Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FILSAFAT ILMU

PENERAPAN MATEMATIKA DALAM MENGATASI MASALAH SOSIAL


DAN PENGAJARAN MATEMATIKA DALAM MENINGKATKAN
KESADARAN SOSIAL

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat ilmu
Dosen Pengampu : Susanto

Di susun oleh:
1. Ulfa Luthfiana (0610077012)
2. Lailatuth Thoyyibah (0610077312)
3. Winda Nurfadhilah Lestari (0610078712)

PMTK 3 B

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris.


Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan
penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep
matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh
orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau
notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena
proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari


pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun dan
pergerakan benda-benda fisika. Matematika praktis telah menjadi kegiatan manusia sejak
adanya rekaman tertulis. Argumentasi kaku pertama muncul di dalam Matematika
Yunani, terutama di dalam karya Euklides, Elemen. Matematika selalu berkembang,
misalnya di Cina pada tahun 300 SM, di India pada tahun 100 M, dan di Arab pada tahun
800 M, hingga zaman Renaisans, ketika temuan baru matematika berinteraksi dengan
penemuan ilmiah baru yang mengarah pada peningkatan yang cepat di dalam laju
penemuan matematika yang berlanjut hingga kini.

Kini, matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai


bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran/medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi,
dan psikologi. Matematika terapan, cabang matematika yang melingkupi penerapan
pengetahuan matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan
temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan
disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru, seperti statistika dan teori permainan. Para
matematikawan juga bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk
perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran,
meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya matematika murni ternyata
seringkali ditemukan terkemudian.

Jadi matematika lebih merupakan alat dan bahasa untuk pengembangan ilmu, oleh
sebab itu matematika sering disebut sebagai ratunya ilmu. Apakah matematika itu?
Banyak definisi dari berbagai orang, dari berbagai definisi tersebut, dapat disarikan dua
pokok yang menjelaskan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang penuh
keindahan dan juga ilmu yang berdaya guna tinggi. Matematika merupakan ilmu yang
berasaskan pada fakta yang nyata, meskipun dalam perkembangannya akan tampak
bahwa ilmu ini semakin menuju ke sesuatu yang diluar jangkauan pemikiran kebanyakan
orang. Contohnya ialah aljabar Boole dan aljabar abstrak. Pada kenyataannya, banyak
ilmuwan yang saat ini menggunakan matematika untuk pengembangan disiplin ilmu yang
dikuasainya, terutama ilmu non matematika seperti ilmu sosial, psikologi, politik,
linguistik, dan lain-lain. Mengapa demikian? Karena saat ini dituntut keabsahan/ validitas
dari perkembangan ilmu. Aspek inilah yang secara tak langsung menggunakan konsep-
konsep matematika. Bahkan sekarang, theologia juga menggunakan matematika untuk
membongkar kitab Taurat (theomatika).

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini:
1. Apa pengertian matematika?
2. Apa karakteristik matematika?
3. Bagaimana aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari?
4. Bagaimana pengajaran matematika untuk meningkatkan kesadaran sosial?
C. Tujuan Masalah
Tujuan dalam makalah ini
1. Untuk mengetahui pengertian matematika
2. Untuk karakteristik matematika
3. Untuk mengetahui aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari
4. Untuk pengajaran matematika untuk meningkatkan kesadaran sosial.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari
perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari.Perkataan itu mempunyai asal katanya
mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike
berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang
artinya belajar (berpikir). Sedangkan Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau
ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.

Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan


menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-
pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. Pada awalnya cabang
matematika yang ditemukan adalah Aritmatika atau Berhitung, Aljabar, Geometri setelah itu
ditemukan Kalkulus, Statistika, Topologi, Aljabar Abstrak, Aljabar Linear, Himpunan, Geometri
Linier, Analisis Vektor, dll.

Beberapa Definisi Para Ahli Mengenai Matematika antara lain :

1. Russefendi

Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi,


aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku
secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

2. James dan James (1976).

Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsepkonsep yang berhubungan satu dengan lainnya.Matematika terbagi dalam tiga bagian
besar yaitu aljabar, analisis dan geometri.Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa
matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis
dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.

3. Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972)

Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan,pembuktian yang logis,


matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat , jelas
dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide
daripada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat
dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsure yang tidak didefinisikan,
aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan
pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan
keharmonisannya.

4. Reys – dkk (1984)

Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir,
suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

5. Kline (1973)

Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya
sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan
menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

B. Karakteristik Matematika
 Memiliki obyek yang abstrak
Obyek dasar matematika adalah abstrak dan disebut obyek mental, obyek pikiran yaitu :
1. Fakta
Berupa konvensi-konvensi yang di ungkap dengan simbol tertentu.Contoh :
 ”4” dipahami sebagai bilangan ”empat”
 ”7-3” dipahami sebagai ”tujuh kurang tiga”
 ”//” bermakna ”sejajar” dan lain-lain
2. Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sejumlah
obyek.Apakah obyek tertentu merupakan konsep atau bukan.
3. Operasi
 Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan
matematika yang lain.
 Operasi adalah suatu relasi khusus karena operasi adalah aturan untuk
memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui.
 Operasi unair, operasi biner dll
4. Prinsip
 Prinsip adalah obyek matemática yang komplek. Prinsip dapat terdiri dari
beberapa fakta, beberapa konsep, yang dikaitkan oleh suatu relasi / operasi.
 Prinsip adalah hubungan antara berbagai obyek dasar matemática. Prinsip
dapat berupa axioma, teorema, sifat dll

5. Skill adalah prosedur atau suatu kumpulan aturan-aturan yang digunakan untuk
menyelesaikan soal matematika

 Bertumpu pada kesepakatan

Kesepakatan yang amat mendasar adalah axioma dan konsep primitif.Aksioma


disebut juga postulat adalah pernyataan pangkal yang tidak perlu di buktikan. Konsep
primitif disebut juga undefined term adalah pengertian pangkal yang tidak perlu di
definisikan.

 Berpola pikir deduktif

Kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari
kebenaran sebelumnya sehingga kaitan Antar konsep atau pernyataan dalam matemática
bersifat consisten. Proses pembuktian secara deduktif akan melibatkan teori atau rumus
matemática lainnya yang sebelumnya sudad di buktikan kebenarannya secara deduktif
juga.
 Memiliki simbol yang kosong dari arti

Contoh : Model persamaan ”x+y=z” belum tentu bermakna bilangan, makna huruf
atau tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model itu.

 Memperhatikan semesta pembicaraan

Bila semesta pembicaraannya adalah bilangan maka simbol-simbol diarikan


bilangan. Contohnya: jika kita bicara di ruang lingkup vektor a + vektor b = vektor c maka
huruf-huruf yang digunakan bukan berarti bilangan tetapi harus di artikan sebagai vektor.

 Konsisten dalam sistemnya

Dalam matematika terdapat banyak sistem. Satu dengan yang lain bisa saling
berkaitan tetapi juga bisa saling lepas. Sistem-sistem aljabar : sistem aksioma dari grup,
sistem aksioma dari ring, sistem aksioma dari field, dsb. Sistem-sistem geometri : sistem
geometri netral, sistem geometri Euclides, sistem geometri non Euclides. Di dalam masing-
masing sistem dan struktur itu terdapat konsistensi.

C. Aplikasi Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari

Berbicara tentang Matematika tak akan pernah terlepas dari kehidupan. Karena
hampir dalam setiap aktivitas sehari-hari entah disadari atau tidak kita pasti
menggunakan Matematika.Mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi.Oleh
karena itu, Matematika menjadi salah satu pelajaran terpenting yang harus dikuasai oleh
setiap orang yang ingin meraih sukses dalam kehidupannya. Dalam keahlian
bermatematika kita dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah dengan benar, sekaligus
kita diberi kebebasan untuk menjawab dengan berbagai cara asalkan jawabannya benar
dan dengan cara yang benar. Seperti kata pepatah, “Banyak jalan menuju Roma”.Namun,
jika caranya salah atau salah dalam menuliskan satu angka saja hasil akhirnya juga salah.
Disini kita diminta untuk jujur dalam menyelesaikan masalah yang ada dengan cara yang
benar dan teliti. Dalam belajar Matematika juga dapat belajar tentang nilai kejujuran…
Selain itu, banyak sekali manfaat dari aplikasi Matematika dalam kehidupan
sehari-hari baik diterapkan dalam bidang ilmu lainnya maupun dalam kehidupan sehari-
hari. Bahkan Ada pepatah mengatakan “Siapa yang menguasai matematika dan bahasa
maka ia akan menguasai dunia”. Matematika sebagai media melatih untuk berpikir kritis,
inovatif, kreatif, mandiri dan mampu menyelesaikan masalah sedangkan bahasa sebagai
media menyampaikan ide-ide dan gagasan serta yang ada dalam pikiran manusia.Jelas
sekali bahwa Matematika sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat
menghindar dari Matematika sekalipun kita mengambil jurusan ilmu sosial tetap saja ada
pelajaran Matematika di dalamnya karena mau tidak mau matematika digunakan dalam
aktivitas sehari-hari.Salah satunya penerapan Aljabar dalam kehidupan sehari-hari.

Membahas mengenai manfaat Aljabar dalam kehidupan sehari-hari,


mengingatkan kita yang mungkin sebagai guru atau orang tua saat ada pertanyaan yang
terlontar dari anak dengan wajah polosnya.“Apa manfaat Aljabar dalam kehidupan kita
sehari-hari?”Mereka belum tahu betapa pentingnya Aljabar yang merupakan dasar dari
segala ilmu Matematika. Mungkin saat belajar Matematika di Sekolah Dasar kelas 1 atau
2 kita akan diberi soal seperti ini, “2 + Berapa? = 5”, bukankah itu serupa dengan “2 + x
= 5, berapakah nilai x?” Setelah kita hitung maka akan menemukan jawabannya, yaitu 3.

Dibawah ini merupakan beberapa contoh sehari-hari masalah social yang dapat
diselesaikan dengan aljabar
1. Aplikasi Aljabar bagi siswa

Tentu saja, manfaat aplikasi Aljabar bagi para pelajar adalah agar nilai
ulangan Matematika tidak jatuh saat diberi soal Aljabar.Dan sebagai tambahan nilai
untuk nilai kelulusan.

Selain itu, manfaat aplikasi Aljabar yang sering diterapkan siswa adalah untuk
memanajemen uang saku yang diberikan orang tua tiap minggu. Contoh penerapan
aljabar dalam hal ini sebagai berikut:

Misalnya, uang saku kita sebesar Rp 70.000,00 setiap minggu. Karena setiap
hari Selasa dan Rabu ada pelajaran tambahan, serta hari Jumat ada kegiatan ekstra
kurikuler pada pukul 14.20 WIB sedangkan setelah pulang sekolah kita tidak pulang
dahulu (langsung lanjut belajar tambahan) maka dibutuhkan uang makan + uang jajan
sebesar Rp 10.000,00. Nah, kita kebingungan menentukan uang saku setiap hari
selain Selasa, Rabu, dan Jum’at selama satu minggu jika dalam satu minggu itu kita
ingin menabung uang sebesar Rp 25.000,00.Dengan bantuan aljabar kita dapat
menentukan uang saku kita per hari.

Cara mengerjakan menggunakan Aljabar:

Kita anggap uang saku kita per hari (selain Selasa, Rabu, dan Jumat karena
sudah ada jatahnya, yaitu Rp 10.000,00) dengan x. Maka,

Rp 70.000 = (uang saku 1 minggu)

Rp 25.000 = (uang tabungan selama 1 minggu)

70.000 – 25.000 = (3 X 10.000) + 1(6x -3x)

Rp 45.000 = Rp 30.000 + 1(3x)

Rp 45.000 = Rp 30.000 + 3x

Rp 45.000 – Rp 30.000 = 3x

Rp 15.000 = 3x

x = Rp 15.000/3

x = Rp 5.000

{Mengapa (3 X 10.000)? 3 berasal dari Hari Selasa, Rabu, dan Jumat dalam satu
Minggu. Berarti kan ada 3 hari}.{Mengapa 1(6x – 3x)? 1 berasal dari 1 minggu
sedangkan 6x – 3x berasal dari 6 hari dalam satu Minggu kecuali Minggu karena
libur, dikurangi 3 hari (Selasa, Rabu, dan Jumat karena telah dijatah)}
Jadi, uang saku per hari yang kita gunakan selain Selasa, Rabu, dan Jumat
(sekali lagi karena telah dijatah) dan selain Minggu (karena libur) maksimal sebesar
Rp 5.000,00.Tidak boleh lebih tetapi boleh kurang.

2. Aplikasi Aljabar bagi Ibu Rumah Tangga

Manfaat aplikasi Aljabar bagi Ibu Rumah Tangga adalah untuk memanajemen
uang gaji, uang saku anak, uang sekolah anak, dll. Contoh memanajemen uang bagi
Ibu Rumah Tangga adalah sebagai berikut:

Seorang Ibu setiap bulan mendapat gaji sebesar Rp 2.000.000,00. Ia diberi


uang tambahan dari suaminya sebesar Rp 4.000.000,00 per bulan. Dibutuhkan Rp
1.000.000,00 untuk uang belanja per bulan. Uang kesehatan Rp 500.000,00 dan uang
sekolah total dari ke-2 anaknya sebesar Rp 3.000.000,00. Sang Ibu bingung, berapa
uang sakuperorangan yang harus ia berikan untuk kedua anaknya tiap minggu tetapi
uang per bulannya harus masih tersisa Rp 1.000.000,00 untuk ditabung.

Cara mengerjakan menggunakan Aljabar:

Kita anggap uang saku setiap anak per minggu sebagai x

(2.000.000 + 4.000.000) – 1.000.000 = 1.000.000 + 500.000 + 3.000.000 + (4 X 2x)

6.000.000 – 1.000.000 = 4.500.000 + (8x)

5.000.000 = 4.500.000 + 8x

5.000.000 – 4.500.000 = 8x

500.000 = 8x

x = 500.000/8

x = 62.500
{Mengapa (4 X 2x) karena 1 bulan = 4 minggu dan 2x itu adalah uang saku 2 orang
anak}.Jadi, uang saku setiap anak dalam waktu seminggu adalah Rp 62.500,00.

3. Aplikasi Aljabar bagi para Pedagang.

Aljabar dapat membantu pedagang untuk menghitung besar kecil keuntungan


atau kerugian yang dapat diperolehnya, dan dapat menentukan besar modal yang
dibutuhkan. Contoh penerapan Aljabar dalam kehidupan pedagang adalah sebagai
berikut:

Seorang pedagang pempek membeli 5 kg ikan giling dengan harga Rp


60.000,00.Dengan 5 kg ikan giling tersebut dapat dibuat menjadi 10 buah pempek
kapal selam.Pedagang itu ingin laba tiap pempek tersebut sebesar Rp 2.000,00.Maka
berapa harga jualnya? Jika pedagang itu pandai Matematika, pasti akan mudah
mengetahuinya, sebaliknya, jika tidak, apa yang akan terjadi? Bisa dibayangkan
sendiri segala kemungkinan yang akan terjadi dalam angan masing-masing.

Cara mengerjakan menggunakan sistem Aljabar:

Kita anggap harga jual pempek itu sebagai x.

Maka diperoleh:

x = (60.000/10) + 2.000

x = 6.000 + 2.000

x = 8.000

Jadi, harga jual yang bisa diterapkan agar laba satu pempek Rp 2.000 adalah sebesar
Rp 8.000,00. Dengan Matematika dan aplikasi Aljabar, sangat simple
kan?Matematika adalah bagian sangat dekat yang tak terpisahkan dari kehidupan kita,
salah satunya melalui pengaplikasian Aljabar dalam kehidupan sehari-hari.
D. Pengajaran matematika untuk meningkatkan kesadaran sosial

Dalam matematika untuk meningkatkan kesadaran sosial dapat menggunakan


pembelajaran matematika realistik

1. Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistik merupakan teori belajar mengajar dalam


pendidikan matematika.Teori pembelajaran matematika realistik pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut
Freudenthal.Freudenthal berpendapat bahwa matematika harus diartikan dengan realita
dan matematika merupakan aktivitas manusia.Dari pendapat Freudenthal memang benar
alangkah baiknya dalam pembelajaran matematika harus ada hubungannya dengan
kenyataan dan kehidupan sehari-hari.Oleh karena itu manusia harus diberi kesempatan
untuk menemukan ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang
dewasa.Matematika harus dekat dengan anak dan kehidupan sehari-hari.Upaya ini dilihat
dari berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”.Realistik ini dimaksudkan tidak
mengacu pada realitas pada realitias tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan.

Adapun menurut pandangan konstruktifis pembelajaran matematika adalah


memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika
dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan
sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran matematika guru memang harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan
kemampuan siswa sendiri dan guru terus memantau atau mengarahkan siswa dalam
pembelajaran walaupun siswa sendiri yang akan menemukan konsep-konsep matematika,
setidaknya guru harus terus mendampingi siswa dalam pembelajaran matematika.

Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika


berorientasi pada:

1. Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi.

2. Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa.


3. Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui
suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan pengalamannya.

4. Pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka
katakan atau tulis.

Pendapat Davis tersebut, dalam pembelajaran matematika siswa mempunyai


pengetahuan dalam berpikir melalui proses akomodasi dan siswa juga harus dapat
menyelesaikan masalah yang akan dihadapinya. Siswa mengetahui informasi baru
dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari secara logis, dalam pembelajaran ini harus bisa
memahami dan berpikir sendiri dalam menyelesaikan masalah tersebut, jadi tidak
tergantung kepada guru, siswa juga dapat mempunyai cara tersendiri untuk
menyelesaikan masalah.

Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam
mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.Konstruktivisme
ini oleh Vygotsky disebut konstruktisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan
Taylor, 1993; Atwel, Bleicher dan Cooper, 1998).Ada dua konsep penting dalam teori
Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara
mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerja sama dengan
teman sejawat yang lebih mampu. Scraffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan
kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberi kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah
ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Jadi Zone of Proximal Development ini ada siswa
yang menyelesaikan masalah secara sendiri, dan ada siswa yang menyelesaikan masalah
harus dengan persetujuan orang dewasa.Sedangkan scraffolding mempunyai tahap-tahap
pembelajaran, dalam pembelajaran awal siswa dibantu, tapi bantuan itu sedikit demi
sedikit dikurangi.Setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah
sendiri dan mempunyai tanggung jawab yang semakin besar setelah siswa dapat
melakukannya.Scraffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk
belajar memecahkan masalah.Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan
contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Prinsip penemuan dapat diinspirasikan oleh prosedur-prosedur pemcahan


informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi. Ada
dua jenis matematisasi diformlasikan oleh Treffers (1991), yaitu matematisasi horizontal
dan vertikal.Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan
penvisualisasian masalah dalam cara-cara yang berbeda dan pentransformasian masalah
dunia real ke dunia matematika. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi
hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyelesaian model matematika,
penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisasian. Kedua jenis ini
mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai yang
sama. Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan
matematika dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, empiristik, strukturalistik,
dan realistik.

Pendekatan mekanistik adala pendekatan secara tradisional dan didasarkan pada


apa yang diketahui dan pengalaman sendiri. Pendekatan empiristik adalah suatu
pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan dan siswa diharapkan
dapat menemukan sendiri melalui matematisasi horizontal, pendekatan strukturalistik
adalah suatu pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya dalam pengajaran
penjumlahan secara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep
dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang
menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.Melalui aktivitas
matematisasi horizontal dan vertilal diharapkan siswa dapat menemukan konsep-konsep
matematika.

Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat


absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan
pengajuan masalah oleh manusia (Ernest, 1991).Dalam pembelajaran matematika, Cobb,
Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio.Siswa berinteraksi
dengan guru, dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-
strategi untuk merespon masalah yang diberikan.Karakteristik pendekatan konstrutivis
sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.Konsep ZPD dan Scraffolding dalam
pendekatan konstruktivis sosio, di dalam pembelajaran matematika realistik disebut
dengan penemuan kembali terbimbing.Menurut Graevenmeijer (1994) walaupun kedua
pendekatan ini mempunyai kesamaan tetapi kedua pendekatan ini dikembangkan secara
terpisah.Perbedaan keduanya adalah pendekatan konstruktivis sosio merupakan
pendekatan pembelajaran yang bersifat umum, sedangkan pembelajaran matematika
realistik merupakan pendekatan khusus yaitu hanya dalam pembelajaran matematika.

2. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial juga merupakan salah satu dari tiga keterampilan yang
dikemukakan oleh Sukmadinata (Syaodih, 2007: 49), yaitu keterampilan intelektual,
keterampilan sosial, dan keterampilan motorik. Menurut Gresham, Sugai, & Horner
(2001), keterampilan sosial adalah tingkat kemampuan siswa untuk membangun dan
memelihara hubungan interpersonal yang tepat, dapat diterima oleh orang lain,
membangun dan memelihara pertemanan, dan mengakhiri hubungan interpersonal yang
negatif atau jahat (Bremer & Smith, 2004: 1). Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat
Arends (2008b: 28), bahwa keterampilan sosial adalah perilaku-perilaku yang
mendukung kesuksesan hubungan sosial dan memungkinkan individu untuk bekerja
bersama orang lain secara efektif. Lebih lanjut dikemukakan bahwa ada tiga keterampilan
yang kurang pada banyak anak dan pemuda, yaitu keterampilan berbagi, keterampilan
berpartisipasi, dan keterampilan komunikasi (Arends, 2008b: 28). Keterampilan berbagi
yang dimaksudkan adalah berbagi waktu, bahan, berlagak bossy terhadap siswa lain,
tidak mau berhenti bicara, atau mengerjakan semua tugas kelompok.Keterampilan
berpartisipasi yang kurang seperti menghindari kerja kelompok karena malu dan/atau
ditolak oleh siswa lainnya. Keterampilan komunikasi yang kurang ditunjukkan oleh
kesulitan mengkomunikasikan ide atau perasaan agar dipersepsi dengan akurat oleh orang
lain atau sebaliknya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa keterampilan
sosial adalah (1) keterampilan atau kecakapan seseorang untuk berhubungan dengan
orang lain di sekitarnya, (2) diwujudkan dalam berbagai bentuk tingkah laku yang sesuai,
(3) kemampuan yang digunakan dalam memecahkan masalah, dan (4) dilakukan oleh
seseorang untuk memperbaiki mutu kehidupan sosialnya (Kadir, 2009c: 440).

Keterampilan sosial ini dipandang penting karena berbagai hasil penelitian


menyebutkan bahwa ada hubungan yang cukup erat antara keterampilan sosial siswa
dengan berbagai kemampuan lainnya seperti menjalin kerjasama dalam kelompok,
berinteraksi dengan sebayanya, bergabung dalam kelompok, menjalin pertemanan baru,
menangani konflik, dan belajar bekerja sama. Kurangnya keterampilan sosial siswa akan
berdampak pada rendahnya prestasi akademik siswa tersebut, cenderung kesepian dan
menampakkan self-esteem yang rendah, dan ada kemungkinan akan dropt-out dari
sekolah (Muijs dan Reynolds, 2008: 203).

Menurut Hair et al. (2001), mengembangkan keterampilan sosial berhubungan


dengan memiliki kepribadian yang hangat dan ramah, kecerdasan nonverbal yang baik,
pola asuh orang tua yang responsif, dan kontak reguler dengan kakak/adik kandung
(Muijs dan Reynolds, 2008: 204). Melalui pengembangan keterampilan sosial ini,
seorang siswa akan dapat memiliki kemampuan mengambil peran, bersosialisasi, dan
berprestasi akademik yang baik. Kemampuan mengambil peran merupakan tahapan yang
dilalui siswa remaja dalam hidupnya. Pada usia 12 – 15 tahun hingga dewasa, anak-anak
sudah masuk pada tahap kelima dari model Selman, yaitu ”social and conventional
system role-taking”, pengambilan peran sistem sosial dan konvensional. Pada tahap ini
anak secara umum telah memiliki pertimbangan sosial, aturan dan norma diperhitungkan
dan diwujudkan dalam peran yang dilakukannya (Edwards, 2004; Kadir, 2007: 503,
2009c: 441).

Menurut Gottman dan Parker (1986), ada enam keterampilan sosial tertentu yang
dikembangkan di dalam pertemanan, yaitu: (1) conform, cooperate and compete
(penyesuaian diri, bekerja sama dan bersaing), (2) take risks (mengambil resiko); (3)
develop communication skills (membangun keterampilan komunikasi); (4) develop
negotiation skills and tact (membangun keterampilan negosiasi dan kebijaksanaan); (5)
resolve conflicts (memecahkan konflik); dan (6) develop shared meanings for group
interaction (membangun pengertian bersama untuk interaksi kelompok) (Edwards, 2004).
Keenam keterampilan sosial ini dapat dikembangkan di kelas matematika melalui
pembelajaran kooperatif.

Dalam pembelajaran kooperatif, Nelson & Aboud (1985) menemukan bahwa para
teman lebih sering menjelaskan pendapat mereka dan mengkritik partnernya dibanding
yang bukan teman (Edwards, 2004).Artinya, untuk membangun suatu aktivitas diskusi
dalam kelompok, sebaiknya kelompok disusun berdasarkan hubungan pertemanan.
Melalui hubungan pertemanan, muncul diskusi yang lebih tajam karena para siswa tidak
segan untuk mengemukakan pendapat mereka terhadap suatu permasalahan dan sekaligus
melakukan kritik terhadap teman sekelompoknya (Kadir, 2007: 504, 2009c: 441).
Kebiasaan untuk mengemukakan pendapat ini akan mengarah kepada kemampuan untuk
menganalisis kemampuan diri dalam mengelola informasi sebelum pendapat itu
dikemukakan. Kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah dan komunikasi matematik.

Pendapat serupa tentang keterampilan sosial anak juga dikemukakan oleh Indri
Savitri. Menurutnya, ada sembilan keterampilan sosial yang harus dimiliki anak, yaitu
kenal diri, kenal emosi, empati, simpati, berbagi, negosiasi, menolong, kerjasama, dan
bersaing (Kusumah, 2008; Kadir, 200c: 441). Dalam uraiannya dijelaskan bahwa
keterampilan sosial anak perlu dikembangkan agar anak memperoleh rasa percaya diri,
bisa menghadapi berbagai masalah dan mencari solusinya, dan mudah diterima oleh anak
lainnya. Melalui pengembangan keterampilan sosial, anak akan mudah bergaul dengan
orang lain di lingkungan manapun dia berada. Anak yang mempunyai keterampilan sosial
yang baik akan berperilaku sesuai dengan harapan lingkungan secara tepat.

Salah satu cara yang dapat diupayakan untuk menanamkan keterampilan sosial
anak adalah dengan memberi kesempatan kepada anak untuk berlatih berinteraksi dengan
anak lainnya dalam pembelajaran kelompok kecil. Siswa yang dibiasakan bermain dan
bergaul bersama temannya dalam kelompok ketika memecahkan masalah dan saling
menerima cenderung memiliki keterampilan sosial yang tinggi dibandingkan dengan
anak yang sehari-harinya di rumah saja atau dalam pembelajaran klasikal tanpa interaksi
dengan siswa lainnya.

Untuk memaksimalkan proses interaksi ini, siswa dalam kelompok perlu saling
mengenal. Menurut Arends (2008b: 30), sebelum siswa dapat bekerja secara efektif
dalam kelompok-kelompok cooperativelearning, mereka juga harus belajar saling
mengenal dan menghormati perbedaan satu sama lain. Demikian juga guru, harus
memberikan penghargaan dan menghormati kondisi siswa pesisir yang secara umum
berada dalam kondisi ekonomi, komunikasi, interaksi, dan penampilan fisik yang
mungkin berbeda dengan kondisi siswa di sekolah pada umumnya.Pengorganisasian yang
baik terhadap berbagai kondisi siswa tersebut dalam pembelajaran kooperatif dapat
mengantar siswa mencapai prestasi akademik yang diharapkan. Eksperimen Stevens &
Slavin (1995) menunjukkan bahwa sekolah dan kelas dapat diorganisasikan dengan
program dan proses yang mengimbangi dampak kemiskinan dan kelas sosial (Arends,
2008a:83).

Siswa pesisir sangat merespons guru-guru yang menghormati dan menghargai


kondisi mereka, yang tidak mempedulikan pakaian dan pola bahasa yang mereka
gunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Mereka juga mendapatkan manfaat dari
tantangan daripada dari ekspektasi yang rendah dan mendapatkan manfaat dari
pengajaran yang didiferensialkan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi uniknya (Arends,
2008a: 83). Penggunaan masalah dan potensi pesisir dalam pembelajaran matematika
adalah sejalan dengan pendapat ini karena masalah dan potensi pesisir tersebut menarik,
menantang, dan dibutuhkan untuk dipecahkan oleh siswa pesisir. Ketertarikan siswa
terhadap masalah pesisir tersebut dapat meningkatkan proses interaksi antar siswa dan
komponen pendidikan lainnya sehingga dapat pula meningkatkan keterampilan sosial
siswa.

Untuk mengetahui tingkat keterampilan sosial siswa dapat digunakan beberapa


alat, misalnya angket, lembar observasi, self report checklist, dan rating scale.Semua
instrumen ini disusun berdasarkan dimensi keterampilan sosial. Gresham, Sugai, dan
Horner (2001) (Bremer dan Smith, 2004: 1) mendefinisikan lima dimensi keterampilan
sosial, yaitu: (a) keterampilan berhubungan dengan orang lain (peer relational skills), (b)
keterampilan manajemen diri (self-management skills), (c) keterampilan akademik
(academic skills), (d) keterampilan mematuhi aturan (compliance skills), dan (e)
keterampilan menyatakan pendapat (assertion skills). Lembar observasi digunakan untuk
mengamati kualitas interaksi siswa selama pembelajaran matematika.Self report checklist
diberikan kepada siswa untuk diisi. Pada rating scale, guru membandingkan penilaiannya
dengan penilaian siswa untuk mengetahui konsistensi. Menurut Ogden (2003), dan Hall
dan Bramlett (2002), hasil-hasil yang diperoleh tampaknya sedikit berbeda tergantung
skala penilaian mana yang digunakan (Muijs dan Reynolds, 2008: 207). Dalam penelitian
ini, kelima aspek keterampilan sosial yang dikemukakan oeh Gresham, Sugai, & Horner
di atas disusun dalam skala keterampilan sosial dan kemudian diberikan kepada siswa
untuk diisi.

Penjelasan di atas mengandung makna bahwa keterampilan sosial siswa dapat


dikembangkan melalui pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses interaksi.
Seorang siswa memiliki keterampilan sosial yang baik bila siswa tersebut dapat diterima
bergaul dengan siswa lainnya secara baik selama dan setelah proses interaksi tersebut.
Oleh karena itu, tingkat keterampilan sosial siswa dapat diketahui dengan cara mengukur
seberapa besar frekuensi perilaku siswa dalam kelima aspek keterampilan sosial yang
ditunjukkan dalam bentuk respeknya terhadap orang lain, mengontrol diri, bekerjasama
dan bersikap positif di kelas matematika, mengikuti perintah, bekerja dengan rapi dan
hati-hati, menggunakan waktu dengan baik, mengikuti aturan main yang disepakati,
mengumpulkan tugas secara lengkap sesuai waktu yang ditetapkan, dan bekerja tanpa
bergantung kepada orang lain. Pengukuran terhadap keterampilan sosial siswa tersebut
mengarah kepada tiga tingkatan keterampilan sosial siswa.Sasongko (2001: 72)
mengkategorikan keterampilan sosial siswa menjadi tiga tingkatan, yaitu tinggi (terampil
bersosial), sedang (kurang terampil bersosial), dan rendah (tidak terampil bersosial).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola
berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat menurut Reys – dkk.

Karakteristik Matematika harus memiliki:

 Memiliki obyek yang abstrak :fakta,konsep,operasi,prinsip dan skill.


 Bertumpu pada kesepakatan
 Berpola pikir deduktif
 Memiliki simbol yang kosong dari arti
 Memperhatikan semesta pembicaraan
 Konsisten dalam sistemnya

Aplikasi Matematika dalam kehidupan sehari-hari baik diterapkan dalam bidang


ilmu lainnya maupun dalam kehidupan sehari-hari baik digunakan oleh
siswa,pedagang,orangtua dan lain-lainnya. Dalam matematika untuk meningkatkan
kesadaran sosial seorang siswa dapat menggunakan pengajaran matematika realistik.
Meningkatkan kesadaran sosial seorang siswa dalam matematika salah satunya adalah
komunikasi karena dalam berkomunikasi siswa bisa melakukan interaksi dengan teman
lainnya sehingga dapat mengetahui ntingkat keterampilan sosial siswa dapat dengan cara
mengukur seberapa besar frekuensi perilaku siswa dalam kelima aspek keterampilan
sosial yang ditunjukkan dalam bentuk respeknya terhadap orang lain, mengontrol diri,
bekerjasama dan bersikap positif di kelas matematika, mengikuti perintah, bekerja
dengan rapi dan hati-hati, menggunakan waktu dengan baik, mengikuti aturan main
yang disepakati, mengumpulkan tugas secara lengkap sesuai waktu yang ditetapkan, dan
bekerja tanpa bergantung kepada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

http://irsadifarista.wordpress.com/filsafat/ilmu-dan-matematika/ Diunduh tanggal 2


Januari 2015 13.26 WIB

https://bambangsrianggoro.wordpress.com/2014/01/01/komunikasi-matematis/ Diunduh
tanggal 3 Januari 2015 13.54 WIB

https://bambangsrianggoro.wordpress.com/2014/01/01/komunikasi-matematis/ Diunduh
tanggal 3 Januari 2015 14.38 WIB

https://faridanursyahidah.wordpress.com/ Diunduh tanggal 5 Januari 2015 11.26 WIB

http://tyanurdina.wordpress.com/2013/01/05/kemampuan-komunikasi-siswa-dalam-
matematika/ Diunduh tanggal 5 Januari 2015 13.45 WIB

Anda mungkin juga menyukai