Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini Hubungan kerja merupakan suatu fenomena yang banyak menyita
perhatian berbagai pihak di negri atau dunia ini. Sering kita dengar tentang masalah
dunia ketanaga kerjaan di lingkungan kita ini. Dimana hal ini sangatlah dipengaruhi pula
oleh perjanjian kerja. Perjanjian kerja menurut UU No 13 Tahun 2003 adalah perjanjian
antara pekerja atau buruh dengan perusahaan atau pemberi kerja yang termuat syarat-
syarat hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja pada dasarnya dibuat untuk
mencegah terjadinya perselisihan atau sengketa yang dapat terjadi antara para pihak
yang terlibat dalam suatu hubungan kerja yakni pihak pertama (perusahaan)
dan pihak kedua (karyawan).
Perjanjian kerja sebagai sarana pendahulu sebelum berlangsungnya hubungan
kerja, harus diwujudkan dengan sebaik-baiknya, dalam arti mencerminkan keadilan
baik bagi pengusaha maupun bagi buruh, karena keduanya akan terlibat dalam suatu
hubungan kerja. Di dunia barat kehidupan masyarakat seperti halnya merupakan
arena pertarungan antara kepentingan-kepentingan perseorangan yang saling
bertentangan, sedangkan didalam lingkungan masyarakat Indonesia adalah tempat
kerjasama dimana anggota melakukan tugas tertentu menurut pembagian kerja yang
tertatur menuju tercapainya cita-cita bersama, yaitu masyarakat adil dan makmur. Dalam
masyarakat Indonesia yang demikian itu, misalnya dicerminkan dalam asas pokok yang
mengatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan, soal pemburuhan nanti bukan lagi semata-mata soal melindungi pihak
yang perekonomiannya lemah terhadap pihak yang perekonomiannya kuat untuk
mencapai adanya keseimbangan antara kepentingan yang berlainan, melainkan juga
soal menemukan jalan dan cara yang sebaik-baiknya, dengan tidak meninggalakan sifat
kepribadian dan kemanusiaan, bagi setiap orang yang melakukan pekerjaan, untuk
mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya dari tiap pekerjaan yang sudah ditentukan
menjadi tugasnya dan sebagai imbalan atas jerih payanhnya itu mendapat kan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu harus diatur dan perlu
adanya suatu ikatan dalam bekerjasama.

1
B. Rumusan Masalah
1) Apa Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB)?
2) Apa Kewenangan Pembuatan PKB?
3) Apa Manfaat Perjanjian Kerja Bersama?
4) Apa Hal-hal yang diperhatikan dalam pembuatan perjanjian kerja bersama?
5) Apa Tahap-tahap pembuatan PKB?
6) Apa Tata Cara Pembuatan PKB?
7) Apa Dasar hukum Perjanjian Kerja Bersama?

C. Tujuan
1) Dapat mengetahui Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
2) Dapat mengetahui Kewenangan Pembuatan PKB
3) Dapat mengetahui Manfaat Perjanjian Kerja Bersama
4) Dapat mengetahui Hal-hal yang diperhatikan dalam pembuatan perjanjian kerja
bersama
5) Dapat mengetahui Tahap-tahap pembuatan PKB
6) Dapat mengetahui Tata Cara Pembuatan PKB
7) Dapat mengetahui Dasar hukum Perjanjian Kerja Bersama

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Materi PKB diatur dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dalam Bab XI

mengenai hubungan industrial yaitu dalam Bagian Ketiga. Kemudian dalam Pasal 133

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa mengenai persyaratan serta tata

cara pembuatan, perpanjangan, perubahan, dan pendaftaran PKB diatur dengan keputusan

menteri. Adapun keputusan menteri yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Tenaga

Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-48/MEN/IV/2004 Tentang Tata

Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran

Perjanjian Kerja Bersama.

Perjanjian Perburuhan / Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau istilah yang

dipergunakan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 adalah Perjanjian Kerja

Bersama (PKB) dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Collective Labour Aggrement

(CLA), atau dalam bahasa Belanda disebut dengan Collective Arbeids Overemkomst

(CAO), perjanjian ini dikenal dalam khasanah hukum Indonesia berdasarkan

ketentuan dalam hukum KUHPerdata. Sedangkan pengertian perjanjian perburuhan

menurut Lotmar, Tarifvertrage ialah suatu perjanjian antara seorang majikan atau

lebih dengan sekelompok buruh yang memuat syarat-syarat upah dan kerja untuk

perjanjian-perjanjian kerja yang akan diadakan kemudian.

Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 jo Pasal 1

angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-

48/MEN/IV/2004, PKB yaitu perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara

serikat pekerja / serikat buruh atau beberapa serikat pekerja / serikat buruh yang tercatat

3
pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau

beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak

dan kewajiban kedua belah pihak.

Dari pengertian diatas terdapat kesamaan yaitu bahwa baik perjanjian perburuhan

atau Perjanjian Kerja Bersama adalah dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara

kedua belah pihak dalam melakukan hubungan kerja antara pekerja / buruh dengan majikan

/ pengusaha. Begitu juga bahwa hal tersebut dimaksudkan juga sebagai acuan dasar atau

sebagai induk dalam membuat perjanjian kerja. Namun demikian dapat dilihat bahwa

pengertian PKB dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 mempunyai pengertian yang

lebih luas.

B. Kewenangan Pembuatan PKB

Kewenangan pembuatan PKB adalah berkaitan dengan pihak yang dapat dan

mempunyai wewenang untuk membuat PKB. Dari pengertian PKB tersebut diatas

sudah dapat diketahui siapa saja para pihak yang dapat melakukan pembuatan PKB. Para

pihak tersebut adalah Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan Pengusaha / gabungan pengusaha.

1) Serikat Pekerja / Serikat Buruh

PKB hanya dapat dirundingkan dan disusun oleh serikat pekerja yang didukung

oleh sebagian besar pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian para

pihak atau subjek yang membuat PKB adalah dari pihak buruh / pekerja diwakili oleh

serikat pekerja / buruh atau beberapa serikat pekerja / buruh di perusahaan itu dengan

pengusaha atau perkumpulan pengusaha. Maksud dengan perwakilan tersebut supaya

pekerja lebih kuat posisinya dalam melakukan perundingan dengan majikan karena

pengurus serikat pekerja umumnya dipilih orang yang mampu memperjuangkan hak dan

kepentingan anggotanya.

4
2) Pengusaha / Gabungan Pengusaha

Adapun yang dimaksud dengan pengusaha terdapat dalam Pasal 1 ayat (5)

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 jo Pasal 1 ayat (4) Keputusan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-48/MEN/IV/2004, adalah:

a. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu

perusahaan milik sendiri.

b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri

menjalankan perusahaan bukan miliknya.

c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia

mewakili perusahaan a dan b tersebut diatas, yang berkedudukan diluar wilayah

Indonesia.

Selain pengertian pengusaha tersebut juga terdapat pengertian Pemberi Kerja yaitu

orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang

memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pengertian Pemberi Kerja ini dimaksudkan untuk menghindari orang yang bekerja pada

pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha khususnya bagi pekerja pada

sektor informal. Maka dapat diambil kesimpulan pengusaha bentuknya orang perseorangan,

sedangkan beberapa pengusaha bentuknya adalah persekutuan, selanjutnya perkumpulan

pengusaha bentuknya adalah badan hukum.

C. Manfaat Perjanjian Kerja Bersama

a. Sebagai pedoman bagi pengusaha menjalankan kewajibannya dan penegasan atas

kewenangan pimpinan perusahaan

b. Sebagai pedoman bagi pekerja menjalankan kewajibannya dan memperoleh hak-

haknya serta untuk mengakui dan menghormati kewenangan pengusaha

5
c. Mempertegas pengakuan pengusaha atas kehadiran dan peranan serikat pekerja serta

fasilitas yang diperoleh serikat pekerja

d. Sebagai acuan atau referensi utama untuk menyelesaikan keluh kesah pekerja,

perbedaan tafsir peraturan antara pengusaha dan pekerja, bahkan untuk menyelesaikan

perselisihan antara pengusaha dan serikat pekerja.

e. Untuk menciptakan hubungan industrial yang aman dan harmonis yang didukung oleh

suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan, ketenangan kerja bagi

pekerja, kepastian usaha bagi pengusaha, berkurangnya kasus perselisihan dan

gangguan produksi.

D. Hal-hal yang diperhatikan dalam pembuatan perjanjian kerja bersama

1. Masa percobaan

Sebelum melakukan perjanjian kerja perusahaan melakukan masa percobaan atau bisa

disebut magang. Tujuan diadakan masa percobaan ini untuk mengetahui apakah calon

karyawan mampu melakukan tugas yang diberikan atau tidak kepadanya dan untuk

mengetahui kepribadiannya. Apabila menurut penilaian pengusaha karyawan layak untuk

dipekerjakan maka majikan mengangkat calon karyawan menjadi karyawan dengan membuat

perjanjian kerja.

Mengenai masa percobaan kerja pasal 60 jo. Pasal 154 huruf a UU no.13 tahun 2003

tentang ketenagakerjaan mengatur sebagai berikut :

a) Perjanjian kerja waktu tidak menentu dapat mensyaratkan perjanjian kerja.

b) Masa perjanjian kerja paling lama 3 bulan.

c) Dibuat secara tertulis.

d) Upah yang dibayarkan tidak boleh dibawah upah minimum yang berlaku.

6
Dalam kesimpulan tersebut masa percobaan boleh diladakan atau tidak diadakan dan

selama masa percobaan karyawan berhak mendapatkan upah.

2. Yang dapat membuat perjanjian kerja.

Untuk dapat membuat perjanjian kerja pada intinya adalah orang dewasa. Mengenai

pengertian orang dewasa ada perbedaan pendapat sebagai berikut :

a. Menurut KUH Perdata, seorang dianggap dewasa dan karenanya mampu bertindak

dalam lalu lintas hukum, jika berumur 21 tahun ata sudah kawin.

b. Menurut hukum adat, seseorang dapat disebut orang dewasa apabila sudah akil baliq atau

sudah kawin, atau biasanya telah berusia 16 s/d 18 tahun.

c. Menurut hukum perburuhan, seseorang dapat dikatakan dewasa apabila sudah berumur

18 tahun atau diatas 18 tahun, dimana UU ketnagakerjaan pasal 1 angka 26

mendefinisikan adalah anak ada;ah setiap berumur dibawah 18 tahun.

UU ketenagakerjaan dan keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.

KEP0235/MEN/2003 tanggal 31 Oktober 2003 mengatur hal-hal sebagai berikut :

a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.

b. Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan

terburuk, yaitu :

Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan.

Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk

pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno atau perjudian.

Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau melibatkan anak untuk

produksi minuman keras, narkotika, psikotopika, zat adiktif lainnya.

Semua pekerjaa yang membahayakan keselamatan dan moral anak.

Ketentuan mengenai pengusaha dilarang mempekerjakan anak dapat dilakukan

pengecualian sebagai berikut :

7
a. Anak yang berumur 13 smpai 15 tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang

tidak menggangu perkembangan dankeshatan fisik maupun mental dan sosial. Pengusaha

yang ingn mempekerjakan anak harus memenuhi hal-hal sebagai tersebut :

Izin tertulis dari orang tua/ wali.

Perjanjian kerja antara orang tua atau wali

Waktu kerja maksimal 3jam.

Dilakukan siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah.

Adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.

Adanya hubungan kerja yang jelas.

b. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat yang diminatinya. Untuk

itu pengusaha wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Dibawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali.

Waktu kerja maksimal 3 jam.

Kondisi lingkungan kerja tidak menggangu perkembangan fisik, mental, sosial, dan

waktu sekolah.

3. Dibuat tertulis, menggunakan bahasa indonesia dan huruf latin

4. Jika PKB tidak dibuat dalam bahasa indonesia maka harus di terjemahkan ke dalam

bahasa indonesia

5. Masa berlaku PKB paling lama 2 tahun

6. PKB dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 tahun dalam kesepakatan

tertulis

7. Perundingan PKB berikutnya paling cepat 3 bulan

8. Apabila PKB belum memenuhi pada poin 5, maka PKB berlaku untuk paling lama 1

tahun

9. Ketentuan PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

8
10. Jika PKB bertentangan dengan hukum yang berlaku maka dinyatakan batal hukum i)

Dalam satu perusahaan hanya dibuat satu PKB

11. PKB paling sedikit memuat :

Hak dan kewajiban pengusaha

Hak dan kewajiban serikat buruh

Jangka waktu dan tanggal berlakunya PKB

Tanda tangan para pembuat PKB

E. Tahap-tahap pembuatan PKB

a) Tahap persiapan

Kesiapan mental dan fisik

Mempersiapkan data dan informasi

Membuat konsep yang dipertukarkan

Mempersiapkan tim perunding

Tim perunding harus memenuhi peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan.

b) Tahap perundingan

Merundingkan kondisi perundingan, waktu, tempat,biaya, penjadualan

hak dan kewajiban

Pertukaran konsep

Menginvestarisasikan hal-hal yang sudah memiliki titik temu dan hal-hal

yang belum disepakati harus dirundingkan

Perundingan lebih fokus pada hal-hal sukar

Menjaga suasana keterbukaan dan kekeluargaan

Kedua belah pihak dalam proses perundingan berpedoman pada dasar-

9
dasar hubungan industrial

c) Tahap penyusunan

Item-item yang disepakati disusun didalam konsep PKB

Membentuk tim kecil yang anggotanya terdiri dari kedua belah pihak untuk

membentuk redaksional

Diperhatikan kalimat sederhana yang mudah dimengerti

Dibuat penjelasan pasal-pasal

Hasil tim kecil dibahas dalam rapat pleno tim perundingan

F. Tata Cara Pembuatan PKB

a. Prosedur Pembuatan PKB

Untuk mengetahui tata cara pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yaitu

sebagai berikut:

1) Salah satu pihak (serikat pekerja / serikat buruh atau pengusaha) mengajukan

pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) secara tertulis, disertai konsep Perjanjian

Kerja Bersama (PKB).

2) Minimal keanggotaan serikat pekerja / serikat buruh 50 % (limapuluh persen) dari

jumlah pekerja / buruh yang ada pada saat pertama pembuaran Perjanjian Kerja

Bersama (PKB).

3) Perundingan dimulai paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan tertulis.

4) Pihak-pihak yang berunding adalah pengurus SP/SB dan pimpinan perusahaan yang

bersangkutan dengan membawa surat kuasa masing-masing.

5) Perundingan dilaksanakan oleh tim perunding dari kedua belah pihak masing-

masing 5 (lima) orang.

6) Batas waktu perundingan bipartit 30 (tigapuluh) hari sejak hari pertama dimulainya

10
perundingan.

7) Selama proses perundingan masing-masing pihak; (a) dapat berkonsultasi kepada

pejabat Depnaker; (b) wajib merahasiakan hal-hal yang sifatnya belum final sebagai

keputusan perundingan.

8) Bila sudah 30 (tigapuluh) hari perundingan bipartit tidak menyelesaikan pembuatan

Perjanjian Kerja Bersama (PKB), salah satu pihak wajib melaporkan kepada Kantor

Depnaker untuk diperantarai atau dapat melalui Lembaga Arbitrase.

9) Batas waktu pemerantaraan atau penyelesaian arbitrase maksimal 30 (tigapuluh)

hari.

10) Bila 30 (tigapuluh) hari pemerantaraan atau penyelesaian arbitrase tidak berhasil, maka

pegawai perantara harus melaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja.

11) Menteri Tenaga Kerja menempuh berbagai upaya untuk menetapkan langkah-

langkah penyelesaian pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) maksimal 30

(tigapuluh) hari.

12) Sejak ditandatangani oleh wakil kedua belah pihak, Perjanjian Kerja Bersama

(PKB) sah dan resmi berlaku serta mengikat kedua belah pihak dan anggotanya.

13) Setelah disepakati dan ditandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tersebut

wajib didaftarkan kepada Depnaker.

14) Kedua belah pihak wajib menyebarluaskan isi dan makna Perjanjian Kerja Bersama

(PKB) kepada semua pihak dalam lingkungan kerjanya.

Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dalam hal disatu perusahaan hanya

terdapat satu serikat pekerja / serikat buruh, maka serikat pekerja / serikat buruh

tersebut berhak mewakili pekerja / buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan

pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50 % (limapuluh persen)

dari jumlah seluruh pekerja / buruh diperusahaan yang bersangkutan (Pasal 19 ayat (1)).

11
Dalam hal disatu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja / serikat buruh

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak memiliki anggota lebih dari 50%

(limapuluh persen) dari jumlah seluruh pekerja / buruh di perusahaan, maka serikat

pekerja / serikat buruh dapat mewakili pekerja / buruh dalam melakukan perundingan

dengan pengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat

dukungan lebih 50% (limapuluh persen) dari jumlah seluruh pekerja / buruh di

perusahaan melalui pemungutan suara (Pasal 19 ayat (2)). Dalam hal dukungan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai maka serikat pekerja / serikat buruh

yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan PKB dengan

pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya

pemungutan suara dengan mengikuti prosedur semula.

Jika dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat

buruh maka yang berhak mewakili pekerja / buruh melakukan perundingan dengan

pengusaha yang jumlah keanggotaanya lebih dari 50% (limapuluh persen) dari seluruh

jumlah pekerja / buruh di perusahaan tersebut (Pasal 120 ayat (1)). Dalam hal

ketentuan tersebut tidak terpenuhi, maka serikat pekerja / buruh dapat melakukan koalisi

sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (limapuluh persen) dari seluruh jumlah pekerja

/ buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha

(Pasal 120 ayat (2)). Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak terpenuhi,

maka serikat pekerja/ serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaanya

ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat

pekerja / serikat buruh (Pasal 120 ayat (3)).

b. Perubahan, Perpanjangan Serta Pembaharuan PKB

Dalam hal PKB yang sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau

12
diperbaharui dan di perusahaan tersebut hanya terdapat 1 (satu) serikat pekerja / serikat

buruh, maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan PKB tidak mensyaratkan

ketentuan dalam pasal 119 (Pasal 130 ayat (1)). Dalam hal PKB yang sudah berakhir

masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbaharui dan di perusahaan tersebut

terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja / serikat buruh dan serikat pekerja / serikat

buruh yang dulu berunding tidak lagi memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka

perpanjangan atau pembuatan pembaharuan PKB dilakukan oleh serikat pekerja /

serikat buruh yang anggotanya lebih 50% (limapuluh persen) dari jumlah seluruh

pekerja / buruh di perusahaan bersama-sama dengan serikat pekerja / serikat

buruh yang membuat PKB terdahulu dengan membentuk tim perunding secara

proporsional (Pasal 130 ayat (2)). Kemudian Pasal 130 ayat (3) dalam hal PKB yang

sudah berakhir masa berlakunya akan diperpanjang atau diperbaharui dan di

perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja / serikat buruh dan tidak

satupun serikat pekerja / serikat buruh yang ada memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1),

maka perpanjangan atau pembuatan atau pembuatan pembaharuan PKB dilakukan menurut

ketentuan Pasal 120 ayat (2) dan (3).

c. Masa Berlakunya PKB

Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang

satu kali untuk paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara serikat

pekerja / serikat buruh dan pengusaha. Selain perjanjian perburuhan berakhir karena

waktunya sudah habis, dapat juga perjanjian perburuhan berakhir sewaktu-waktu yaitu

adanya kemungkinan untuk mohon kepada pengadilan agar perjanjian perburuhan itu

dinyatakan berakhir karena alasan-alasan yang memaksa yaitu bilamana tidak diperhatikan

menimbulkan rasa tidak adil.

13
G. Dasar hukum Perjanjian Kerja Bersama

Secara yuridis formal dasar hukum dari Perjanjian Kerja Bersama adalah:

1. Kepmenaker No. 48 tahun 2004 tentang Tata cara Pembuatan dan Pengesahan

2. Peraturan perusahaan serta pembuatan dan pengesahan Perjanjian Kerja Bersama.

3. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

4. Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

5. Undang-undang No. 18 tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98.

6. Peraturan Pemerintah No. 49 tahun 1954 tentang Tata Cara Membuat dan Mengatur

Perjanjian Perburuhan.

7. Undang-undang No. 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara

8. Serikat Pekerja dan Majikan.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan ini dapat diketahui mengenai berbagai peraturan dari perusahaan

terhadap pekerja, kemudian hak dan kewajiban pengusaha terhadap pekerja. Hal itu

bertujuan untuk menciptakan hubungan industrial yang aman dan harmonis yang

didukung oleh suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam perusahaan, ketenangan

kerja bagi pekerja, kepastian usaha bagi pengusaha, tidak ada perselisihan antara pekerja

dan pengusaha.

B. Saran

Demikian makalah tentang perjanjian kerja. Pembahasan mengenai permasalahan

ini kami kira masih akan perlu untuk dimunculkan seiring dengan makin ketatnya

kompetisi dunia usaha dan kerja yang tak dapat terhindar dari makin ketatnya persaingan

di antara para pihak. Dan akhirnya, demikian makalah ini kami susun, semoga

bermanfaat.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/52377081/perjanjian-kerja

erepo.unud.ac.id/15613/3/0703005208-3-BAB_II.pdf

herususilofia.lecture.ub.ac.id/files/2014/11/makalah-HI.pdf

eprints.undip.ac.id/17566/1/Ulung_Yhohasta.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai