Disusun Oleh:
Segala Puji bagi Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya. Saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Saya memohon maaf
apabila kepenulisan dalam makalah saya masih jauh dari kata sempurna. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Lukman El Hakim, M.Pd selaku
dosen Filsafat Ilmu yang memberi arahan dalam mengerjakan makalah yang
bejudul Tinjauan Kritis Cockcroft dan Kurikulum Nasional.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan harapan semoga tugas saya bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Dinar Nirmalasari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara substansial
maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Menurut Lewis White Beck,
filsafat pendidikan bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah
sebagai suatu keseluruhan.
Identitas Buku
Judul Buku : The Philosophy of Mathematics Education
Sampul Buku :
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1. Pendahuluan
A. Teori-Teori Kurikulum
Metodologi yang digunakan terdiri atas analisa tujuan yang ditetapkan pada
dokumen kurikulum dipadukan dengan sebuah rekonstruksi tujuan yang lengkap
dalam teks. Fokus pada tujuan berarti bahwa perhatian dibatasi pada rencana
sebagai pertentangan terhadap pikiran dan pembelajaran kurikulum matematika.
Akibatnya, batasannya menjadi lebih sempit daripada pengkajian empiris, seperti
pada Robitalle and Garden (1989) yang mengkaji tentang ketiga dimensi tersebut,
yang mana hal ini disebabkan perbedaan dalam prakteknya.
Fokus dalam pokok bahasan ini adalah Laporan Cockcroft (1982), tapi untuk
memberikan sebuah indikasi dari dampaknya terhadap intelektualisme, juga
dipertimbangkan dua laporan, yaitu sebelum dan sesudah laporan ini.
Salah satu ciri penting dari laporan ini adalah pengklasifikasian pada hasil
belajar yang berdasarkan pada tujuan Bell dkk (1983) membedakan antara
fakta dan keahlian. Struktur konseptual dan strategi umum dan penghargaan.
Dalam hal ini, dikatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran matematika
pada semua level haruslah terdiri dari pemecahan masalah, diskusi,
investigasi, dan praktek kerja.
Ada dua kritikal aspek dalam laporan ini (1) sebuah kritik “naik turun”
perkembangan kurikulum matematika dan (2) sebuah kritik tentang penilaian
matematika untuk anak yang berumur 16 tahun. Kritikan-kritikan ini sama
dengan sebuah serangan yang nyata terhadap dominasi humanis kuno pada
kurikulum matematika dan penilaiannya dalam sekolah tingkatan lanjutan
kedua. Lebih lengkapnya lagi, hal ini sama dengan sebuah serangan pada
ideologi. Ideologi kegunaan, yang menggunakan penyekolahan dan penilaian
terhadap anak-anak yang dalam masa persiapan kerja. Sebagai tambahan,
penolakan yang tegas terhadap pembelajaran diluar kepala dan pengajaran
otoriter mewakili sebuah sebuah penolakan terhadap tujuan pelatihan industri
oleh Cockroft. Secara keseluruhan, laporan Cockroft (1982) dapat dilihat
sebagai perwujudan tujuan pengajaran progresif dan tujuan pragmatis
teknologi. Tujuan-tujuan dan perspektif yang lain, ditolak kecuali dimana
mereka saling melengkapi dengan dua ideologi progresif.
Sebagian besar dari dokumen ini menekankan pada kriteria untuk pilihan
isi dan pondasi prinsip-prinsip pedagogi dan pengajaran. Tujuan yang
ditetapkan menekankan pada penggunaan matematika (sebagai bahasa dan
sebuah alat) penghargaan terhadap hubungan secara matematik dan lebih dari
semua hal itu, kualitas personal (bekerja secara sistematis, mandiri, bekerja
sama dan pengembangan kepercayaan diri).
a) Politikus
b) Kaum Birokrat
c) Profesionalis
Maka dari itu, seharusnya tidak boleh diasumsikan bahwa cuma ada satu
pandangan dalam hal ini. Ada dua perubahan cara berpikir dalam Her
Majesty’s Inspectorate dalam masa yang lalu. Cara berpikir yang pertama
berasal dari humanis kuno/perspektif tinjauan teknologi pragmatis dan tujuan
pengajaran progresif. Ini ditandai dengan penekanan pada struktur dan isi
kurikulum matematika (Her Majesty’s Inspectorate, 1985). Cara yang kedua
menekankan pada informasi teknologi. Pada tahun 1979 tidak pernah
disebutkan akan adanya impor kalkulator dan komputer. Ini tidak bisa disebut
sebagai revisi dari tujuan, tetapi sebagai refleksi dari perubahan sosial dan
pendidikan.
A. Konteks Umum
1) Minat dan ideologi pelatihan industri
Pernyataan umum:
Ada dua skenario yang akan dijelaskan terkait dengan NMC (Nasional
Matematik Curiculum)
Skenario A : NMC berkaitan dengan fakta matematik. Keahlian dan konsep.
Tetapi kemudian hanya dibuat kedalam bentuk referensi yang
dangkal terhadap strategis dan moral siswa.
Skenario B : NMC mulai dengan sebuah pernyataan yang jelas tentang moral
siswa. Hal ini diikuti dengan pernyataan mendetail pada strategi
umum yang merupakan dasar pemikiran matematik. Dalam
scenario ini, ditekankan bahwa moral siswa adalah yang
terpenting, kemudian strategi lalu taktik matematika (konsep,
keahlian, dan fakta).
Ini merupakan sebuah pernyataan yang jelas (Mayhew, 1987) antara tinjauan
pemusatan matematika pada humanis kuno (teknologi pragmatis) (A), dan
tinjauan pemusatan progresif anak (B). Pernyataan ini secara jelas
menunjukkan batasan-batasan ideologi. Hal ini meniadakan dua tinjauan yaitu
pelatih industrial dan pengajaran umum.
Subjek didik selalu berkembang, maka kurikulum pun dapat berkembang dan
berubah sesuai dengan perkembangan zaman yang ada. Pembelajaran aktif sangat
diperlukan bagi siswa atau subjek didik di sekolah.
Salah satu filsafat pendidikan adalah progresivisme yang sangat menonjol dalam
kurikulum 2013. Warna progresivisme dalam kurikulum 2013 terutama muncul
dalam alasan-alasan pengembangan kurikulum 2013. Sejumlah hal yang menjadi
alasan pengembangan kurikulum 2013 adalah:
1) Perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari
tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan
output) yang memerlukan penambahan jam pelajaran dan pengurangan mata
pelajaran.
2) Tantangan masa depan diantaranya arus globalisasi, kemajuan teknologi
informasi, menjelaskan bahwa zaman berubah maka ilmu pengetahuan pun
berubah maka wajar kalau kurikulum pendidikan juga berubah.
3) Kurikulum ini menginginkan proses kreatif dan inovasi pada siswa atau
peserta didik agar mampu berkomunikasi, berpikir jernish dan kritis, mampu
mempertimbangkan segi moral dalam suatu permasalahan, mampu mencoba
mengerti terhadap pandangan-pandangan yang berbeda.
“The child is the starting point, the center, and the end. His
development, his growth, is the ideal. It alone furnishes the
standard. To the growth of the child all studies are subservient, the
instruments valued as they serve the needs of growth. Personality,
character is more than subject-matter. Not knowledge or
information, but self-realization, is the goal. Learning is active. It
involves reaching out the mind. It involves organic assimilation
starting from within. Literally we must take our stand with the
child and our departure from him. It is he and not the subject
matter which determines both quality and quantity of learning”.
(Dewey, 1962: 9).
“As regards curriculum, the social life of the child should be taken
as the basis of concentration or correlation. The only way to make
the child conscious of this social heritage is to perform those
fundamental types of activity which make civilization what it is”
(Schilpp, 1951: 463).
Kurikulum 2013 sangat menekankan pada diri peserta didik untuk dapat
menyempurnakan dan mengembangkan pola pikirnya demi kemajuan bangsa
dan negara.
PENUTUP