Anda di halaman 1dari 13

ideologi perubahan sosial para pendidik umum

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada mulanya orang Yang menerapkan filsafat secara serius ialah orang Yunani yang bernama
Thales (kira-kira tahun 624-546 SM). Orang inilah yang diberi gelar Bapak Filsafat. Gelar itu
diberikan kepadanya karena ia mengajukan pertanyaan yang aneh, yaitu: Apakah sebenarnya
bahan alam semesta ini? Ia sendiri menjawab : air. Setelah itu silih berganti filosof di jamannya
dan sesudahnya mengajukan jawaban. Semakin lama persoalan yang dipikirkan oleh manusia
semakin luas, dan semakin rumit pula pemecahanya

Pemikiran (hasil kerja akal) yang mulai memasuki manusia awam pertama kali dilontarkan oleh
Heraclitus yang hidup pada sekitar tahun 500-an SM, yaitu ia berkata bahwa pada hakikatnya Yang
sesungguhnya ada ialah gerak dan perubahan. Jadi, bila orang awam melihat patung yang diam,
sebenarnya patung itu bergerak dan berubah terus. Indera kitalah yang tertipu atau yang menipu.
Kemudian filosof lain, orang Yunani berhasil membuktikan sebaliknya hakikat, yang sungguh-
sungguh ada ialah yang diam, tetap, tak berubah, tak bergerak.

Cerita tersebut memperlihatkan bahwa karya akal memang cukup hebat. Zeno, orang Yunani
yang hidup pada kira-kira tahun 490 SM, menandai mulainya pemikiran sofisme. Ia berhasil
membuktikan bahwa ruang kosong itu tidak ada, jaman itu tidak ada, gerak juga tidak ada. Jadi,
semua yang pasti dalam pandangan orang awam ketika itu menjadi goyah. Inilah salah satu karya
akal yang hebat,, meskipun hal itu menimbulkan kebimbangan.

Puncak kebingungan itu terlihat pada tokoh sofisme terbesar, yaitu Protagoras. Ia menyatakan
bahwa manusia adalah ukuran segala-galanya. Inilah Yang disebut rumus Relativisme. Sesuatu
yang kita kenal juga ada yang namanya fallibilisme. Aliran ini menjawab bahwa kita dapat
mengetahui sesuatu, tetapi kita tidak akan pernah mempunyai pengetahuan pasti, sebagaimana
pandangan kaum dogmatis, yang menyatakan bahwa tentu saja kita dapat dan benar-benar
mengetahui. Fillabilisme menyatakan bahwa mungkin (possible), bukan pasti.

Ideologi sebagai sebuah hasil refleksi manusia karena berkat kemampuannya mengadakan
distansi (menjaga jarak) terhadap dunia kehidupannya. Antara ideologi dan realita hidup
masyarakat terjadi hubungan yang dialektis, sehingga memberikan pengaruh timbal balik yang
terwujud dalam interaksi dimana satu pihak memacu ideology makin realistis dan dilain pihak
mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi adalah suatu pilihan yang
jelas membawa komitmen untuk mewujudkanya.

Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi
penolong dan penuntun umat manusia dalam menjalani hidup, dan sekaligus untuk memperbaiki
nasib dan peradaban manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak
berbeda dengan manusia masa lampau. Dalam konteks tersebut, peran pendidikan memicu
kemajuan peradaban yang dicapainya.

Berkaitan dengan pendidikan, sebagai wadah dalam pengembangan pola pikir manusia, tentu
perubahan social yang ada dalam pendidikan mesti diwujudkan dalam rangka mutu pendidikan itu
sendiri. Perubahan sosial merupakan gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam
suatu masyarakat. Faktor perbuahan sosial diantaranya ialah majunya komunikasi dan cara, pola
pikir masyarakat. Untuk itu dalam makalah ini akan dijelaskan Ideologi Perubahan sosial Para
Pendidik Umum.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui macam-macam ideologi perubahan sosial para pendidik umum

2. Menjelaskan Pendidik Umum sebagai Fillabilist Relativistik

3. Untuk mengetahui kelompok pendidik umum dalam pendidikan matematika


BAB II

PEMBAHASAN

A. Ideologi Perubahan Sosial para Pendidik Umum

Ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk menjelaskan ideologi perubahan sosial pendidik
umum. Berikut akan disajikan unsur-unsur yang mendasari ideologi fallibilisme relativistik.

1. Filsafat Matematika

Filsafat matematika dari ideologi ini adalah konstruktivisme sosial. Seperti yang telah kita
ketahui, hal ini membawa sebuah pandangan tentang pengetahuan matematika sebagai Yang dapat
dibenarkan (corrigible) dan quasi empiris , runtuhnya batas-batas subyek yang kuat; dan pengakuan
nilai-nilai sosial dan pandangan sosio-historis tentang subyek, dengan matematika yang dianggap
sebagai terikat dengan budaya dan bermuatan nilai. Ini adalah sebuah pandangan perubahan
konseptual tentang pengetahuan (Confrey, 1981).

2. Epistemologi

Seluruh epistemologi dari kedudukan ini adalah fallibilist, dan berorientasi kepada perubahan
konseptual (Toulmin, 1972; Pearce dan Maynard, 1973), sesuai dengan filsafat matematika. Maka dari
itu, epistemologi mengakui bahwa semua pengetahuan terikat budaya, bermuatan nilai, saling
berhubungan dan berdasarkan aktivitas dan penelitian manusia. Baik asal-usul maupun pembenaran
pengetahuan dipahami sebagai sosial ditempatkan dalam perjanjian manusia. Menurut pandangan
kesadaran sosial dan politik akan ideologi ini, merupakan sebuah perspektif epistemologi kritis, yang
melihat pengetahuan, etika, dan isu sosial, politik dan ekonomi semuanya saling berkaitan erat.
Terutama, pengetahuan dianggap sebagai kunci terhadap aksi (tindakan) dan kekuatan, dan tidak
dipisahkan dari realita.

3. Kumpulan nilai-nilai moral

Nilai-nilai moral dari posisi ini adalah nilai-nilai keadilan sosial, sebuah sintesis tentang nilai-
nilai yang terpisah dan terhubung. Dari perspektif terpisah muncul sebuah penilaian tentang keadilan,
hak-hak, dan pengakuan akan pentingnya struktur sosial, ekonomi dan politik. Dari perspektif yang
dihubungkan muncul sebuah penghormatan terhadap hak, perasaan, pengertian, dan sebuah
perhatian bahwa semuanya dapat hidup dalam masyarakat seperi dalam sebuah keluarga besar yang
ideal. Yang mendasari perhatian ini adalah prinsip egalitarianisme dan keinginan akan keadilan sosial
yang peduli, yang didasarkan kepada tiga nilai dasar: kesetaraan, kebebasan dan persaudaraan (atau
persahabatan). Ada juga dua nilai turunan yaitu: partisipasi demokrasi (kesetaraan ditambah
kebebasan) dan humanitarianisme (kesetaraan ditambah persaudaraan) (Lawton, 1988).
Nilai-nilai tersebut dapat diidentifikasi secara longgar dengan golongan politik kiri. Mereka
dapat ditelusuri kebelakang setidaknya pada saat terjadinya revolusi Amerika dan Perancis. Maka dari
itu, Deklarasi Kemerdekaan Amerika dimulai dengan pernyataan tegas mengenai kesetaraan dan
kebebasan sebagai hak asasi manusia yang universal.

Kita menganggap kebenaran-kebenaran tersebut terbukti dengan sendirinya, bahwa semua


manusia diciptakan sama, mereka semua dianugerahi hak-hak tertentu oleh penciptanya yang tidak
dapat dicabut; bahwa diantara hak-hak tersebut adalah kehidupan, kebebasan, dan pencarian
kebahagiaan. (Ridgeway, 1948, hal 576).

Tiga serangkai ini dilengkapi oleh orang-orang revolusioner Perancis yang menegaskan hak-
hak atas liberte, egalite, dan fraternite, maka dari itu menambahkan persaudaraan kedalam
kebebasan dan kesetaraan.

4. Teori anak

Teori kanak-kanak adalah teori tentang orang-orang yang terlahir sama, dengan hak-hak yang
sama dan umumnya berkah dan potensi yang sama. Orang-orang itu berkembang didalam sebuah
matriks sosial dan dipengaruhi oleh budaya-budaya dan struktur sosial disekitarnya, khususnya kelas.
Anak-anak adalah tanah liat yang akan dibentuk oleh dampak kekuatan sosial dan budaya yang kuat.
Akan tetapi hal ini terlalu menekankan individu dimana sifat dapat ditempa (malleability) dari orang-
orang dengan mengorbankan pengembangan kekuatan batin mereka. Karena anak-anak dan orang
lain dianggap aktif dan meminta keterangan dari pembuat makna dan pengetahuan. Bahasa dan
interaksi sosial memainkan sebuah peran penting dalam akuisisi dan penciptaan pengetahuan pada
masa kanak-kanak. Teori psikologis yang menggambarkan kedudukan ini antara lain adalah teori-teori
Vygotsky (1962) dan Leontev (1978), yaitu bahwa perkembangan psikologis, bahasa dan aktivitas
sosial pada hakitanya semuanya saling berhubungahal ini merupakan pandangan konstruksionis
sosial bahwa pengetahuan dan makna anak merupakan konsep (konstruksi) internal yang timbul dari
interaksi sosial dan negosiasi makna (Pollard, 1987).

5. Teori Masyarakat

Teori ini melihat masyarakat sebagai sesuatu yang terbagi dan terstruktur oleh hubungan-
hubungan antara kekuasaan, budaya, status , penyebaran kekayaan, dan mengakui ketidaksetaraan
sosial dalam kaitannya dengan hak, kesempatan hidup serta kebebasan untuk mencari kebahagiaan.
Pandangan ini melihat Massa sebagai tidak diberdayakan, tanpa pengetahuan untuk menegaskan hak-
hak mereka sebagai warga negara dalam suatu masyarakat demokrasi, dan tanpa keterampilan untuk
memenangkan sebuah tempat yang baik dalam bursa pekerjaan, dengan remunerasi yang ia bawa.
Teori masyarakat juga bersifat dinamis, karena hal ini melihat bahwa perkembangan sosial dan
perubahan diperlukan untuk mencapai keadilan sosial bagi semuanya. Hal ini terkait dengan
perbedaan antara realita sosial dengan cita-cita sosial, dan dalam sebuah pandangan yang
berkomitmen terhadap perubahan guna mencapai nilai-nilai sosialnya.
Perspektif ini juga melihat massa sebagai raksasa yang sedang tidur yang dapat
dibangunkan oleh pendidikan untuk menegaskan hak-haknya yang adil. Kecuali jika orang-
orang membiarkan kesadaran mereka tumbuh untuk mempertanyakan status quo, kekuatan
kurikulum tersembunyi dalam pendidikan sekolah dan masyarakat akan cenderung
mereproduksi identitas kelas ekkonomi dan budaya mereka (Giroux, 1983).

6. Tujuan Pendidikan

Sasaran dari kedudukan ini adalah terpenuhinya potensi individu dalam konteks masyarakat.
Maka dari itu, tujuannya adalah pemberdayaan dan pembebasan individu melalui pendidikan untuk
memainkan peran aktif dalam membuat takdirnya sendiri dan untuk memprakarsai dan berpartisipasi
dalam pertumbuhan dan perubahan sosial. Tiga tujuan pokok yang saling berkaitan dapat dibedakan
:

a. Pemberdayaan seseorang sepenuhnya melalui pendidikan, yang menghasilkan alat-alat


untuk pemikiran yang memungkinkan orang itu untuk mengambil kendali atas kehidupan
mereka, dan untuk berpartisipasi sepenuhnya dan secara kritis dalam suatu masyarakat
yang demokratis.

b. Penyebaran pendidikan bagi semua orang, seluruh masyarakat, agar sesuai dengan
prinsip egalitarian tentang keadilan sosial.

c. Pendidikan bagi perubahan sosial gerakan kearah sebuah masyarakat yang lebih adil
(dan dunia) dalam kaitannya dengan penyebaran kekayaan, kekuasaan dan peluang

Secara keseluruhan, ideologi ini berorientasi sosial, dengan epistemologinya berdasarkan


konstruksi sosial, dan etika-etikanya berdasarkan keadilan sosial. Karena ini bersifat relativistik, dalam
semua domain hal ini mengakui kesahihan perspektif alternatif.

B. Pendidik Umum sebagai Fillabilist Relativistik

Ideologi Fallibilist Relativistik adalah ideologi para pendidik umum, yang menggambarkan
sebuah tradisi reformasi radikal, yang terkait dengan demokrasi dan equitas sosial (Williams,
1961). Tujuannya adalah pendidikan bagi semuanya, untuk memberdayakan kelas pekerja, dan
kelas-kelas lain, agar berpartisipasi dalam lembaga-lembaga demokrasi masyarakat, dan berbagi
dalam kemakmuran masyarakat industri modern. Untuk pendidikan, tujuan ini berarti
mengembangkan kemampuan-kemampuan pemikiran kritis mandiri, yang memungkinkan para
siswa untuk mempertanyakan pengetahuan yang diterima dengan kepercayaan, bagaimanapun
otoritas sumbernya, dan untuk menerima hanya apa yang dapat dibenarkan secara rasional. Dua
hasil dari tujuan ini adalah bahwa pengetahuan yang diterima tidak lagi dianggap mutlak, dan
bahwa budaya tinggi tidak lagi dihargai lebih besar daripada budaya populer atau rakyat. Hal ini
menjangkau perbedaan antara pengetahuan paktis atau budaya Yang melekat dan pengetahuan
akademis. Meskipun pengetahuan akademis dihargai karena struktur teoretisnya, hal ini tidak
dengan mengorbankan pengetahuan praktis yang dihargai karena menjadi bagian dari budaya dan
kondisi kehidupan rakyat.

Asal-usul ideologi pendidikan umum

Akar dari tradisi pendidik umum dan pendidik progresif saling berkaitan. Maka dari itu,
ketentuan pendidikan dasar bagi semua orang dalam Undang-Undang Reformasi 1870,
menggambarkan sebuah kemenangan bagi kedua kelompok tersebut (dalam aliansi dengan para
pelatih/trainer industri). Akan tetapi, tidak semua orang berbagi tujuan pendidik umum karena
Undang-undang ini memberdayakan masyarakat secara politik. Melainkan diharapkan bahwa hal
ini akan memoderasi pengerahan kekuatan mereka, setelah pemberian hak kepada sebagian besar
pekerja kota pada tahun 1867. Menurut kata-kata kontemporer Robert Lower:
Sejak saat anda mempercayai masyarakat dengan kekuatan, pendidikan menjadi sebuah kebutuhan
wajib Anda telah meletakkan pemerintahan negeri ini di tangan masyarakat dan maka dari itu anda
harus memberi mereka sebuah pendidikan.

(Dawson dan Wall, 1969, hal 28)

Ada gerakan-gerakan untuk membawa pendidikan universal kepada masyarakat secara


terlepas dari tradisi pendidikan progresif. Pada akhir abad kedelapanbelas, para pemikir seperti
Malthus dan Bentham berpendapat bahwa sebuah pendidikan negeri bagi seluruh rakyat
diperlukan untuk memperbaiki kebodohan dan kondisi rakyat miskin.

Sebuah gerakan Victorian kuno ilmu tentang hal-hal umum, menghubungkan pendidikan
ilmu pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari dan pengalaman rakyat. Insinyur dari reformasi
ini adalah Henry Moseley, yang tujuannya sebagian besar sesuai dengan perspektif pendidik
umum. Ia berpendapat bahwa membekali seorang anak dnegan kekuatan mekanis membaca
tanpa mengajarinya memahami bahasa buku tidak akan memberdayakan. Saat membahas
komponen-komponen dari sebuah kurikulum yang sesuai, ia berpendapat bahwa
Aritmatika, jika dilihat sebagai logika dari rakyat dan dikembangkan dengan relevansi terhadap budaya
intelektual anak kelas pekerja, merupakan unsur yang penting; tetapi tidak ada cabang pengajaran
sekuler yang mungkin lebih efektif dalam menaikkan karakter pekerja daripada pengetahuan tentang
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang memiliki sebuah aplikasi pada kesejahteraan dan pekerjannya
di masa mendatang. Berbekal ini, anak memiliki sumberdaya yang sangat berharga bagi
perjuangannya di masa mendatang dengan unsur-unsur material eksistensi. Ia akan dibekali untuk
menghindari degradasi tenaga kerja yang bodoh.
Pandangan tentang pendidikan sebagai alat untuk memungkinkan pekerja memiliki
kekuasaan yang lebih besar atas kehidupan mereka dan kondisi-kondisi material menggambarkan
sebuah contoh awal tentang perspektif pendidikan umum.

Walaupun Moseley pada awalnya sukses dalam memperoleh dana untuk peralatan ilmiah dan
sumberdaya bagi ekperimentasi siswa di sekolah-sekolah, namun ilmu pengetahuan (sains) tidak
menjadi bagian pokok dari tradisi sekolah dasar. Justru pelajaran obyek yang menjadi lumrah,
dimana guru memperlihatkan sebuah obyek biasa, seperti sebuah batu bara, atau gambarannya,
seperti sebuah gambar seekor kuda, dan kemudian memperoleh deskripsi, definisi dan sifat-
sifatnya dari murid-murid. Ini sangat berbeda dengan ilmu tentang benda-benda umum dan
kurikulum pendidik umum.

Williams menggambarkan sebuah sumber pendidik umum lebih lanjut. Ini adalah sebuah
kelompok yang ditarik dari kelas pekerja, yang memiliki dampak melalui pendidikan dewasa
dengan memperkenalkan unsur-unsur pilihan subyek siswa, hubungan antara disiplin ilmu
dengan kehidupan kontemporer yang sesungguhnya, dan keseimbangan diskusi umum dengan
instruksi ahli Williams.

Salah seorang pendukung kedudukan pendidik umum pada awal abad keduapuluh adalah
Dewey. Ia mendukung tiga rangkaian keyakinan yang saling berhubungan dengan pandangan ini.
Hal ini pertama-tama, melalui Pragmatisme, pandangan bahwa semua pengetahuan bersifat
sementara dan bisa keliru. Dalam hal ini, Dewey jauh lebih unggul pada jamannya, karena
kesempurnaan pengetahuan merupakan kekolotan jamannya. Yang kedua, Dewey percaya
dengan pendidikan untuk demokrasi, dan terutama, pentingnya pemikiran reflektif kritis yang
merupakan pengujian yang aktif, hati-hati dan terus menerus terhadap suatu keyakinan, atau
bentuk pengetahuan yang diakui, dalam kaitannya dengan dasar yang mendukungnya dan
kesimpulan-kesimpulan lebih lanjut terhadap apa yang kepadanya ia condong. Ketiga, Dewey
berpendapat bahwa kesenjangan antara minat dan pengalaman anak, dan subyek kurikulum yang
berbeda harus dijembatani. Pengalaman dan budaya anak seharusnya memberikan landasan bagi
pembelajaran sekolah yang mengeluarkan anak dari lingkungan fisik yang familier dengannya,
dengan luas hampir tidak lebih dari satu mil persegi atau lebih ya, dan bahkan sampai batas-batas
tata surya. Jangkauan ingatan personal yang kecil dan tradisi terbebani oleh sejarah semua orang
selama berabad-abad lamanya.

Dewey percaya bahwa pendidikan sebaiknya dimulai dengan minat dan budaya anak-anak,
dan bahwa hal ini kemudian membangun keluar, kearah pencarian disiplin ilmu kurikulum dari
landasan ini.

Maka dari itu Dewey merupakan seorang pendukung maksud pendidik umum. Walaupun
sekaligus merupakan kontributor penting pada tradisi progresif dalam pendidikan, namun ia juga
mengkritiknya dalam bentuk yang terlalu romantis, dan sangat berkomitmen terhadap nilai-nilai
ideologi pendidik umum.

Beberapa pernyataan yang kuat dari ideologi pendidik umum datang dari negara-negara pasca
kolonial diluar Inggris, yang terkait dengan pembangunan sosial. Salah satu contohnya adalah
program Pendidikan untuk Self-Reliance (Kepercayaan Diri) di Tanzannia yang diprakarsai oleh
Julius Nyrere, dengan tujuan berikut ini:
untuk mempersiapkan orang-orang menghadapi tanggung jawab mereka sebagai pekerja dan
warganegara yang bebas dalam suatu masyarakat yang bebas dan demokratis, walaupun sebagian
besar merupakan masyarakat pedesaan. Mereka harus mampu berpikir untuk dirinya sendiri, untuk
membuat penilaian tentang semua masalah yang mempengaruhi mereka; mereka harus mampu
menafsirkan keputusan-keputusan yang dibuat melalui lembaga-lembaga demokrasi di masyarakat
kita Maka dari itu, pendidikan harus mendorong berkembangnya pikiran menyelidiki, yaitu sebuah
kemampuan untuk mempelajari apa yang orang lain lakukan dalam diri setiap warganegara

Paulo Freier telah mengembangkan sebuah ideologi pendidik umum yang komprehensif,
dengan ajaran-ajaran berikut ini. Semua pengetahuan bersifat sementara, dan tidak dapat
dipisahkan dari pengetahuan subyektif seseorang. Dunia dan kesadaran tidak saling bertentangan
secara statis, mereka saling berhubungan satu sama lain secara dialektik. kebenaran dari satu akan
diperoleh melalui yang lain; kebenaran tidak diberikan, hal ini menaklukkan dirinya sendiri dan
membuatnya sekali lagi. Yaitu pada penemuan dan sekaligus penciptaan.

Menurut Freire, tujuan dari pendidikan adalah untuk mencapai kesadaran yang penting atau
conscientization yaitu sebuah pendekatan kritis permanen terhadap realita untuk
menemukannya dan menemukan mitos yang menipu kita dan membantu mempertahankan
struktur dehumanisasi yang menindas.

Kesadaran kritis diperoleh melalui pendidikan problem posing (pengajuan masalah) dimana
siswa para siswa secara aktif memilih masalah dan obyek penelitian, adalah bersama-sama
menyelidiki (mencari keterangan) dengan guru dan bebas mempertanyakan kurikulum dan ilmu
pendidikan (pedagogi) sekolah. Hal ini berbeda dengan pendidikan banking (perbankan) dimana
para siswa merupakan penerima pengetahuan yang pasif dan tak berdaya. Freire mengembangkan
ideologi pendidikan (terbukti dibawah pengaruh Marxisme) melalui pengajaran keterampilan
membaca dan menulis kepada para petani di Brazil dengan tujuan untuk memberdayakan mereka
agar terlibat dengan struktur sosial masyarakat dan untuk mengambil alih kehidupan mereka.

Semakin banyak peneliti di dunia yang telah mendukung unsur-unsur dari kurikulum pendidik
umum, termasuk refleksi kritis tentang pengetahuan yang diterima dan sifat masyarakat dan
meningkatnya demokrasi dan pengendalian siswa atas bentuk dan muatan pendidikan sekolah.

Di Britain, Williams (1961) mengusulkan sebuah kurikulum pendidik umum untuk memberikan
penguasaan bahasa Inggris dan matematika kepada para siswa untuk memperkenalkan siswa
kepada budaya masyarakat disekitar mereka termasuk budaya populer dan berlatih dalam
pembacaan kritis tentang surat kabar, majalah, propaganda dan iklan; untuk mempersiapkan
mereka dalam berpartisipasi dalam lembaga-lembaga demokrasi masyarakat; terlibat dalam
metode penyelidikan ilmu pengetahuan dan memahami sejarah dan efek sosial dari ilmu
pengetahuan. Singkat kata, sebuah pendidikan umum yang dirancang untuk mengekspresikan dan
menciptakan nilai-nilai tentang sebuah demokrasi terdidik dan budaya umum.

Walaupun banyak proyek semadam itu yang tidak pernah melewati tahap perencanaan,
Proyek kurikulum kemanusiaan berhasil dilaksanakan dengan mempertimbangkan beberapa
tujuan pendidik umum.

Tujuan pedagogis dari proyek ini adalah untuk mengembangkan sebuah pemahaman tentang
situasi-situasi sosial dan tindakan manusia dan masalah nilai kontroversial yang mereka timbulkan.

Proyek ini menggunakan kontroversi dan memuat konflik (argumen) sebagai bagian dari
metodologi untuk menumbuhkan kesadaran kritis dikalangan para siswa. Guru masuk kedalam
peran ketua yang netral, menghindari pengajaran partisan (pengikut) dan muatan indoktrinasi.
Sebuah masalah timbul dalam perlakuan rasisme, dimana dirasakan bahwa netralitas tidak dapat
diterima. Hal ini berada dibalik pengadopsian sebuah

Maksud yang dilakukan dengan sengaja untuk menghapuskan ketegangan-ketegangan rasial


dan rasa sakit didalam masyarakat kita yang merupakan dan akan multi-rasial dengan
mengurangi praduga, dengan membentuk rasa hormat terhadap tradisi yang beragam, dan dengan
mendorong sikap saling memahami, kelayakan dan keadilan.

Walaupun proyek ini meliputi unsur-unsur maksud pendidik umum, namun hal ini tidak
sepenuhnya membahas prubahan sosial dan maksud politik. Di tempat lain, para pendidik telah
mengusulkan kurikulum pendidik umum yang membahas berbagai macam tujuan (maksud),
sebagai contoh, sebagai pendidikan kota. Sebuah pernyataan yang jelas tentang maksud dan
prinsip dari salah satu proyek tersebut diberikan oleh Zimmer.

1. Tidak akan ada pengajaran di kelas lagi. Semuanya akan dilakukan melalui proyek-proyek.

2. Proyek-proyek seharusnya memenuhi kebutuhan suatu kelas pekerja yang bertujuan


untuk memperoleh kebulatan tekad.

3. Prinsip kebulatan tekad seharusnya berlaku di sekolah, dan dalam pemilihan proyek.

4. Sekolah seharusnya hidup di sebuah dunianya sendiri, tetapi sebaiknya bergerak kembali
kedalam masyarakat di daerah-daerah tersebut dimana perubahan diperlukan.

5. Anak-anak sebaiknya diberi setiap peluang pemenuhan diri. Mereka seharusnya bahagia,
dan kebutuhan mereka sebaiknya terpenuhi, selama itu memungkinkan didalam sebuah
konteks sekolah.
6. Anak-anak sebaiknya tidak dipisahkan dari masyarakat sebaliknya mereka dapat
menerapkan tuntutan mereka akan realisasi (perwujudan diri) hanya pada lingkungan
mereka yang terbatas. Mereka mendukung kepentingan mereka dalam kaitannya dengan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan, dan mereka seharusnya menegosiasikan dan
memperoleh kepentingan mereka dengan cara yang demokratis.

Dengan demikian, Zimmer mengusulkan situasi kehidupan pembelajar adalah titik awal dari
perencanaan pendidikan; pemerolehan pengetahuan merupakan bagian dari proyek; dan
perubahan sosial merupakan tujuan tertinggi dari kurikulum. Ia mengungkapkan bahwa kurikulum
sebaiknya didasarkan kepada proyek-proyek untuk membantu perkembangan diri dan
kepercayaan diri murid, dengan topik-topik seperti konflik di pabrik dan kantor kesejahteraan
sosial.

Baik proyek pabrik maupun kantor kesejahteraan menawarkan peluang bagi proyek-proyek
yang sejajar dan lanjutan. Pada proyek pabrik, orang dapat mempelajari matematika dan
sumbangannya dalam proses produksi, bukan mengenai hal itu sebagai masalah menularkan
keterampilan matematika secara terpisah dari kemungkinan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Orang sebaiknya belajar bagaimana cara menganalisa bagaimana nilai-nilai yang ada
diluar matematika dapat diubah menjadi simbol-simbol matematika, aturan-aturan dan proses-
proses. Sebaliknya, orang seharusnya mampu mengenali sifat dan nilai benda-benda yang terletak
dibalik simbol-simbol matematika formal. Orang harus mampu melakukan hal ini terutama dalam
situasi-situasi dimana proses teknologi dan kegiatan matematika yang terkait dengan mereka
memberikan sebuah kesan tentang rasionalitas obyektif, sementara kepentingan yang berada
dibalik mereka masih tetap tersembunyi.

Dengan demikian, Zimmer mampu mengetahui bagaimana pelajaran yang paling sulit, yaitu
matematika, memiliki peran penuh yang harus dimainkan dalam pencapaian tujuan pendidikan
umum.

Proposal-proposal mengenai sebuah kurikulum pendidik umum terus berlanjut hingga


sekarang ini. Jones (1989), misalnya mengusulkan sebuah piagam untuk pendidikan yang
merupakan sebuah pernyataan lengkap dan kuat mengenai kedudukan tersebut.

Secara keseluruhan, Williams (1961) berpendapat bahwa para pendidik umum telah berhasil
dalam menjamin perpanjangan pendidikan bagi semua orang di masyarakat modern Inggris (dan
Barat), sebagai suatu hak. Hal ini dilakukan dengan aliansi yang bijaksana dengan para trainer
(pelatih) industri dan lain-lain yang terutama menghasilkan Undang-Undang Pendidikan
Expansionist tahun 1870 dan 1944. Dengan demikian, tujuan pendidik umum yaitu pendidikan bagi
semua orang dalam kaitannya dengan pendidikan sekolah yang bebas universal telah tercapai.

Akan tetapi, pendidik umum belum berhasil dalam mengubah isi dan gaya transaksional
pendidikan sekolah untuk merefleksikan maksud pendidikan mereka. Maka dari itu, bahkan proyek
paling sukses yang dijelaskan diatas, yaitu Proyek Kurikulum Kemanusiaan, merupakan sebuah
eksperimen jangka pendek. Itu berarti bahwa kesetaraan peluang pendidikan tidak diperoleh di
Britain. Sejumlah kelompok sosial, termasuk siswa perempuan, etnik minoritas, dan kelas pekerja,
kurang terlayani dengan baik oleh sistem pendidikan, dalam kaitannya dengan peluang hidup,
dibandingkan dengan siswa laki-laki, kulit putih dan kelas menengah.

C. Kelompok Pendidik Umum dalam Pendidikan Matematika

Kemunculan suatu kelompok pendidik umum khususnya dalam pendidikan matematika baru
terjadi akhir-akhir ini, karena munculnya filsafat matematika fallibilist dan konstruktivist sosial.
Tonggak bersejarah terjadi pada tahun 1634, dengan publikasi bagian terbesar dari Lakatos (1976,
dalam artikel-artikel jurnal). Baru setelah ini pandangan fallibilist tentang matematika
memperoleh legitimasi dan kekinian. Sebelum hal ini terjadi, ideologi pendidik umum yang lengkap
dalam kaitannya dengan matematika tidak memungkinkan. Akan tetapi, sejak permulaan, implikasi
filsafat fallibilist matematika (dan ilmu pengetahuan) terhadap pendidikan telah muncul dari para
pencipta dan elaborator atau pengurainya.

Sebuah pernyataan yang jelas tentang pandangan fallibilist matematika dalam pendidikan,
walaupun agak subyektivistik dalam dukungan, diebabkan oleh Asosiasi Guru Matematika.

Matematika dibuat oleh manusia dan memiliki semua fallibility (sifat bisa salah) dan
ketidakpastian yang tersirat dari hal ini. Hal ini tidak ada diluar pikiran manusia, dan hal ini
membuat kualitasnya dari pikiran manusia yang menciptakannya. Karena matematika dibuat oleh
manusia dan ada hanya didalam pikirannya, hal ini harus dibuat atau dibuat lagi di pikiran setiap
orang yang mempelajarinya. Dalam hal ini matematika hanya dapat dipelajari dengan diciptakan.

Akhir-akhir ini, pendidik umum harus mengakui bahwa matematika merupakan sebuah
konsep sosial yang terpancang kepada budaya dan terikat oleh budaya. Hal ini berlaku pada praktek
informasi yang disebut etnomatematik oleh DAmbrosio. Yang menggambarkan kegunaan dan
sumber matematika sehari-hari.

Pengakaran budaya ini juga berlaku pada matematika formal dan akademis dan aplikasinya,
yang merupakan bagian dari institusi sosial matematika. Pengetahuan matematika sendiri secara
jelas diakui sebagai sebuah konsep sosial.

Selain pandangan tentang sifat matematika, kelompok pendidik umum memiliki pandangan
tentang sifat pendidikan matematika dan hubungannya dengan masyarakat. Yang pertama,
mengenai tujuan pendidikan matematika.

Pentingnya demokratis bagi individu serta masyarakat pada umumnya, jika warganegara
dibekali dengan instrumen-instrumen untuk memahami peran matematika [dalam masyarakat].
Setiap orang yang tidak memiliki instrumen tersebut menjadi korban proses kemasyarakatan
dimana matematika menjadi salah satu komponennya. Jadi, tujuan dari pendidikan matematika
seharusnya untuk memungkinkan siswa menyadari, memahami, menilai, memanfaatkan, dan
kadang-kadang juga melakukan aplikasi matematika didalam masyarakat, khususnya pada situasi
yang memiliki arti bagi kehidupan pribadi, sosial, dan profesional.
Untuk memberdayakan para pembelajar dan memberi mereka kontrol yang lebih besar atas
kehidupan mereka (Frankenstein dan Powell, 1988), pengajaran matematika seharusnya
mendorong otonomi siswa dan pilihan siswa atas bidang-bidang permasalahan yang harus diteliti.
Maka dari itu, pendidikan seharusnya mengarah kepada keterlibatan personal dan sosial atas nama
pembelajar. Hal ini melibatkan pemikiran kritis dan conscientization melalui matematika yang
merupakan proses penting yang dengannya hubungan antara matematika dengan masyarakat
terkait dengan perkembangan/situasi pribadi murid atau siswa. Proses ini melibatkan pembelajar
dalam beberapa tahap. Yang pertama keterlibatan dengan suatu bentuk aktivitas matematika yang
terorganisir. Yang kedua, obyektivikasi beberapa masalah matematika, yaitu menjauhkan diri dari
permasalahan sehingga hal ini jelas terlihat sebagai obyek penelitian. Yang ketiga, refleksi kritis
tentang tujuan dan konsekuensi dari mempelajari masalah ini dalam kaitannya dengan nilai-nilai
yang lebih luas.
Akan tetapi, konflik dan kontroversi akan timbul dari Mempolitisasi pendidikan. Situasi ini tidak
semuanya ideal. Kita tidak mungkin berpikir tentang kepentingan-kepentingan kecil ketika orang
sesungguhnya dapat memiliki kepentingan berbeda dan bahkan bertentangan. Dan kita suka
melatih kerjasama dan keselarasan, bukan membawa keburukan dari dunia luar kedalam kelas.
Akan tetapi bagaimanapun juga kita harus menghadapi konflik-konflik apabila mereka nyata.
Sebagai pendidik, kebanyakan dari kita menghadapi situasi-situasi yang meliputi dilema-dilema
seperti (persaingan versus kerjasama) dan (ideologi x versus ideologi y). kita harus menghadapi
bukan mengabaikan permasalahan semacam itu.
Tujuan dari kurikulum matematika pendidik umum adalah untuk memberikan kontribusi
kepada perubahan sosial kearah keadilan sosial yang lebih besar.

Walaupun kelompok pendidik umum merupakan yang terbaru diantara kelima kelompok
ideologi dalam pendidikan matematika, namun kelompok ini semakin didukung oleh para pendidik
matematika. Selain yang disebutkan diatas, orang-orang berikutnya yang memberikan kontribusi
kepada perspektif pendidik umum dalam pendidikan matematika di Britain dapat disebutkan
(misalnya; Burton, 1986; Ernest, 1986; Evans, 1988; irvine, Miles, dan Evans, 1979; Joseph, 1987;
Lerman, 1988; Maxwell, 1984; Noss dkk., 1990
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Ada beberapa unsur-unsur yang menjadi ideologi pendidik umum dalam Ideologi Fallibilisme
Relativistik, yaitu :

a. Filsafat matematika

b. Epistemologi

c. Kumpulan nilai-nilai moral

d. Teori anak

e. Teori masyarakat

f. Tujuan pendidikan

Pendidik Umum sebagai Fallibilist Relativistik

Ideologi Fallibilist Relativistik adalah ideologi para pendidik umum, yang menggambarkan
sebuah tradisi reformasi radikal, yang terkait dengan demokrasi dan equitas sosial (Williams,
1961). Tujuannya adalah pendidikan bagi semuanya, untuk memberdayakan kelas pekerja, dan
kelas-kelas lain, agar berpartisipasi dalam lembaga-lembaga demokrasi masyarakat, dan berbagi
dalam kemakmuran masyarakat industri modern.

Kelompok Pendidik Umum dalam Pendidikan Matematika

Kemunculan suatu kelompok pendidik umum khususnya dalam pendidikan matematika baru
terjadi akhir-akhir ini, karena munculnya filsafat matematika fallibilist dan konstruktivist sosial.
Tonggak bersejarah terjadi pada tahun 1634, dengan publikasi bagian terbesar dari Lakatos (1976),
dalam artikel-artikel jurnal. Baru setelah ini pandangan fallibilist tentang matematika memperoleh
legitimasi dan kekinian. Sebelum hal ini terjadi, ideologi pendidik umum yang lengkap dalam
kaitannya dengan matematika tidak memungkinkan. Akan tetapi, sejak permulaan, implikasi
filsafat fallibilist matematika (dan ilmu pengetahuan) terhadap pendidikan telah muncul dari para
pencipta dan elaborator (pengurai)-nya.

B. Saran

Setelah memahami filsafat matematika, sebagai pendidik hendaknya memahami betul filosofi
pendidik, yaitu bukan sekedar pengajar materi, namun mendidik siswa menjadi insane, generasi
yang unggul.

Anda mungkin juga menyukai