Anda di halaman 1dari 9

AGAMA DAN BUDAYA SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN

Disusun guna memenuhin tugas mata kuliah Landasan Pendidikan


Dosen Pengampu: Dr. Nuriana Rachmani Dewi (Nino Adhi), M. Pd.
Dr. Iwan Junaedi, M. Pd.

Disusun Oleh :
Aurora Medina Munawwaroh (0401522066)
Wiranto (0401522067)
Sukbaturrohmah (0401522068)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2022/2023

A. PENGERTIAN LANDASAN PENDIDIKAN


Secara bahasa, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar
pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula
bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual
identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi,
yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi.
Pada hakikatnya pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan agar
setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu didalam kehidupannya, yaitu
tercapainya kehidupan lahir dan batin. (Cucu, 2021)
Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari
sudut praktik sehingga kita mengenal istilah praktik pendidikan, dan kedua dari sudut
studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.
Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam
rangka memahami pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak
dalam rangka praktik pendidikan dan atau studi pendidikan. (Abdul,2018)

B. PENGERTIAN AGAMA
Banyak definisi atau makna dari agama, dari berbagai tokoh dan pengamal
keagamaan. Dari sini maka akan diuraikan terlebih dahulu agama menurut bahasa dan
kemudian agama menurut istilah. Agama secara bahasa yakni(Abidin, 2009) :
a. Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang diartikan dengan haluan, peraturan,
jalan, atau kebaktian kepada Tuhan.
b. Agama itu terdiri dari dua perkataan, yaitu “A” berarti tidak, “Gama” berarti
kacau balau, tidak teratur.

Adapun menurut istilah (Djamaludin, 1994) , agama adalah ajaran atau sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta tata kaidah–kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan
manusia serta lingkungannya. Agama sebagai sistem– sistem simbol, keyakinan, nilai,
perilaku yang terlambangkan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan–persoalan
paling maknawi.

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan Dewa atau nama lainnya dengan
ajaran kebhaktian dan kewajiban–kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
tersebut. Secara terminologi, agama juga didefinisikan sebagai Ad-Din dalam bahasa
Sempit berarti undang–undang atau hukum.( Abidin, 2009)

Dalam pandangan Weber (Ishomudin,2002) agama merupakan suatu dorongan


yang kuat dalam semangat mencari ekonomi dalam berbagai bentuk terutama yang di
kembangkan oleh Protestan, Pandangan Weber mengenai hal ini adalah penolakan
terhadap tradisi, atau perubahan sangat cepat dalam metode dan evaluasi terhadap
kegiatan ekonomi, tidak akan mungkin terjadi tanpa dorongan moral dan agama.

Agama merupakan landasan dasar dari sistem pendidikan yang berfungsi di


Indonesia dan pada umumnya. Seperti halnya landasan-landasan lainnya, landasan
keagamaan sangat fundamental mengingat bangsa Indonesia merupakan negara yang
mengutamakan aspek keagamaan atau spiritual. Sistem pendidikan menuntut setiap
peserta didik untuk mengikuti pendidikan agama dan tidak sekedar pendidikan
formal. Karena sistem pendidikan agama diharapkan tidak hanya sebagai penyangga
nilai, tetapi juga sebagai lawan bicara untuk refleksi dan kolaborasi yang produktif
dengan kebutuhan era yang semakin modern. Pendidikan agama adalah hak setiap
peserta didik dan bukan hak negara atau organisasi keagamaan. Demikianlah
pentingnya Pendidikan Agama sebagai landasan dalam kehidapan seseorang dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tanpa adanya Pendidikan Religius
yang kuat, suatu bangsa akan terjerumus dalam kehidupan yang bebas, tanpa
mempedulikan kaidah-kaidah dan norma-norma agama, kesusilaan, social, dan budi
pekerti yang luhur. Tanpa adanya Pendidikan Agama yang kuat, akan menjadikan
peserta didik tidak memiliki perilaku yang baik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. (Daryono, 2022)

C. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Istilah kebudayaan berasal dari kata "budhi" bahasa Sanskerta. Dari kata budhi
ini kemudian dibentuk kata budhaya" yang artinya bangun atau sadar. Dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah culture, dalam bahasa Belanda dikenal cultuur, dalam
bahasa Jerman kultur sama dengan dalam bahasaIndonesia. (Binti, 2009)
Kebudayaan (Made Pidarta,1997) adalah cara hidup yang telah dikembangkan
oleh anggotaanggota masyarakat. Artinya kehidupan yang diciptakan oleh manusia itu
sendiri sebagai warga masyarakat.
Kebudayaan (Koentjaraningrat,2009) adalah keseluruhan system gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakatnya yang dijadikan
milik manusia dengan belajar.
Menurut Zoetmulder (Warsito, 2012), berpendapat bahwa kebudayaan ialah
per- kembangan terpimpin oleh manusia budiawan dan kemungkinan- kemungkinan
dan tenaga alam, terutama alam manusia sehingga ia merupakan satu kesatuan
harmonis.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dirumuskan kebudayaan sebagai hasil budi
manusia, dalam hal ini berbagai bentuk dan manifestasinya dikenal sepanjang sejarah
sebagai milik manusia yang tidak laku, melainkan selalu berkembang dan berubah
sehingga membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
kultural dan tantangan zaman tradisional untuk memasuki zaman modern.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
merupakan ekspresi diri manusia yang dapat berupa sistem gagasan, sistem nilai,
sistem perilaku atau sistem sosial, tetapi dapat juga berupa yang bernilai.
Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimilki suatu
masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisible power), yang mampu
menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu bersikap dan
berprilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat
tersebut. Sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan begitu
saja secara ascribed, tetapi melalui proses belajar yang berlangsung tanpa henti. Hal
ini menunjukkan bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, dan
tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang perlu dibiasakan dengan
pendidikan. (Binti, 2009)

D. HUBUNGAN AGAMA DAN KEBUDAYAN DALAM PENDIDIKAN


Interpretasi tentang agama dan budaya tidak hanya dilihat berdasarkan definisi
keduanya saja, melainkan juga dapat dilihat dari sudut pandang pemahaman keilmuan
itu sendiri serta menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun budaya
sendiri digerakan oleh agama dengan disebabkan oleh adanya proses interaksi
manusia dengan kitab yang dipercayainya dan dikondisikan oleh konteks kehidupan
manusia (Sumarto 2017). Salah satu fungsi dari agama itu sendiri adalah sebagai
integrasi (pembauran) dari kultur (budaya) dan legitimasi (pengakuan) dari sistem
sosial (integration of the culture and legitimation of the social system) sehingga
melalui ritual, bacaan-bacaan, dan mitologi, agama berfungsi dalam meningkatkan
pembelajaran tentang tradisi secara lisan (Marzali 2017). Dengan demikian, agama
berfungsi sebagai alat pengatur sekaligus membudayakannya dalam arti
mengungkapkan apa yang dipercayai ke dalam bentuk-bentuk budaya baik dalam
struktur etis, seni, bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat, dan lain-lain.
Budaya sendiri memiliki keterkaitan dalam bidang pendidikan sebagai
pendidikan multikultural. Adapun Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai
proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai adanya pluralitas
(keberagaman) dan juga heterogenitas yang merupakan bagian dari konsekuensi
keberagaman itu sendiri misalnya seperti budaya, agama, dan suku (Fatimah,
Ruswandi, and Herdiana 2021). Dimensi pendidikan multikultural mencakup banyak
hal seperti integrasi materi pelajaran, konstruksi pengetahuan, meminimalisir
prasangka, memberdayakan budaya sekolah dan struktur sosial, serta pendidikan yang
adil. Implementasi pendidikan multikultural di sekolah dapat dilakukan melalui
beberapa tahapan yang dapat dilakukan oleh guru dengan mereduksi perilaku dan
sikap negatif terhadap keberagaman. Guru bersama dengan peserta didik melakukan
pengakraban dengan situasi pada lingkungan masyarakat sekitar dan mengidentifikasi
materi yang relevan dengan multikultural, serta menentukan strategi pembelajaran
yang menarik dan kooperatif.
Pendidikan dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling
berkesinambungan dan memiliki hubungan yang erat. Hal ini dikarenakan
sesederhana apapun tradisi budaya serta kepribadian masyarakat senantiasa
terlestarikan dari generasi ke generasi. Ini tidak mungkin terjadi apabila masyarakat
tdiak memberikan informasi atau pelatihan mengenain budaya kepada generasi
mudanya melalui pendidikan. Dalam hal ini pendidikan dapat diartikan sebagai proses
transfer kebudayaan dan yang bersifat reflektif (sebagai cermin nilai-nilai
kebudayaan) dan juga progresif (mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan
perkembangan kebudayaan) (Syawal 2022). Pendidikan sendiri merupakan solusi
yang paling efektif untuk menyampaikan nilai-nilai multikulturalisme kepada
masyarakat.
Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan budi pekerti (kekuatan
batin dan karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak. Pembangunan karakter
bangsa (character building) di Indonesia pernah dibahas olej Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY). Keresahan Presiden akan lunturnya kebudayaan asli
Indonesia yang mulai tergantikan oleh kebudayaan baru di era globalisasi menjadikan
bangsa Indonesia menyimpang dari nilai-nilai karakter dan kehilangan jati diri yang
sebenarnya (Sugiyono et al. 2014). Oleh karena itu, perlu dilakukan pembangunan
karakter untuk membina, memperbaiki, dan membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan,
ahlak (budi pekerti), manusia Indonesia sehingga dapat menunjukkan perilaku yang
baik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pendidikan karakter perlu untuk ditekankan tanpa mengesampingkan
penekanan pada kecerdasan otak atau olah pikir. Hal ini dikarenakan apabila
kemajuan kecerdasan otak tidak diimbangi dengan karakter yang kuat, maka yang
akan terjadi adalah gejala intelektualisme. Intelektulisme merupakan suatu paham
yang mendewa-dewakan kecerdasan otak manusia. Intelektualisme pada manusia
akhirnya hanya akan menghasilkan keserakahan, penyalahgunaan kekuasaan,
individualisme, serta mementingkan kehidupan duniawi (Sugiyono et al. 2014). Hasil
yang ditimbulkan dari intelektualisme tersebut pastinya bertentangan dengan agama
manapun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila pemahaman agama dan
budaya setiap individu baik, maka individu tersebut kemungkinan besar akan mampu
memadukan antara agama dan budaya melalui proses pendidikan untuk kemudian
dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.

E. PERAN AGAMA DAN BUDAYA SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN


Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan pendidikan yang tertuang
dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam alenia ke-4 yang merupakan gambaran
cita-cita bangsa indonesia untuk mendidik dan menyamarakatan pendidikan ke
seluruh penjuru indonesia dari sabang sampai merauke. Dalam UU no. 20 tahun 2003
pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa definisi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kecerdasanm ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Kemudian dilanjutkan dalam ayat 2 yang
menyebutkan arti penting pendidikan nasional “Pendidikan yang berlandaskan
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakat pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntunan jaman”. Sangat jelas
disebutkan bahwa agama dan budaya menjadi landasan penting dalam pendidikan di
indonesia, dalam setiap ajaran agama mengajarkan etika dan moralitas yang
membentuk dasar pendidikan dalam berlaku dan bertindak, sedangkan keberagaman
budaya dengan segala keunikannya masing-masing memiliki nilai-nilai, norma dan
etika yang berbeda yang membentuk cara hidup dan pandangan dunia setiap orang
dari budaya tersebut.
Pendidikan yang berbasis agama dapat membantu untuk memahami nilai-nilai
yang penting dan memberikan panduan dalam mengatasi masalah kehidupan. Nilai-
nilai moral yang dianut dalam agama, seperti kejujuran, kebaikan, toleransi dan saling
menghormati, juga sangat penting dalam pendidikan. Pendidikan yang berbasis agama
memperkuat nilai-nilai yang diajarkan di rumah dan di lingkungan sosial,
memberikan pandangan hidup dan makna kehidupan untuk mencari tujuan hidup yang
lebih tinggi serta membantu memperoleh rasa kedamaian dan kebahagian dalam
hidup.
Budaya meliputi semua aspek kehidupan manusia, seperti bahasa, tradisi, adat
istiadat, makanan, dan seni. Pendidikan berbasis budaya dapat membantu untuk
memahami dan menghargai keragaman manusia, memperoleh kemampuan untuk
bekerjasama dengan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan menghargai
perbedaan. Dari pendidikan berbasis budaya juga dapat membantu memperoleh
pengetahuan yang lebih luas tentang sejarah dan perkembangan manusia, lebih luas
lagi akan membantu untuk memperlajari tentang peradaban, ilmu pengetahuan, dan
teknologi yang berkembang di berbagai wilayah di dunia. Dengan mempelajari
sejarah dan budaya manusia akan membentuk rasa dan sikap saling menghargai
keanekaragaman budaya dan sejarah manusia serta meningkatkan kesadaran akan
pentingnya menjaga keberagaman.
Dapat disimpulkan bahwa agama dan budaya memiliki peran yang teramat
penting dalam landasan pendidikan. Pendidikan yang berlandasan agama dan budaya
dapat membantu untuk memperoleh pengalaman belajar yang lengkap dan
komprehensif, memperoleh nilai-nilai moral dan etika sebagaimana di kembangkan
dalam pendidikan karakter yang penting dalam kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata.2009. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Alwashliyah, M. A., & Suryanto, S. (2019). Pendidikan Budaya Dalam Membangun
Kemandirian Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, 20(1), 66-73.
Daryono,dkk. 2022. Konsep Dan Aplikasi Landasan Pendidikan Dalam Sekolah Penggerak.
Pasuruan: Lembaga Academi & Research institude.

Djamaludin Ancok dan Fuad Nasrhori Suroso.1994. Psikologi Islam. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Fatimah, Ima Frima, Uus Ruswandi, and Eri Herdiana. 2021. Konsep Dasar Pendidikan
Multikulural Dalam Perspektif Islam. Fastabiq : Jurnal Studi Islam 2 (1): 30–44

Ishomudin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kusumawati, E. (2016). Implementasi Nilai-nilai Budaya dalam Pendidikan Karakter di


Indonesia. Jurnal Pendidikan Karakter, 6(1), 23-31.
Maunah Binti. 2009. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Teras

Marzali, Amri. 2017. Agama Dan Kebudayaan. Umbara 1 (1): 57–75

Pidarta, Made. 1997 . Landasan Kependidikana, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak


Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Rasyid, A. 2018. Implikasi Landasan-Landasan Pendidikan The Implication Of Educational


Foundations. Juenal Al Fikrah 1(1).
Rofiah, E., & Wijayanto, H. (2019). Pendidikan Agama Sebagai Sarana Pembentukan
Karakter Siswa. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 17(1), 55-66.
Sugiyono, Samijo, Sutopo, and Apri Nuryanto. 2014. Pendidikan Beretika Dan Berbudaya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumarto. 2017. “Agama Dan Budaya (Suatu Kajian Parsialistik-Integralistik).” Ri’ayah 02.

Syawal, Sahrul. 2022. Landasan Pendidikan Dalam Perspektif Budaya (Kajian Pendidikan
Dan Budaya Toraja Ma’ Nene). Jurnal Pendidikan Tambusai 6 (3).

Sutianah, C. 2021. Landasan Pendidikan. Pasuruan: Qiara Media


Usiono. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.

Warsito. 2012. Antropologi Budaya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Anda mungkin juga menyukai