Anda di halaman 1dari 20

PSIKOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Generalisasi Ide-ide Geometri

Makalah

OLEH:
MARLYD TALAKUA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PASCASARJANA UNIVERSITAS PATTIMURA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
pertolonganNya saya dapat menyelesaiakan tugas yang diberikan dengan baik. Saya
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
mengerjakan makalah ini baik itu dari media internet maupun sumber-sumber tertulis
lainnya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang
sudah memberi masukan baik langsung maupun tidak langsung dalam makalah ini.
Saya menyusun makalah ini, agar pembaca lebih memahami mengenai
“Generalisasi Ide-ide Geometri”. Saya menyadari makalah yang disusun ini masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, saya harapkan para pembaca dapat memberi kritik dan
saran guna memperkaya wawasan saya mengenai makalah ini.

Ambon, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………...

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..

A Latar Belakang Masalah………………………………………………...


B Rumusan Masalah……………………………………………………….
C Tujuan Penulisan………………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………

A Kemampuan Generalisasi Matematis…………………………………….


B Titik Di Ruang……………………………………………………………...
C Vektor Geometri …………………………………………………………..
D Generalisasi Vektor………………………………………………..………
E Ruang Vektor………………………………………………………………

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………..

A Kesimpulan………………………………………………………………..
B Saran…………………………………………………………………........

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika dipahami melalui penalaran, sedangkan penalaran dipahami dan
dilatihkan melalui belajar matematika. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang
dilakukan Prowsri dan Jearakul (Priatna, 2003) pada siswa sekolah menengah
Thailand, terdapat keterkaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dengan
hasil belajar matematika mereka. Hal ini menunjukkan kemampuan penalaran berperan
penting dalam keberhasilan siswa. Siswa dengan kemampuan penalaran yang baik
diharapkan memiliki prestasi belajar matematika yang baik pula. Salah satu penalaran
yang penting dik uasai oleh siswa adalah generalisasi.

Generalisasi merupakan bagian dari penalaran induktif. Ruseffendi (Rahman,


2004) mengungkapkan bahwa membuat generalisasi adalah membuat konklusi atau
kesimpulan berdasarkan kepada pengetahuan (pengalaman) yang dikembangkan
melalui contoh-contoh kasus. Dalam melakukan penarikan kesimpulan (generalisasi)
siswa dapat membuat konjektur berdasarkan pengamatan dari fakta-fakta yang
diberikan, baik itu pola tumbuh dan pola berulang yang dinyatakan dengan bilangan
(aritmetika) atau gambar (geometri). Konjektur ini sangat membantu siswa dalam
melakukan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian, Wahyudin (1999) menemukan bahwa salah satu


kelemahan yang ada pada siswa adalah kurang memiliki kemampuan bernalar yang
logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.Sejalan dengan itu,
hasil penelitian Rif‟at (Suzana, 2003) juga menunjukkan kelemahan kemampuan
matematika siswa dilihat dari kinerja dalam bernalar. Misalnya, kesalahan dalam
penyelesaian soal matematika disebabkan karena kesalahan menggunakan logika
deduktif.Hal senada juga dikemukakan oleh Matz (Priatna, 2003) bahwa kesalahan
yang dilakukan siswa sekolah menengah dalam mengerjakan soal matematika
dikarenakan kurangnya penalaran terhadap kaidah dasar matematika. Sementara itu
Vinner et al. (Suzana, 2003) mengemukakan bahwa kesalahan siswa dalam memahami
konsep metematika disebabkan karena proses generalisasi yang tidak tepat.

Beberapa temuan di atas menunjukkan kemampuan penalaran siswa khususnya


generalisasi masih rendah. Siswa hendaknya diberi kesempatan untuk menggali dan
menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan lebih banyak terlibat didalam
proses pembelajaran. Salah satu cabang matematika di sekolah yang memiliki ruang
lingkup yang luas adalah geometri. Berdasarkan penyebaran standar kompetensi untuk
satuan pendidikan, materi geometri mendapatkan porsi yang paling besar dibandingkan
dengan materi lain seperti aljabar, bilangan, serta statistika dan peluang. Namun,
penguasaan siswa dalam memahami konsep geometri masih rendah dan perlu
ditingkatkan (Abdussakir, 2009). Begitu juga dengan Jiang (2008) yang menuturkan
bahwa salah satu bagian dari matematika yang sangat lemah diserap oleh siswa di
sekolah adalah geometri, di mana kebanyakan siswa yang memasuki sekolah
menengah atas memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang terbatas mengenai
geometri.
Ruseffendi (Mulyana, 2003) mengungkapkan salah satu manfaat pengajaran
geometri adalah untuk meningkatkan berfikir logis dan kemampuan membuat
generalisasi yang benar.Menurut Sabandar (2002) pengajaran geometri di sekolah
diharapkan akan memberikan sikap dan kebiasaan sistematik bagi siswa untuk bisa
memberikan gambaran tentang hubungan-hubungan di antara bangun-bangun tersebut.
Oleh karena itu, perlu disediakan kesempatan serta peralatan yang memadai agar siswa
bisa mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba, serta menemukan prinsipprinsip
geometri lewat aktivitas informal untuk kemudian meneruskannya dengan kegiatan
formal menerapkannya apa yang mereka pelajari.

Ruseffendi menyatakan apabila menginginkan siswa belajar geometri secara


bermakna, tahap pengajaran disesuaikan dengan tahap berfikir siswa, sehingga siswa
dapat memahaminya dengan baik untuk memperkaya pengalaman dan berfikir siswa,
juga untuk persiapan meningkatkan berfikirnya pada tahap yang lebih tinggi. NCTM
(Siregar, 2009) menyatakan bahwa secara umum kemampuan geometri yang harus
dimiliki siswa adalah: (1) Mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri
baik 2D atau 3D, dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai
hubungan geometri dengan yang lainnya. (2) Mampu menentukan kedudukan suatu
titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan
koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain. (3) Aplikasi
transformasi dan menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi
matematika. (4) Menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri
untuk memecahkan permasalahan.

Kemampuan generalisasi geometri yang baik memungkinkan visualisasi


sederhana dari konsep geometris yang rumit dan membantu meningkatkan pemahaman
siswa tentang konsep tersebut. Siswa diberikan representasi visual yang kuat pada
objek geometri, siswa terlibat dalam kegiatan mengkonstruksi sehingga mengarah
kepada pemahaman geometri yang mendalam, sehingga siswa dapat melakukan
penalaran yang baik, terutama pada kemampuan generalisasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
adalah
a. Apa yang dimaksud dengan kemampuan generalisasi matematis?
b. Bagaimana generalisasi ide-ide dalam geometri?
c. Apa yang dimaksud dengan titik di ruang?
d. Apa yang dimaksud dengan vektor geometri?
e. Bagaimana menggeneralisasi vektor?
f. Apa yang dimaksud dengan ruang vektor?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
a. Untuk mengetahui kemampuan generalisasi matematis dan generalisasinya
dalam geometri
b. Untuk mengetahui titik di ruang
c. Untuk mengetahui vektor geometri
d. Untuk mengetahui generalisasi vektor
e. Untuk mengetahui ruang vektor
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kemampuan Generalisasi Matematis

Generalisasi merupakan terjemahan dari generalization yang artinya


perumuman. Soekadijo (1999) mengatakan bahwa penalaran yang menyimpulkan
suatu konklusi yang bersifat umum dari premispremis yang berupa proposisi empirik
itu disebut dengan generalisasi. Rahman (2004) mengatakan bahwa generalisasi adalah
proses penarikan kesimpulan dimulai dengan memeriksa keadaan khusus menuju
kesimpulan umum. Menurut Sumarmo (1987) generalisasi merupakan proses
penalaran yang berdasarkan pada pemeriksaan hal-hal secukupnya kemudian
memperoleh kesimpulan untuk semuanya atau sebagian besar hal tersebut. Penalaran
tersebut mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau
aturan yang melandasinya.
Dalam proses pembelajaran ketika dihadapkan pada suatu masalah matematika
dengan memeriksa fakta-fakta dari suatu masalah tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan dari suatu konsep. Menurut Soekadijo (1999) berpendapat bahwa
penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi bersifat umum dari premis-premis yang
berupa preposisi empirik itu disebut generalisasi.
Pierce ( Dahlan, 2004) menyatakan bahwa generalisasi adalah proses penalaran
yang dihasilkan dari pengujian contoh secukupnya menuju sebuah kesimpulan
mengenai semua atau beberapa contoh.Menurut Winkel (Rahman, 2004) generalisasi
adalah transfer belajar yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap
struktur pokok, pola dan prinsip-prinsip umum. Artinya bahwa siswa akan mampu
mengadakan generalisasi, yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat dari
sejumlah hal-hal khusus, apabila siswa telah memiliki konsep, kaidah, prinsip
(kemahiran intelektual) dan siasat-siasat memecahkan masalah tersebut.
Selanjutnya Trisnadi (2006) mengungkapkan bahwa generalisasi adalah
menyatakan pola, menentukan struktur/data/gambaran/suku berikutnya, dan
memformulasikan keumuman secara simbolis. Generalisasi dapat diartikan sebagai
pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar peristiwa.Winkel
(Rahman, 2004) melakukan generalisasi dengan menangkap struktur pokok, pola, dan
prinsip-prinsip umum. Siswa akan mampu mengadakan generalisasi, yaitu menangkap
ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat dari sejumlah hal-hal khusus, apabila siswa telah
memiliki konsep, kaidah, prinsip (kemahiran intelektual), dan siasat-siasat
memecahkan masalah tersebut.

Menurut Soekadijo (1999) generalisasi memuat beberapa syarat, di antaranya


adalah: (1) generalisasi harus tidak terbatas secara numerik, artinya generalisasi tidak
boleh terikat kepada jumlah tertentu. (2) generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-
temporal, artinya tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi harus berlaku di
mana saja dan kapan saja. (3) generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.
Ward dan Hardgrove (Trisnadi, 2006) mendeskripsikan bahwa proses generalisasi
meliputi: mengobservasi data, membuat hubungan yang mungkin, dan formulasi
konjektur.

Proses generalisasi matematika menurut Mason (Rahman, 2004) terdiri dari 4


tahap, yaitu:
a. Tahap Perception of Generality

Pada tahap ini siswa baru sampai pada tahap mengenal sebuah aturan/pola.Pada
tahap ini siswa juga telah mampu mempersepsi atau mengidentifikasi pola.Siswa
telah mengetahui bahwa masalah yang disajikan dapat diselesaikan menggunakan
aturan/pola.
b. Tahap Expression of Generality

Pada tahap ini siswa telah mampu menggunakan hasil identifikasi pola untuk
menentukan struktur/data/gambar/suku berikutnya.Pada tahap ini siswa juga telah
mampu menguraikan sebuah aturan/pola, baik secara numerik maupun verbal.
c. Tahap Symbolic Expression of Generality

Pada tahap ini siswa telah mampu menghasilkan sebuah aturan dan pola
umum.Selain daripada itu siswa juga telah mampu memformulasikan keumuman
secara simbolis.
d. Tahap Manipulation of Generality

Pada tahap ini siswa telah mampu menggunakan hasil generalisasi untuk
menyelesaikan masalah, dan mampu menerapkan aturan/pola yang telah mereka
temukan pada berbagai persoalan.

Generalisasi didasari oleh prinsip apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi
tertentu dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi
(Soekadijo, 1999). Oleh karena itu hasil penalaran secara generalisasi hanya suatu
harapan atau dugaan.Hal ini sejalan dengan Ruseffendi (Trisnadi, 2006) yang
menyatakan bahwa membuat generalisasi adalah membuat perkiraan atau terkaan
berdasarkan pengetahuan (pengalaman) yang dikembangkan melalui faktafakta
khusus. Kesimpulan dari hasil penalaran generalisasi hanya suatu harapan, suatu
kepercayaan yang berupa suatu probabilitas.Tinggi-rendahnya probabilitas konklusi itu
dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang disebut faktor-faktor probabilitas.

Soekadijo (1999) mengatakan bahwa faktor-faktor probabilitas yang


berhubungan dengan generalisasi memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (1) makin besar
jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran, makin tinggi probabilitas konklusinya.
(2) makin besar jumlah faktor keserupaan di dalam premis, makin rendah probabilitas
konklusinya dan sebaliknya. (3) makin besar jumlah faktor disanaloginya di dalam
premis, makin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya. (4) semakin luas
konklusinya semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya. Pengertian kemampuan
generalisasi matematis dalam penelitian ini adalah proses penarikan kesimpulan
dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum (induktif). Misalkan
pada contoh di bawah ini, terdapat beberapa fakta – fakta tentang segitiga ( dalam
Geometri Euclid)
- Segitiga sama kaki memiliki jumlah sudut 1800
- Segitiga sama sisi memiliki jumlah sudut 1800
- Segitiga tumpul memiliki jumlah sudut 1800
- Segitiga sebarang memiliki jumlah sudut 1800

Pengamatan tersebut dilakukan terhadap 10 jenis segitiga yang lain. Dari


kesamaan – kesamaan yang ada pada fakta – fakta yang telah diketahui, dapat dibuat
sebuah hipotesis sebagai kesimpulan awal bahwa segitiga kesepuluh juga memiliki
jumlah sudut sebesar 1800 . Selain itu, untuk jenis – jenis segitiga yang lain juga
diharapkan memiliki jumlah sudut 1800 juga. Proses pengambilan konklusi inilah yang
merupakan proses penalaran induktif. Hal ini sesuai dengan definisi penalaran induktif
yang dikemukakan oleh Aristoteles (dalam Soekadijo,1991), bahwa pengambilan
kesimpulan merupakan suatu proses peningkatan dari hal – hal yang bersifat individual
menuju ke sebuah kesimpulan yang bersifat universal.

Oleh karenanya, di dalam logika induktif (generalisasi dan analogi), tidak ada
konklusi (kesimpulan) yang mempunyai nilai kebenaran, akan tetapi hanya berupa
suatu probabilitas atau peluang. Hasil analisa dan rekontruksi penalaran induktif itu
hanya berupa ketentuan-ketentuan mengenai bentuk induksi yang menjamin konklusi
dengan probabilitas setinggi-tingginya25 . Kesimpulan dalam generalisasi bersifat
probabilistik artinya mungkin benar atau mungkin juga tidak benar26 . Hal ini berarti
hasil generalisasi tidak berlaku umum untuk semua kasus, karena ada kasus yang
mungkin tidak bisa diselesaikan dengan hasil generalisasi yang telah didapat. Maka
dari itu, hasil generalisasi dapat digunakan untuk suatu kasus akan tetapi belum tentu
berlaku untuk kasus yang lain. Penalaran induktif matematis tipe generalisasi yang
akan diukur pada penelitian ini adalah dengan melakukan kegiatan mengamati,
menduga dari informasi yang ada untuk merumuskan suatu generalisasi (kesimpulan).
Kemudian untuk mengukur kemampuan penalaran induktif matematis tipe
generalisasi, diperlukan indikator sebagai acuan penilaiannya

B. Titik Di Ruang
Di dalam geometri, topologi, dan cabang-cabang matematika yang saling
berkaitan, sebuah titik spasial menggambarkan objek yang spesifik di dalam ruang
yang diberikan, yang tidak melibatkan volume, luas, panjang, atau analog-analog
lainnya pada dimensi yang lebih tinggi. Dengan demikian, titik adalah objek 0-dimensi.
Karena sifatnya sebagai salah satu konsep geometri paling sederhana, ia sering
digunakan di dalam satu bentuk atau bentuk lain sebagai konstituen dasar
geometri, fisika, gambar vektor, dan banyak lapangan lainnya.
Titik sering dipandang di dalam kerangka kerja geometri
Euklides, di mana ia adalah salah satu objek yang
mendasar. Euclid mulanya mendefinisikan titik secara kabur,
sebagai "yang tak memiliki bagian". Di dalam ruang
Euclidean dua dimensi, titik dinyatakan oleh pasangan
terurut, (x,y) , bilangan, di mana bilangan pertama yang
menurut konvensi menyatakan horizontal dan sering
dituliskan sebagai x, dan bilangan kedua secara konvensi
menyatakan vertikal dan sering dituliskan sebagai y. Gagasan
ini mudah diperumum ke dalam ruang Euclid tiga dimensi, di mana titik dinyatakan
oleh pasangan terurut ganda-tiga, (x,y,z), dengan bilangan tambahan ketiga
menyatakan kedalaman dan diwakili oleh z. Perumumuman lebih lanjut dinyatakan
oleh pasangan terurut ganda-n, (a1, a2, a3,…,an) di mana n adalah dimensi ruang
tempat titik berada.
Banyak objek yang dibangun di dalam geometri Euclid terdiri dari tak
hingga banyaknya kumpulan titik-titik yang sesuai dengan aksioma-aksioma tertentu.
Hal ini biasanya dinyatakan oleh himpunan titik-titik; misalnya, garis adalah himpunan
tak hingga banyaknya titik-titik. Juga terdapat konstruksi-konstruksi serupa yang
mendefinisikan bidang, ruas garis, dan konsep-konsep lainnya yang saling berkaitan

Tiga unsur pangkal dalam geometri, yaitu titik, garis, dan bidang. Ketiga unsur
tersebut, dapat juga disebut sebagai tiga unsur yang tak didefinisikan. Sebuah titik
dipikirkan sebagai suatu tempat/posisi dalam ruang. Titik tidak memiliki panjang
maupun ketebalan. Bekas tusukan jarum, atau bekas ujung pensil di atas kertas, dapat
dipikirkan sebagai model fisik dari sebuah titik. Sebuah titik direpresentasikan dengan
sebuah noktah dan diberinama dengan suatu huruf kapital.
Sebuah garis dipikirkan sebagai suatu himpunan titik berderet yang panjang tak
terbatas, tetapi tidak memiliki lebar. Seutas benang yang diregangkan, goresan pensil
mengikuti tepi sebuah penggaris dapat difikirkan sebagai model sebuah garis. Sebuah
garis direpresentasikan dengan sebuah gambar sinar dengan mata di kedua ujungnya
yang menunjukkan bahwa garis tersebut tak berakhir. Untuk memberinama sebuah
garis, dapat memanfaatkan dua buah titik pada garis tersebut, atau dengan sebuah huruf
kecil. Cara menuliskannya: , CA,BA,BC,AC,AB atau g.
Sebuah bidang difikirkan sebagai suatu himpunan titik berderet dan berjajar
secara rapat dan tak terbatas, tetapi tidak memiliki ketebalan. Permukaan sebuah meja,
atau permukaan selembar kertas putih polos, yang dibentang ke segala arah tak terbatas,
dapat difikirkan sebagai model fisik sebuah bidang. Sebuah bidang direpresentasikan
dengan gambar sebuah jajargenjang, dan nama sebuah bidang dapat menggunakan
sebuah huruf capital
Kedudukan dua titik
Definisi : Dua titik berimpit adalah dua titik yang sama. Dua buah titik dapat
terjadi keduanya berimpit atau keduanya berlainan. Dua buah titik yang berimpit dapat
dipikirkan sebagai sebuah titik yang memiliki dua nama.
Kedudukan titik dan garis
Definisi Titik-titik segaris (kolinear) adalah titik-titik yang terletak pada satu
garis (titik- titik yang tidak terletak pada satu garis disebut titik-titik tak segaris (non-
kolinear)). Sebuah titik dan sebuah garis dapat terjadi sebuah titik tersebut terletak pada
sebuah garis tersebut atau sebuah titik tersebut tidak terletak pada sebuah garis tersebut.
Jika sebuah titik terletak pada suatu garis, maka dapat juga dikatakan garis tersebut
melalui sebuah titik. Jika sebuah titik tidak terletak pada suatu garis, maka dapat
dikatakan sebuah titik di luar sebuah garis.
Kedudukan titik dan bidang
Sebuah titik dapat terletak pada suatu bidang atau sebuah titik tidak terletak
pada sebuah bidang. Jika sebuah titik A terletak pada suatu bidang- , maka dapat
dikatakan pula bidang- melalui titik A, atau titik A pada bidang- .

C. Vektor Geometri

Vektor Secara Geometri Di R2 dan R3 vektor-vektor dapat dinyatakan secara


geometris sebagai segmen-segmen garis berarah; arah panah menentukan arah vektor
dan panjang panah menyatakan besarnya. Vektor bisanya dinyatakan dengan huruf
kecil tebal misalnya 𝒙,𝒚,𝒛,𝒂,𝒌,𝒗, dan 𝒘; kadang kala dengan huruf yang dicetak
miring. Semua skalar merupakan bilangan real dan ditulis dengan huruf kecil biasa
misalnya a, b, k, l, m, dan lainnya.

Gambar 1. Vektor 𝒙 mewakili PQ


Pada titik awal vektor 𝒙 adalah P dan titik terminalnya adalah Q, maka ditulis
𝒙 = PQ ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ .
Vektor-vektor yang mempunyai panjang dan arah yang sama dinamakan
ekivalen. Karena kita menginginkan sebuah vektor yang ditentukan oleh panjang dan
arahnya, maka vektor-vektor ekivalen dianggap sebagai sama walaupun vektor-vektor
tersebut mungkin diletakkan pada kedudukan yang berbeda-beda. Jika 𝒗 dan 𝒘
ekivalen maka kita tuliskan v = w.
Vektor yang titik awal dan terminalnya bertepatan memiliki panjang nol, jadi
kita menyebutnya vektor nol dan menunjukkannya dengan simbol 𝒐.

Vektor adalah ruas garis berarah, sehingga suatu vektor memiliki panjang dan
arah. Menyatakan vektor dapat dengan satu huruf kecil atau dua huruf besar.
Sedangkan vektor nol adalah vektor yang memiliki panjang nol satuan dan tidak
mempunyai arah (dilambangkan dengan O) sehingga gambarnya berupa sebuah titik.
Sebagai Contoh sebuah balok ABCD.EFGH seperti gambar di bawah memiliki
panjang rusuk AB = 4 cm, AD = 2 cm dan AE = 5 cm.

maka panjang vektor EC dapat dicari dengan rumus

Dua vektor dikatakan sama jika panjangnya sama dan arahnya juga sama.

Sebagai contoh pada sebuah kubus ABCD.EFGH terdapat titik P perpotongan diagonal
EFGH dan titik Q perpotongan diagonal ABCD (Seperti gambar berikut ini)

Pada kubus tersebut tampak bahwa

2. Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Vektor


Terdapat dua metoda penjumlahan vektor yaitu metoda segitiga dan metoda jajar
genjang

Vektor negatif a ditulis – a yaitu vektor yang panjangnya sama dengan pajang vektor
a tetapi arahnya berlawanan dengan arah vektor a
Sehingga pengurangan vector adalah penjumlahan dengan vector negatifnya
Atau a – b = a + (– b )

Sebagai contoh dua vector a dan b diatas, maka vector resultan dari a – b dan b – a
dapat digambar sebagai berikut
D. Generalisasi Vektor

Tensor adalah generalisasi dari skalar dan vektor. Skalar adalah tensor orde nol,
sedangkan tensor orde satu menggambarkan suatu vektor. Dalam ruang 3 dimensi,
suatu skalar mempunyai komponen sebanyak 30 = 1 komponen, sedangkan suatu
vektor mempunyai jumlah komponen sebanyak 31= 3 buah komponen. Demikian juga
tensor orde 2 akan mempunyai 32 = 9 komponen dalam ruang 3 dimensi. Dari tensor
orde dua keataslah kita memerlukan analisis yang berbeda dari scalar dan vektor.
Misalnya tensor yang menggambarkan gaya persatuan luas yang dialami oleh suatu
titik pada material yang mengalami stress dan strain.
Kita menggeneralisasikan konsep vektor lebih lanjut lagi. Kita akan menyusun satu
himpunan aksioma yang jika dipenuhi oleh suatu golongan objek yang disebut sebagai
“vektor”. Vektor – vektor yang di generalisasi inin antara lain berbagai matrik dan fungsi.
Dalam bab ini akan memberikan suatu cara yang sangat berguna untuk mengembangkan
visualisasi geometrik dalam berbagai variasi soal matematika, dimana instuisi geometrik tidak
dapat digunakan. Kita dapat memvisualisasikan vektor – vektor pada dan sebagai anak panah,
sehingga kita dapat menggambar atau menyusun gambar – gambar untuk membantu
menyelesaikan soal karena aksioma – aksioma yang dapat digunakan untuk mendefinisikan
vektor – vektor pada dan , maka vektor – vektor baru tersebut akan memiliki banyak sifat.
Matriks adalah sekumpulan angka, variabel atau fungsi matematik yang
disusun dalam bentuk persegi panjang atau bujur sangkar. Matriks dalam halaman-
halaman site ini akan dilambangkan dengan huruf besar bercetak tebal. Misalnya:

Vektor
Matriks yang hanya memiliki satu kolom atau satu baris saja disebut dengan vektor,
vektor kolom (column vector) jika hanya memiliki satu kolom, dan vektor baris (row
vector) jika hanya memiliki satu baris. Dalam site ini, untuk alasan efisiensi, kata
vektor akan selalu mengacu pada vektor kolom. Jika ada situasi ketika vektor baris
digunakan, maka penulis akan menyebutkan kedua vektor secara lengkap: vektor baris
dan vektor kolom. Notasi yang digunakan untuk merepresentasi vektor kolom adalah
huruf kecil bercetak tebal. Misalnya:

Angka 3 sebagai subscript menggambarkan banyaknya elemen dalam suatu vektor.


Seringkali untuk menghemat ruang atau demi kemudahan membaca, subscript ini
seringkali dihilangkan sehingga informasi mengenai banyaknya elemen ini dijelaskan
dalam kalimat tersendiri.
Sementara vektor baris diwakili oleh huruf kecil bercetak tebal dengan tanda petik di
depannya. Misalnya:

[Catatan: tanda petik (') juga mewakili operasi matriks yang


disebut transpose. Lambang vektor baris dengan tanda petik ini berarti vektor baris
merupakan transpose dari vektor kolom.
Skalar
Skalar merupakan angka tunggal riil, misalnya 7.5, -0.2, 200 adalah skalar. Skalar
diwakilkan dengan huruf kecil tanpa bold, misalnya c=4.5. Skalar berbeda dengan
matriks yang hanya memiliki satu kolom dan satu baris. Pada prakteknya, saya pribadi
jarang menemukan operasi yang melibatkan matriks dengan satu kolom dan satu baris
ini. Operasi matematika yang melibatkan skalar termasuk sederhana karena skalar
dapat dikenakan operasi matematik dengan matriks manapun tanpa mempedulikan
banyaknya kolom dan baris dari matriks tersebut. (Penjelasan lebih lanjut dalam
Operasi Matriks).
Elemen Matriks
"Isi" dari suatu matriks disebut sebagai elemen matriks. Banyaknya elemen dalam
suatu matriks sama dengan perkalian antara banyaknya kolom dengan baris. Untuk
mengacu satu elemen dalam suatu matriks, kita menggunakan dua subscript, satu untuk
mengacu pada letak baris dan satu untuk kolom. Subscript yang mengacu pada baris
biasanya diletakkan di depan subscript yang mengacu pada kolom. Misalnya:
Pada matriks A di atas, elemen yang berada pada baris pertama kolom kedua adalah 2.
Atau dapat dituliskan:
Dimensi Matriks
Bentuk dan ukuran suatu matriks dinyatakan dengan besarnya baris dan kolom, atau
disebut juga dimensi atau order. Misalnya matriks A di atas, memiliki dimensi atau
order = 2 x 3 (2 baris dan 3 kolom). Dimensi matriks ini seringkali menentukan apakah
suatu matriks dapat dijumlahkan atau dikalikan dengan matriks lain. Dua matriks yang
memiliki dimensi tertentu sehingga dapat dilakukan operasi matematik tertentu
disebut konformal. Misalnya : dua matriks baru dapat dijumlahkan, atau konformal
untuk penjumlahan, jika keduanya memiliki dimensi yang sama. Sementara itu dua
matriks yang dapat dikalikan, atau konformal untuk perkalian, jika banyaknya kolom
dari matriks yang dikalikan sama dengan banyaknya baris dari matriks yang
mengalikan.

E. Ruang Vektor

Ruang vektor adalah struktur matematika yang dibentuk oleh


sekumpulan vektor, yaitu objek yang dapat dijumlahkan dan dikalikan dengan suatu
bilangan, yang dinamakan skalar. Skalar sering adalah bilangan riil, tetapi kita juga
dapat merumuskan ruang vektor dengan perkalian skalar dengan bilangan
kompleks, bilangan rasional, atau bahkan medan. Operasi penjumlahan dan perkalian
vektor mesti memenuhi persyaratan tertentu yang dinamakan aksioma. Contoh ruang
vektor adalah vektor Euklides yang sering digunakan untuk melambangkan
besaran fisika seperti gaya. Dua gaya dengan jenis sama dapat dijumlahkan untuk
menghasilkan gaya ketiga, dan perkalian vektor gaya dengan bilangan riil adalah
vektor gaya lain. Vektor yang melambangkan perpindahan pada bidang atau pada
ruang tiga dimensi juga membentuk ruang vektor.
Ruang vektor merupakan subjek dari aljabar linear, dan dipahami dengan baik
dari sudut pandang ini, karena ruang vektor dicirikan oleh dimensinya, yang
menspesifikasikan banyaknya arah independen dalam ruang. Teori ruang vektor juga
ditingkatkan dengan memperkenalkan struktur tambahan, seperti norma atau hasilkali
dalam. Ruang seperti ini muncul dengan alamiah dalam analisis matematika, dalam
bentuk ruang fungsi berdimensi takhingga, dengan vektornya adalah fungsi.
Secara historis, gagasan awal yang berbuah pada konsep ruang vektor dapat
dilacak dari geometri analitik abad ke-17, matriks, sistem persamaan linear, dan vektor
Euklides. Pembahasan modern yang lebih abstrak pertama kali dirumuskan
oleh Giuseppe Peano pada akhir abad ke-19, yang meliput objek lebih umum daripada
ruang Euklides, namun kebanyakan teori tersebut dapat dipandang sebagai perluasan
gagasan geometri klasik seperti garis, bidang, dan analognya yang berdimensi lebih
tinggi.
Saat ini, ruang vektor diterapkan di seluruh bidang
matematika, sains dan rekayasa. Ruang vektor adalah konsep aljabar linear yang sesuai
untuk menghadapi sistem persamaan linear, menawarkan kerangka kerja untuk deret
Fourier (yang digunakan dalam pemampatan citra), atau menyediakan lingkungan yang
dapat digunakan untuk teknik solusi persamaan diferensial parsial. Lebih jauh lagi,
ruang vektor memberikan cara abstrak dan bebas koordinat untuk berurusan dengan
objek geometris dan fisis seperti tensor. Pada gilirannya ini memungkinkan
pemeriksaan sifat lokal manifold menggunakan teknik pelinearan. Ruang vektor dapat
dirampatkan ke beberapa arah, dan menghasilkan konsep lebih lanjut
dalam geometri dan aljabar abstrak.
Sebuah ruang vektor (atas medan F) adalah himpunan V, bersama-sama dengan
dua operasi, yaitu penjumlahan vektor dan perkalian skalar, dan memenuhi aksioma-
aksioma berikut
Aksioma Pernyataan
Sifat asosiatif penjumlahan u + (v + w) = (u + v) + w.
Sifat komutatif
v + w = w + v.
penjumlahan
Elemen identitas Terdapat elemen 0 ∈ V, dinamakan sebagai vektor nol, sedemikian
penjumlahan sehingga v + 0 = v untuk semua v ∈ V.
Untuk semua v ∈ V, terdapat elemen w ∈ V, dinamakan
Elemen invers
sebagai invers penjumlahan v, sedemikan sehingga v + w = 0.
penjumlahan
Invers penjumlahan ini dilambangkan sebagai −v.
Sifat distributif perkalian
skalar terhadap a(v + w) = av + aw.
penjumlahan vektor
Sifat distributif perkalian
skalar terhadap (a + b)v = av + bv.
penjumlahan medan
Kesesuaian perkalian
skalar dengan perkalian a(bv) = (ab)v
medan
Elemen identitas pada
1v = v, dengan 1 melambangkan entitas perkalian dalam F.
perkalian skalar
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Generalisasi merupakan bagian dari penalaran induktif. Generalisasi adalah


membuat konklusi atau kesimpulan berdasarkan kepada pengetahuan (pengalaman)
yang dikembangkan melalui contoh-contoh kasus. Generalisasi ide-ide dalam geometri
berarti menggeneralisasi ide/konsep dari sebuah visual atau gambar. Dalam melakukan
penarikan kesimpulan (generalisasi) siswa dapat membuat konjektur berdasarkan
pengamatan dari fakta-fakta yang diberikan, baik itu pola tumbuh dan pola berulang
yang dinyatakan dengan bilangan (aritmetika) atau gambar (geometri). Konjektur ini
sangat membantu siswa dalam melakukan penarikan kesimpulan. Proses penarikan
kesimpulan dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum (induktif).

B. Saran
Mengingat adanya perbedaan kemampuan penalaran pada masing – masing
siswa, maka penting untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa sebagai salah satu
persiapan pelaksanaan pembelajaran matematika agar tujuan pembelajaran matematika
dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Fatima, Sk. 2008. Reasoning Ability of Adolescents Students. New Delhi : Discovery
Publishing House Keraf, Gorys. 1987 . Argumentasi dan Narasi . Jakarta :
Gramedia
Mulyana, E. (2003). Masalah Ketidaktepatan Istilah dan Simbol dalam Geometri SLTP
Kelas 1. Makalah FPMIPA UPI. Priatna, N. (2003).Kemampuan Penalaran dan
Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 SLTP di Kota Bandung. Disertasi UPI
Bandung
Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan
Generalisasi Siswa SMA melalui pembelajaran Berbalik.Tesis UPI Bandung:
Sabandar, J. (2002). Pembelajaran Geometri dengan Menggunakan Cabri Geometry II.
Kumpulan Makalah, Pelatihan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Siregar, N. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa
Madrasah Tsanawiyah Pada Kelas yang Belajar Geometri Berbantuan
Geometer‘s Sketchpad dengan Siswa yang Belajar Geometri Tanpa Geometer‘s
Sketchpad. Tesis UPI Bandung
Skemp, R.R. 1987. Psychology of Learning Mathematics. Expanded American.
Edition. Lawrence Erlbaum associates Publishers. (text book)
Soekadijo, Logika Dasar tradisional, simbolik, dan induktif, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003), h. 134 (text book)
Soekadijo, R.G. 1991. Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama (text book)
Surajiyo, dkk. 2006. Dasar – Dasar Logika. Jakarta : PT Bumi Aksara Suryabrata,
Sumadi. 2011. Metodologi Pendidikan . Jakarta : Raja Grafindo Persada
Trisnadi, A. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Penemuan
Terbimbing dalam Kelompok. Tesis UPI Bandung
Utari sumarmo, “Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA
dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur
Proses Belajar Mengajar”, disertasi Pascasarjana UPI, Bandung, 1987,h.39
Yanto Permana dan Utari Sumarmo, Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan
Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah, Jurnal
Educationist Vol. 1 No. 2, Juli 2007, h. 117

Anda mungkin juga menyukai