yang mengatasnamakan kebendaaan itu harus
dikesampingkan.
3) Dualisme
Dualisme adalah substansi individual yang terdiri dari dua tipe fundamental yang berbeda.
Kedua fundamental itu terdiri dari material dan mental. Dualisme mengakui bahwa materi
yang tampak secara fisik dan realita yang tampak secara fisik atau dibalik fisik sebagai
penyusun realita.
Ontologi sangat penting untuk dipelajari karena dalam mempelajari ilmu pengetahuan,
harus terlebih dahulu mengetahui apa yang akan dipelajari. Contoh ontologi teman SD. Jika
ditemui sekarang mungkin fisik teman kita akan berubah (kemungkinan semakin tua,
semakin gemuk, semakin kurus dan sebagainya), tetapi ada suatu yang tetap pada diri teman
kita. Meskipun fisiknya telah berubah namun ia tetap teman kita saat SD dulu (bukan orang
lain).

B. Epistemologi (Bagaimana)
Epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan yang benar. Topik epistemologi
berkaitan dengan asal muasal sumber, metode, struktur, metode struktur dan validitas
kebenaran pengetahuan. Pertanyaan epistemologi tentang apa sumber pengetahuan tersebut?
Apa landasan keyakinan tersebut dibenarkan?. Segala sesuatu yang dibicarakan epistemologi
harus dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Epistemologi membahas tentang
pengetahuan. Pertanyaan-pertanyaan pada epistemologi untuk mengetahu apakah seseorang
memiliki pengetahuan atau tidak. Namun, mampu menjawab pertanyaan pun belum menjadi
tujuan epistemologi. Tujuan dari epistemologi adalah bagaimana seseorang menggali potensi
dirinya untuk memperoleh pengetahuan melalui landasan epistemologi yakni metode ilmiah.
Epistemologi memandang bahwa pengetahuan yang diperoleh manusia berdasarkan
pengalaman yang diperoleh dari penginderaan manusia yang kemudian diperiksa dan diselidiki
kebenarannya. Contoh epistemologi rumah. Tentu kita tidak langsung menyebut semua
bangunan adalah rumah. Bagaimana suatu bangunan disebut rumah atau bukan?. Kita akan
mengamati menggunakan panca indera lalu di analisis oleh otak apakah bangunan tersebut
rumah atau tidak.
C. Aksiologi (Untuk Apa)
Aksiologi berkaitan dengan manfaat pengetahuan yang diperoleh dan tujuan ilmu
pengetahuan tersebut. Aksiologi memandang bahwa sebenar-benarnya ilmu pengetahuan itu
tidak ada yang sia-sia jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dua pokok pembahasan
tentang aksiologi mencakup yang pertama tentang kegunaan pengetahuan filsafat dan yang
kedua cara menyelesaikan masalah. Ilmu mempengaruhi peradaban manusia karena dengan
ilmu, kebutuhan manusia dapat tercukupi. Guna mencapai tujuan filsafat, kita harus memahami
filsafat dari tiga hal antara lain filsafat sebagai kumpulan teori, filsafat sebagai metode
pemecahan masalah, filsafat sebagai pandangan hidup. Suatu pengetahuan dianggap benar jika
mengandung unsur aksiologi di dalamnya. Jika aksiologi dihilangkan maka pengetahuan
tersebut dianggap lemah. Aksiologi berguna untuk mengontrol tingkah laku manusia ke arah
yang negatif sehingga pengetahuan tetap berjalan pada jalurnya. Misalnya, pada kasus ilmuwan
yang terlalu fokus pada pengetahuan hingga meragukan Tuhan. Contoh aksiologi handphone.
Seseorang dapat mengetahui apa manfaat dari handphone.

II. Filsafat Ilmu


Pengetahuan berguna untuk meningkatkan taraf hidup manusia tak terkecuali
matematika. Matematika sangat erat dengan kehidupan sehari-hari. Setiap aspek kehidupan
manusia bertemu dengan matematika baik disadari maupun tanpa disadari. Misalnya, kita
sering membandingkan dua benda dengan mengatakan benda A lebih besar daripada benda B.
Kata “lebih besar” merupakan implementasi dari matematika. Sebagaimana telah dipaparkan
pada bagian I bahwa filsafat berguna untuk memperjelas pengetahuan. Filsafat matematika
merupakan kajian yang bertujuan untuk memperjelas komponen-komponen yang ada di dalam
matematika. Filsafat matematika juga terdiri dari tiga aspek yakni ontologi, epistemologi dan
aksiologi.

A. Ontologi Ilmu Matematika


Ontologi matematika mengkaji mengenai sifat dasar matematika. Secara ontologi,
matematika mengkaji tentang pernyataan-pernyataan matematika yang bersifat konkrit hingga
pada teorema-teorema. Ontologi matematika memandang matematika sebagai alat pikiran,
bahasa, Natural Science & Social Science serta matematika sebagai ruang dan waktu.
Matematika sebagai alat pikir berarti bahwa matematika memicu ilmu penunjang kehidupan
manusia sebagai solusi dari permasalahan hidup. Bahasa matematika berarti menyatukan
manusia sebagai sebuah sarana berhitung. Bahasa yang dimaksud berbeda dengan bahasa
secara sosial yang diartikan sebagai sarana komunikasi. Selanjutnya, matematika sebagai
natural science menunjukkan kodrat matematika sebagai ilmu eksak.
B. Epistemologi Ilmu Matematika
Epistemologi matematika berisi terkait pengetahuan tentang matematika yang
meliputi tentang matematika murni, matematika terapan serta cabang ilmu matematika
lainnya. Epistemologi matematika bertujuan untuk mengatasi kekacauan dan kerancuan serta
ketidakpastian dari dasar pengetahuan sebelumnya. Epistemologi matematika merupakan
salah satu cabang filsafat matematika yang berkaitan dengan pengetahuan matematika seperti
sumber, hakikat, batas-batas dan kebenaran matematika. Matematika dipandang sebagai ilmu
pengetahuan yang berkedudukan sebagai pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar.
C. Aksiologi Ilmu Matematika
Aksiologi matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang manfaat matematika
dalam kehidupan. Topik pembicaraan aksiologi matematika adalah semua aspek yang
terkandung dalam matematika. Matematika dapat bermanfaat untuk membantu memcahkan
suatu permasalahan, dapat melatih berpikir kritis, logis dan sistematis, dapat digunakan untuk
penarikan kesimpulan deduktif dan melatih seseorang untuk teliti, cermat dan sabar.

III. Membangun Filsafat Ilmu


Kehidupan manusia adalah metafisik sehingga tidak akan pernah selesai. Hal tersebut
dikarenakan manusia tidak sempurna. Ketidaksempurnaan manusia menyebabkan adanya
kehidupan. Awal dari segala kehidupan manusia adalah sifat fatal dan vital. Fatal berarti
terpilih yang bermakna suatu takdir sedangkan vital berarti memilih yang bermakna suatu
ikhtiar. Lalu muncullah metafisik kehidupan manusia. Metafisik berarti sifat dibalik sifat, sifat
mengikuti sifat dan sifat memiliki sifat. Fatal bersifat tetap sehingga kita tidak bisa memilih
takdir yang sudah terjadi. Tidak ada seorang pun bisa mengubah takdir yang sudah terpilih
kecuali Kuasa Tuhan. Fatal bersifat tetap sedangkan vital bersifat berubah. Keduanya harus
ada, jika salah satu tidak ada maka tidak akan ada kehidupan.
Fital memiliki sifat idealism dan menimbulkan absolutism dan spiritualism hingga
tercipta Kuasa Tuhan atau Causa Prima. Fital berjalan berdasarkan sifat logicism. Logika dan
koheren menyebabkan sifat analitik pada manusia. Pengetahuan kita pada dunia fital
mengandung sifat rasionalism. Vital memiliki sifat realism dan berdasarkan hukum alam.
Realita dan fakta kehidupan manusia menimbulkan adanya presepsi. Pengetahuan kita pada
dunia vital berdasarkan pengalaman dan empiricism.
Tokoh dari ketetapan hidup manusia adalah Permendes. Dia menyatakan bahwa segala
sesuatu itu bersifat tetap sedangkan sifat manusia yang berubah dikemukakan oleh Heracitos.
Sifat tetap dan berubah yang ada pada manusia dibatasi dengan adanya filsafat sehingga bisa
menyadari bahwa pada diri manusia ada hal yang tetap dan ada hal yang berubah. Sehingga
tidak ada sesuatu yang benar-benar tetap pada kehidupan kecuali suatu pikiran manusia dan
pada diri manusia tidak ada segala sesuatu yang semuanya berubah. Ilmu fisafat adalah olah
pikir.
Pada tahun 1671, Immanuel Khant menengahi perbedaan pendapat antara R.Descartes
tentang rasionalism dan sceptism dengan David Humes yang menyatakan tentang empirism.
Menurut R.Descartes, sebenar-benarnya ilmu adalah memiliki pikiran dan rasio sedangkan
menurut David Hume bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah berdasarkan pengalaman.
Perdebatan inilah sebagai cikal bakal zaman modern. Sehingga, Immanuel Khant berpendapat
sebagai jalan tengah perdebatan itu bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah perpaduan A priori
dan Sintetik.
Hadirnya Immanuel Khant tidak menutup kemungkinan adanya penentang lainnya.
Auguste Compte (1857) menentang ketiga pendapat tersebut dengan berpendapat yang penuh
dengan kontroversi. Pendapat kontroversinya berbunyi “agama tidak dapat membangun dunia
karena tidak logis”. Aliran positivism yang dianut menaruh agama pada tahta paling bawah.
Namun sebenarnya pada realitanya, sebenarnya kita lebih dari Auguste Compte dalam
kesadaran beragama karena kita juga sering lalai dalam beribadah. Perkembangan teknologi
saat ini dapat memberikan dampak positif dan negatif dalam kehidupan manusia. Kemudian,
kehidupan manusia berkembang seperti saat ini dari zaman contemporer hingga pos modern.
Meskipun demikian, ancaman-ancaman selalu ada baik secara internal maupun eksternal.
Iniliah pentingnya belajar ilmu filsafat untuk mengerti batasan-batasan dalam menjalankan
kehidupan sebagai manusia.
Kita ketahui bahwa segala pengetahuan yang diperoleh ialah berasal dari pengalaman.
Pengetahuan semacam itu ialah pengetahuan murni atau biasa disebut dengan a posteriori.
Namun, bukan berarti semua pengetahuan muncul dari pengalaman. Hal ini memiliki makna
bahwa bukan hal-hal yang tidak bergantung pada pengalaman ini atau itu, melainkan hal-hal
yang mutlak terjadi pada semua pengalaman sehingga memunculkan pengetahuan.
Pengetahuan ini bersifat empiris atau disebut dengan a priori. Perbedaan murni dan empiris
dalam kajian ini ialah kognisi murni ialah a posteriori dan kognisi empiris adalah a priori.
Pengalaman tidak diragukan lagi mengajarkan kepada kita tentang banyak hal dan dengan cara
apapun, tetapi bukan berarti objek itu tidak mungkin ada. Sekarang, pertama-tama, jika kita
memiliki proposisi yang mengandung gagasan perlunya konsepsi, itu adalah apriori. Apalagi,
jika itu tidak berasal dari proposisi lain, kecuali dari satu yang sama-sama melibatkan ide
kebutuhan, itu mutlak priori. Kedua, penilaian empiris tidak pernah menunjukkan ketat dan
absolut, tetapi hanya universalitas yang diasumsikan.
Ilmu matematika merupakan pengetahuan murni yang sangat dekat dengan kehidupan
manusia. Akan tetapi, ilmu matematika sangatlah luas, sehingga kita sering mendapatkan
pengetahuan di luar pengalaman yang kita miliki. Oleh karenanya, perlu kesadaran serta
keinginan dalam diri seseorang untuk belajar lebih lagi. Di dalam belajar perlu adanya
tantangan yang berguna sebagai sarana untuk menguji kemampuan yang telah dimiliki dari
sebelumnya. Berdasarkan sudut pandang filsafat, ilmu matematika merupakan sintetis a priori.
Itulah sebabnya penilaian matematis bersifat sintetis. Imanuel Kant (1781) berpendapat bahwa
matematika terdiri dari pengetahuan yang sepenuhnya non empiris. Tujuan ilmu pengetahuan,
proporsi metafisika hanya terdiri dari proporsi-proporsi sintetik a priori. Akal murni yang
menjadi landasan kemampuan a priori.
Pengetahuan muncul dari dua sumber utama dalam pikiran, yakni kemampuan atau
kekuatan menerima representasi (penerimaan terhadap kesan) dan kekuatan kognisi melalui
representasi tadi yakni pemikiran. Kedua unsur tersebut bersifat murni atau empiris, hanya
intuisi murni dan konsepsi murni yang mungkin terjadi secara apriori sedangkan kajian ini
merupakan empiris yang berarti a posteriori. Sensibilitas ialah kemampuan penerimaan pikiran
terhadap kesan-kesan sebagai pemahaman. ilmu yang dapat kita pelajari untuk membedakan
hukum-hukum sensibilitas yakni ilmu estetika yang berasal dari ilmu tentang hukum-hukum
pemahaman yakni logika. Logika memiliki peranan ganda yakni sebagai logika umum atau
sebagai penggunaan pemahaman secara khusus. logika umum berisi hukum-hukum pemikiran
yang mutlak diperlukan karena tanpanya maka pemahaman tidak akan berguna. Logika umum
terbagi menjadi dua, 1) Sebagai logika umum, mengabstraksikan seluruh isi kognisi
pemahaman, perbedaan objek, dan tidak ada hubungannya dengan apa pun kecuali bentuk
pemikiran belaka, 2) Sebagai logika murni, maka tidak memiliki prinsip-prinsip empiris, dan
akibatnya tidak mengambil apa pun (bertentangan dengan kepercayaan umum) dari psikologi,
yang karenanya tidak mempunyai pengaruh terhadap pemahaman. Ini adalah doktrin yang telah
dibuktikan, dan segala sesuatu di dalamnya harus benar-benar pasti secara apriori.
Kecerdasan seseorang dapat dilihat dari kemampuan bertanya dan jenis pertanyaan
yang diajukan. Hal ini dikarenakan jika sebuah pertanyaan itu tidak masuk akal dan tidak dapat
menerima jawaban yang rasional, maka pertanyaan tersebut justru akan menjadi ancaman
karena timbul kesalahpahaman persepsi. Hal inilah mengapa suatu pengetahuan dikatakan
salah jika tidak sesuai dengan objek yang bersangkutan. Apapun yang bertentangan dengan
aturan-aturan ini adalah salah, karena dengan demikian pemahaman tersebut dibuat
bertentangan dengan hukum pemikiran universalnya sendiri; yaitu, bertentangan dengan
dirinya sendiri. Walaupun suatu kognisi mungkin benar-benar akurat dalam hal bentuk
logisnya, yakni tidak saling bertentangan, namun ada kemungkinan besar kognisi tersebut tidak
sesuai dengan objeknya. Namun jika hanya bentuk kognisi saja, yang seakurat mungkin sesuai
dengan hukum-hukum logika, tidak cukup untuk memberi kita kebenaran material (objektif),
maka tak seorang pun melalui logika saja dapat berani meramalkan atau memutuskan sesuatu
mengenai hal tersebut.
Dalam hal apa pun, pengetahuan kita tidak terlepas dengan suatu benda. Cara untuk
berhubungan dengan benda adalah menggunakan intuisi. Namun tidak semua benda dapat kita
pikirkan melainkan hanya benda yang diberikan ke kita sehingga objek tersebut dapat
mempengaruhi kita dengan cara tertentu. Kapasitas penerimaan suatu kondisi karena pengaruh
dari suatu objek disebut sensibilitas. Melalui sensibilitas, objek tersebut memberikan
pemahaman dalam berpikir kepada kita yang menjadi awal mula terciptanya konsepsi.
Kemampuan representasi karena pengaruh objek disebabkan adanya penginderaan. Jenis
intuisi yang berhubungan dengan suatu objek melalui penginderaan disebut intuisi empiris.
Objek yang belum ditentukan terhadap intuisi empiris disebut fenomena, dimana fenomena
sesuai dengan penginderaan kita. Sehingga fenomena yang diberikan kepada kita secara
aposteriori. Hal ini berbalik dengan apriori dimana fenomena yang diberikan tidak melibatkan
penginderaan. Representasi yang diberikan bersifat murni yakni tidak ada sesuatu yang
bertemu dengan penginderaan. Semua intuisi yang berhubungan dengan penginderaan
digunakan kecuali intuisi murni dan fenomena yang merupakan sensibilitas kemampuan
apriori. Melalui penelitian ini, dua bentuk intuisi inderawi murni sebagai prinsip pengetahuan
apirori disebut ruang dan waktu.
Ruang merupakan representasi yang diperlukan secara apriori yang berfungsi sebagai
fondasi bagi semua intuisi eksternal. Kita tidak dapat membayangkan atau membuat
representasi untuk diri kita sendiri dan non eksistensi ruang. Ruang bukan bersifat diskursif.
Di tempat pertama, kita hanya bisa merepresentasikan satu ruang untuk diri sendiri. Kita hanya
satu bagian dari satu ruang dengan ruangan yang sama. Disamping itu, antara bagian satu
dengan bagian lainnya saling berhubungan yang tidak dapat saling mendahului. Pada dasarnya
ruang hanyalah satu, dan keragaman di dalamnya hanyalah gagasan ruang antara ruang ini dan
ruang itu yang terpisah dari sebuah pembatasan. Ruang direpresentasikan sebagai kuantitas
yang ditentukan secara tak terbatas. Setiap konsepsi harus dianggap sebagai representasi secara
tak terbatas. Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa ruang yang di dalam semua bagian ruang
sama-sama diproduksi dalam jumlah tak terbatas menyebabkan representasi asli dalam ruang
merupakan intuisi apriori bukan sebuah konsepsi. Ruang tidak mempresentasikan setiap sifat
objek sebagai sesuatu yang ada di dalam diri mereka. Ruang tidak lain hanyalah bentuk dari
semua fenomena dari indra eksternal yaitu kondisi subjektif dan sensibilitas. Dengan demikian,
sebuah ruang dapat muncul secara eksternal tetapi bukan semua benda yang dianggap sebagai
benda-benda yang ada dalam diri mereka. Kita tidak bisa menilai apakah mereka terikat oleh
kondisi yang sama yang membatasi intuisi kita sendiri atau tidak dan hal-hal yang bersifat
universal. Jika penilaian ini berdasarkan subjek maka penilaian tersebut memiliki validitas
tanpa syarat.
Waktu bersifat apriori. Waktu memiliki satu dimensi. Waktu yang berbeda tidak ada
secara berdampingan namun berturut-turut (sedangkan ruang yang berbeda tidak terjadi secara
berurutan namun berdampingan). Pengalaman mengajarkan kepada kita namun kita tidak harus
melakukan sesuai pengalaman. Pengalaman sangat mungkin terjadi lagi dan semua itu
memberikan pembelajaran bagi kita. Waktu tidak bersifat diskursif dan bentuk murni dari
intuisi inderawi. Kesimpulan berdarsarkan konsep waktu a) Waktu bukanlah sesuatu yang
hidup dalam dirinya sendiri atau yang melekat pada benda-benda sebagai sebuah ketentuan
objektif. b) Waktu direpresentasikan berdasarkan intuisi karena semua hubungan tersebut dapat
dinyatakan dalam intuisi eksternal. c) Waktu adalah kondisi formal apriori dari sebuah
fenomena. Semua fenomena eksternal berada di dalam ruang dan ditentukan secara apriori
sesuai dengan hubungan ruang. Semua fenomena secara umum yaitu semua objek indera
berada dalam waktu. Perubahan itu nyata dan perubahan terjadi karena waktu. Oleh sebab itu,
waktu harus menjadi sesuatu yang nyata. Waktu merupakan bentuk nyata dari intuisi internal
kita. Dengan demikian, waktu dan ruang merupakan dua sumber pengetahuan yang
menghasilkan berbagai kognisi sintetis apriori.
Pengetahuan kita berasal dari dua sumber utama dalam pikiran yang pertama adalah
kemampuan atau kekuatan dalam menerima representasi (reseptivitas dari impresi). Kedua
adalah kekuatan untuk mengenal melalui representasi (bersifat spontan dalam menghasilkan
konsepsi). Dengan demikian, intuisi dan konsepsi merupakan unsur-unsur dari semua
pengetahuan, sehingga konsepsi tanpa intuisi yang berhubungan dengan mereka dapat
memberikan kognisi kepada kita. Pengetahuan diperoleh dari kombinasi pengalaman dan
pancaindra. Pikiran tanpa isi adalah kosong dan intitusi tanpa tanpa konsepsi adalah buta.
Kepahaman tidak dapat melakukan intitusi dan kemampuan indera tidak dapat berpikir.
IV. Menerapkan Filsafat Ilmu

Filsafat bukan hanya sebuah teori belaka. Akan tetapi, filsafat ilmu dapat diterapkan
sesuai masing-masing bidang, misalnya matematika. Hal pertama yang seharusnya diketahui
adalah sejarah dari suatu bidang tersebut lalu ideologi pendidikan dan
paradigma/teori/model/pendekatan yang dapat diterapkan pada bidang tersebut. Dengan
demikian, filsafat ilmu dapat diterapkan secara terstruktur.

A. Sejarah/ Perkembangan Matematika


Segala sesuatu yang ada tidak tercipta begitu saja tentu melalui sebuah proses panjang.
Begitu juga dengan matematika. Matematika lahir dari sejarah sejak Sebelum Masehi hingga
saat ini matematika masih dianggap penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu,
sejarah matematika sudah seharusnya diperkenalkan pada pembelajaran di sekolah. Kegiatan
tersebut merupakan salah satu cara menerapkan filsafat pada matematika. Melalui sejarah,
siswa lebih mengenal evolusi konsep-konsep matematika dan dapat meningkatkan minat siswa
dalam membangun konsep matematika serta menjadikan pembelajaran matematika lebih
bermakna. Hal ini dikarenakan siswa telah mengetahui akar dari konsep-konsep tersebut
sehingga konsep tersebut menjadi lebih nyata. Menurut Hulukati (2023) , sejarah matematika
sebagai berikut:

Matematika Prasejarah

Pemikiran matematika pada manusia bermula dari konsep bilangan, besaran dan
geometri. Megalit di Inggris dan Skotlandia dari Millenium sampai abad ke-3 SM merupakan
gagasan gabungan geometri antara lain lingkaran, elips dan Triple Phytagoras dalam rancangan
bangun tersebut.

Matematika Babilonia

Matematika Babilonia memiliki peranan penting dari wilayah Babilonia yang


berkaitan dengan Matematika Mesir dan Matematika Yunani. Matematika Babilonia
dikembangkan oleh Bangsa Mesopotamia atau kini dikenal dengan Iraq. Bangsa Babilonia
lebih maju dibandingkan Bangsa Mesir dalam bidang matematika. Penulisan matematika
Babilonia menggunakan lempengan tanah lihat yang masih basah kemudian dikeringkan dan
berisi bilangan seksagesimal atau dikenal dengan basis 60. Sistem penulisan pada bangsa
Babilonia dikenal dengan tulisan paku karena berbentuk menyerupai batu. Ada empat jenis
papan tertulis yang ditemukan antara lain:

1) Papan Yale YBC 7289


Papan Yale adalah sebuah papan yang terdapat pada sebuah diagram berukuran 30.
Salah satu diagonalnya bernomor 1,2,4,51,10 dan di bawahnya bertuliskan 42,25,35.
2) Papan Plimpton 322.
Papan Plimpton adalah papa koleksi di rumah GA Plimpton yang mempunya 4 kolom
dengan baris yang berjumlah 15.
3) Papan Susa
Papan yang membahas tentang sebuah segitiga sama kaki dengan sisi-sisi 50,50,60
untuk menemukan jari-jari lingkaran menggunakan tiga simpul.
4) Papan Tell Dhibayi
Papan yang membahas tentang phytagoras

Matematika Babilonia memberikan beberapa peninggalan antara lain:


1) Bidang Geometri
2) Bidang Aljabar
3) Bilangan Seksagesimal
4) Plimpton 322

Matematika Mesir

Matematika Mesir merupakan tulisan yang ditulis menggunakan bahasa bangsa Mesir.
Pada masa pergantian dari Matematika Yunani dan Babilonia, membangkitkan matematika
pada peradaban helenistik. Tulisan Matematika Mesir yang paling populer adalah Lembaran
Rhind atau bisa disebut Lembaran Ahmes karena ditulis oleh Ahmes sekitar tahun 1650 SM.
Lembaran tersebut berisi tentang rumus-rumus luas, cara perkalian, pembagian, pecahan,
barisan aritmatika dan geometri, harmonik dan teori bilangan sempurna. Disamping itu,
lembaran ini berisi tentang persamaan linier orde satu. Pada materi geometri, lembaran ini
berisi tiga pembahasan antara lain: cara memperoleh phi, cara pengkuadratan persamaan
lingkaran, penggunaan teori trigonometri.

Matematika Yunani

Matematika Yunani ditulis dalam bahasa Yunani antara tahun 600 SM. Semua tulisan
matematika pada zaman Yunani berisi tentang penalaran induktif. Matejmatika Yunani dimulai
oleh Thales. Thales menentukan tinggi piramida dengan melakukan perbandingan antara
panjang bayang tongkat yang telah diketahui ketinggiannya. Disamping itu, Thales
menerapkan perbandingan kekongruenan segitiga yakni jarak kapal dan laut. Phytagoras
menemukan bilangan-bilangan figurative. Dari teorema phytagoras menghasilkan bilangan
bujursangkar, triangular, pentagon, hexagon, dan bilangan persegi panjang. Kemudian, lahir
ilmuwan dari Athena bernama Socrates. Socrates merupakan guru dari Plato yang memberikan
sumbangsih tentang metode Elenchos. Sedangkan Plato menyajikan karya tentang Politeria
yang berisi tentang uraian garis besar tentang pandangannya mengenai keadaan yang ideal.
Aristoteles merupakan murid dari Plato yang memberikan sumbangsih tentang suatu sistem
matematika, ilmu logika, metafisika dan fisika.

Matematika China

Perkembangan matematika China terjadi pada empat dinasti antara lain Dinasti Shang
pada tahun 1600-1046 SM, Dinasti Zhou (1046-256 SM), Dinasti Qin (221-206 SM) dan
Dinasti Han tahun 206-220 SM. Zhang Heng merupakan tokoh matematika China yang
memberikan sumbangsih tentang menghitung volume bola menggunakan Pi. Tsu Ch’un dan
Tsu Keng Chih berkontribusi menemukan rumusan pi dari pendekatan 355/113.

Matematika India

Surya Sidhanta memperkenalkan fungsi trigonometri untuk menentukan jarak benda-


benda langit. Aryabhata menghasilkan tabel trigonometri pertama yang mengembangkan
algoritma aljabar, persamaan diferensial dan memperoleh struktur tentang solusi persamaan
linier oleh sebuah metode modern. Madava dab Sangamagrama menemukan rumus Leibiniz
untuk pi dan menggunakan 21 suku untuk menghitung nilai pi = 3.14159...

B. Ideologi Pendidikan
Ideologi adalah sebuah sistem atau sekelompok keyakinan dan nilai-nilai yang
dipegang oleh kelompok sosial yang berguna untuk mengikat kelompok-kelompok tersebut
dan digunakan oleh mereka sendiri. Kelompok sosial memiliki ideologi. Paul Ernest (1991)
membedakan tiga kelompok kepentingan yang terdiri dari pendidik, matematikawan,
perwakilan industri dan masyarakat. Tujuan-tujuan antar kelompok sosial tersebut antara lain,
pengembangan diri, penanaman matematika murni, ultilitarian yang disesuaikan dengan tujuan
dari para pendidik publik, humanis lama, trainer industri yang dikombinasikan dengan
teknologi pragmatis. Kesesuaian ideologi dengan kelompok sosial sebagai berikut:
Kelompok Sosial Ideologi
Industri Pelatih Dualis/absolut
Teknologi Pragmatis Multiplistic/absolutis
Humanis lama Relativis /absolut (terpisah)
Pendidik Progressive Relativis / absolut terhubung
Pendidik Publik Relativis / fallibilist

Pada pendidikan matematika, terdapat dua tingkatan yang diusulkan yakni (1) tingkat dasar
yang terdiri dari unsur-unsur yang lebih dalam ideologi dan (2) tingkat sekunder yang terdiri
dari unsur-unsur yang dihasilkan dan berkesinambungan dengan ideologi. Model ideologi
pendidikan untuk matematika dipaparkan pada tabel di bawah ini:
Elemen Primer Epistemologi
Filsafat Matematika
Set Nilai Moral
Teori Anak
Teori Masyarakat
Tujuan Pendidikan
Elemen Sekunder Tujuan Pendidikan Matematika
Teori Pengetahuan Matematika Sekolah
Teori Pembelajaran Matematika
Teori Pengajaran Matematika
Teori Penilaian Pembelajaran Matematika
Teori Sumber Pendidikan Matematika
Teori Keanekaragaman Sosial dalam
Pendidikan
Teori Kemampuan Sosial Pendidikan
Matematika

Kemudian, pada kedua elemen tersebut masing-masing memiliki ideologi pendidikan.


Gambaran ideologi pendidikan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Kelompok Sosial
Aspek
Pelatih Pragmatis Old Humanist Pendidikan Pendidikan
Tinjauan
Industri Teknologi Progresif Masyarakat
Ideologi Radikal Meritokratik, Konservatif/ Liberal Sosialis
Politik Kanan, konservatif Liberal Demokratik
Kanan
Baru
Pandangan Sekumpul Pengetahuan Pengetahuan Pandangan Konstruktiv
tentang an yang murni yang proses isme sosial
Matematika kebenaran bermanfaat dan terstruktur personalisasi
dan aturan tidak perlu matematika
dipertanyakan
Nilai-nilai Authoritar Ultitarian, Keadilan Berpusat pada Keadilan
moral ian, Pragmatism, buta, struktur seseorang, sosial,
Victorian, Expediency, yang berpusat peduli, empati, kebebasan,
Values, penciptaan aturan, nilai-nilai kesamaan,
Pilihan, kekayaan, hirarki, kemanusiaan, persaudaraa
Usaha, pengembangan pandangan memelihara, n,
menolong teknologi klasik, kaum maternalistik, kepedulian
diri, kerja, paternalistik pandangan, sosial,
kelemahan romantis keterlibatan
moral, dan
Kita-Baik, kewarganeg
Mereka- araan
Jelek
Teori Hirarki Hirarki Elitis, kelas Hirarki lembut, Hirarki adil
Masyarakat yang ketat, Meritokratik terstratifikasi wilayah perlu reform
market kesejahteraan
plcae
Teori Anak Tradisi Anak : kapan Dilute Berpusat pada Pandangan
Sekolah kosong dan alat Elementary anak, kondisi
Dasar : yang tumpul. School View. Pandangan sosial: tanah
Anak, Pekerja atau Character progresif anak: liat dibentuk
malaikat manajer masa Buiding bunga yang lingkungan,
jatuh, depan Culture tumbuh, liar raksasa
Tarnes tanpa dosa
kapal yang sedang
kosong tidur
Teori Tertentu Kemampuan Warisan Bervariasi Produk
Kemampuan dan warisan buatan dari tetapi perlu kultural:
warisan pikiran penghargaan tidak tetap
terealisasi
oleh usaha
Tujuan Kembali Matematika Menyebarkan Kreatifitas Kesadaran
Matematika ke dasar berguna pada bangunan realisasi diri kritis dan
numerasi level yang pengetahuan melalui kewarganeg
dan cocok dan matematika matematika araan
pelatihan sertifikasi demokratis
sosial
dalam
ketaatan
Teori Belajar Kerja Kemahiran Pemahaman Aktivitas Mempertan
keras, keterampilan, dan bermain, yakan,
usaha, pengalaman penerapan eksplorasi pembuatan
hafalan, praktis keputusan,
latihan negosiasi
Teori Transmisi Instruktur Menjelaskan, Memfasilitasi Diskusi,
mengajar otoriter, keterampilan, memotivasi, pribadi, konflik,
matematika dril, tanpa memotivasi lulus pada eksplorasi, mempertany
embel- melalui struktur mencegah akan isi dan
embel pekerjaan- kegagalan pendagogi
relevansi
Teori Sumber Kapur dan Tangan, micro Bantuan Kaya peralatan Relevan
Daya hanya komputer visual untuk untuk secara sosial
bicara anti memotivasi eksplorasi autentik
kalkulator
Teori Uji Menghindari Pemeriksaan Guru dipimpin Berbagai
asesmen eksternal kecurangan, uji eksternal penilaian metode,
eksternal dan internal, penggunaan
dalam dasar yang sertifikasi, berdasarkan menghindari isu-isu
matematika sederhana profil hirarki kegagalan sosial dan
keterampilan konten
Teori Sekolah Bervariasi Bervariasi Memanusiakan Akomodasi
Keberagaman dibedakan kurikulum oleh kurikulum matematika keanekaraga
Sosial menurut occpations dengan netral untuk man sosial
kelas, masa depan kemampuan semua: dan budaya
cripto- saja menggunakan suatu
rasis, budaya lokal kebutuhan
monocult
uralist

C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan
Implementasi filsafat dalam pembelajaran matematika membutuhkan
teori/model/pendekatan pembelajaran. Paradigma/teori/pendekatan pembelajaran bertujuan
agar pembelajaran lebih terstruktur sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini
dikarenakan setiap paradigma/metode/teori/pendekatan/strategi memuat langkah-langkah
pembelajaran sehingga guru tidak lagi meraba-raba langkah-langkah pembelajaran yang belum
jelas tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Berikut beberapa
paradigma/teori/metode/pendekatan pembelajaran.

PARADIGMA/TE
ORI/METODE/
NO SINTAK PENILAIAN REFERENSI
PENDEKATAN/M
ODEL/STRATEGI
Mengidentifikasi
https://cdngbelajar.si
tujuan pembelajaran
mpkb.id/s3/p3k/Peda
Melakukan analisis
gogi/Artikel/TEORI
pembelajaran Penilaian
1. BEHAVIORISM _BELAJAR_BEHA
Mengidentifikasi Sikap
VIORISTIK_DAN_I
karakteristik dan
MPLIKAS.pdf
kemampuan awal
pembelajar
Menentukan
indikator-indikator
keberhasilan belajar
Mengembangkan
bahan ajar
Mengembangkan
strategi
pembelajaran
Mengamati stimulus
yang mungkin
diberikan
Mengamati dan
menganalisis
respons pembelajar
Memberikan
penguatan
Merevisi kegiatan
pembelajaran
Klarifikasi Masalah
Pengungkapan Penilaian https://media.neliti.c
PROBLEM Pendapat Kognitif om/media/publicatio
2.
SOLVING Evaluasi dan Penilaian ns/247983-none-
pemilihan Autentik a6885e8d.pdf
Implementasi
Menentukan sebuah
tujuan pembelajaran
Melakukan
https://www.gramedi
identifikasi terkait
MEANINGFUL a.com/literasi/teori-
3. karakteristik siswa
LEARNING ausubel/
Memilih mata
pelajaran yang
sesuai dengan
karakteristik siswa
Menentukan topik-
topik dalam bentuk
advance organizer
yang akan dipelajari
siswa
Mempelajari
konsep-konsep inti
ke dalam bentuk
nyata
Mengidentifikasi Penilaian
masalah autentik(tes
https://www.google.c
Membuat desain dan tertulis, tes
o.id/books/edition/M
jadwal pelaksanaan lisan dan
ETODE_PjBL_Proje
proyek penugasan)
ct_Based_Learning_
Melaksanakan Penilaian
BERBA/S0ZFEAA
4. PJBL penelitian kinerja praktik
AQBAJ?hl=id&gbpv
Menyusun prototipe Penilaian
=1&dq=langkah+lan
produk sikap
gkah+pjbl&pg=PA5
Memperbaiki
0&printsec=frontcov
produk
er
Finalisasi dan
publikasi produk
Memahami masalah
kontekstual
Menjelaskan
masalah kontekstual
https://media.neliti.c
Menyelesaikan
Penilaian om/media/publicatio
5. REALISTIK masalah kontekstual
diagnostik ns/121158-ID-
Membandingkan
none.pdf
dan mendiskusikan
jawaban
Membuat
kesimpulan
Mengamati
https://cdn.undiksha.
Menanya
ac.id/wp-
Mengumpulkan Penilaian
content/uploads/sites
informasi Autentik
6. SAINTIFIK /12/2021/03/192241
Menalar Penilaian
32/Pendekatan-
(mengasosiasi) Otentik
Saintifik-dalam-
Mengkomunikasika
Pembelajaran.pdf
n
Pengalaman Nyata http://eprints.unm.ac.
EXPERIENTIAL Observasi Refleksi id/13074/2/eva%20s
7. Pengamatan
LEARNING Konseptualisasi utriana%201620507
Implementasi 01068.pdf
Menyampaikan
tujuan pembelajaran
dan memotivasi
siswa https://media.neliti.c
Menyampaikan om/media/publicatio
informasi Tes Sumatif ns/258316-
COORPERATIVE
8. Mengorganisasi Penilaian penerapan-model-
LEARNING
peserta didik ke Afektif pembelajaran-
dalam kelompok kooperatif-
belajar 6b477232.pdf
Evaluasi
Memberikan
penghargaan
Tahap sensorimotor
Tahap pra-
https://aprysilver.wor
operasional
TEORI Penilaian dpress.com/2012/09/
9. Tahap Operasional
KOGNITIVISME portofolio 06/teori-belajar-
konkrit
kognitivisme/
Tahap Operasional
formal
Tahap pengalaman
konkret

https://ejournal.iaim
Tahap pengamatan
TEORI bima.ac.id/index.php
10. aktif dan reflektif
HUMANISTIK /tajdid/article/downl
Tahap Penilaian
oad/837/637
konseptualisasi sikap
Tahap
eksperimentasi aktif
Tahap persepsi
Penilaian
Tahap eksplorasi
kognitif https://ejournal.upi.e
TEORI Tahap diskusi dan
Penilaian du/index.php/eduhu
11. KONSTRUKTIVIS penjelasan konsep
afektif maniora/article/down
ME Tahap
Penilaian load/2738/1786
pengembangan dan
psikomotorik
aplikasi konsep
Menentukan tujuan
pembelajaran
Menentukan materi
diklat
Mengkaji sistem
informasi yang
https://ejournal.upi.e
terkandung dalam
TEORI Penilaian du/index.php/eduhu
12. materi diklat
SIBERNETIK portofolio maniora/article/down
Menentukan
load/2738/1786
pendekatan belajar
yang sesuai dengan
sistem informasi
Menyajikan materi
dan membimbing
siswa
PENDEKATAN Introduction Penilaian https://repositori.ke
13.
EKSPOITORI Name of the concept sikap mdikbud.go.id/1328
Give examples Penilaian 3/1/Metode_Eksposit
Define the concept kognitif ori_Jeperis.pdf
Student testing
Extension
Orientasi masalah Penilaian
https://bbpmpjateng.
Merumuskan Formatif
kemdikbud.go.id/pen
masalah
erapan-model-
Membuat hipotesis
PENDEKATAN pembelajaran-
14. Mengumpulkan
INQUIRY inkuiri-pada-
informasi
pembelajaran-
Menguji hipotesis
daring-
Membuat
bagaimanakah/
kesimpulan
Konstruktivisme
Menemukan Penilaian https://pgsd.binus.ac.
PENDEKATAN Bertanya Autentik id/2021/12/08/contex
15.
CTL Masyarakat belajar Penilaian tual-teaching-and-
Pemodelan Sumatif learning-ctl/
Refleksi
Pemberian masalah
Memahami masalah Penilaian
https://ejournal.uksw
PENDEKATAN Pemecahan Masalah keterampilan
16. .edu/scholaria/article
OPEN-ENDED Membandingkan Penilaian
/download/7/6
dan mendiskusikan sumatif
Menyimpulkan
Membuka kegiatan
pembelajaran
Menyampaikan Penilaian https://pmat.uad.ac.i
PENDEKATAN
tujuan pembelajaran Kognitif d/pendekatan-
17. PROBLEM
Menjelaskan materi Penilaian pembelajaran-
POSING
pelajaran Formatif problem-posing.html
Memberikan contoh
soal
Memberikan
kesempatan pada
siswa untuk
bertanya
Memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk
membentuk soal
Preview Penilaian
Question sikap
https://ejournal.uksw
Discussing problem Penilaian
.edu/scholaria/article
18. MODEL PQDis-CS Solve sumatif
/download/4360/177
Create Penilaian
4
Share keterampilan
Remapping mind
1. Menyampaikan
tujuan
pembelajaran
2. Menyajikan
informasi
3. Mengorganisasik
STUDENT TEAMS
an siswa ke Penilaian
ACHIEVEMENT
19. dalam kelompok- Sikap dan Slavin (2005:143)
DEVISIONS
kelompok Kognitif
(STAD
belajar
4. Membimbing
kelompok dalam
bekerja dan
belajar
5. Evaluasi
1. Berpikir Penilaian http://repo.iain-
THINK PAIR AND
20. 2. Berpasangan Sumatif, tulungagung.ac.id/96
SHARE
Berbagi Observatif, 20/5/BAB%20II.pdf
Sikap dan
Kognitif

V. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan teori pembelajaran yang bertujuan agar siswa aktif dalam
membangun pemahamannya sendiri. Hal ini bertujuan agar pembelajaran lebih bermakna.
Konstruktivisme dalam filsafat pendidikan adalah keyakinan bahwa peserta didik secara aktof
membangun pemahamannya sendiri. Konstruktivisme memandang bahwa seseorang mampu
membangun pemahamannya sendiri melalui pengalaman yang telah dilalui. Pengetahuan
sebelumnya mempengaruhi pemahaman yang akan datang. Belajar secara pasif hanya
diibaratkan sebagai bejana kosong, karena siswa tidak terlibat proses pengetahuan baru dalam
pembelajaran. Menurut Vygotsky (1978) menyatakan bahwa lingkungan mempengaruhi cara
berpikir anak. Pengetahuan kognitif berasal dari interaksi sosial antara lingkungan dan anak
dalam membangun pengetahuan. Setiap anak memiliki pola pikir yang berbeda sehingga
meskipun pengajarannya sama akan ada kemungkinan hasil yang diperoleh berbeda. Begitu
juga dengan hasil yang diperoleh sama dapat dimungkinkan berasal dari proses yang berbeda.
Secara umum, konstruktivisme dibagi menjadi tiga yakni konstruktivisme sosial, kognitif dan
radikal yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Konstruktivisme Sosial Konstruktivisme Kognitif Konstruktivisme Radikal


Pengetahuan diciptakan Pengetahuan dikonstruksi Pengetahuan dikonstruksi
melalui interaksi sosial melalui proses mental individu melalui
dengan lingkungan. seperti perhatian, persepsi, pengalaman subjektif dan
dan memori. interaksi dengan dunia.
Pelajar adalah peserta aktif Pelajar adalah pemecahan Pelajar adalah satu-satunya
dalam konstruksi masalah aktif yang pembangun pengetahuan
pengetahuan dan membangun pengetahuan yang bermakna
pembelajaran termasuk melalui proses mental
dalam proses sosial
Guru memfasilitasi Guru memberikan informasi Guru mendorong siswa
pembelajaran dengan dan sumber bagi pelajar untuk mempertanyakan dan
memberikan kesempatan untuk membangun merefleksikan pengalaman
pemahamannya sendiri
interaksi sosial dan mereka untuk membangun
kolaborasi pengetahuannya sendiri.
Belajar adalah proses sosial Belajar merupakan proses Belajar adalah proses
yang melibatkan kolaborasi, individu yang melibatkan individual dan subjektif yang
negosiasi dan refleksi proses mental seperti melibatkan konstruksi
perhatian, persepsi dan makna dari pengalaman
ingatan seseorang
Realitas dikonstruksi secara Realitas bersifat objektif dan Realitas bersifat subjektif
sosial dan subjektif dan tidak terbentuk sendiri oleh dan terus berkembang dan
ada kebenaran objektif pembelajar namun tidak ada kebenaran objektif
pembelajar membangun yang tunggal
pemahamannya sendiri
mengenai realitas tersebut
Contoh: Contoh: Contoh:
Kerja kelompok kolaboratif Memecahkan masalah Merefleksikan pengalaman
di ruang kelas matematika menggunakan pribadi untuk
proses mental mengkonstruksi makna dan
pemahaman.

Adapun perbedaan kelas tradisional dan konstruktivisme sebagai berikut:


Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Konstruktivisme
Pembelajaran bersifat pengulangan Pembelajaran interaktif yang dibangun
berdasarkan apa yang sudah diketahui siswa
Berpusat pada guru Berpusat pada siswa
Siswa bekerja secara individu Siswa bekerja secara berkelompok
(kooperatif) dan saling belajar satu sama lain.

Behaviorisme Konstruktivisme
Menekankan peran lingkungan dan faktor Menekankan peran proses mental internal
eksternal dalam perilaku dalam pembelajaran dan pengetahuan
Pengetahuan diperoleh melalui rangsangan Pengetahuan dikonstruksi secara aktif oleh
eksternal dan perilaku yang dapat diamati individu berdasarkan pengalamannya
Guru adalah figur otoritas yang Guru merupakan fasilitator yang
menyampaikan ilmu kepada siswa membimbing siswa dalam mengkonstruksi
pemahaman dan pengetahuan sendiri
Siswa merupakan penerima pengetahuan Proses mental internal, pemikiran dan
yang pasif dan merespon terhadap penalaran
penghargaan atau hukuman
Evaluasi didasarkan pada perilaku yang Evaluasi didasarkan pada pemahaman
dapat diamati dan hasil yang dapat diukur individu dan proses mental internal
Pengondisian klasik dan operan, modifikasi, Pembelajaran berbasis masalah,
perilaku dan penguatan pembelajaran berbasis inkuiri, dan kognitif.

Skemp (1992) memberikan contoh tentang bagaimana siswa bepikir secara konstruktivisme.
Terdapat 2 orang anak berusia 7 tahun yang sedang bermain kartu. Pemain pertama
membagikan kartu yang bertuliskan semua pasangan angka penjumlahan, dari 1+1 sampai 5+5.
Pemain tersebut harus mengatakan hasil pada kartu yang dikeluarkan. Pemain kedua mengecek
hasil jika ada keraguan atau untuk memperoleh hasil jika dibutuhkan. (aturan pemasangan
linear dibuat dari dua angka yang menampakkan sisi demi sisi. Anak yang memegang kartu
memberikan jawaban yang benar pada kartu5 + 5 lalu kartu selanjutnya yang dia bagikan
adalah 4 + 5. Dia tidak tahu jawaban. Tanpa memberi tahu dia, temannya mengatakan, “kamu
tahu 5 + 5, bukan? Kamu baru saja mengatakannya. Jadi, berapakah 4 + 5?” . Pada alur cerita
di atas kita tahu bahwa anak kedua tidak hanya memiliki sebuah skema yang berhubungan,
tetapi juga memiliki pemahaman intuitif tentang perbedaan antara menolong seseorang untuk
membangun hasilnya sendiri, dan hanya memberitahunya. Hampir, anak tujuh tahun menjadi
sangat konstruktivisme.

VI. IMPLEMNETASI KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN FILSAFAT

Filsafat merupakan salah satu mata kuliah yang ditempuh pada semester satu dengan
dosen pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A. Selama kurang lebih empat bulan mengenal filsafat
dan membangun pemahaman tentang filsafat. Pertemuan pertama sebagai pengenalan filsafat
yakni review video dari Prof Marsigit (https://youtu.be/8t3lalvQbiQ). Dari video tersebut, kita
mengetahui bagaimana filsafat berperan di dalam kehidupan manusia. Filsafat bukanlah ilmu
yang bisa dipelajari dalam waktu singkat. Filsafat merupakan pola pikir atau sudut pandang
seseorang. Hukum tertinggi dalam filsafat adalah Kausa Tuhan. Sehingga, seseorang yang
belajar filsafat namun tidak percaya adanya Tuhan berarti belum belajar filsafat hingga tuntas.
Hal yang membedakan dari seseorang yang berfilsafat dengan orang awam adalah seseorang
yang mengetahui ruang dan waktu. Dimana dia berbicara, siapa lawan bicaranya, kapan
pembicaraanya sehingga kecil kemungkinan akan terjadi kesalahpahaman. Filsuf memandang
suatu permasalahan dari sudut pandang yang berbeda dari orang awam. Oleh karenanya,
terkadang bahasa yang digunakan oleh orang filsafat sulit diterima oleh orang awam. Sebagai
contoh, filsafat memandang mati adalah mitos. Tentu menimbulkan banyak pertanyaan ketika
di kelas. Kita ketahui bersama bahwa mati merupakan mutlak takdir dari Tuhan. Jika kita hanya
memandang dari satu dimensi pasti berpikir bahwa pendapat tersebut salah. Namun, filsafat
memandang seseorang yang mati bukanlah mutlak mati namun melanjutkan kehidupan di alam
lain. Itulah alasan mengapa mati adalah mitos.
Selama proses perkuliahan, banyak pesan moral yang saya dapatkan. Dalam
mempelajari filsafat, haruslah di dampingi seorang guru. Hal ini dikarenakan bahasa filsafat
sangat multitafsir. Jika penafsiran salah maka akan berdampak kepada pola pikir bahkan
tindakan yang salah. Coba kita perhatikan di negara kita, tak sedikit terkadang seseorang yang
mengadu domba bangsa kita adalah para filsuf yang seharusnya mereka menyatukan perbedaan
dan melerai perpecahan. Namun, melalui tutur bahasa yang sangat indah padahal menyesatkan
hingga akhirnya memiliki banyak pengikut. Hal inilah yang selalu diingatkan oleh Prof
Marsigit bahwa sebenar-benarnya orang berfilsafat adalah orang yang paham tentang ruang
dan waktu. Terlebih bagi seorang pemula yang belajar filsafat, harus benar-benar memiliki guru
yang tepat. Ciri dari seorang guru itu adalah dia yang mempercayai adanya Tuhan dan
menempatkan Tuhan sebagai Kausa tertinggi, menempatkan kebaikan sebagai universal serta
menjadikan ideologi pancasila sebagai ideologi bangsa. Kita bisa mengamati dari cara bicara
dan pola pikirnya.
Di awal pembelajaran, saya merasakan kebingungan apa itu filsafat dan mengapa kita
belajar filsafat? Apa hubungan filsafat dengan pendidikan matematika?. Seiring berjalannya
waktu, jawaban dari pertanyaan tersebut satu per satu terjawab. Melalui filsafat, pola pikir kita
menjadi lebih luas. Ketika menghadapi permasalahan atau kenyataan, dengan filsafat kita bisa
menemukan solusi dari banyak dimensi dan sudut pandang. Filsafat dalam pendidikan
bertujuan untuk menjelaskan gambaran dari ilmu pengetahuan tersebut. Sumber referensi dan
tokoh filsafat sangatlah banyak. Selama kuliah ini, referensi yang digunakan adalah filsafat
dari sudut pandang Imanuel Kant. Sangat mustahil jika satu semester dalam jangka waktu
empat bulan dapat menuntaskan filsafat hingga pada akarnya. Oleh sebab itu, dasar yang sudah
di dapatkan pada semester ini merupakan pondasi atau langkah awal dalam memperbanyak
sumber bacaan tentang filsafat dan menilik lebih jauh tentang hakikat filsafat.
Saya berterima kasih kepada Prof. Dr. Marsigit, M.A. selaku dosen pengampu yang
sudah membimbing kami serta selalu menjawab pertanyaan yang kami ajukan setiap kelas mata
kuliah. Disamping itu, saya berterima kasih atas nasehat dan pemikiran-pemikiran filsafat yang
mengagumkan. Sosok yang penuh inspirasi, semoga kesehatan dan keberkahan selalu
menyertai.

Daftar Pustaka

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Eduacation. British Library Cataloguing in


Publication Data.
Hulukati, E., & Pomalato, S. (2023). Sejarah dan Filsafat Pendidikan Matematika.
Gorontalo: Ideas Publishing.
Khant, I. (1781). The Critique of Pure Reason. An Electronic Classiscs Series Publication.
Sadewo, Y. D. (2022). Filsafat Matematika : Kedudukan, peran, dan perspektif permasalahan
dalam pembelajaran matematika. balitbagda.
Skemp, R. R. (1987). Psychology of Learning Mathematics. Unites States of America:
Library of Congress Cataloging in Publication Data.
https://www.simplypsychology.org/constructivism.html

Anda mungkin juga menyukai